Anda di halaman 1dari 17

Manajemen Mutu MRKG D-IV T.

Sipil Polmed
8. Perencanaan Penerapan SMM
Modul 8
Perencanaan Penerapan SMM

8.1. Komitmen Manajemen


Komitmen Manajemen adalah hal yang paling penting untuk ditetapkan
sebelum melangkah lebih jauh dalam perencanaan menerapkan SMM pada Badan
Usaha. Tanpa komitmen yang jelas dan tegas maka kecil kemungkinan pelaksanan dan
penerapan SMM akan berjalan dan tercapai baik sesuai dengan yang direncanakan oleh
Badan Usaha. Komitmen adalah power utama untuk menggerakkan mesin manajemen
dalam penerapan SMM. Tanpa komitmen dari manajemen puncak yang didukung oleh
seluruh karyawan maka SMM tidak dapat dilaksanakan secara maksimal. Hal itu hanya
dianggapa karyawan sebagai pekerjaan tambahan dan bahkan menjadi beban.
Manajemen puncak harus memberi bukti komitmennya pada penyusunan dan
implementasi SMM serta perbaikan berkesinambungan dan keefektifannya dengan cara
melakukan hal-hal seperti berikut:
a. Mengkomunikasikan kepada seluruh karyawan tentang pentingnya
pemenuhan dan pelaksanaan persyaratan pelanggan dan peraturan
perundang-undangan.
b. Menetapkan kebijakan mutu Badan Usaha serta menjalankannya
c. Memastikan penetapan sasaran mutu yang dijalankan secara konsisten.
d. Melakukan tinjauan manajemen secara berkala.
e. Memastikan tersediannya sumber daya.

8.2. Penunjukan Wakil Manajemen


Bukti komitmen yang besar dari pemimpin puncak dan jajaran manajemen
untuk benar-benar menerapkan SMM pada Badan Usaha dibuktikan dengan menunjuk
seseorang wakil manajemen (WM). Direksi memeberi wewenang kepada WM untuk
mengelola, memantau, mengevaluasi dan mengkoordinasikan SMM di lapangan
Member wewenang WM itu bertujuan untuk meningkatkan operasi dan
perbaikan yang efektif dan efisien penerapan SMM. WM hendaknya melaporkan
masalah yang berkaitan dengan SMM kepada direksi dan berkomunikasi dengan
pelanggan dan pihak yang berkepentingan.

8-1
Manajemen Mutu MRKG D-IV T. Sipil Polmed
8. Perencanaan Penerapan SMM
Penunjukan seorang wakil manajemen haruslah orang yang tepat, jangan
sampai menunjuk seorang wakil manajemen tanpa mempertimbangkan kemampuan
kepemimpinannya serta pemahamannya tentang system yang berlaku pada Badan
Usaha. Sebaiknya WM adalah personil yang mempunyai akses komunikasi langsung
dengan direksi. Dengan demikian pelaksanaan tugas WM tidak mengalami hambatan
sehingga target dan sasarannya tercapai. WM itu dapat ditunjuk dari pejabat direktur
operasi, Direktur Utama atau Direktur Teknik.

8.3. Pembentukan Tim ISO


Setelah penunjukan wakik manajemen maka tahapan persiapan SMM adalah
pembentukan tim ISO. Hal tersebut penting dilakukan karena SMM merupakan suatu
system manajemen mutu yang penerapannya adalah tanggung jawab semua pihak
seperti direksi hingga level yang paling bawah dalan struktur organisasi Badan Usaha
itu.
Pembentukan tim ISO yang terdidi dari:
a. Seorang wakil manajemen (WM)
b. Seorang panel audit yang bertugas mengkoordinasi pelaksanaan Audit
Mutu Internal Badan Usaha.
c. Seorang pusat pengendali dokumen, yang bertugas mengendalikan seluruh
dokumen mutu Badan Usaha dalam menerapkan SMM mulai dari
mendistribusikan, menyimpan, memelihara, menarik dokumen,
menghancurkan dan memastikan bahwa dokumen mutu yang beredar
adalah dokumen terkini atau paling mutakhir.
d. Personil wakil dari tiap-tiap bagian yang bertugas membaut dan
membangun SMM dilingkungan bagiannya serta dapat dilibatkan sebagai
calon auditor internal yang akan mengaudit kondisi penerapan SMM di
internal Badan Usaha.

8.4. Struktur Organisasi


8.4.1. Bagian Struktur Organisai
Struktur organisasi merupakan salah datu dokumen utama bagi kelengkapan
administrasi Badan Usaha. Struktur organisasi diperlukan sebagai pedoman untuk
melakukan pembagian tugas, kewajiban dan wewenang dalam menjalankan kegiatan
Badan Usaha. Struktur organisasi secara visual digambarkan dalam bentuk bagan yang

8-2
Manajemen Mutu MRKG D-IV T. Sipil Polmed
8. Perencanaan Penerapan SMM
disusun bagi kebutuhan koordinasi penyelenggaraan kegiatan Badan Usaha dan
dirancang berdasarkan kondisi operasional pembagian tugas kepada setiap personil
Badan Usaha. Pemimpin Badan Usaha dapat menetapkan struktur organisasi dengan
fungi-fungsi organisasi yang mengacu pada system koordinasi sesuai dengan maksud
dan tujuan penyelenggaraan organisasi.
Menentukan besar kecilnya struktur organisasi Badan Usaha terlebih dahulu
harus mengidentifikasi kebutuhan fungsi dalam organisasi dan penetapan criteria
kompetensi yang diperlukan dalam struktur organisasi tersebut.
Secara umum Badan Usaha Jasa Konstruksi memiliki struktur oraganisasi
induk Badan Usaha yang sifatnya secara permanen dan struktur organisasi proyek yang
sifatnya temporer memenuhi kebutuhan pelaksanaan proyek. Bentuk bagan struktur
organisasi harus dapat menjelaskan secara visual tingkat dan lulusan kewenangan
masing-masing unit.

8.4.2 Wewenang dan Tanggung Jawab


Didalam persyaratan standar, wewenang dan tanggung jawab masing-masing
fungsi dalam struktur orgasnisasi harus ditetapkan sesuai pembagian yang jelas dan
diupayakan tidak terjadi penugasan yang tumpang tindih antara satu fungsi dan fungsi
yang lainnya sehingga terjadi kesenjangan kewenangan atau dobel kewenangan yang
dapat menimbulkan konplik kepentingan diantara fungsi-fungsi tersebut.
Pemimpin Badan Usaha harus berani memberikan wewenang yang sesuai
dengan tingkatan atau eselon yang diberikan kepada seseorang yang ditunjuk sesuai
dengan kompetensi yang dimiliki. Disamping itu tanggung jawab setiap personil dala
organisasi harus ditetapkan sebagai panduan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
kebutuhan Badan Usaha. Uraian wewenang dan tanggung jawab harus dijelaskan secara
rinci untuk memenuhi kesesuaian persyaratan SMM

8.5. Membangun SMM


8.5.I. Pelatihan Pemahaman SMM bagi Manajemen dan Karyawan
Pelatihan SMM ISO 9001:2000 bertujuan untuk memberikan kesadaran mutu
bagi direksi dan memberikan pemahaman persyaratan kepada tim ISO. Pelatihan itu
antara lain meliputi pelatihan kesadaran mutu (quality assurance) bagi direksi dan tim
ISO sehingga dapat memberikan pemahaman mengenai:
a. Sejarah SMM

8-3
Manajemen Mutu MRKG D-IV T. Sipil Polmed
8. Perencanaan Penerapan SMM
b. Pemahaman komitmen manajemen, pemahaman pelaksanaan manajemen
review, kebijakan mutu, sasaran mutu, perencanaan system manajemen
mutu, criteria, tanggung jawab dari wakil manajemen (WM).
c. Pejelasan delapan prinsip manajemen mutu yakni focus pelanggan,
kepemimpinan, keterlibatan karyawan, pedekatan prose, pendekatan system
terhadap manajemen, peningkatan berkelanjutan, pendekatan factual dalam
mengambil keputusan dan hubungan pemasok yang saling menyentungkan.
d. Manfaat SMM ISO 9001:2000 bagi Badan Usaha
e. Klausul-klausul yang terdapat dalam ISO 9001:2000
f. Faktor-faktor penyebab kegagalan dalam penerapan SMM ISO 9001:2000
g. Penjelsan mengenai sertifikasi SMM
h. Metode dan teknik pemelihraan SMM
i. Metode evaluasi peningkatan penerapan SMM

Sedangkan pelatihan pemahaman SMM ISO 9001:2000 bagi tim ISO dan
personil inti Badan Usaha memberikan pemahaman mengenai:
a. Sejarah SMM
b. Pengertian mutu bagi penyedia jasa konstruksi (konsultan atau kontraktor),
jaminan mutu bagi pengguna jasa dan biaya mutu bagi jasa konstruksi.
c. Pengertian system mutu bagi penyedia jasa, pengendalian mutu san proses
inspeksi proyek.
d. Penjelasan 8 prinsip manajemen mutu (lihat atas)
e. Penggambaran peta proses bisnis dan interaksinya,
f. Pemahaman klausul-klausul yang terdapat dalam SMM ISO 9001:2000 dan
keterkaitan dengan proses kerja yang ada di tiap bagian.
g. Penjelasan mengenai alasan dasar mendokumentasikan SMM
h. Cara dan metode serta persyaratan dalam membuat dan mendokumentasikan
SMM
i. Penjelsan bagaimana cara dan metode penulisan manual mutu, prosedur
kerja, instruksi kerja dan rekaman sesuai dengan persyaratan SMM
j. Penjelasan mengenai metide pengendalian dokumen system mutu, yang
dimulai dengan penjelasan cara membuat, mendistribusikan, menyimpan,
merevisi, memelihara dan menghancurkannya

8-4
Manajemen Mutu MRKG D-IV T. Sipil Polmed
8. Perencanaan Penerapan SMM
k. Penjelasan mengenai penjelasan cara mengendalikan rekaman kerja, dimulai
dengan bagaimana menyimpan, memelihara dan menetukan masa simpan
serta aturan penghancurannya.

8.5.2 Menyusun Dokumen SMM


Dokumen adalah dasar penerapan system manajemen mutu, dokumen harus
tertulis dengan jelas dan dapat dimengerti dengan mudah oleh setiap orang tang
memerlukannya. Tanpa adanya dokumen yang teratur dan rapi, penerapan system
manajemen mutu tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan tidak dapat dijamin
konsistensinya. Untuk keperluan pembuatan analisa untuk perbaikan berkelanjutan
(continual improvement) merupakan dokumentasi system manajemen mutu yang
lengkap dan tersusun dengan baik sesuai dengan kebutuhan perbaikan proses kerja di
Badan Usaha.
Susunan dokumentasi system manajemen mutu yang menganut aturan hirarki,
dimana masing-masing dokumen harus ditetapkan tingkatnya sesuai tingkatan-tingkatan
yang diperlurkan pada kegiatan Badan Usaha. Dokumen yang lebih rendah levelnya
mengandung penjelasan klausul-klausul dokumen yang lebih tinggi dan isinya tidak
boleh bertentangan.
Penyusunan dokumen system mutu (DSM) dilakukan oleh tim ISO dengan
dibantu oleh masing-masing personil inti dari bagian terkait meliputi:
a. Manual Mutu, adalah dokumen system manajemen mutu (SMM) level-1
yang menggambarkan kegiatan bisnis Badan Usaha secara umum dalam
penerapannya memenuhi persyaratan SMM, termasuk kebijakan mutu dan
sasaran mutu yang ditetapkan oleh direksi Badan Usaha
b. Prosedur, adalah dokumen SMM level-2 yang menjelaskan langkah-langkah
kegiatan yang harus dilakukan dalam satu proses tertentu yang terkait
dengan penerapan SMM Badan Usaha. Prosedur SMM merupakan
penjabaran yang lebih jelas terhadap pemenuhan persyaratan SMM yang
terkait dengan fungsi-fungsi kegiatan bisnis Badan Usaha.
c. Instruksi Kerja, adalah dokumen SMM level-3 yang sifatnya untuk
memberikan petunjuk pada pengoperasian suatu proses kerja yang harus
dilakukan oleh satu orang atau satu unit yang terlibat atau yang fungsi
tugasnya dapat mempengaruhi kegiatan SMM di Badan Usaha. Instruksi

8-5
Manajemen Mutu MRKG D-IV T. Sipil Polmed
8. Perencanaan Penerapan SMM
kerja pada umumnya di buat untuk mengindari atau mengurangi potensi
kesalahan terhadap suatu pekerjaan.
d. Rekaman, adalah bukti kerja (avidane) yang merupakan kegiatan dati
dokumen SMM, dapat dikatakan sebagai dokumen level-4. Rekaman dapat
berupa arsip surat menyurat, formulir-formulir, daftar periksa, hasil uji dan
test, buku laporan dan lain sebagainya, yang harus diatur dan dikendalikan
secara sendiri.

Dokumena system mutu harus diterapkan oleh semua jajaran Badan Usaha
yang terkait secara konsisten. Penyelenggraan dokumentasi SMM Badan Usaha agar
efektif memenuhi persyaratan SMM, dan diatur sesuai hirarki level dokumentasi SMM
menurut ketentuan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 8.1. Dokumentasi berdasarkan level dan jenis dokumen system mutu
Level Dokumen Persyaratan Dokumen Badan Usaha
1 Kebijakan mutu - Visi dan misi
Sasaran mutu - Kebijakan mutu
Manual mutu - Sasaran mutu
- Manual mutu
2 Prosedur - Akte pendirian badan usaha
- Peraturan badan usaha
- Surat keputusan direksi
- Prosedur-prosedur kerja
3 Instruksi kerja - Surat edaran direksi
- Petunjuk pelaksanaan
- Spesifikasi teknis
- Gambar kerja
- Peraturan standar produk
- Peraturan dan perundang-undangan terkait
- Instruksi
4 Rekaman - Arsip surat menyurat
- Berita acara
- Gambar hasil kerja
- Daftar periksa
- Laporan hasil uji dan test
- Laporan proyek

Semua dokumen Badan Usaha internal maupun dokumen external harus


ditetapkan levelny sesuai dengan ketentuan herarki level dokumentasi SMM. Tujuannya
untuk menjaga penggunaan dokumen agar dapat dikendalikan dan pengaturan
keseluruhan dokumen tersebut diatur dalam Prosedur Pengendalian Dokumen dan
Prosedur Penegndalian Rekaman.

8-6
Manajemen Mutu MRKG D-IV T. Sipil Polmed
8. Perencanaan Penerapan SMM
Manual mutu: manajemen Badan Usaha harus menetapkan dokumen manual
mutu sebagai pedoman penerapan SMM Badan Usaha, dan harus diterapkan dan di
pelihara oleh semua jajaran yang terkait sesuai ketentuan persyaratan SMM.
Prosedur: Prosedur yang terdokumentasi harus ditetapkan dan dipelihara
untuk mengendalikan semua proses yang mengacu pada persyaratan SMM. Prosedur
penegndalian yang diperlukan untuk menjamin kepuasan operasi.
Isntruksi kerja: instruksi kerja merupakan dokumen level tiga yang
pembuatannya dilakukan oleh masing-masing bagian dan bersifta teknis.
Uraian kegiatan pengendalian dokumen seperti dijelaskan di bawah ini:
a. Penerbitan dan persetujuan
Presedur pengendalian dokumen menjelaskan metodologi penerbitan semua
dokumen terkendali yang berlaku di berbagai lokasi atau pengguna
tergantung apakah dapat diterapkan prosedur tersebut. Daftar yang disetujui
di buat……
b. Peninjauan ulang dan persetujuan ulang
Prosedur pengedalian dokumen menjelaskan wewenang peninjauan ulang
sesuai dengan isi dokumen dan hanya setelah peninjauan ulang dokumen-
dokumen itu disetujui. Merevisi isi dokumen perlu jika perbaikan system
atau dalam peraktek dilakukan amandemen dan perubahan. Versi
pembaruan ini kemudian segera di tinjau ulang. Perubahan-perubahan yanb
terjadi disahkan ulang oleh pejabat yang berwenang.
c. Identifikasi status perubahan dan revisi.
Semua dokumen penting untuk SMM pada Badan Usaha harus diidentifikasi
dengan system penomoran yang baik. Dilakukan anatar lain rincain dalam
prosedur untuk mengendalikan dokumen. Ini menjamin bahwa semua
perubahan dokumen disiapkan, ditinjau ulang, diperbaharui dan kemudian
disahkan oleh otoritas yang sama dan telah diadakan persetujuan dan
peninjauan ulang sesuai aslinya. Perubahan-perubahan dalam dokumen yang
direvisi dan di buat sesuai dengan prosedur dokumen dan perubahan data.
Semuanya di rekam dalam rekaman data amandemen.
d. Pengendalian
Semua dokumen dalam lingkup SMM dikendalikan sesuai dengan prosedur.
Dan untuk mengendalikan dokumen tersebut harus diterbitkan dalam format
“Salinan terkendali”. Semua salianan terkendali dari dokumen harus dapat

8-7
Manajemen Mutu MRKG D-IV T. Sipil Polmed
8. Perencanaan Penerapan SMM
didistribusikan ke divisi/bagian terkait dan tercacat.
Kapasitas bahwa hanya dokumen baru yang digunakan merupakan jaminan
dengan menetapkan salinan terkini dari dokumen itu dapat diterapkan dalam
versi yang baru, dokumen itu tentunya disetujui. Untuk identifikasi status
bahwa terbitan terbaru dokumen yang digunakan, maka daftar dari dokumen
induk itu harus di pelihara oleh WM. WM harus dapat menunjukkan status
terbitan khusus yang terbaru lengkap dengan tanggal terbit.
e. Kodifikasi
Prosedur pengendalian dokumen menjelaskan bahwa dokumen yang relevan
SMM mudah diidentifikasi. Semua dokumen level 1, 2, 3 dan 4 dalam
lingkup SMM dicetak, untuk menjamin bahwa dokumen itu jelas dan resmi.
Semua dokumen level 4 dapat dicetak dengan computer atau salinan tangan
dan harus dapat dipastikan bahwa rekaman dapat dibaca.
f. Dokumen external
Prosedur pengendalian dokumen menjamin bahwa semua dokumen external
yang diperlukan oleh Badan Usaha harus dikendalikan dan mudah diperoleh
ketika akan di pakai.
g. Dokumen using (obsolat)
Prosedur untuk mengendalikan dokumen menjamin bahwa hanya dokumen
versi terakhir yang diterbitkan dari dokumen-dokumen yang relevan dapat
di peroleh di semua tempat pemakaian. Dokumen yang telah using ditarik
dan dimusnahkan untuk mencegah pemakaian yang tak diinginkan. Wakil
manajemen harus menyimpan salinan lama dan ditandai dengan tulisan
“OBSOLATE COPY” atau “SUPERSEDED” untuk referensi ke depan.

8.5.3. Sosialisasi Dokumen SMM


Suatu strategi yang harus dikembangkan dalam penerapan SMM adalah
untuk mengetahui sasaran yang hendak dicapai untuk menerapkan SMM secara
sempurna. Strategi meliputi suatu program yang dijadwalkan untuk
mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan, tanggung jawab dan wewenang
personil, cara meninjau ulan poin-poin, prioritas dan system pelaporan. Untuk itu
harus menyediakan suatu kerangka kemanjuan yang berkelanjutan.
Dengan begitu kita dapat mempertibangkan pengembangan proyek dan
kebijakan yang dapat dilakukan diarea lain pada waktu-waktu selanjutnya.

8-8
Manajemen Mutu MRKG D-IV T. Sipil Polmed
8. Perencanaan Penerapan SMM
Implementasi penuh dan perekaman semua aktivitas dalam system perlu
direncanakan. Manajemen harus menentukan level keterlibatan para personil
dalam operasi sehari-hari mulai dari tahapan penerapan system sehingga
penentuan jumlah personil manajemen yang harus didelegasikan. Juga ditentukan
ukuran Badan Usaha, lokasi, kompleksitsa dan sifat proses yang digunakan akan
memiliki suatu pengaruh terhadap pengambilan keputusan.
Setiap Badan Usaha harus mengembankan sebuah rencana yang
menggambarkan komitmen terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
sasaran. Mengemlan sebuah rencana implementasi sesuai isi dokumen SMM yang
telah disusun dalam organisasi pada level yang releva. Rencana harus
disosialisasikan ke seluruh organisasi (klausul 5.5.3) dan harus diperbaharui. WM
harus menentukan kemanjuan apakah hasilnya sesuai dengan rencana, yang
dilakukan setidaknya dua minggu sekali. Dan status pembaharuan harus
didokumentasikan dalam organisasi.
SMM terdiri dari suatu kerangka sebagai pedoman Badan Usaha untuk
mengendalikan aktivitas bisnis dengan suatu penekanan pada pengukuran
pencegahan dan peningkatan aktivitas yang bisa berpengaruh. Pada kinerja Badan
Usaha untuk implementasi SMM yang efektif, direksi Basan Usaha perlu
menyediakan bukti komitmen manajemen pada setiap proses. Pada umumnya ini
melibatkan pendekatan yang tertib mulai dari tinjauan ulang penerbitan dokumen
Badan Usaha, pengembangan suatu kebijakan mutu, pencapaian sasarn hasil,
rencanam strategi dan proses pekerjaan. Juga untuk memastikan ketersediaan
sumber daya untuk mencapai implementasi penuh. Direksi harus
mengkomukasikan pentingnya memenuhi pelanggan seperti pelaksanaan aturan
dan persyaratan sesuai dengan undang-undang serta melakukan tinjauan ulang
kinerja manajemen.
Direksi harus memastikan bahwa Badan Usaha mempunyai sumber daya
yang cukup untuk mencapai komitemennya. Direksi juga terlibat dalam melakukan
tinjauan ulang dan peningkatan SMM untuk meningkatkan kinerja. Klausul 6.2.2
memerlukan kemampuan yang diperlukan bagis etiap personil yang terkait
dengan SMM Badan Usaha. Persyaratan kemampuan personil di tinjau ulang untuk
memastikan apakah penetapan tepat dan sesuia.

8-9
Manajemen Mutu MRKG D-IV T. Sipil Polmed
8. Perencanaan Penerapan SMM
8.5.4. Penerapan Dokumen
Dokumen system manajemen mutu yang sah dan telah disosialisasikan
keseluruh bagian dan lingkup Badan Usaha harus diterapkan oleh segenap personil
secara konsisten dan benar. Hal itu dilakukan untuk membuktikan bahwa system
manajemen mutu telah diterapkan oleh Badan Usaha. Jika penerapannya masih
menemui kendala, maka dokumentasi tersebut dapat dilakukan revisi dan
penyempurnaan sesuai kebutuhan. Hal tersebut diatur dalam prosedur pengendalian
dokumen yang antara lain berisi penetapan pengendalian yang diperlukan untuk:
a. Menyetujui kecukupan dokumen sebelum diterbitkan
b. Meninjau dan memutahirkan seperlunye serta menyetujui ulang dokumen
c. Memastikan perubahan dan status revisi terbaru sesuai tujuan dokumen.
d. Memastikan versi yang relelvan dengan dokumen yang berlaku telah tersedia
ditempat pemakaian.
e. Memastikan dokumen selalu dapat dibaca dan mudah dikenali
f. Memastikan bahwa dokumen yang berasal dari luar mudah dikenali dan
oendistribusian dapat dikendalikan.
g. Mencegah pemakaian dokumen yang kadaluarsa dan tidak disengaja lengkap
dengan penjeladan identifikasi sesuai dokumen tersebut, apabila disimpan
untuk tujuan tertentu.

8.5.5. Pengendalian Rekaman


Badan Usaha yang telah menetapkan prosedur mengendalian rekaman harus
dapat memelihara semua rekaman yang terkait SMM Badan Usaha. Tujuannya untuk
memberikan bukti kesesuaian persyaratan dan beroperasinya SMM secara efektif.
Rekaman harus mudah dibaca, siap ditunjukkan dan mudah untuk diambil. Prosedur
pengendalian rekaman juga berisi tentang identifikasi, peyimpanan, perlindungan,
pengambilan, masa simpan dan penghancuran rekaman. Rekaman-rekaman yang
menjadi alat unutk menunjukkan operasi yang efektif wajib dibuat guna pelaksanaan
peraturan dana sertifikasi dan perbaiakan pelanggan jika perlu.

8.6 Audit Mutu Internal SMM


Audit mutu internal merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi
oleh badan usaha untuk mencapai kesesuaian dan efektifitas penerapan SMM. Direksi
hendaknya memastikan penetapan proses audit internal yang efektif dan efisien untuk

8-10
Manajemen Mutu MRKG D-IV T. Sipil Polmed
8. Perencanaan Penerapan SMM
mengakses kekuatan dan kelemahan SMM. Proses audit mutu internal berfungi sebagai
alat manajemen untuk asesmen mandiri dari proses atau kegiatan manapun yang
ditunjuk dalam SMM. Proses audit mutu internal dengan menyediakan perangkat untuk
memperoleh bukti objektif bahwa persyaratan yang ada telah dipenuhi, karena audit
mutu internal menilai keefektifan dan efisienasi Badan Usaha.
Penting bagi Badan Usaha untuk memastikan dilakukannya tindakan perbaikan
sesuai tanggapan hasil audit mutu internal. Perencanaan audit mutu internal hendaknya
fleksibel aga memungkinkan perubahan penekanan berdasarkan temuan dan bukti
objektif selama audit. Masukan yang relevan dari bidang yang diaudit dan dari pihak
lain yang berkepentingan hendaknya dipertimbangkan dalam pengembangan rencana
audit mutu internal. Contoh subjek untuk dipertimbangkan dalam audit mutu internal
mencakup:
a. Penerapan proses secara efektif dan efisien
b. Peluang perbaikan yang berkesinambungan
c. Kemampuan suatu system proses
d. Penggunaan teknik statistic secara efektif dan efisien
e. Penggunaan teknologi informasi
f. Analisis data biaya mutu
g. Penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien
h. Hasil dan harapan kinerja proses dan produk
i. Kecukupan ketelitian pengukuran kinerja
j. Kegiatan perbaikan
k. Hubungan dengan pihak yang berkepentingan

Pelaporan audit mutu internal mencakup bukti kinerja yang sangat berguna
untuk memberikan peluang pengakuan oleh direksi dan memotivasi personil Badan
Usaha.
Badan Usaha harus melakukan audit mutu internal pada selang waktu
terencana untuk menentukan apakah SMM:
a. Memenuhi pengaturan yang direncanakan pada psersyaratan standard an
persyaratan SMM yang ditetapkan organisasi.
b. Diterapkan dan dipelihara secara efektif.

8-11
Manajemen Mutu MRKG D-IV T. Sipil Polmed
8. Perencanaan Penerapan SMM
Program audit mutu internal direncanakan dengan mempertimbangkan status
serta pentingnya proses dan area yang diaudit termasuk hasil audit sebelumnya. Criteria,
lingkup, frekwensi dan metode audit harus ditetapkan. Pemilihan auditor dan
pelaksanaan audit harus memastikan keobjektifan dan ketidakberpihakan proses audit.
Auditor tidak boleh mengaudit perkerjaan mereka sendiri.
Tanggung jawab dan persyaratan untuk perencanaan pelaksanaan audit,
pelaporan hasil dan pemeliharaan rekaman harus ditetapkan dalam prosedur yang
terdokumentasi.

8.6.1. Pelatihan Audit Mutu Internal


Pelatihan audit mutu internal ditujukan bagi tim audit mutu internal yang
merupakan personil yang telah dilatih mengenai pelaksanaan SMM ISO 9001:2000.
Pelatihan bertujuan untuk dapat meberikan pemahaman mengenai:
a. Penjelasan audit mutu internal yang sesuai dengan SMM ISO 9001:2000
dan ISO 19011:2002
b. Cara dan metode melakukan audit mutu internal.
c. Pendelegasian tugas dan tanggung jawab coordinator tim audit dan auditor.
d. Cara menyusun jadwal audit, rencana audit dan pembuatan check-list audit.
e. Cara melakukan pelaporan audit mutu internal.
f. Simulasi pelaksanaan audit mutu internal.

8.6.2 Pelaksanaan Audit Mutu Internal


Sebelum melakukan audit mutu internal (AMI) dipastikan bahwa seluruh
dokumen system mutu telah dibuat dan diterapkan. Pelaksanaan audit mutu internal
dilakukan berdasarkan jadwal dan rencana audit yang dibuat sebelumnya.
Setelah melakukan audit mutu internal, tim audit harus membuat laporan hasil
auditnya sebagai bahan control penerapan SMM ISO 9001:200 di Badan Usaha yang
disampaikan kepada WM untuk dilaporkan kepada direksi.

8.6.3 Tindakan Koreksi Audit Internal


Setelah selesai melaksanakan audit mutu internal, direksi Badan Usaha
bersama-sama tim audit mutu internal dan wakil manajemen (WM) akan melakukan
kajian terhadap hasil pelaksanaan audit mutu internal. Tujuannya untuk melakukan
perencanaan tindakan perbaikan terhadapa hasil temuan audit dan menentukan

8-12
Manajemen Mutu MRKG D-IV T. Sipil Polmed
8. Perencanaan Penerapan SMM
tindakan-tindakan yang efektif dan efisien dalam menyelesaikan temuan audit mutu
internal masing-masing bagian.

8.7. Tinjuan Manajemen.


Badan Usaha harus melakukan tinjuan manajemen untuk memastikan
pelaksanaan SMM berjalan dengan efektif. Hal-hal yang menjadikan masukan dalam
pelaksanaan tinjauan manajemen ini adalah seperti berikut:
a. Hasil audit
b. Feedback dari pelanggan
c. Kinerja dari proses dan produk
d. Status tindakan koreksi dan pencegahan
e. Tindak lanjut dari tinjuan manajemen sebelumnya
f. Perubahan-perubahan terencana yang dapat berakibat terhadap SMM.
g. Rekomendasi untuk perbaikan.

Dalam pelaksanaan tinjauan manajemen harus diputuskan perbaikan terhadap


efektitifas pelaksanaan SMM dan proses-proses, perbaikan Badan Usaha yang diberikan
kepada pelanggan serta kebutuhan sumber daya yang diperlukan.

8.8. Sertifikasi ISO 9001:2000


8.8.1. Memilih Lembaga Sertifikasi
Perlu dikertahui bahwa system akreditasi dan sertifikasi ISO 9001 merupakan
pengakuan atas konsistensi standar system manajemen mutu SIO 9001:200. Tanggung
jawab dan wewenang pemberian akreditasi dan sertifikasi secara internasional
dilakukan oleh suatu badan dunia yaitu International Accreditation Forrum (IAF). IAF
merupakan badan dunia federasi badan akreditasi nasionak lebih dari 30 negara di
dunia, diantaranya; KAN (Indonesia) menjadi anggotanya. Ditingkat regional Asia-
Pasifik terdapat pula federasi badan akreditasi yaitu Pacific Accreditation Corporation
(PAC) yang anggotanya antara lain CNAB (China), CNACR (China), DSM (Malaysia),
JAB (Jepang), KAN (Indonesia), JAS-ANZ (Australia- Selandia Baru), KAB (Korea
Selatan), SAC (Singapura), SCC (Kanada) dan NAC (Thailand).
Badan akreditasi di Indonesia adalah Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang
mempunyai tanggung jawab dan wewenang untuk menyekenggarakan system akreditasi
dan sertifikasi di Negara Republik Indonesia. Tugasnya adalah memberikan akreditasi

8-13
Manajemen Mutu MRKG D-IV T. Sipil Polmed
8. Perencanaan Penerapan SMM
kepada semua lembaga sertifikasi dan laboratorium uji yang telah lulus asesmen sesuai
persyaratan standar di seluruh wilayah Indonesia.
System akreditasi KAN telah diakui oleh IAF dan PAC, karena telah dilakukan
peninjauan terhadapa pemenuhan kesesuaian system yang diterapkan oleh KAN. KAN
telah menandatangani nota perjanjian IAF dan PAC. Sesuai ketentuan World Trade
Organization (WHO) bahwa Negara-negara yang menyepakati perdagangan bebas harus
menandatangani nota perjanjian saling pengakuan terhadap penggunaan standar-standar
internasional termasuk ketentuan-ketentuannya.
Untuk memenuhi maksud tersebut, KAN telah menandatangani nota perjajian
saling pengakuan sebagai anggota IAF dan PAC untuk system manajemen mutu
(member of IAD and PAC multilateral recognition for quality management system) pada
Agustus 2000.
Dalam nota yang tertuang dalam perjanjian saling pengakuan tersebut
dikatakan, bahwa sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi yang diakreditasi
oleh badan akreditasi anggota IAF dan PAC adalah akivalen dan diakui di semua
Negara anggota.
Oleh karena itum para pelaku bisnis di Indonesia tidak perlu khawatir untuk
memilih lembaga sertifikasi nasional, sertifikat yang diterbitkan sudah diakui secara
internasional. Terutama bagi para pelaku industry konstruksi yang pasarnya hanya di
dalam negeri, tentu lebih baik menggunakan lembaga sertifikasi nasional sebagai
nasionalis yang bangga dengan kemampuan bangsanya sendiri.
Untuk memilih lembaga sertifikasi system manajemen mutu (SMM), parameter
yang harus diketahui adalah bahwa manajemen dan pengoperasiannya lembaga
sertifikasi harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam standar
internasional. Parameter lembaga sertifikasi yang harus diperhatikan dijelaskan sebagai
berikut:
a. Lembaga serifikasi harus imparsial, yaitu harus terbuka terhadap semua
kepentingan dan lembaga bukan merupakan bagian kepentingan piha
tertentu, misalnya kepentingan partai tertentu atau bisnis tertentu yang
menyebabkan ia tidak dapat diakses oleh siapa pun yang bukan merupakan
bagian kepentingan.
b. Lembaga sertifikasi harus memiliki tanggung jawab … proses sertifikasi
dan memeberikan jaminan bahwa implemtasi system manajemen mutu
benar-benar dilaksanakan oleh kliennya. Apabila terjadi komplein atau

8-14
Manajemen Mutu MRKG D-IV T. Sipil Polmed
8. Perencanaan Penerapan SMM
banding terhadap kliennya, maka lembaga sertifikasi harus turut
menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan klien tersebut.
c. Lembaga sertifikasi harus mempunyai manajemen yang professional. Semua
personil yang terlibat dalam lembaga sertifikasi harus memiliki kompetensi
dan keterampilan untuk mengelola dan mengoperasikan system lembaga
sertifikasi. Para auditor harus terampil melakukan audit secara langsung dan
memiliki kompetensi yang sesuai dengan bisnis yang diaudit. Auditor yang
mengaudit jasa konstruksi harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman
di bidang jasa konstruksi.
d. Lembaga sertifikasi harus memiliki legalitas hokum, tentunya lembaga
sertifikasi yang beroperasi di Indonesia harus berbadan hokum mengikuti
peraturan hokum di Indonesia. Lembaga serifikasi yang beroperasi
diwilayah Indonesia yang tidak berbadan hokum Indonesia harus
mendapatka pengawasan dari instansi pemerintah yang berwewenang.
e. Lembaga sertifikasi maupun personilnya harus independen, personil yang
melaksanakan proses audit dan yang menentukan keputusan sertifikasi harus
terpisah. Tim audit yang memeriksa penerapan system manajemen mutu di
Badan Usaha hanya memberikan rekomendasi dan tidak diberi kewenangan
memutuskan lulus sertifikat. Keputusan lulus tidaknya suatu badan usaha
memperoleh sertifikat ISO 9001:2000 dilakukan oleh tim sendiri.
f. Lembaga sertifikasi maupun personil harus menjaga kerahasiaan Badan
Usaha yang menjadi kliennya. Setiap personil baik staf maupun para auditor
yang terkait harus mematuhi kode etik yang telah ditandatangani.
g. Lembaga sertifikasi harus menerapkan system manajemen mutu sesuai
standar internasional yang relevan, dengan membuat dokumen manual
mutu, prosedur dan seterusnya berdasarkan standar untuk lembaga
sertifikasi system mutu.
h. Lembaga sertifikasi harus diakreditasi secara resmi oelh badan akreditasi
yang berwewenang di setiap Negara. Sesuai nota perjanjian saling
pengakuan IAF dan PAC lembaga sertifikasi yang beroperasi di Indonesia
harus diakreditasikan oleh KAN.

Hal ini perlu diwaspadai, kita sebagai bangsa yang besar harus bangga dengan
kemampuan bangasa sendiri dan harus cinta terhadapa produk negeri sendiri.

8-15
Manajemen Mutu MRKG D-IV T. Sipil Polmed
8. Perencanaan Penerapan SMM
Badan akreditasi akan memberikan izin kepada lembaga sertifikasi untuk
melaksanakan asesmen dan sertifikasi berdasarkan ruang lingkup akreditasi yang
ditetapkan sesuai kemampuan dan kompetensi para auditor yang ada dilembaga
sertifkasi tersebut.
Latar belakang pengalaman auditor sangat memperngaruhi hasil audit, apabila
auditor tidak memiliki latar belakang pengalaman dan kompetensi yang sesuai dengan
proses bisni Badan Usaha yang diaudit, maka hasil audit tidak mempunyai bobot dan
bagi Badan Usaha yang bersangkutan tidak akan memperoleh manfaat atas penerapan
system manajemen pada Badan Usaha itu sendiri. Bagi Badan Usaha jasa konstruksi
hendaknya memilih lembaga serfikasi yang memiliki ruang lingkup akreditasi bidang
konstruksi dan meminta auditor yang ditugasi mengerti dan mempunyai latar belakang
di bidang jasa konstruksi.

8.8.2 Proses Sertifikasi


Badan Usaha yang ingin mendapatkan sertifikasi ISO 9001 harus mempelajari
prosedur dan tata cara yang diatur oleh lembaga sertifikasi. Selama membangun system
manajemen mutu Badan Usaha harus sudah membuat program dan mengatur jadwal
sertifikasi sesuai kemampuan Badan Usaha.
Tahapan-tahapan dalam program sertifikasi meliputi:
1. Mengajukan permohonan ke lembaga sertifikasi system mutu
2. Audit dokumen system mutu (adequacy audit)
3. Pre-assesment (apabila di perlukan)
4. Initial assessment
5. Keputusan sertifikasi
6. Penyerahan sertifikasi
7. Survaillen setiap 6 bulan

Tujuan survailen adalaha untuk membuktikan bahwa penerapan system


manajemen mutu telah dilakukan secara berkesinambungan, disamping itu dapat
dilakukan peninjauan terhadap implikasi perubahan-perubahan yang dapar
memperngaruhi system manajemen mutu pada Badan Usaha untuk memastikan bahwa
semua persyaratan telah dipenuhi dengan baik. Untuk mendapatkan gambaran yang
optimal terhadap kesesuaian penerapan system manajemen mutu, maka survailen
dilakukan setiap 6 bulan.

8-16
Manajemen Mutu MRKG D-IV T. Sipil Polmed
8. Perencanaan Penerapan SMM
Priode waktu 6 bulan adalah yang efektif untuk membuktikan kesesuaian
penerapan system manajemen mutu. Apabila ditetapkan audit priode 1 tahun pada
umumnya kondisi penerapan system manajemen mutu tidak konsisten dan tidak terjadi
perbaikan yang berkelanjutan pada Badan Usaha yang bersangkutan.
Priode waktu 6 bulan adalah waktu yang efektif untuk menyaksikan penerapan
system manajemen mutu, kalau kurang dari 3 bulan menjadikan audit terlalu
menyibukkan dan menyebabkan hanya mengurusi dokumen system mutu saja tanpa
melakukan pekerjaan inti.

Referensi:
1. LPJK, (2005), Panduan Penerapan, Manajemen Mutu ISO 9001:2000, Kompas
Gramedia, Jakarta

Soal Latihan:
1. Jelaskan apa yang harus dilakukan manajemen puncah untuk membuktikan
komitmennya
2. Dalam penerapan SMM wakil manajemen perlu dibentuk, jelaskan apa syarat
dan fungsinya
3. Jelaskan fungsi dan personil tim ISO
4. Jelaskan pertimbangan penyusuna organisasi dalam penerapan SMM
5. Jelaskan apa saja yang harus dilakukan dalam membangun SMM
6. Jelaskan hirarki level dokumen dalam SMM
7. Jelaskan kegunaan audit mutu internal
8. Jelaskan kegunaan tinjauan manajemen dan hal-hal apa saja yang menjadi
masukan dalam rapat tersebut
9. Jelaskan kegunaan memeliki sertifikasi ISO dalam SMM
10. Jelaskan bagaimana cara mendapatkan sertifikat ISO

8-17

Anda mungkin juga menyukai