Siti Aminah1
Abstrak
Pendidikan merupakan kegiatan yang harus memiliki tujuan, sasaran dan target yang
jelas. Pendidik yang sejati dan mutlak adalah Allah SWT, Dialah Pencipta fitrah, Pemberi
bakat, Pembuat berbagai sunnah perkembangan, peningkatan, dan interaksi fitrah
sebagaimana Dia pun mensyariatkan aturan guna mewujudkan kesempurnaan, kemaslahatan
dan kebahagiaan fitrah tersebut. Pendidikan menuntut terwujudnya program berjenjang
melalui peningkatan kegiatan pendidikan dan pengajaran selaras dengan perkembangan anak.
Peran seorang pendidik harus sesuai dengan tujuan Allah SWT menciptakannya. Dalam
praktiknya pendidikan anak dalam Islam ada tahapan yang sangat penting diketahui semua
orang tua atau guru di sekolah. Tahapan ini penting dalam memberikan program yang tepat
untuk anak-anak. Jika orang tua atau guru mampu memberikan program yang tepat pada
setiap jenjangnya, anak akan berkembang dengan baik karena kebutuhan pada saat usia
tertentu dapat terpenuhi. Ibarat cangkir yang kosong, sebagai orang tua atau guru kita harus
mengisi dengan takaran yang pas agar tidak berlebihan atau juga kekurangan.
A. Pendahuluan
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berkesadaran dan bertujuan, Allah
telah menyusun landasan pendidikan yang jelas bagi seluruh manusia melalui syariat
Islam. Allah menciptakan alam semesta ini dengan tujuan yang jelas. Dia menciptakan
manusia dengan tujuan untuk menjadi khalifah di muka bumi melalui ketaatan kepada-
Nya. Untuk mewujudkan tujuan itu, Allah memberikan hidayah serta berbagai fasilitas
alam semesta kepada manusia. Jika tugas manusia dalam kehidupan ini demikian penting,
pembelajaran harus memiliki tujuan yang sama dengan tujuan penciptaan manusia.
Bagaimanapun pendidikan Islam sarat dengan pengembangan nalar dan penataan perilaku
serta emosi manusia dengan landasan agama. Dengan demikian tujuan pendidikan Islam
adalah merealisasikan penghambaan kepada Allah dalam kehidupan manusia, baik secara
individual maupun secara sosial.
1 Penulis adalah Dosen Tetap Program Studi Menejemen Pendidikan Islam Institut Pesantren
28
Mudir : Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. I No. 1, Januari 2019 ISSN : 2655-9331
29
Mudir : Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. I No. 1, Januari 2019 ISSN : 2655-9331
secara berangsur-angsur. Lalu, dia menurunkannya kepada Rasul-Nya SAW bagian demi
bagian”. (HR. al-Hakim dan al-Baihaqi). Dalam redaksi yang lain Ibnu Abbas
mengatakan, alqur’an diturunkan pada lailatul Qodar pada bulan Ramadhan ke langit
dunia sekaligus, lalu Dia menurunkan secara berangsur angsur”.(HR. at-Thabrani).
Turunnya Al-Qur’an sekaligus dari Allah ke Lauh al-Mahfudz atau kepada Jibril
bisa dimaklumi karena keduanya tidak memerlukan dimensi waktu. Berbeda ketika Al-
Qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, dilakukan dengan proses berangsur-
angsur karena Rosul terikat dengan dimensi ruang dan waktu. Seperti diketahui bahwa
Alqur’an tidak diturunkan didalam ruang kosong yang hampa budaya, tetapi turun
didalam suatu konteks masyarakat yang plural, karena itu Al-Qur’an membutuhkan
waktu selama 23 tahun dalam dua periode yang dikenal dengan periode Makkah dan
Madinah.
Di antara hikmah turunnya Al-Qur’an berangsur-angsur kepada Nabi, menurut
mayoritas ulama, ialah : pertama, untuk meneguhkan dan menguatkan hati Nabi dalam
rangka menyampaikan dakwahnya untuk menghadapi celaan orang-orang musyrik.
Sebagaiamana firman Allah, “Berkatalah orang-orang kafir, “mengapa Al-qur’an itu
tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?” Demikianlah supaya kami perkuat
hatimu dengannya dan kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar).” (QS al-
Furqon(25):32).
Kedua, untuk memudahkan hafalan dan pemahaman karena Alqur’an diturunkan
ditengah-tengah umat yang tidak pandai membaca dan menulis(ummi), sebagaimana
diisyaratkan dalam Alqur’an,”Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Alqur’an untuk
pelajaran maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS al-Qomar (54):17).
Ketiga, sebagai pendidikan dan iktibar bagi umat islam bahwa Allah pun
menggunakan waktu yang relatif lama (23 tahun) dalam menurunkan Al-Qur’an. Padahal,
Dia memiliki kemampuan Maha kreatif, “Kun fayakuun”.
C. Model Pembelajaran
1. Konsep Pendidikan Islam
Pendidikan adalah suatu metode pencetak generasi bangsa yang unggul dan luhur,
keduanya tidak bisa dipisahkan atau berdiri sendiri, pendidikan tanpa pengajaran
menghasilkan manusia tanpa wawasan, sedangkan pengajaran tanpa pendidikan hanya
menghasilkan ilmuwan yang tidak bertanggung jawab, pemimpin yang tidak amanah,
pedagang yang tidak jujur, penguasa dzhalim, pengusaha rakus, karyawan yang tidak
30
Mudir : Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. I No. 1, Januari 2019 ISSN : 2655-9331
berdedikasi, sehingga pada ujungnya tatanan atau pola kehidupan masyarakatnya tidak
lagi mementingkan asas kebersamaan, pemimpinnya tidak lagi mementingkan rasa
kemanusiaan.
Definisi Sekolah menurut ensiklopedia bebas “Wikipedia” adalah sebuah lembaga
yang dirancang untuk pengajaran siswa/murid dibawah pengawasan guru. Hampir
semua Negara memiliki lembaga yang dinamakan sekolah ini, tidak terkecuali di
Indonesia, di Indonesia sendiri lembaga sekolah dibuat berjenjang mulai dari tingkat
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/K), sampai jenjang
Universitas, hal ini tidak lain adalah untuk membawa kita ke suatu tempat dimana kita
berharap untuk bisa memperoleh pendidikan.
Menurut Ki Hajar Dewantara: Pendidikan adalah suatu tuntutan didalam hidup
tumbuhnya anak-anak. Maksudnya ialah bahwa pendidikan menuntun segala kekuatan
kodrat yang ada pada peserta didik agar sebagai manusia dan anggota masyarakat
dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup yang setinggi-tingginya.
Pendidikan bukan hanya untuk legalitas semata, pendidikan bukan hanya untuk “agar
terlihat”, agar terlihat pintar, agar terlihat kaum berpendidikan, agar terlihat sibuk,
lebih miris lagi jika pendidikan hanya untuk selembar ijazah,untuk kalimat terakhir ini
memang terdengar miris, tetapi itu kenyataan yang harus diterima semua kalangan
masyarakat, karena tanpa selembar ijazah, susah untuk memperoleh pekerjaan, tanpa
selembar ijazah kitapun dianggap bukan orang yang berpendidikan dan termasuk
kaum-kaum yang termarginalkan.
Bergesernya makna pembelajaran dewasa ini juga menyebabkan bergesernya cara
pandang masyarakat terhadap makna pendidikan itu sendiri, para orang tua lebih
senang mendaftarkan putra putrinya kursus cara menghitung cepat/atau kursus bahasa
asing, memang tidak ada yang salah, sebagian kasus hal tersebut juga diperlukan, akan
tetapi kita sering lupa mengajarkan nilai-nilai luhur budi pekerti dari Yang terkecil
yakni mengucapkan syukur kepada Allah SWT dalam keadaan apapun, baik
memperoleh nikmat atau musibah, karena tidak ada kejadian sekecil apapun didunia
ini kecuali atas kehendakNya.
Ilmu Sains, Ilmu Bahasa, dan Ilmu Teknologi yang diajarkan kepada anak itu
berupa pelajaran atau transfer ilmu dengan metode yang biasa kita sebut sebagai
pengajaran dalam bahasa arab disebut ta’lim, sedangkan pembentukan karakter anak
adalah dengan cara mendidik yang berkarakter, secara garis besar pendidikan adalah
31
Mudir : Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. I No. 1, Januari 2019 ISSN : 2655-9331
dari kata dasar didik yang memperoleh imbuhan pe-kan maknanya mendidik atau
dalam bahasa arabnya tarbiyah, pendidikan yang berkarakter dimaknai dengan suatu
sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran, atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia sempurna atau insan kamil.
Sedangkan Wibowo mendefinisikan pendidikan karakter adalah pendidikan yang
menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada anak didik,
sehingga mereka memiliki karakter luhur itu, menerapkan dan mempraktekkan dalam
kehidupannya baik di keluarga, masyarakat, dan Negara.
Menyadari pentingnya pendidikan dan pengajaran untuk masa depan, kita sebagai
orang tua harus tetap seimbang dalam hal mendidik dan mengajar atau jika kita
seorang peserta didik harus seimbang dalam hal memperoleh pendidikan dan
pengajaran, dari Ibnu Abbas R.A Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa
yang dikehendaki Allah menjadi baik, maka dia akan di fahamkan dalam hal agama.
Dan sesungguhnya ilmu itu dengan belajar” (H.R Bukhori).
Dalam skala individu paling tidak kita melaksanakan kewajiban sebagai manusia
untuk mencari ilmu tentunya dalam takaran dan dimensi masing-masing, atau dalam
skala makro kita diibaratkan sedang mencari bahan logistik untuk menjalankan
tanggung jawab kita sebagai khalifatullah di bumi.
Ketika pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral dan fisik (jasmaniah)
yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban
dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah, maka kependidikan
berarti menumbuh-kembangkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa
tanggung jawab. Kependidikan bagi manusia menyerupai makanan yang berfungsi
memberikan vitamin bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia.2
Sasaran pendidikan berbeda-beda menurut pandangan hidup masing-masing
pendidik atau lembaga pendidikan. Oleh karenanya maka perlu dirumuskan pandangan
hidup Islam yang mengarahkan sasaran pendidikan Islam. Umat Islam telah diajarkan
dalam Al-Qur’an Surat Al- Imran Ayat 19 yang artinya: “Sesungguhnya Islam itu
adalah agama yang benar di sisi Allah” (QS: Al-Imran: 19).3
2
Nur Ubiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), 12
3
Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Quran, 1971),
78.
32
Mudir : Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. I No. 1, Januari 2019 ISSN : 2655-9331
4
Nur Ubiyati, Ilmu Pendidikan Islam, 13.
5
Abd. Chayyi Fanany, Ilmu Pendidikan Islam (Surabaya: Taruna Media Pustaka, 2010), 1
33
Mudir : Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. I No. 1, Januari 2019 ISSN : 2655-9331
Kebutuhan itu semakin meluas sejalan dengan meluasnya tuntutan hidup manusia itu
sendiri.
Apabila ditinjau dari aspek pengalaman, pendidikan Islam berwatak akomodatif
terhadap tuntutan kemajuan zaman yang ruang lingkupnya berada di dalam kerangka
acuan norma-norma kehidupan Islam. Ilmu pendidikan Islam merupakan studi tentang
sistem dan proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam untuk mencapai produk
atau tujuan baik bersifat teoritis maupun teknis.
2. Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mencapai suatu tujuan, tujuan
pendidikan akan menentukan kearah mana peserta didik akan dibawa. Tujuan
pendidikan Islam secara umum adalah untuk mencapai tujuan hidup muslim, yakni
menumbuhkan kesadaran manusia sebagai makhluk Allah SWT agar mereka tumbuh
dan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia dan beribadah kepada-Nya.
Secara umum, tujuan pendidikan islam terbagi kepada: tujuan umum, tujuan
sementara, tujuan akhir dan tujuan operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang akan
dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara
lain. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi
sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam sebuah kurikulum. Tujuan
akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia sempurna
setelah ia menghabisi sisa umurnya. Sementara tujuan operasional adalah tujuan
praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.
Hasan Langgulung memberikan uraian tentang tujuan pendidikan Islam yang
dibagi menjadi tujuan akhir, tujuan umum dan tujuan khusus.
a. Tujuan Akhir Pendidikan Islam
Dalam proses kependidikan tujuan akhir merupakan tujuan yang tertinggi yang
akan dicapai pendidikan Islam, tujuan terakhirnya merupakan kristalisasi nilai-nilai
idealitas Islam yang diwujudkan dalam pribadi anak didik. Maka tujuan akhir itu
harus meliputi semua aspek pola kepribadian yang ideal.
Dalam konsep Islam pendidikan itu berlangsung sepanjang kehidupan manusia,
dengan demikian tujuan akhir pendidikan Islam pada dasarnya sejajar dengan
tujuan hidup manusia dan peranannya sabagai makhluk ciptaan Allah dan sebagi
kholifah di bumi.
34
Mudir : Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. I No. 1, Januari 2019 ISSN : 2655-9331
Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku”.(Q.S.Adz-Dzariyat :56) 7
Menjadi ‘abid merupakan perwujudan dari kepribadian muslim, sehingga
apabila manusia telah bersikap menghambakan diri sepenuhnya kepada Allah
berarti ia telah berada di dalam dimensi kehidupan yang mensejahterakan hidup di
dunia dan membahagiakan di akhirat, inilah tujuan pendidikan Islam yang tertinggi.
b. Tujuan Umum Pendidikan Islam
Yang dimaksud dengan tujuan umum pendidikan Islam menurut Hasan
Langgulung adalah perubahan-perubahan yang dikehendaki serta diusahakan oleh
pendidikan untuk mencapainya, yang bersifat lebih dekat dengan tujuan tertinggi
tetapi kurang khusus jika dibandingkan dengan tujuan khusus.8
Dalam memberikan rumusan tujuan umum pendidikan Islam ini, Hasan
Langgulung tidak mengungkapkan pendapatnya sendiri mengenai hal ini namun
beliau mengutip beberapa pendapat dari tokoh-tokoh pendidikan Islam seperti Al-
Abrasyi, An-Nahlawi, Al- Jawali, rumusan ini sebagaimana dituliskan dalam
bukunya Hasan Langgulung “Manusia dan Pendidikan” sebagai berikut : Al-
Abrasyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan lima tujuan
umum bagi pendidikan Islam, yaitu :
1. Untuk mengadakan pembentukan akhlak yang mulia.
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat.
3. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi manfaat.
4. Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan keingin tahuan
(curiosity) dan memungkinkan ia menggali ilmu demi ilmu itu sendiri.
5. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, tekhnikal dan pertukangan supaya
dapat menguasai profesi tertentu, dan ketrampilan pekerjaan tertentu agar ia
35
Mudir : Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. I No. 1, Januari 2019 ISSN : 2655-9331
dapat mencari rezeki dalam hidup di samping memelihara segi kerokhanian dan
keagamaan.9
Nahlawi menujukkan empat tujuan umum pendidikan Islam, yaitu :
1. Pendidikan akal dan persiapan fikiran.
2. Menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat asal pada anak-anak.
3. Menaruh perhatian pada kekuatan dan potensi generasi muda dan mendidik
mereka sebaik-baiknya, baik laki-laki maupun perempuan.
4. Berusaha untuk menyeimbangkan segala potensi dan bakat-bakat manusia.
Al-Jamali menyebutkan tujuan-tujuan pendidikan yang diambilnya dari Al-Qur’an
sebagai berikut :
1. Mengenalkan menusia akan perananya diantara sesama manusia dan tanggung
jawab pribadinya di dalam hidup ini.
2. Mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam tata
kehidupan.
3. Mengenalkan manusia akan alam ini mengajak mereka memahami hikmah
diciptakannya serta memberikan kemungkinan kepada mereka untuk dapat
mengambil manfaat dari alam tersebut.
4. Mengenalkan manusia akan terciptanya alam ini (Allah) dan memerintahkan
beribadah kepada-Nya.10
Empat tujuan tersebut saling terkait, tetapi tiga tujuan pertama merupakan jalan ke
arah tujuan yang terakhir yaitu mengenal Allah dan bertaqwa kepada Allah.
Dari Uraian tersebut dapat diambil suatu pemahaman bahwa Hasan Langgulung
sependapat dengan pemikiran para tokoh yang diajukannya tersebut mengenai
rumusan tujuan umum pendidikan Islam. Dan pada dasarnya dari uraian para tokoh
tersebut dapat diambil suatu gambaran umum tentang tujuan ini yaitu :
1. Pembentukan akhlak yang mulia.
2. Untuk persiapan kehidupan dunia dan akhirat.
3. Untuk menumbuhkan dan menyiapkan potensi-potensi insani.
4. Untuk mempersiapkan peserta didik dalam bidang profesional dan ketrampilan.
5. Memperkenalkan manusia akan posisinya, dan hubungan sosialnya, serta dengan
alamnya.
6. Mengenalkan manusia akan keberadaan Allah.
9 Ibid, 61.
10
Ibid, 61-62.
36
Mudir : Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. I No. 1, Januari 2019 ISSN : 2655-9331
11Ibid, 63
12
Abdurrahman Saleh Abdullah, Tori-teori Pendidikan Berdasarkan al-quran (terj), H.M.Arifin dan
Zainuddin, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), 124
37
Mudir : Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. I No. 1, Januari 2019 ISSN : 2655-9331
13
Omar Mohammad Al-Toumy AL-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam (terj) Hasan Langulung,
(Jakarta : Bulan Bintang, 1979), 399
14
Achmadi, Konsep Pendidikan Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994), 64
38
Mudir : Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. I No. 1, Januari 2019 ISSN : 2655-9331
ada di kepala kita prestasi dalam kacamata modern. Belum saatnya, ”demikian tegas
Budi Ashari Lc, pemerhati keluarga dan penulis buku Parenting Nabawiyah dalam
“Membangun Keshalihah Anak di Tiap Tahapan Usia”, di Perumahan Bukit Permai,
Cibubur, Jakarta Timur, belum lama ini.
Dalam acara yang bekerjasama dengan MT. Khairunnisa Cibubur pria yang
wajahnya kerap muncul dalam program ” Khalifah” di Trans 7 ini menyebutkan
bahwa dalam masyarakat yang disebut modern adalah jika menjadi spesialis, doktor,
atau profesor. Padahal dalam sejarah kejayaan Islam, para ulama berprestasi tidak
hanya dalam disiplin ilmu terapan, tapi juga al-Qur’an dan Sunnah. “Benar menjadi
spesialis, doktor, dan profesor hari ini adalah prestasi, tapi tidak lengkap. Ibnu Sina
jadi dokter di seantero kekhalifahan saat usia 17 tahun dan sudah sangat menguasai al-
Qur’an sejak dini,” ujarnya.
Ahli sejarah Islam ini menjelaskan tentang pentingnya tahapan pendidikan yang
tepat. Ia mengibaratkan proses pembuatan kue, jika adonannya terbalik urutan
memasukkannya maka tidak akan menjadi lezat.
Alumni Universitas Madinah ini mengutip hadist Ibnu Majah tentang tahapan
dalam mendidik anak. “Jundub bin Abdillah Al Bajali berkata: Dulu kami saat
bersama Nabi shalallahu ‘alaihi Wassalam masih berusia remaja, kami belajar Iman
sebelum kami belajar al-Quran. Ketika kami belajar al-Quran, maka bertambahlah
iman kami. Dan kalian hari ini belajar al-Quran sebelum Iman.”
Menurut Budi, Islam sangat memperhatikan urutan-urutan dalam pendidikan.
Yang lebih dimulakan dalam urutan pendidikan adalah tahap iman dulu baru al-Quran.
“Islam sangat memperhatikan urutan dan tahapan. Kurikulumnya jelas, iman
dahulu baru kemudian al-Qur’an. Para tabi’in dinilai turun kualitasnya oleh para
sahabat karena belajar Qur’an sebelum iman. Bagaimana dengan kita hari ini? Tidak
belajar iman dan tidak belajar Qur’an. Wajarlah kalau Islam belum gemilang.
Lebih jauh ia menjabarkan lima urutan metode pendidikan dalam
Islam. Pertama iman sebelum al-Qur’an. Kedua pendengaran sebelum
penglihatan. ketiga, hati sebelum akal. Keempat, membaca sebelum
menulis. Terakhir, menghapal sebelum menganalisa
39
Mudir : Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. I No. 1, Januari 2019 ISSN : 2655-9331
Proses belajar-mengajar itu dilandasi oleh 2 asas; yang pertama yaitu perhatian
terhadap tingkat pemikiran siswa dan yang kedua yaitu pengembangan potensi akal, jiwa
dan jasmaninya dengan apa yang dapat membawanya kearah kebaikan dan kebenaran.
Dalam Konsep Tanzil kita melihat adanya suatu metode yang berfaedah bagi kita
dalam rangka mengaplikasikan kedua asas tersebut seperti yang kami sebutkan diatas
tadi. Sebab turunnya Qur’an itu telah meningkatkan pendidikan umat Islam secara
bertahap dan bersifat alami untuk memperbaiki jiwa manusia, meluruskan perilakunya,
membentuk kepribadian dan menyempurnakan eksistensinya sehingga jiwa itu tumbuh
dengan tegak diatas pilar-pilar yang kokoh dan mendatangkan buah yang baik bagi
kebaikan umat manusia seluruhnya dengan izin Tuhan.
Konsep Tanzil atau pentahapan turunnya alqur’an itu merupakan bantuan yang
paling baik bagi jiwa manusia dalam upaya menghafal Qur’an, memahami, mempelajari,
memikirkan makna-maknanya dan mengamalkan apa yang dikandungnya. Dan karena
beberapa alasan yang mendasari inilah maka konsep tanzil sangat cocok dan relevan
diterapkan atau diaplikasikan oleh siswa atau anak didik maupun pembelajar sebagai
model pembelajaran dalam melaksanakan berbagai kegiatan pendidikan dan pengajaran.
Yang mana model pembelajaran yang dimaksud ini di contohkan dan berikan langsung
oleh sang Maha Besar dan luar biasa yaitu tuhan kita Allah SWT dan nabi kita
Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril.
Di antara celah-celah turunnya Qur’an yang pertama kali didapatkan perintah untuk
membaca dan belajar dengan alat tulis: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang
telah menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar manusia dengan perantaraan
kalam.” (al-Alaq(96):1-5). Demikian pula dalam turunnya ayat-ayat tentang riba dan
warisan dalam system harta kekayaan, atau urunnya ayat-ayat tentang peperangan untuk
membedakan secara tegas antara islam dan kemusyrikan. Di antara itu semua, terdapat
tahapan-tahapan pendidikan yang mempunyai berbagai cara dan sesuai dengan tingkat
perkembangan masyarakat Islam yang sedang dan senantiasa berkembang, dari lemah
menjadi kuat dan tangguh.
Sedangkan sistem belajar-mengajar yang tidak memperhatikan tingkat pemikiran
siswa dalam tahap-tahap pengajaran, bentuk bagian-bagian ilmu diatas yang bersifat
menyeluruh serta perpindahannya dari yang umum menjadi lebih khusus, atau tidak
memperhatikan pertumbuhan aspek-aspek kepribadian yang bersifat intelektual, rohani,
dan jasmani, maka model pendidikan seperti ini bisa dikatakan adalah sistem pendidikan
40
Mudir : Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. I No. 1, Januari 2019 ISSN : 2655-9331
yang gagal dan tidak akan memberi hasil ilmu pengetahuan kepada umat, selain hanya
menambah kebekuan dan kemunduran.
Guru yang tidak memberikan kepada para siswanya porsi materi ilmiah yang
sesuai, dan hanya menambah beban kepada mereka diluar kesanggupannya untuk
menghafal dan memahami, atau berbicara kepada mereka dengan sesuatu yang tidak
dapat mereka jangkau, atau tidak memperhatikan keadaan mereka dalam menghadapi
keganjilan perilaku atau kebiasaan buruk sehingga dia berlaku kasar dan keras, dan
menangani urusan tersebut dengan tergesa-gesa dan gugup, tidak bertahap dan tidak
bijaksana, maka guru yang berlaku demikian itu adalah guru yang gagal pula. Dia telah
mengubah proses belajar-mengajar menjadi kesesatan-kesesatan yang mengerikan dan
menjadikan ruang belajar yang tidak disenangi.
Begitu pula halnya dengan buku pelajaran. Buku yang tidak tersusun judul-judul
dan fasal-fasalnya serta tidak berharap penyajian pengetahuannya dari yang mudah
kepada yang sukar, juga bagian-bagiannya tidak disusun secara baik dan serasi, dan gaya
bahasannya pun tidak jelas dalam menyampaikan apa yang dimaksud, maka buku yang
demikian ini tidak akan dibaca dan dimanfaatkan oleh siswa, karena lebih sulit untuk di
pahami.
Oleh karena itu, Petunjuk Ilahi tentang Konsep Tanzil atau hikmah turunnya Qur’an
secara bertahap merupakan model pembelajaran atau bisa dikatakan model metode luar
biasa yang langsung dicontohkan oleh tuhan yang dapat digunakan dalam menyusun
kurikulum pengajaran dan merupakan pilihan metode yang baik yang dapat digunakan
dalam proses belajar-mengajar serta dapat juga digunakan untuk menyusun buku
pelajaran.
Dalam perkembangan pendidikan, para pegiat atau praktisi pendidikan berlomba
mencari metode pendidikan yang tepat untuk dipraktikkan di sekolah. Tokoh-tokoh
pendidikan dari luar negeri pun ikut meramaikan metode pendidikan di Indonesia, sebut
saja Maria Montessori. Sedangkan dari dalam negeri ada Ki Hajar Dewantara yang
popular dengan ing madya mangun karsa, ing ngarso sung tulodo, dan tut wuri
handayani. Sayangnya banyak yang hanya mengenal bagian akhir saja, yaitu tut wuri
handayani. Pemikiran Ki Hajar Dewantara ini ternyata banyak digunakan di banyak
negara di luar negeri. Lalu bagaimana dengan pendidikan anak dalam Islam di sekolah-
sekolah seperti madrasah atau tsanawiyah?
Dalam praktiknya pendidikan anak dalam Islam ada tahapan yang sangat penting
diketahui semua orang tua atau guru di sekolah. Tahapan ini penting dalam memberikan
41
Mudir : Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. I No. 1, Januari 2019 ISSN : 2655-9331
program yang tepat untuk anak-anak. Jika orang tua atau guru mampu memberikan
program yang tepat pada setiap jenjangnya, anak akan berkembang dengan baik karena
kebutuhan pada saat usia tertentu dapat terpenuhi. Ibarat cangkir yang kosong, sebagai
orang tua atau guru kita harus mengisi dengan takaran yang pas agar tidak berlebihan
atau juga kekurangan.
Untuk mendapatkan takaran yang pas, kita harus mengenal tahapan pendidikan
anak dalam Islam. Menurut Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a tahapan pendidikan anak
berjenjang menurut umurnya. Jenjang tersebut adalah 0-7 tahun, 7-14 tahun, dan 14-21
tahun. Inilah pendidikan berjenjang sesuai dengan per 7 tahun usianya.
1. Tahapan Tujuh Tahun Pertama atau 0-7 Tahun, Perlakukan Anak sebagai Raja.
Dalam tahapan anak sebagai raja berarti memperlakukan anak sebaik-baiknya.
Ajak mereka bermain yang menyenangkan. Anak belajar dari permainan yang mereka
lakukan. Banyak permainan yang bisa merangsang pertumbuhan motorik kasar dan
motorik halus anak. Dalam tahap ini, anak harus mendapatkan pengalaman yang
menyenangkan bahwa dunia ini indah. Sebagai raja, anak harus mendapat kesan
bahwa dunia ini aman untuk dirinya. Walaupun kita memperlakukan anak sebagai raja
bukan berarti mengikuti semua kemauannya. Orang tua atau guru bisa mengarahkan
ke jenis permainan yang lain, misalnya saat ia memilih permainan yang berbahaya
untuk dirinya, guru atau orang tua bukan menolak tapi mengalihkan ke permainan
yang juga sama asyiknya. Memberikan semua keinginannya tentu tidak baik karena
akan membuat anak menjadi manja. Yakinkan segala jenis permainannya aman untuk
anak. Hindari gadget atau barang elektronik karena banyak penelitian yang
menyarankan untuk tidak dimainkan anak-anak dengan segala risiko terutama
menyangkut keterampilan motoriknya.
2. Tahapan Tujuh Tahun Kedua atau 7-14 Tahun, Perlakukan Anak sebagai Tawanan
Menjadi tawanan dalam arti positif adalah anak mengenal aturan. Sebagaimana
halnya tawanan yang harus mengikuti setiap instruksi orang lain. Dalam tahap ini,
anak mengenal aturan dan belajar disiplin atau proses penanaman dalam diri anak-
anak. Dalam tahap ini Rasul saw. pernah mengatakan jika anak di usia 10 tahun harus
belajar disiplin salat. Salat dan ibadah lainnya secara teratur harus sudah mulai
dikerjakan oleh anak. Penanaman disiplin di tahap ini sangat penting karena akan
menjadi pondasi untuk anak-anak saat mereka besar. Kehilangan momentum di tahap
ini akan mengakibatkan anak tidak patuh, membangkang, atau melakukan suatu hal
42
Mudir : Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. I No. 1, Januari 2019 ISSN : 2655-9331
sesukanya. Guru dan orang tua memiliki otoritas yang kuat terhadap anak dalam
mengarahkan dan menanamkan disiplin dengan baik.
3. Tahapan Tujuh Tahun Ketiga atau 14-21 Tahun, Perlakukan Anak sebagai Duta Besar
Di tahap ini, secara pertumbuhan dan perkembangan anak sudah terbentuk
motorik kasar dan motorik halus dengan baik. Demikian juga perkembangan
kemampuan berpikirnya sudah memasuki tahap dewasa. Anak sudah mampu
memutuskan hal yang harus dikerjakan atau tidak dikerjakannya, anak bisa memilih
secara mandiri. Kemandirian anak menjadi modal untuk melepasnya sebagai duta
besar. Sebagaian kalangan menyebutnya dengan tahapan menjadikan anak sebagai
sahabat. Ya, duta besar berarti menjadi perwakilan di negara lain yang harus kita
dukung. Otoritas orang tua dan guru secara perlahan berkurang. Otoritas dalam
mendidik sudah tidak sebesar saat anak-anak waktu kecil. Tetapi tetap pengontrolan
terhadap anak masih ada.
Nah, tahapan perkembangan pendidikan anak dalam Islam ini harus diikuti
dengan kemampuan guru atau orang tua dalam memberikan program sesuai
jenjangnya. Metode yang dipakai harus benar-benar sesuai dengan tahapan anak.
Dalam hal ini ada lima metode pendidikan islam menurut Muhammad Quthb dan
Abdullah Nasih Ulwan yaitu, pemberian teladan (qudwah), pemberian
pembiasaan (aadah), pemberian nasihat (mau’izhoh), mekanisme
kontrol (mulahazhoh), dan sanksi atau denda (uqubah).
E. Kesimpulan
Menyadari pentingnya pendidikan dan pengajaran untuk masa depan, kita sebagai
orang tua harus tetap seimbang dalam hal mendidik dan mengajar atau jika kita seorang
peserta didik harus seimbang dalam hal memperoleh pendidikan dan pengajaran, dari
Ibnu Abbas R.A Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang dikehendaki
Allah menjadi baik, maka dia akan di fahamkan dalam hal agama. Dan sesungguhnya
ilmu itu dengan belajar” (H.R Bukhori).
Dalam skala individu paling tidak kita melaksanakan kewajiban sebagai manusia
untuk mencari ilmu tentunya dalam takaran dan dimensi masing-masing, atau dalam
skala makro kita diibaratkan sedang mencari bahan logistik untuk menjalankan tanggung
jawab kita sebagai khalifatullah di bumi.
Ketika pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral dan fisik (jasmaniah)
yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan
43
Mudir : Jurnal Manajemen Pendidikan Vol. I No. 1, Januari 2019 ISSN : 2655-9331
tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah, maka kependidikan berarti
menumbuh-kembangkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa tanggung
jawab. Kependidikan bagi manusia menyerupai makanan yang berfungsi memberikan
vitamin bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Nur Ubiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999.
Al-Quran dan Terjemahnya Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Quran,
1971
Abd. Chayyi Fanany, Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya: Taruna Media Pustaka, 2010
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1986.
Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-quran (terj),
H.M.Arifin dan Zainuddin, Jakarta : Bumi Aksara, 1996.
Omar Mohammad Al-Toumy AL-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam (terj) Hasan
Langulung, Jakarta : Bulan Bintang, 1979.
Achmadi, Konsep Pendidikan Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994.
44