Anda di halaman 1dari 22

Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 1

7
DIVISI
KARDIOLOGI
Dr. Renny Bagus, SpA, Dr. Abdul Rohim,SpA,
Dr. Retno HMA, SpA, Dr. Marito Logor, SpA

1. Demam Rematik
2. Penyakit Jantung Rematik
3. Gagal Jantung
4. Defek Septum Ventrikel
5. Defek septrum Atrium
6. Duktus Arteriosus Persisiten
7. Tetralogi fallot

Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 2

1. DEMAM REUMATIK

I. BATASAN

Demam reumatik adalah suatu sindrom penyakit radang yang biasanya timbul setelah suatu
infeksi tenggorok oleh Streptokokus beta hemolitikus grup A, mempunyai kecenderungan
kambuh dan dapat menyebabkan gejala sisa pada jantung khususnya katup.

II. ETIOLOGI

 Demam reumatik akut biasanya didahului oleh radang saluran nafas bagian atas yang
disebabkan oleh infeksi Streptokokus beta hemolitikus grup A, sehingga kuman tersebut
dianggap sebagai penyebabnya.
 Hingga sekarang masih belum diketahui dengan pasti hubungan langsung antara infeksi
streptokokus dengan gejala demam reumatik akut. Yang masih dianut hingga sekarang
adalah teori autoimunitas.
 Produk streptokokus yang antigenik secara difusi keluar dari sel-sel tenggorok dan
merangsang jaringan limfoid untuk membentuk zat anti. Beberapa antigen streptokokus
khususnya streptolisin O dapat mengadakan reaksi silang dengan antigen jaringan tubuh
sehingga terjadi reaksi antigen-antibodi antara zat anti terhadap streptokokus dan jaringan
tubuh.

III. GEJALA KLINIS

 Gejala keradangan umum : subfebris, lesu, anoreksia, tampak pucat, artralgia, sakit perut.
 Karditis : gejala dini berupa rasa lelah, pucat, tidak bergairah dan tampak sakit. Seorang
penderita demam reumatik dikatakan menderita karditis bila ditemukan satu atau lebih
tanda-tanda berikut :
1. Bunyi jantung melemah dengan bising diastolik
2. Terdengar bising yang semula tidak ada atau terdapat perubahan intensitas bising yang
semula sudah ada.
3. Kardiomegali, terutama pembesaran ventrikel kiri.
4. Perikarditis. Ditandai dengan rasa nyeri disekitar umbilikus akibat penjalaran nyeri
bagian tengah diafragma, friction rub, efusi perikardial dan kelainan pada EKG.
5. Gagal jantung kongestif tanpa kelainan yang lain.

 Artritis : khas untuk demam reumatik adalah poliartritis migrans akut, biasanya mengenai
sendi-sendi besar (lutut, pergelangan kaki/ tangan, siku), dapat timbul bersamaan tetapi
lebih sering bergantian/ berpindah-pindah.
 Eritema marginatum : berupa bercak merah muda dengan bagian tengah pucat, sedangkan
tepinya berbatas tegas, tanpa indurasi dan tidak gatal. Bila ditekan, lesi akan menjadi pucat.
 Khorea : gerakan-gerakan cepat, bilateral, tanpa tujuan dan sukar dikendalikan, seringkali
disertai kelemahan otot. Gambaran klinis dapat berupa gerakan-gerakan tidak terkendali
pada ekstremitas, muka dan kerangka tubuh, juga dapat berupa hipotonia akibat
kelemahan otot, inkoordinasi gerakan dan biasanya disertai gangguan emosi, bahkan
merupakan tanda dini.
 Nodul subkutan : nodul dibawah kulit, berukuran 3-10 mm, keras, tidak terasa sakit dan
mudah digerakkan. Biasanya terdapat dibagian ekstensor persendian terutama sendi siku,
lutut, pergelangan tangan dan kaki, daerah oksipital dan diatas prosesus spinosus vertebra
torakalis dan lumbalis.

Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 3

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG DIAGNOSIS

 Pemeriksaan darah (pada fase akut) : laju endap darah (LED) meninggi, C-reactive protein
(CRP) positif, lekositosis.
 Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) : interval P-R memanjang.

V. DIAGNOSIS

Sampai saat ini belum ada satu jenis pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk demam
rematik. Oleh karena itu diagnosis demam rematik didasarkan pada gabungan antara gejala
klinis dan pemeriksaan laboratorium. Dr. T. Jones menyusun kriteria sistematik (dikenal
sebagai „kriteria Jones‟) yang terdiri atas 2 macam manifestasi yaitu manifestasi mayor (gejala
yang patognomonik) dan manifestasi minor (gejala yang tidak patognomonik tetapi perlu untuk
menegakkan diagnosis), sebagai berikut :

Kriteria Jones
Manifestasi Mayor Manifestasi Minor
Klinis :
- Karditis - Demam
- Poliartritis migrans - Artralgia
- Nodul subkutan - Pernah menderita demam rematik
- Eritema marginatum Laboratorium :
- Khorea - Laju endap darah meninggi
- CRP positif
- Interval P-R memanjang pada EKG

Ditambah

Bukti adanya infeksi steptokokus sebelumnya, yaitu peningkatan titer ASO atau titer
antibodi terhadap steptokokus lain, biakan usap tenggorok menunjukkan adanya
streptokokus beta hemolitikus golongan A atau demam skarlatina.

Terdapatnya 2 manifestasi mayor atau 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor


menunjukkan kemungkinan besar suatu demam rematik. Terdapatnya bukti infeksi
streptokokus sebelumnya sangat menyokong diagnosis.

VI. KOMPLIKASI/ PENYULIT

Gagal jantung

VI. PENATALAKSANAAN

1. Tirah baring yang lamanya tergantung beratnya penyakit.

Kondisi jantung Lama tirah baring Mobilisasi bertahap


Tanpa karditis 2 minggu 2 minggu
Karditis tanpa kardiomegali 4 minggu 4 minggu
Karditis dengan kardiomegali 6 minggu 8 minggu
Karditis dengan gagal jantung Selama gagal jantung 3 bulan

Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 4

2. Antibiotika :

- Penisilin Benzatin 600.000 U untuk anak dengan berat badan kurang dari 30 kg dan 1,2
juta U untuk berat badan lebih dari 30 kg, diberikan sekali, intra muskular.
- Penisilin oral 4 x 125 mg/hari untuk anak dengan berat badan kurang dari 20 kg dan 4 x
250 mg/hari untuk berat badan lebih dari 20 kg, diberikan selama 10 hari.
- Pada anak yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin dengan dosis 50
mg/kgBB/hari, 3-4 kali sehari selama 10 hari.

3. Analgesik dan anti-inflamasi :

Obat yang dipakai secara luas adalah salisilat dan steroid yang dosis pemberiannya disesuaikan
dengan manifestasi klinis.

Manifestasi klinis Salisilat Steroid (Prednison)


Artralgia 75-100 mg/kgBB/hari -

Artritis dan/atau karditis 100 mg/kgBB/hari selama 2 -


minggu; dilanjutkan 75
mg/kgBB/hari (4-6 minggu)
Karditis disertai kardiomegali 75 mg/kgBB/hari selama 6 2 mg/kgBB/hari selama 2
atau gagal jantung. minggu minggu, dosis dikurangi
bertahap tiap 2 minggu.

VII. PROGNOSIS

 Dari semua manifestasi demam rematik, hanya kelainan jantung yang dapat menetap,
meninggalkan sekuele.
 Jadi prognosis penderita terutama ditentukan dari ada atau tidaknya kelainan pada jantung
pada fase akut serta ada tidaknya gejala sisa kelainan katup jantung.

Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 5

2. PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

I. BATASAN
Penyakit jantung reumatik adalah cacat jantung akibat sisa demam rematik tanpa disertai gejala
keradangan akut.
Cacat dapat terjadi pada semua bagian jantung. Yang paling sering dijumpai adalah cacat pada
katup dengan urutan adalah katup mitral, katup trikuspid, dan sangat jarang katup pulmonal.

II. GEJALA KLINIS

Pada regurgitasi/ insufisiensi katup mitral didapatkan bising pansistolik, dengan punktum
maksimum di apeks, diteruskan ke aksila.
Pada stenosis katup mitral didapatkan bising diastolik yang khas dengan punktum maksimum
di apeks.
Pada regurgitasi/ insufisiensi katup aorta didapatkan bising diastolik yang halus, dekresendo,
dengan frekuensi tinggi dan terdengar paling keras di sela iga II kiri menjalar ke apeks.
Pada stenosis dan insufisiensi katup mitral didapatkan baik bising sistolik (berfrekuensi tinggi)
maupun bising diastolik (berfrekuensi rendah) di apeks.

III. DIAGNOSIS

Diagnosis penyakit jantung rematik dibuat berdasarkan adanya riwayat pernah menderita
demam rematik atau karditis dan ditemukan adanya bising jantung pada pemeriksaan fisik.
Diagnosis banding : penyakit jantung kongenital.

IV. KOMPLIKASI

Kambuh demam rematik.


Gagal jantung.
Endokarditis bakterial subakut.
Fibrilasi atrium.
Pembentukan trombus.
Robekan korda tendinea.

V. PENATALAKSANAAN

Pengobatan medikal

Tanpa keluhan/ komplikasi : tidak perlu pengobatan.


Gagal jantung : tirah baring, diit rendah garam dan tinggi kalori, Digitalisasi, diuretika,
vasodilator (lihat pembahasan tentang gagal jantung).
Endokarditis bakterial subakut : antibiotika yang disesuaikan dengan kuman penyebab.
Fibrilasi atrium : obat antiaritmia, defibrilasi DC.

Pembedahan

Valvuloplasti balon untuk stenosis mitral murni


Pembedahan secara terbuka untuk penggantian katup bila sudah sangat rusak atau
mengalami perkapuran.

Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 6

VI. PENCEGAHAN

Pencegahan Primer :
Pengobatan yang adekuat terhadap semua penderita infeksi saluran pernafasan bagian atas
akibat Streptokokus beta hemolitikus grup A.
Diperlukan kemampuan pengenalan terhadap infeksi kuman tersebut. Jenis obat, cara
pemberian dan dosisnya sama dengan pengobatan demam rematik akut.

Pencegahan sekunder :
Pencegahan terhadap infeksi streptokokus :
1. Penisilin Benzatin 600.000 U untuk anak dengan berat badan kurang dari 30 kg dan 1,2
juta U untuk berat badan lebih dari 30 kg, intra muskular, diberikan sekali tiap 4
minggu.
2. Penisilin oral 2 x 250 mg/hari setiap hari.
3. Sulfadiazin 1 x 500 mg/ hari untuk anak dengan berat badan kurang dari 30 kg dan 1
gram untuk berat badan lebih dari 30 kg.
4. Pada anak yang alergi terhadap penisilin dan sulfa dapat diberikan eritromisin dengan
dosis 2 x 250 mg setiap hari.
Pencegahan diberikan sekurang-kurangnya 5 tahun bebas serangan ulang demam rematik.
Pencegahan dilakukan seumur hidup bila disertai gagal jantung atau menggunakan katup
buatan.

Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 7

3. GAGAL JANTUNG AKUT

I. BATASAN

Gagal jantung akut adalah suatu sindroma Idinis yang disebabkan oleh ketidak mampuan
miokrad untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh.

II. ETIOLOGI

- Penyakit jantung bawaan terutama kelainan dengan pirau kiri ke kanan (“L-R shunt”)
yang besar atau kelainan obstruksi ventrikel kiri maupun kanan.
- Kelainan jantung yang didapat, miokarditis, penyakit jantung rematik, endokarditis
infektif.
- Aritmia ; “paroxymal atrial tachycardia” (PAT), fibrilasi “flutter” dari atrium, AV block
total.
- Iatrogenik : pasca operasi jantung terbuka (VSD), overload cairan, terapi adria-misin.
- Non kardiak : tirotoksikosis, fistula arterio-vena sistemik, penyakit paru-paru akui dan
kronis, penyakit kolagen atau neuromuskuler.

Gagal jantung dapat terjadi karena :


1. Faktor mekanis : defek struktural yang memberi beban pada miokrad
- Faktor moikrad : miokarditis
- Kombinasi keduanya : kelainan intrinsic yang mengganggu faal niiokard („myo-
cardial-perfonnance‟)
2. Perubahan susunan gas darah/pH : Asfiksia neonatorum ----> iskemia miokard --->
disfungsi otot papiler ---> curah jantung menurun.
3. Obstruksi jalan nafas atas/bawah :
- Pembesaran adenoid-tonsil
- Laringo malasia
(PaO2) menurun ---> pH menurun ---> mempengaruhi miokard dan pembuluh darah
paru/sistemik

Penyebab gagal jantung dapat dibagi menurut gangguan daya kerja („perfomance‟)
miokard.
1. Beban volume („volume overload‟) ventrikel : “High output stage” (anemia), pirau kiri
kekanan, insufisiensi katup (mitral, aorta), fistula arteri-vena sistemik
2. Beban tekanan („pressure overload‟) ventrikel :
 Obstruksi jalan keluar („outflow‟) : Stenosis aorta, stenosis arteri pulmonalis,
Koarktasio aorta.
 Obstruksi jalan masuk („inflow‟) : Stenosis mitral, stenosis tricuspid, kor trialriatum

III. GEJALA KLINIS

Dibagi dalam 3 katagori :


1. Tanda-tanda dari daya kerja miokard yang terganggu : Gangguan pertumbuhan,
berkeringat, kardiomegali, takikardia, irama gallop, perobahan pada pulsus perifer
termasuk Pulsus paradoxus dan alternans.

Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 8

2. Tanda-tanda dari kongesti paru-paru : “tachypnea”, “dyspnea d‟effort”, batuk, ronkhi


basah, wheezing, sianosis.
3. Tanda-tanda dari kongesti vena sistemik : hepatomegali, bendungan vena leher,
sembab perifer edema palpebra sering pada bayi.

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM/ PENUNJANG DIAGNOSIS

 Pemeriksaan darah : darah lengkap (anemia, tanda-tanda infeksi), elektrolit serum, gula
darah, analisa gas darah (asidosis).

 X foto dada : kardiomegali, bendungan v. pulmonalis


 EKG : takikardia, disritmia, hipertrofi, tanda-tanda kelainan miokard/ perikard

V. DIAGNOSIS

 Diagnosis gagal jantung : dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan


fisik, dan foto torak.
 Pemeriksaan EKG membantu untuk mendiagnosis etiologi (misalnya distrmia).
 Tanda gagal jantung yang paling sering ditemukan adalah : takikardia, irama gallop,
kardiomegali, gagal tumbuh, berkeringat, takipnu, hepatomegali, dan edema palpebra.
 Diagnosis banding :
1. Efusi pericardial : CTR besar, vaskularisasi paru sepi, suara-suara terdengar.
2. Pada bayi dengan infeksi saluran pernafasan bagian bawah : (bronkiolitis,
pneumonia). Bila terdapat bising, kardiomegali atau sianosis hebat, kemungkinan
besar adalah kelainan jantung.

VI. PENATALAKSANAAN

 Eliminasi penyebab dasar : operasi koreksi untuk penyakit jantung bawaan.


 Eliminasi faktor pencetus : infeksi, anemia, aritmia, anemia, demam.
 Terapi gagal jantung.
1. Beri O2 40-50% dengan pelembab
2. Sedasi dengan morphin 0,1-0,2 mg/kk/dosis s.c.setiap 4 jam kalau perlu, atau
Phenobarbital 2-3 mg/kg/dosis p.o/i.m. setiap 8 jam selama 1-2 hari.
3. Eliminasi faktor pencetus : demam diberi antipiretik, anemia ditanfusi PRC sampai
PCV> 35%.
4. Atasi penyakit dasar seperti hipertensi, aritmia atau tirotoksikosis.

 Gagal jantung kongestif dapat diatasi dengan :


1. Meningkatkan “daya kerja jantung”
Digitalis
- Sebelum digitalis diberikan periksa EKG, serum elektrolit (terutama Kalium),
fungsi ginjal kadang perlu diketahui.
- Obat yang digunakan : Digoxin. Dosis inisial (digitalisasi cepat) : Neonatus
prematur : 0,02 mg/kg, neonatus aterm : 0,03 mg/kg, anak usia < 2 th : 0,04
Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 9

mg/kg, usia > 2 tahun : 0,03-0,04 mg/kg. Diberikan segera 1/2 dosis, sisanya
dibagi dua dengan interval 8-12 jam (bila diberikan secara intravena dosis harus
dikurangi 25%). Dosis digitalis rumatan : Prematur : 0,005 mg/kg/hari, <2 th :
0.01-0,015 mg/kg/hari, >2 th : 0,005-0,01 mg/kg/hari.
- Apabila gagal jantung disertai hipotensi, gagal ginjal, sepsis atau refrakter
terhadap terapi lain dapat dipakai “support” yaitu dengan : Dopamine : 5-10
µg/kgi/menit diberikan dengan infus secara kontinyu dengan, pemantauan yang
ketat.
2. Mengurangi “beban kerja jantung”
- Secara umum : mengurangi aktifitas fisik dengan istirahat (tirah baring), dan
oksigenasi dengan kateter nasofaringeal atau masker.
- Reduksi dari afterload /preload dengan obat vasodilator
 Hydralazine : dosis 1 mg/kg – 5 mg/kg/hr oral dalam 3-4x (dilatasi arteriolar
perifer, curah jantung meningkat)
 Captopril :
Neonatus : 0,1-0,4 mg/kg/dose, 1-4 x/hari
Bayi : 0,5-6,0 mg/kg/hr, tiap 6-24 jam
Anak besar : 12,5 mg/dose oral tiap 12-24 jam
3. Mengurangi beban volume
- Restriksi Natrium
- Reslriksi cairan hanya apabila ada “dilutional hyponatremia‟pada bayi-bayi cairan
formula jangan dikurangi.
- Diuretika : Furosemid : 1-3 mg/kg/dosis intravena, 2-5 mg/hr/oral
- pada bayi yang sakit keras : beri dextrose 10% intravena
- bila PaCO2 > 50 mmHg, beri ventilator
- sembab paru : sedatif, morfin sulfat 0,05 mg/kg subkutan
- bila ada infeksi : antibiotik yang sesuai

Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 10

5. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL


I. BATASAN

 Defek septum ventrikel adalah cacat jantung bawaan yang paling sering ditemukan,
yaitu sekitar 30% berupa adanya defek pada sekat ventrikel, baik pars membranasea
ataupun pars muskularis sehingga terjadi komunikasi antara ventrikel kanan dan
ventrikel kiri.
 Biasanya bersifat tunggal, namun dapat berupa defek multipel, khususnya defek yang
terdapat pada pars muskularis septum.
 Defek septum ventrikel dapat merupakan kelainan yang berdiri sendiri (defek septum
ventrikel murni) atau ditemukan bersama kelainan jantung bawaan lain.
 Menurut besarnya defek septum ventrikel diklasifikasi menjadi defek septum ventrikel
kecil (luas defek kurang dari 5 mm2/m2 luas permukaan tubuh), sedang (luas defek 5-10
mm2/m2 luas permukaan tubuh), dan besar (luas defek lebih dari setengah diameter
aorta atau lebih dari 10 mm2/m2 luas permukaan tubuh).

II. HEMODINAMIK

 Defek Septum Ventrikel Kecil : Pada defek kecil ini terjadi pirau dari kiri ke kanan
yang minimal, sehingga tidak terjadi gangguan hemodinamik yang berarti.
 Defek Septum Ventrikel Sedang dan Besar : terjadi pirau yang bermakna dari
ventrikel kiri ke ventrikel kanan, menyebabkan meningkatnya tekanan ventrikel kanan.
Bila tidak terdapat obstruksi jalan keluar ventrikel kanan, maka tekanan ventrikel kanan
yang tinggi tersebut akan diteruskan ke a. pulmonalis.
 Dengan pertumbuhan pasien, maka dapat terjadi beberapa kemungkinan, yakni : 1)
Defek mengecil, sehingga pirau dari kiri ke kanan berkurang, pasien biasanya tampak
membaik, 2) Defek menutup, 3) Terjadi stenosis infindibular sehingga pirau kiri ke
kanan berkurang, 4) Defek tetap besar dengan pirau dari kiri ke kanan berlanjut,
menyebabkan tekanan yang selalu tinggi pada sirkulasi paru.
 Bila tekanan di ventrikel kanan melampaui tekanan ventrikel kiri maka akan terjadi pirau
yang terbalik (dari kanan ke kiri), sehingga pasien menjadi sianotik. Keadaan ini disebut
sindrom Eisenmenger.

III. GAMBARAN KLINIS

 Pada sebagian besar kasus, diagnosis kelainan ini ditegakkan setelah melewati masa
neonatus, karena pada minggu-minggu pertama bising yang bermakna biasanya belum
terdengar.
 Gambaran klinis sangat bervariasi, dari yang asimtomatis sampai gagal jantung yang
berat disertai dengan gagal tumbuh (failure to thrive).
 Manifestasi klinis ini sangat bergantung kepada besarnya defek serta derajat pirau dari
kiri ke kanan yang terjadi. Letak defek biasanya tidak mempengaruhi derajat manifestasi
klinis.

Pasien dengan defek septum ventrikel yang kecil :


 Tidak memperlihatkan keluhan. Jantung normal atau hanya sedikit membesar, tidak ada
gangguan tumbuh kembang.
 Secara kebetulan defek kecil ini biasanya ditemukan pada saat pemeriksaan fisik rutin,
yaitu dengan ditemukannya bising pansistolik yang biasanya keras, disertai oleh getaran
bising, dengan pungtum maksimum di sela iga III-IV garis parasternal kiri dan menjalar
ke sepanjang garis sternum kiri, bahkan ke seluruh prekordium.
Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 11

Pasien dengan defek septum ventrikel sedang :


 Sering mengalami gejala pada masa bayi.
 Sesak napas pada waktu minum, atau memerlukan waktu yang lebih lama untuk
menyelesaikan makan dam minumnya, atau tidak mampu menghabiskan minuman dan
makanannya. Kenaikan berat badan tidak memuaskan dan pasien seringkali menderita
infeksi paru yang memerlukan waktu lebih lama untuk sembuh.
 Gagal jantung mungkin terjadi sekitar umur 3 bulan, seringkali dengan didahului oleh
infeksi paru, tetapi pada umumnya responsif terhadap pengobatan medik.

Pada pasien dengan defek septum ventrikel besar :


 Gejala dapat timbul pada masa neonatus.
 Dispne dapat terjadi bila terdapat pirau kiri ke kanan yang bermakna dalam minggu
pertama setelah lahir, meskipun hal ini tidak sering ditemukan.
 Pada minggu kedua atau ketiga gejala biasanya mulai timbul tetapi gagal jantung
biasanya baru timbul setelah minggu keenam, sering didahului infeksi saluran napas
bawah. Bayi tampak sesak napas pada saat istirahat, kadang tampak sianosis karena
kekurangan oksigen akibat gangguan pernapasan.
 Gangguan pertumbuhan sangat nyata.
 Pada pemeriksaan biasanya bunyi jantung masih normal, dan dapat didengar bising
pansistolik, dengan atau tanpa getaran bising. Bising pada defek septum ventrikel besar
ini sering tidak memenuhi seluruh fase sistolik seperti pada defek septum ventrikel
sedang, tetapi melemah pada akhir sistolik. Bising mid-diastolik di daerah mitral
mungkin terdengar akibat flow murmur pada fase pengisian cepat.

Pasien dengan defek septum ventrikel besar dan hipertensi pulmonal :


 Akibat penyakit vascular paru/ sindrom Eisenmenger, memperlihatkan dada membonjol
akibat pembesaran ventrikel kanan yang berat.
 Pada peralihan antara pirau kiri ke kanan dan kanan ke kiri, seringkali pasien akan
tampak „lebih baik‟, lebih aktif, dengan toleransi latihan yang relaif lebih baik dibanding
sebelumnya.
 Dengan berlanjutnya kerusakan vascular paru, akhirnya terjadi pirau terbalik, dari kanan
ke kiri, sehingga pasien sianotik. Dalam tahapan ini kembali pasien memperlihatkan
toleransi latihan yang menurun, batuk berulang dan infeksi saluran napas berulang, dan
gangguan pertumbuhan yang makin berat. Pada pemeriksaan fisis didapatkan anak
gagal tumbuh, sianotik, dengan jari-jari tabuh. Dada kiri membonjol dengan
peningkatan aktivitas ventrikel kanan yang hebat.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan Elektrokardiografi : Pada bayi dan anak dengan defek kecil gambaran
EKG biasanya normal, atau sedikit terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kiri.
Gambaran EKG pada neonatus dengan defek sedang dan besar juga normal, namun
pada bayi yang lebih besar serta anak pada umumnya mununjukkan kelainan. Pada
defek septum ventrikel sedang biasanya terdapat penigkatan aktivitas ventrikel kiri dan
kanan, akan tetapi aktivitas ventrikel kiri lebih meningkat. Pada defek septum ventrikel
besar EKG memeperlihatkan hipertrofi biventrikular yang menunjukkan terdapatnya
peningkatan aktivitas yang hebat baik ventrikel kanan maupun kiri. Kadang tampak
gambaran pembesaran atrium kiri (P mitral). Bila terjadi hipertensi pulmonal maka
hipertrofi ventrikel kanan tampak makin menonjol; pada sindrom Eisenmenger dominasi
kanan yang makin jelas, bahkan hipertrofi ventrikel kiri yang semula ada dapat
menghilang. Pembesaran atrium kanan (P pulmonal) dapat menyertai hipertrofi ventrikel
kanan yang berat. Jelaslah bahwa EKG dapat menggambarkan perubahan hemodinamik,
sehingga pemeriksaan berkala perlu dilakukan dalam tata laksana pasien.
Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 12

 Pemeriksaan foto dada : Pada pasien dengan defek septum ventrikel kecil biasanya
memperlihatkan bentuk dan ukuran jantung yang normal dengan vaskularisasi paru
normal atau hanya sedikit meningkat. Pada pasien defek septum ventrikel sedang, foto
dada akan menunjukkan kardiomegali sedang dengan konus pulmonalis yang menonjol,
peningkatan vaskularisasi paru, serta pembesaran pembuluh darah di sekitar hilus. Pada
defek besar foto dada menunjukkan kardiomegali yang nyata dengan konus pulmonalis
yang menonjol, pembuluh darah hilus membesar, dengan vaskularisasi paru meningkat.
Pada defek besar yang disertai hipertensi pulmonal atau sindrom Eisenmenger tampak
konus pulmonalis sangat menonjol, dengan vaskularisasi paru yang meningkat di daerah
hilus namum berkurang di perifer (pruning).

V. DIAGNOSIS

Diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis, ditunjang dengan pemeriksaan


elektrokardiografi dan radiologis Defek. septum ventrikel perlu dipikirkan bila pada seorang
bayi yang saat lahir tidak terdengar bising menjadi terdengar bising pansistolik pada
pemeriksaan 2-4 minggu setelah lahir.

VI. PENATALAKSANAAN

Tata Laksana Medis :


 Pasien dengan defek yang kecil tidak memerlukan pengobatan apapun, kecuali
pemberian profilaksis terhadap terjadinya endokarditis infektif terutam apabila pasien
akan dilakukan tindakan operatif di daerah rongga mulut (ekstrasi gig, tonsilektomil)
atau tindakan pada traktus gastrointestinal atau urogenital (missal sirkumsisi).
 Tidak diperlukan pembatasan aktivitas pada pasien dengan defek septum ventrikel kecil.
Di samping itu perlu diingat bahwa tindakan imunisasi pada semua jenis penyakit
jantung bawaan harus dilakukan seperti pada anak sehat.
 Gagal jantung pada pasien defek septum ventrikel sedang atau besar biasanya diatasi
dengan digoksin (dosis rumat 0,01 mg/kg/hari, dalam 2 dosis) namun diuretik lebih
jarang diperlukan.
 Infeksi saluran napas diatasi dengan pemberian antibiotik dini dan adekuat.

Pembedahan :
 Akan tetapi jika pada umur 3 atau 4 tahun defek belum menutup dan terdapat
pembesaran jantung, plethora paru, dan masih terdapat gejala maka diajurkan
penutupan defek.
 Kenyataan tidak adanya kemungkinan penutupan spontan di atas umur 6 tahun
menyebabkan kesepakatan bahwa defek seyogyanya dikoreksi pada usia 4-6 tahun.

VII. PROGNOSIS

 Kemungkinan penutupan spontan defek kecil cukup besar, terutama pada tahun
pertama kehidupan. Kemungkinan penutupan spontan sangat berkurang setelah posien
berusia 2 tahun, dan umumnya tidak ada lagi kemungkinan penutupan spontan di atas
usia 6 tahun.
 Defek septum ventrikel besar dapat mengecil atau menutup spontan atau mengalami
stenosis infundibular oleh karena perubahan hemodinamik sehingga secara klinis
menyerupai tetralogi Fallot. Sebagian pasien dengan defek septum ventrikel besar tetap
stabil tanpa hipertensi pulmonal, dan sebagian lagi akan mengalami hipertensi pulmonal
dan pirau terbalik dari kanan ke kiri sehingga menyebabkan sianosis dan jari tabuh
(Sindrom Eisenmenger).

Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 13

6. DEFEK SEPTUM ATRIUM

I. BATASAN

 Defek septum atrium adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan.
Secara anatomis defek ini dibagi menjadi defek septum atrium primum, sekundum, tipe
sinus venosus, dan tipe sinus koronarius.
 Prevalensi defek septum atrium pada remaja lebih tinggi dibanding pada masa bayi dan
anak, oleh karena sebagian besar pasien asimtomatik sehingga diagnosis baru
ditegakkan setelah anak besar atau remaja.

II. HEMODINAMIK

Pada defek septium atrium terdapat lubang patologis dapat berukuran kecil sampai sangat
besar sehingga mencakup sebagian besar septum. Akibatnya terjadi pirau dari atrium kiri ke
atrium kanan, dengan beban volume di atrium dan ventrikel kanan.

III. GAMBARAN KLINIS

 Kebanyakan asimtomatis, terutama pada masa bayi dan anak kecil.


 Bila pirau cukup besar maka pasien mengalami sesak napas dan sering mengalami
infeksi paru.
 Gagal jantung pada masa bayi sangat jarang.
 Tumbuh kembang biasanya normal, tetapi jika pirau besar berat badan anak sedikit
kurang.
 Pada pemeriksaan fisik jantung pada umumnya normal atau hanya sedikit membesar
dengan pulsasi ventrikel kanan yang teraba. Komponen aorta dan pulmonal bunyi
jantung II terbelah lebar (wide split) yang tidak berubah baik pada saat inspirasi
maupun ekspirasi (fixed split).
 Pada defek yang sangat besar mungkin terjadi variasi split sesuai dengan siklus
pernapasan yang merupakan petunjuk bahwa pasien memerlukan tindakan operatif.
 Pada defek kecil sampai sedang bunyi jantung I normal, akan tetapi pada defek besar
bunyi jantung I mengeras.
 Bising ejeksi sistolik terdengar di daerah pulmonal akibat aliran darah yang berlebih
melalui katup pulmonal (stenosis pulmona relatif atau stenosis pulmonal fungsional).
 Aliran darah yang memintas dari atrium kiri ke kanan tidak menimbulkan bising karena
perbedaan tekanan atrium kanan dan kiri adalah kecil.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSIS

 X- foto dada : tampak atrium kanan dan ventrikel kanan membesar, konus pulmonalis
menonjol, vaskularisasi paru meningkat.
 EKG : Sumbu QRS normal atau deviasi ke kanan, terdapat incomplete right bundle
branch block (IRBBB) ditandai pola RSR di V1 disertai hipertrofi ventrikel kanan.

V. DIAGNOSIS

 Diagnosis kelainan ini dapat ditegakkan bila pada anak terdengar bunyi jantung II split
lebar dan menetap dengan bising ejeksi sistolik. Diagnosis ditunjang dengan
pemeriksaan X- foto dada dan EKG.
Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 14

 Diagnosos banding :

Stenosis Pulmonal : bunyi jantung II terpecah tapi masih bervariasi dengan


pernafasan dan X- foto dada tidak memperlihatkan vaskularisasi yang bertambah.
Bising inosen : bunyi jantung II split normal, X-foto dada dan EKG normal.

VI. PENATALAKSANAAN

 Sebagian besar pasien asimtomatik atau memberikan gejala ringan dan hanya
memerlukan observasi bila diagnosis ditegakkan secara dini.
 Jarang terjadi gagal jantung pada masa bayi dan anak.
 Dianjurkan operasi jantung terbuka untuk menutup defek pada usia prasekolah.

Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 15

7. DUKTUS ARTERIOSUS PERSISTEN


I. BATASAN

 Duktus arteriosus persisten adalah kelainan jantung bawaan dimana terdapat duktus
atreriosus Botalli tetap terbuka sehingga terdapat aliran darah dari aorta ke arteria
pulmonalis.
 Ia merupakan lebih-kurang 10% dari semua penyakit jantung bawaan. Penyakit jantung
non-sianotik ini sedikit lebih sering ditemukan pada anak perempuan, dengan rasio
perempuan : laki-laki = 1,2 sampai 1,5 : 1.
 Makin muda usia kehamilan, makin besar pula persentase duktus arteriosus persiten, oleh
karena duktus dipertahankan tetap terbuka oleh prostaglandin yang kadarnya masih
tinggi, karena memang belum waktunya bayi lahir.

II. KELAINAN HEMODINAMIK

Karena tekanan aorta lebih tinggi dari tekanan a. pulmonalis, baik pada saat sistolik maupun
diastolik, maka terjadilah pirau dari aorta ke a. pulmonalis baik pada fase sistolik maupun fase
diasolik.

III. GEJALA KLINIS

 Pada pasien duktus arteriosus persisten, seperti pada defek septum ventrikel, pada hari-
hari pertama biasanya belum terdengar bising, oleh karena tahanan vascular paru masih
tinggi. Bila tahanan vascular paru telah menurun, mula-mula akan terdengar bising
sistolik, dan setelah bayi berusia 2-6 minggu maka biasanya sudah terdengar bising
kontinu, akibat terdapatnya pirau dari aorta ke a. pulmonalis baik pada fase sistolik
maupun diastolik.
 Bergantung pada besarnya defek, keadaan pasien dapat bervariasi, dari sama sekali
asimtomatik sampai menderita gagal jantung berat dengan gagal tumbuh.
 Pada defek kecil tidak ada keluhan sama sekali, dan anak tumbuh normal.
 Pada lesi yang bermakna, pasien biasanya menunjukkan gejala kesulitan minum (toleransi
latihan berkurang), sehingga berat badannya sulit naik. Pasien juga sering mengalami
infeksi saluran napas akut. Pada pasien yang mengalami gagal jantung terdapat takipne,
dispne, dan takikardia, tampak retraksi suprasternal, interkostal, maupun epigastrium,
seringkali disertai dengan napas cuping hidung.
 Pada kasus yang khas, akan teraba nadi yang keras (pulsus seler) di keempat ekstremitas.
 Pada inspeksi mungkin tampak iktus kordis bergeser ke kiri, yang menunjukkan
pembesaran ventrikel kiri. Kadang dapat teraba thrill (getaran bising) sistolik.
 Bunyi jantung I dan II biasanya normal, meskipun sulit dideskripsi karena tertutup bising.
Bising akan terdengar paling keras di sela iga 2 garis sternal kiri, yang menjalar ke
sepanjang garis sternal, ke daerah infraklavukular, dan ke punggung.
 Pada bayi prematur dengan penyakit membran hialin, duktus arteriosus persisten sering
bermanifestasi setelah sindrom gawat napasnya membaik. Bayi yang semula sesaknya
sudah berkurang menjadi sesak kembali disertai takipne dan takikardia serta hepatomegali

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSIS

 Pada foto dada tampak pembesaran ventrikel kiri, konus pulmonalis menonjol, aorta
besar, dan vaskularisasi paru yang meningkat.
 Pada elektrokardiogram akan didapatkan hipertrofi ventrikel kiri dengan atau tanpa
pembesaran atrium kiri.

Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 16

IV. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

 Duktus arteriosus persisten biasanya dipikirkan bila pada bayi atau anak teraba nadi
yang kuat dan terdengar bising kontinu.
 Hal ini harus dibedakan dengan penyakit jantung non-sianotik lain yang memberikan
tanda yang sama termasuk AP-window, dan fistula arterio-vena.
 Pada bayi yang sangat muda mungkin baru terdengar bising sistolik, sehingga harus
dibedakan dengan pasien defek septum ventrikel. Umumnya ekokardiografi diperlukan
untuk memastikan diagnosis.

V. TATALAKSANA

 Prinsip pengobatan duktus arteriosus persisten adalah penutupan duktus yang dapat
dilakukan tiap saat setelah diagnosis ditegakkan.
 Pada duktus arteriosus persisten yang kecil, yang tidak mengganggu pertumbuhan bayi,
penutupan dapat ditunda sampai saat yang menyenangkan bagi keluarga dan dokter.
 Bila terdapat gejala, lebih-lebih bila terjadi gagal jantung dan gagal tumbuh, maka
penutupan duktus harus dilakukan segera, baik dengan melakukan ligasi (pada bayi
kecil) ataupun pemotongan duktus.
 Pada saat ini juga tersedia penutupan duktus tanpa tindakan opersai, yakni dengan
prosedur kateterisasi intervenesi, dengan hasil yang memuaskan.
 Duktus arteriosus persisten pada bayi premature dapat ditutup dengan obat anti-
prostaglandin, misalnya indometasin. Obat ini paling bermanfaat apabila usia bayi
kurang dari I minggu. Kira-kira 80% duktus pada bayi premature dapat ditutup dengan
pemberian 3 dosis indometasin dengan selang 12 jam, namun sebagian akan membuka
kembali. Oleh karena itu dianjurkan agar pemberian indometasin diteruskan sampai lima
hari untuk mencegah terbukanya kembali duktus yang sudah menutup. Indometasin
tidak bermanfaat untuk mengobati duktus arteriosus persisten pada bayi cukup bulan,
karena tetap terbukanya duktus bukan disebabkan oleh prostaglandin.

Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 17

8. TETRALOGI FALLOT
I. DEFINISI

 Tetralogi Fallot adalah penyakit/ kelainan jantung bawaan tipe sianotik dengan 4 tipe
kelainan, yaitu defek septum ventrikel, stenosis (infundibulum) pulmonal, hipertrofi
entrikel kanan dan overriding aorta.
 Secara fisiologis, yang penting adalah stenosis pulmonal dan defek septum ventrikel.
 Karena defek septum ventrikel hampir selalu besar (lebih kurang sama dengan diameter
pangkal aorta), maka derajat tetralogi Fallot ini ditentukan oleh beratnya stenosis
pulmonal, makin berat derajat stenosisnya, makin berat derajat tetralogi Fallot.
 Merupakan penyakit jantung sianotik yang paling sering ditemukan (5-8% dari seluruh
penyakit jantung bawaan).

II. KELAINAN HEMODINAMIK

Terdapatnya obstruksi jalan keluar ventrikel kanan yang disertai dengan defek septum
ventrikel besar menyebabkan terjadinya pirau dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri/aorta,
hingga pasien tetralogi Fallot mengalami kekurangan darah ke paru dan kelebihan darah ke
tubuh.

III. GEJALA KLINIS

 Sianosis. Makin sianosis bila makin berat stenosis ventrikel kanan. Sianosis juga
bertambah saat menangis. Stenosis infundibular biasanya makin lama makin berat. Itu
sebabnya pada sebagian pasien sianosis baru tampak setelah bayi berusia beberapa
minggu bahkan beberapa bulan pasca lahir.
Pada bayi, terutama pada usia 2-6 bulan dapat terjadi serangan sianotik, akibat
terjadinya iskemia serebral sementara. Pada anak besar terdapat gejala squatting
(jongkok) setelah pasien berjalan beberapa puluh atau beberapa ratus meter, atau
setelah melakukan aktivitas lain.
 Kadang disertai sesak napas (dispnea)
 Cepat lelah (toleransi terhadap latihan menurun)
 Gangguan pertumbuhan, termasuk pertumbuhan gigi (carries)
 Dapat terjadi gangguan kesadaran.
 Pada bayi dan anak kecil dada tampak normal, namun pada anak besar, dengan
terdapatnya hipertrofi ventrikel kanan maka dada tampak membonjol ( bulging).
 Bunyi jantung I normal atau mengeras; P2 jarang terdengar/ lemah. Suara jantung S2
mengeras tapi tidak memecah/ splitting. Terdengar bising ejeksi sistolik di sela iga III-IV
akibat arus turbulen darah melintasi katup pulmonal. Pada tetralogi Fallot sedang bising
terdengar berderajat 3/6, namun makin berat stenosisnya makin sedikit darah melintas
ke paru, sehingga bising makin lemah.
 Jari tabuh
 Kadang-kadang terdapat hepatomegali.

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM/ PENUNJANG

 Polisitemia akibat sianosis kronik, ditandai dengan peningkatan kadar hemoglobin dan
hematokrit.
 Pasien sianosis dengan kadar hemoglobin yang tidak meningkat menunjukkan adanya
anemia relatif (hipokrom), biasanya akibat defisiensi Fe.

Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 18

 Secara umum, pada tetralogi Fallot sedang, kadar hemoglobin seyogyanya


dipertahankan pada kisaran antara 16-19 g/dl, dan hematrokit 46-60 vol%. Darah yang
terlalu pekat akan meingkatkan hipoksia jaringan yang dapat memicu serangan sinotik.
 Pada foto dada akan tampak kardiomegali ringan akibat pelebaran atrium kanan dan
ventrikel kanan, konus pulmonalis cekung, dan vaskularisasi paru menurun. Secara
keseluruhan gambaran radiologis jantung pasien tetralogi Fallot disebut sebagai jantung
sepatu atau coeur en sabot.
 Pada elektrokardiogram tampak dominasi kanan, berupa deviasi sumbu QRS ke
kanan, hipertrofi ventrikel kanan, dan mungkin juga pembesaran atrium kanan.

V. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

 Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut :


1. Sianosis , bertambah waktu bangun tidur, menangis atau sesudah makan.
2. Dispneu
3. Kelelahan
4. Gangguan pertumbuhan
5. Hipoksia (timbul sekitar umur 18 bulan)
6. Dapat terjadi apneu.
7. Dapat terjadi kehilangan kesadaran.
8. Sering jongkok bila berjalan 20-50 meter, untuk mengurangi dispneu.
9. Takipneu
10. Jari tabuh dengan kuku seperti gelas arloji.
11. Hipertrofi gingiva
12. Vena jugularis terlihat penuh/menonjol
13. Jantung :
 Bising sistolik keras nada rendah pd sela iga 4 lps kiri/VSD
- Bising sistolik nada sedang, bentuk fusiform, amplitude maksimum pada
akhir sistole berakhir dekat S2 pd sela iga 2-3 lps kiri (stenosis pulmonalis).
- Stenosis pulmonalis ringan : bising kedua lebih keras dengan amplitudo
maksimum pada akhir sistole, S2 kembar.
- Stenosis pulmonalis berat : bising lemah, terdengar pada permulaan
sistole. S2 keras, tunggal, kadang terdengar bising kontinyu pada punggung
(pembuluh darah kolateral).
14. Kadang-kadang hepatomegali, dengan hepatojugular reflux.

15. EKG :
- Sumbu frontal jantung ke kanan, Hvka
- Khas untuk TF : transisi tiba-tiba dari kompleks QRS pada V1 dan V2.
- Pada V1 QRS hampir seluruhnya positif, pada V2 berbentuk rS
16. Darah :
- Hb dapat sampai 17 g%;
- Hct dapat sampai 50-80%;
- Kadang-kadang ada anemia hipokromik relatif.
17. Radiologik :
- Paru : gambaran pembuluh darah paru sangat berkurang, diameter pembuluh darah
hilus kecil, tampak cekungan pulmonal (karena a. pulmonalis dan cabang-cabangnya
hipoplasi).
- Jantung: arkus aorta 75% di kiri dan 25% di kanan, tampak prominen, besar
jantung normal, apeks jantung agak terangkat ke kranial.
- Kosta : tampak erosi kosta bila ada sirkulasi kolateral.
18. Ekokardiografi :
- VSD subaortik/subarterial besar, kebanyakan pirau kanan ke kiri
Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 19

- Overriding aorta < / = 50%


- Stenosis infundibuler dan valvuler
- Hipertrofi ventrikel kanan.
- Penting diukur a.pulmonalis kanan dan kiri
Catatan :
TF dibagi 4 derajat
Derajat I : tak sianosis, kemampuan kerja normal
Derajat II : sianosis waktu kerja, kemampuan kerja kurang
Derajat III : sianosis waktu istirahat. kuku gelas arloji, waktu kerja sianosis bertambah, ada
dispneu.
Derjat IV : sianosis dan dispneu istirahat, ada jari tabuh.
 Diagnosis tetralogi Fallot perlu dicurigai apabila pasien sianotik, biasanya tidak dalam
hari-hari pertama.
 Pada pemeriksaan fisis terdengar bunyi jantung II tunggal, disertai bising ejeksi sistolik
di daerah pulmonal.
 Pada foto dada tampak jantung sepatu dengan konus pulmonalis cekung dan
vaskularisasi paru menurun.
 Elektrokardiogram menunjukkan dominasi kanan. Dignosis dapat dikonfirmasi dengan
ekokardiografi. Bila dilakukan kateterisasi jantung, hasil yang mencolok adalah
peningkatan tekanan ventrikel kanan, dan penurunan saturasi oksigen di aorta.
Angiografi mengkonfirmasi kelainan ini.
 Pasien tetralogi Fallot perlu dibedakan dengan pasien penyakit jantung bawaan lain
yang memberikan gejala sianosis, vaskularsasi paru berkurang, dan elektrokardiogram
menunjukkan dominasi kanan. Termasuk di antaranya adalah atresia pulmonal, double
outlet right ventricle dengan stenosis pulmonal, transposisi arteri besar dengan stenosis
pulmonal. Ekokardiografi biasanya akan dapat menjawab semua persoalan diagnosis.

VI. TATA LAKSANA

 Terapi definitif untuk tetralogi Fallot adalah operasi koreksi, yakni dengan cara operasi
jantung terbuka stenosis pulmonal diperlebar sedangkan defek seprum ventrikel ditutup.
Di masa sekarang bedah korektif cenderung dilakukan lebih dini, tentunya dengan
memperhatikan syarat-syarat tertentu.
 Tindakan mencegah serangan sianotik yang pertama harus dilakukan adalah mencegah
anemia relatif, dengan mempertahankan kadar Hb 16-19 g/ dl dan Ht 50-60 vol%. Pada
bayi yang pernah mengalami serangan sianotik perlu diberi propranolol (Inderal) 1-2
mg/kg/hari. Serangan sianotik berulang menunjukkan bahwa pasien memerlukan
tindakan bedah, baik paliatif atau korektif.
 Penderita yang dirawat di rumah sakit adalah yang disertai sianosis dan dispnea.
 Pada anemia relatif, diberikan preparat besi.
 Perawatan hygiene gigi dan pada tindakan ringan/ pencabutan gigi, perlu diberikan
antibiotik untuk profilaksis terhadap endokarditis.
 Pada serangan hipoksia :
- Posisi knee chest
- Berikan O2 100 %
- Propanolol (beta blocker) untuk mengurangi kontraktilitas miokard 0,1 mg/kgBB
sebagai suntikan bolus, selama 10 menit dilanjutkan dengan oral 0,5 – 1
mg/kgBB tiap 6 jam
- Bila terdapat asidosis berikan Nabic
- Bila terdapat hipoglikemia berikan dekstrose

VII. KOMPLIKASI

Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 20

 Cerebro vascular acicdent (CVA) karena trombosis, terjadi hemiplegia setelah serangan
sianosis.
 Trombosis pulmonal
 Abses otak
 Endokarditis
 Serangan sianosis (Cyanotic Spell) : hiperventilasi – vasodilatasi – aliran darah balik
sistoloik jantung kanan meningkat  darah melalui defek septum ventrikel ke aorta 
PaO2 dan pH turun, retensi CO2

DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut :
1. Sianosis , bertambah waktu bangun tidur, menangis atau sesudah makan.
2. Dispneu
3. Kelelahan
4. Gangguan pertumbuhan
5. Hipoksia (timbul sekitar umur 18 bulan)
6. Dapat terjadi apneu.
7. Dapat terjadi kehilangan kesadaran.
8. Sering jongkok bila berjalan 20-50 meter, untuk mengurangi dispneu.
9. Takipneu
10. Jari tabuh dengan kuku seperti gelas arloji.
11. Hipertrofi gingiva
12. Vena jugularis terlihat penuh/menonjol
13. Jantung :
- Bising sistolik keras nada rendah pd sela iga 4 lps kiri/VSD
- Bising sistolik nada sedang, bentuk fusiform, amplitude maksimum pada akhir
sistole berakhir dekat S2 pd sela iga 2-3 lps kiri (stenosis pulmonalis).
- Stenosis pulmonalis ringan : bising kedua lebih keras dengan amplitudo
maksimum pada akhir sistole, S2 kembar.
- Stenosis pulmonalis berat : bising lemah, terdengar pada permulaan sistole. S2
keras, tunggal, kadang terdengar bising kontinyu pada punggung (pembuluh darah
kolateral).
14. Kadang-kadang hepatomegali, dengan hepatojugular reflux.

15. EKG :
- Sumbu frontal jantung ke kanan, Hvka
- Khas untuk TF : transisi tiba-tiba dari kompleks QRS pada V1 dan V2.
- Pada V1 QRS hampir seluruhnya positif, pada V2 berbentuk rS
16. Darah :
- Hb dapat sampai 17 g%;
- Hct dapat sampai 50-80%;
- Kadang-kadang ada anemia hipokromik relatif.
17. Radiologik :
- Paru : gambaran pembuluh darah paru sangat berkurang, diameter pembuluh darah
hilus kecil, tampak cekungan pulmonal (karena a. pulmonalis dan cabang-cabangnya
hipoplasi).
- Jantung: arkus aorta 75% di kiri dan 25% di kanan, tampak prominen, besar
jantung normal, apeks jantung agak terangkat ke kranial.
- Kosta : tampak erosi kosta bila ada sirkulasi kolateral.
18. Ekokardiografi :
Divisi Kardiologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 21

- VSD subaortik/subarterial besar, kebanyakan pirau kanan ke kiri


- Overriding aorta < / = 50%
- Stenosis infundibuler dan valvuler
- Hipertrofi ventrikel kanan.
- Penting diukur a.pulmonalis kanan dan kiri
Catatan :
TF dibagi 4 derajat
Derajat I : tak sianosis, kemampuan kerja normal
Derajat II : sianosis waktu kerja, kemampuan kerja kurang
Derajat III : sianosis waktu istirahat. kuku gelas arloji, waktu kerja sianosis bertambah, ada
dispneu.
Derjat IV : sianosis dan dispneu istirahat, ada jari tabuh.

TATALAKSANA
Penderita baru dengan kemungkinan tetralogi Fallot dapat dirawat jalan bilamana termasuk
derajat I, II, atau III tanpa sianosis maupun dispneu berat. Penderita perlu dirawat inap, bila
termasuk derajat IV dengan sianosis atau dispneu berat.
Tatalaksana penderita rawat inap
1. Mengatasi kegawatan yang ada.
2. Oksigenasi yang cukup.
3. Tindakan konservatif.
Pengobatan pada serangan sianosis
a. Usahakan meningkatkan saturasi oksigen arteriil dengan cara :
* Membuat posisi ”knee chest” atau ”fetus
* Ventilasi yang adekuat
b. Menghambat pusat nafas denga Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kg im atau s kutan
c. Bila serangan hebat bisa langsung diberikan Na Bic 1 meq/kg iv untuk mencegah asidosis
metabolik
d. Bila Hb < 15 gr/dl berikan transfusi darah segar 5 ml/kg pelan sampai Hb 15-17 gr/dl
e. Propanolol 0,1 mg/kg iv terutama untuk prolonged spell diteruskan dosis rumatan 1-2 mg/kg
oral
4. Tindakan bedah (rujukan) :
- Operasi paliatif: Modified BT shunt sebelum dilakukan koreksi total: dilakukan pada anak BB
< 10 kg dengan keluhan yang jelas. (derajat III dan IV)
- Koreksi total: untuk anak dengan BB > 10 kg : tutup VSD + reseksi infundibulum.
5. Tatalaksana gagal jantung kalau ada.
6. Tatalaksana radang paru kalau ada.
7. Pemeliharaan kesehatan gigi dan THT, pencegahan endokarditis.

PEMANTAUAN
- Keadaan umum;
- Tanda utama;
- Sianosis;
- Gagal jantung;
- Radang paru;
- EKG;
- Gejala abses otak

Tatalaksana rawat jalan


1. Derajat I :
Medikametosa : tak perlu
Operasi (rujukan ) perlu dimotivasi, operasi total dapat dikerjakan kalau BB > 10 kg. Kalau
sangat sianosis/ada komplikasi abses otak, perlu dilakukan operasi paliatif.
Divisi Kardiologi
Demam Dengue Demam Berdarah Dengue
Pedoman Gejala
DiagnosisKlinis
dan Terapi Ilmu Kesehatan
(DD) (DBD)Anak RSUD Jayapura 22
++ Nyeri kepala +
+++ Muntah ++
+ Kontrol : tiap bulan.
Mual +
++ Nyeri otot +
++ 2. Derajat II dan III
Ruam kulit : +
Medikamentosa ;
++ - Propanolol
Diare +
+ Operasi (rujukan)Batukperlu motivasi, operasi koreksi
+ total dapat dikerjakan kalau BB > 10 kg. Kalau
+ sangat sianosis/ada
Pilek komplikasi abses otak, perlu
+ dilakukan operasi paliatif.
++ Kontrol : tiap bulan
Limfadenopati +
Penderita dinyatakan sembuh bila : telah dikoreki dengan baik.
+ Kejang +
0 Kesadaran menurun ++
0 Obstipasi +
+ Uji tourniquet positif ++
++++ Petekie +++
0 Perdarahan saluran cerna +
++ Hematomegali +++
+ Nyeri perut +++
++ Trombositopenia ++++
0 Syok +++
Keterangan : + : 25% ++ : 50% +++ : 75% ++++ : 100%

Divisi Kardiologi

Anda mungkin juga menyukai