Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/337077315

IMPLEMENTASI PENEGAKAN HUKUM DALAM HUKUM PAJAK (TERHADAP


TINDAK PIDANA KORUPSI PERPAJAKAN)

Article · November 2019

CITATIONS READS

0 2,372

2 authors, including:

Paras pendeta Iditara


Universitas Sriwijaya
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Article Hukum Perizinan View project

All content following this page was uploaded by Paras pendeta Iditara on 07 November 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


IMPLEMENTASI PENEGAKAN HUKUM DALAM HUKUM PAJAK
(TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI PERPAJAKAN)
Paras Pendeta Iditara 1
Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya
paraspendetaiditara@gmail.com

Abstrak
Sumber terbesar pendapatan negara berasal dari pajak, meskipun demikian penerimaan pajak
masih dinilai belum maksimal, di karenakan realisasi penerimaan pajak belum memenuhi target
yang di tentukan oleh pemerintah. 2Ketika suatu negara memiliki pendapatan yang lebih tinggi
dari pajak misalnya, lebih banyak pekerjaan dapat diciptakan, pengangguran mengurangi, baik
pendidikan, pelayanan kesehatan dapat mencapai. Dan juga instrumen yang baik untuk distribusi
pendapatan. Sedangkan distribusi pendapatan menjadi masalah terbesar saat ini ekonomi.
Dimana kaya semakin kaya dan miskin semakin miskin. tetapi kebocoran masih penerimaan
pajak yang sangat besar karena mafia pajak dan korupsi terjadi di mana-mana. Sebagian besar
undangundang yang disahkan oleh pemerintah untuk memberikan ruang dan kesempatan kepada
pejabat pajak untuk korupsi dan pemerasan untuk memperkaya dirinya dan rekan-rekannya.
Karena itulah penegakan hukum harus di tegakkan berdasarkan hukum yang sesuai dengan
tujuan negara dalam memenuhi kesejahteraan rakyat melalui pajak.

Kata Kunci: Penegakan Hukum, Pajak, Implementasi.


Abstract
The biggest source of state revenue comes from taxes, even though tax revenue is still considered
not optimal, because the realization of tax revenue has not met the target set by the government.
When a country has a higher income than tax for example, more jobs can be created, reducing
unemployment, good education, health services can reach. And also a good instrument for
income distribution. Whereas the distribution of income is currently the biggest economic
problem. Where the rich get richer and the poor get poorer. but the leak is still a huge tax
revenue because the tax mafia and corruption occur everywhere. Most of the laws passed by the
government provide space and opportunity for tax officials for corruption and extortion to enrich
themselves and their partners. That is why law enforcement must be upheld based on laws that
are in accordance with the country's goals in meeting the welfare of the people through taxes.

Keywords: Law Enforcement, Tax, Implementation.

1
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Angkatan 2017.
2
Dwi Sulastyawati, Artikel, Hukum Pajak dan Implementasinya Bagi Kesejahteraan Rakyat, di
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/salam/article/downloadSuppFile/1530/106 (di Akses Pada 5 November 2019
pukul 22: 15)
Latar Belakang
Dalam Pasal 23 UUD RI Tahun 1945 diatur bahwa “Pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Berdasarkan pada
landasan konstitusional tersebut, selanjutnya dalam Ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP) ditentukan
bahwa ”Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak ada imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.3
Pajak adalah sumber terpenting dalam penerimaan negara dan dipungut berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan untuk melaksanakannya dikeluarkanlah
Keputusan Menteri Keuangan sampai Keputusan Direktorat Jenderal Pajak (selanjutnya disebut
Ditjen Pajak) sebagai lembaga pemerintah yang mengemban tugas dan tanggung jawab
menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak guna membiayai anggaran
penyelenggaraan pemerintah, pelayanan umum dan pembangunan nasional. Ditjen Pajak
mempunyai tugas yang sangat berat, karena hampir seluruh penerimaan negara dipikul dari
pajak-pajak yang dikelola oleh Ditjen Pajak. Dalam Tahun 2013, Pendapatan Negara
direncanakan Rp1.507,7 T, naik 11 % dari target APBN-P 2012, atau meningkat dua kali lipat
dibanding realisasi tahun 2007. Peningkatan pendapatan negara yang signifikan tersebut telah
memperbesar kemampuan membangun, memperluas ruang gerak pendanaan bagi berbagai
program peningkatan kesejahteraan rakyat, dan meningkatkan kemandirian bangsa. Dalam lima
tahun terakhir, peranan penerimaan pajak dalam pendapatan negara meningkat dari 60% menjadi
hampir 70%.4 Sumber Penerimaan Negara berdasarkan Undang-Undang APBN terdiri dari
Penerimaan Pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan Hibah. Kebijakan Pemerintah
di bidang pendapatan negara dan hibah diarahkan untuk mendukung kebijakan fiskal yang
berkesinambungan melalui upaya optimalisasi pendapatan negara dan hibah, khususnya
penerimaan dalam negeri. Hal ini sesuai dengan peran pendapatan dan hibah sebagai sumber
pendanaan program-program pembangunan. Dari sisi penerimanan APBN, setiap tahun pajak
merupakan komponen terbesar dalam menyumbang besaran APBN. Namun dengan adanya
kebocoran karena mafia dan korupsi pajak, baik dari sisi penerimaan maupun sisi penyetoran
uang pajak ke kas negara, maka upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat menjadi terhambat karenanya. Negara yang menganut sistem ekonomi model mekanisme
pasar, termasuk mekanisme pasar terkendali seperti yang dianut oleh Indonesia,pajak merupakan
“instrumen“ pemerintah yang sangat penting dan strategis. Dengan uang pajak, pemerintah dapat
membiayai dan melaksanakan pembangunan, menggerakkan roda pemerintahan,dan mengatur
perekonomian masyarakat atau negara. Dalam kaitannya dengan pembangunan dan
kesejahteraan, pajak memiliki fungsi sebagai penunjang tercapainya suatu masyarakat yang adil

3
Lihat Pasal 23 Undang Undang RI Tahun 1945 dan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
Tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan.
4
Dwi Sulastyawati, Op.cit., hlm 2
Lihat juga di www.anggaran.depkeu.go.id
dan makmur secara merata. Fungsi pajak tersebut adalah fungsi budgeter (anggaran) yang
memberikan masukan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara, dan fungsi regulerend
(mengatur) bahwa pajak sebagai alat untukmengatur kesejahteraan masyarakat baik dalam
bidang ekonomi maupun politik.5 Hadi Irawan yang mengacu pada pendapat Adam Smith
dalam bukunya An Inquire TheNature and Cause of the Wealth of Nations mengemukakan
empat prinsip pokok yang harus diperhatikan dalam pemunggutan pajak, yaitu: prinsip keadilan
(principles of justice), prinsip yuridis (legal principles), prinsip ekonomis (economic principles),
6
dan prinsip efesiensi (principles of efficiency). Dengan prinsip tersebut perlu dijamin bahwa
pengenaan pajak jangan sampai mematikan atau memberatkan perkembangan dunia usaha, tetapi
justru semakin dapat memotivasi tumbuh dan berkembangnya ekonomi masyarakat suatu
Negara. Pemerintah tentu berharap tingkat kepatuhan masyarakat membayar pajak dapat
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan pendapatan dari sektor perpajakan ini
diharapkan dapat menyumbang 65% pendapatan Negara dalam kerangka APBN. 7 Berbagai
strategi peningkatan penerimaan pajak yang diterapkan pemerintah selain penambahan jumlah
wajib pajak baik pribadi maupun badan, upaya menyederhanakan sistem pajak melalui
pembaharuan undang-undang perpajakan, juga tidak melupakan program peningkatan dalam
pencarian dan pencairan tunggakan pajak para wajib pajak, antara lain melalui perbaikan
frekuensi dan mutu penagihan pajak. Upaya-upaya yang dilakukan aparatur perpajakan melalui
terobosan dengan menerapkan berbagai kebijakan diharapkan dapat mengoptimalkan tingkat
pendapatan pajak dari tahun ke tahun, akan tetapi realisasinya banyak menghadapi kendala
terutama berkaitan dengan tingkat kepatuhan dan kesadaran baik dari wajib pajak maupun aparat
perpajakan (fiskus) sendiri, di mana masih terjadi kebocoran dalam realisasi penerimaan pajak
dan penyetoran uang pajak ke kas negara, terutama yang dilakukan aparatur perpajakan melalui
berbagai skandal mafia dan korupsi pajak yang semakin marak pada dewasa ini. Mengacu pada
data skandal mafia dan korupsi pajak yang dipaparkan di atas menunjukan bahwa korupsi pajak
merupakan tindak pidana ekonomi yang menggurita karena dampaknya dapat menggoyahkan
sendi-sendi kehidupan perekonomian nasional, terganggunya redistribusi pendapatan, dan upaya
peningkatan kesejahteraan rakyat.8 Dari pengaturan sistem pemungutan pajak tersebut jelaslah
bahwa pajak mempunyai kedudukan yang sangat penting sebagai sumber utama pendapatan
negara. Untuk itu karakter pungutan pajak merupakan pungutan yang “memaksa”, namun
demikian harus dilaksanakan berlandaskan pada ketentuan Undang-Undang. Dengan demikian,
jika seseorang atau badan (korporasi) sebagai wajib pajak atau penanggung pajak tidak
membayar pajak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, maka sebagai implikasi
hukumnya dapat dikenakan sanksi. Bahkan dalam UU KUP, sanksi terhadap pelanggaran hukum
pajak (tax evasion) juga dapat dikenakan pada pihak ketiga dan petugas pajak yang dalam
melaksanakan tugasnya melanggar ketentuan peraturan perpajakan ataupun ketentuan lain yang
terkait (dalam hal ini KUHP dan UU Tindak Pidana Korupsi). Sejak reformasi pajak
diundangkan pada Tahun 1983, norma pengaturan sanksi atas pelanggaran pajak (baik sanksi
administrasi/non penal maupun sanksi pidana/penal) menjadi semakin banyak jenisnya dan juga
semakin berat jumlahnya. Namun demikian pelanggaran hukum pajak, baik berupa pelanggaran

5
Erly Suandy, 2002, “Hukum Pajak”, Jakarta: PT Salemba Empat, hlm.13.
6
Hadi Irawan, 2003, “Pengantar Perpajakan”, Malang, Bayumedia, hlm.10. Lihat juga, Bohari, 2005, “Pengantar
Hukum Pajak”, Jakarta: PT Rajawali Pers, hlm. 17.
7
Rachmat Soemitro, 1996, “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”, Bandung; PT Eresco, hlm.22.
8
Robert A Simanjuntak, 2002, “Implementasi Desentralisasi Fiskal: Problema”, Prospek, dan Kebijakan, Jakarta,
LPEMUI, hlm.34.
administrasi maupun pelanggaran terhadap ketentuan pidananya, tampaknya semakin meningkat
dan seringkali mengakibatan kerugian keuangan negara yang sangat besar. Meskipun dalam
kasus pelanggaran hukum pajak yang terjadi, termasuk dua kasus besar tersebut, telah diputus
dengan sanksi pidana dan denda administrasi yang berat namun kasuskasus pelanggaran hukum
pajak tampaknya cenderung meningkat dengan modus operandi yang semakin kompleks.
Sementara itu dikalangan beberapa ahli hukum pajak dan ahli hukum pidana mempermasalahkan
kecenderungan penerapan sanksi pidana yang cenderung meningkat dan semakin berat tanpa
dibarengi dengan penurunan jumlah kejahatan di bidang perpajakan. 9 Prinsip utama
penyelesaian tindak pidana melalui pendekatan restoratif merupakan suatu penyelesaian yang
bukan hanya sekedar alat untuk mendukung seseorang untuk melakukan kompromi terhadap
terciptanya kesepakatan, tetapi pendekatan yang dimaksud harus mampu menembus ruang hati
dan pikiran para pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian dalam rangka memahami makna
dan tujuan dilakukannya suatu pemulihan dan bentuk sanksi yang diterapkan adalah sanksi yang
bersifat memulihkan atau mencegah. Dengan demikian, pendekatan restoratif tersebut
sesungguhnya tidak hanya dapat diterapkan dalam perkara perdata saja, tapi juga dalam perkara
administrasi dan perkara pidana, sebagaimana dapat terjadi juga dalam perkara di bidang
perpajakan. Tulisan ini difokuskan pada 2 (dua) isu hukum berikut ini: (1) Prinsip-prinsip
restorative justice dalam penegakan hukum; dan (2) Implementasi prinsipprinsip restorative
justice tersebut dalam penegakan hukum pajak di Indonesia, melalui upaya penagihan pajak,
pemeriksaan pajak, serta penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.10

PEMBAHASAN
IMPLEMENTASI PENEGAKAN HUKUM DALAM HUKUM PAJAK
Masalah penegakan hukum merupakan masalah yang tidak pernah henti-hentinya
dibicarakan. Perkataan penegakan hukum mempunyai konotasi menegakkan, melaksanakan
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat, sehingga dalam konteks yang lebih
luas penegakan hukum merupakan kelangsungan perwujudan konsep-konsep abstrak yang
menjadi kenyataan. Hukum tidak bersifat mandiri, artinya ada faktor-faktor lain yang erat
hubungannya dengan proses penegakan hukum yang harus diikutsertakan, yaitu masyarakat dan
aparat penegak hukum. Untuk itu hukum tidak lebih hanya ide-ide atau konsep-konsep yang
mencerminkan didalamnya apa yang disebut keadilan, ketertiban dan kepastian hukum yang
dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencapai tujuan
tertentu. Penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, namun
terdapat juga faktor-faktor yang menghambat antara lain sebagai berikut:
1. Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum) Praktek menyelenggaraan penegakan
hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan.
Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak
sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
Oleh karena itu suatu tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum
merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan tersebut tidak
bertentangan dengan hukum. Demikian tidak berarti setiap permasalahan sosial hanya
9
Romli Atmasasmita, “Kejahatan Korporasi”, Kompas, Jakarta, 21 Januari 2013, h. 6.
10
Sarwirini.,Artikel., IMPLEMENTASI RESTORATIVE JUSTICE DALAM PENEGAKAN HUKUM PAJAK.
https://e-journal.unair.ac.id/YDK/article/download/378/212 (di akses 6 november 2019 pukul 22:18, hlm 4)
dapat diselesaikan oleh hukum yang tertulis, karena tidak mungkin ada peraturan
perundang-undangan yang mengatur seluruh tingkah laku manusia, yang isinya jelas bagi
setiap warga masyarakat yang diaturnya dan serasi antara ketentuan untuk menerapkan
peraturan dengan perilaku yang mendukung. 2. Faktor penegak hukum Salah satu kunci
dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari
penegak hukumnya sendiri. Dalam kerangka penegakan hukum dan implementasi
penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebejatan.
Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam rangka
penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus
dinyatakan, harus terasa dan terlihat serta harus diaktualisasikan. 3. Faktor sarana dan
fasilitas yang mendukung Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga
manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang
memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan
hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin
menjalankan peranannya sebagaimana mestinya. 4. Faktor masyarakat Masyarakat
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum. Sebab
penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam
masyarakat. Bagian yang terpenting dalam menentukan penegak hukum adalah kesadaran
hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin
memungkinkan penegakan hukum yang baik. Sebaliknya semakin rendah tingkat
kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegakan
hukum yang baik. Adanya kesadaran hukum masyarakat yang memungkinkan
dilaksanakannya penegakan hukum, menurut Baharudin Lopa seseorang baru dapat
dikatakan mempunyai kesadaran hukum, apabila memenuhi hukum karena
keikhlasannya, karena merasakan bahwa hukum itu berguna dan mengayominya. Dengan
kata lain, hukum dipatuhi karena merasakan bahwa hukum itu berasal dari hati nurani. 5.
Faktor Kebudayaan Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat.
Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang
menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian
antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan
semakin mudahlah dalam menegakannya. Sebaliknya, apabila peraturan-peraturan
perundang-undangan tidak sesuai atau bertentangan dengan kebudayaan masyarakat,
maka akan semakin sukar untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan hukum
tersebut.11
Penegakan Hukum memiliki 3 (tiga) unsur yang harus diperhatikan, yaitu kepastian
hukum (rechtszicherkeit), keadilan (gerechtigkeit), dan kemanfaatan hukum (zweckmassigkeit).
Hukum tanpa keadilan adalah sia-sia dan hukum tanpa tujuan atau manfaat juga tidak dapat
diandalkan. Suatu hukum yang baik adalah hukum yang mampu menampung dan membagi
keadilan pada orang-orang yang diaturnya. Sedangkan menurut John Rawls terdapat 2 (dua)
prinsip keadilan, yaitu “first, each person is to have an equal right to the most extensive basic
liberty compatible with a similar libery for others; second, social and economic inequalities are
to be arranged so that they are both (a) reasonably expected to be everyone’s advented and (b)
attached a positions and offices open all”. Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
aspek keadilan yang dilandaskan dalam rangka menjamin persamaan hak memegang peranan
yang sangat penting dalam penegakan hukum. Sedangkan salah satu konsep keadilan yang aktual
11
Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1986. hlm.8-11
menjadi bahan kajian hukum saat ini adalah restorative justice, yang berdasarkan Restorative
justice consortium. Dengan berpedoman pada nilai musyawarah dan mufakat tersebut penegakan
hukum di Indonesia seharusnya mengedepankan digunakannya penyelesaian sengketa atau
konflik hukum dengan cara mengakomodasikan berbagai kepentingan para pihak dalam
kedudukan yang sejajar dalam rangka mencarikan suatu solusi yang tepat dan ditrima untuk
semua pihak. 12Mekanisme tersebut nota bene susuai dengan penegakan hukum yang dilakukan
dalam masyarakat adat, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain, seperti suku-suku
bangsa asli di Australia (suku bangsa Aborogin) dan di Selandia Baru (suku bangsa Maori).
Menurut Strang dan Braithwaite, filosofi keadilan restoratif berdasarkan pada prinsipprinsip
healing and respectful dialogue, forgiveness, responsibility, apology and making amends.
Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip restorative jusyice tersebut, maka dialog/ komunikasi
dan hubungan yang saling menghargai harus lebih dahulu dikedepankan dalam proses penegakan
hukum daripada proses yang formal. Dengan kata lain lebih baik ditempuh suatu upaya persuasi
daripada penjatuhan sanksi, apalagi pada jenis sanksi pidana. Mengingat pada dasarnya saksi
pidana itu berkarakter ultimum remedium, kecuali pada kasus-kasus khusus bisa berubah
menjadi primum remedium.13 Sementara itu, menurut John Braithwaite, supaya proses
penegakan hukum pajak berjalan efektif dan efesien, kegiatan rekonsiliasi (sebagai salah satu
nilai dasar restorative justice) seharusnya diatur secara rinci dan diimplementasikan dalam
praktek perpajakan. 14 Jika apatur pajak menyalahgunakan kewenangannya dapat dikenai sanksi
administrasi, sanksi perdata, sampai pada sanksi pidana berdasarkan KUP, KUHP, ataupun
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Demikian juga jika wajib pajak
melakukan pelanggaran hukum pajak, maka terhadap wajib pajak yang bersangkutan dapat
dikenai sanksi administrasi, sanksi perdata, maupun sanksi pidana. Terkait dengan sanksi pidana
tersebut, sesungguhnya sanksi pidana merupakan ultimum remedium, artinya seharus sanksi
pidana diterapkan terakhir jika sanksi-sanksi jenis lain tidak berlaku efektif. Dengan demikian
dalam penagihan pajak yang diutamakan sesungguhnya adalah bagaiman cara uang pajak masuk
ke kas negara dibandingkan dengan penerapan sanksi (retributif). Menurut Lawrence M.
Friedman, untuk menganalisis masalah penegakan hukum, perlu diperhatikan 3 (tiga) komponen
sistem hukum, yakni: 1. Komponen yang disebut dengan struktur. Ia adalah kelembagaan yang
diciptakan oleh sistem hukum seperti pengadilan negeri, pengadilan administrasi yang
mempunyai fungsi untuk mendukung bekerjanya sistem hukum itu sendiri. Komponen struktur
ini memungkinkan pemberian pelayanan dan penggarapan hukum secara teratur. 2. Komponen
substansi yaitu berupa norma-norma hukum, baik itu peraturan-peraturan, keputusan-keputusan
dan sebagainya yang semuanya dipergunakan oleh para penegak hukum maupun oleh mereka
yang diatur. 3. Komponen hukum yang bersifat kultural. Ia terdiri dari ide-ide, sikap-sikap,
harapan dan pendapat tentang hukum. Kultur hukum ini dibedakan antara internal legal culture,
yakni kultur hukumnya lawyers dan judged’s, dan external legal culture yakni kultur hukum
masyarakat pada umumnya.17 Ketiga komponen tersebut saling menentukan satu sama lainnya,
demikian juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Oleh karena itu penegakan hukum dalam
penerapan hukum pajak haruslah di terapkan berdasarkan peraturan yang berlaku sesuai dengan
aturan hukum positif dan asas-asas hukum yang berlaku di negara yang menerapakn aturan

12
Sarwirini.,Op., cit Hlm 5
13
Ibid., Hlm 7
14
John Braithwaite, 2002, Restorative justice & Responsive Regulation, Oxford University Press, New York, h. 40.
tersebut.15 Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan di atas, dapat dikemukakan bahwa aplikasi
kebijakan dan formulasi yang dapat dilakukan agar mafia dan korupsi pajak dapat diberantas
secara tuntas, dapat dilakukan hal-hal berikut: a. Penerapan sanksi pidana terhadap pelanggaran
dan kejahatan bidang perpajakan seharusnya mengacu pada undang-undang perpajakan yang
memberikan sanksi yang lebih berat daripida ketentaun yang terdapat dalam KUHP atau undang-
undang lainnya. Misalnya, dalam Pasal 39 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga
atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tetang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, disebutkan
bahwa ancaman pelaku kejahatan bidang perpajakan diancam dengan pidana penjara
selamalamanya 6 tahun dan atau denda sebanyak-banyaknya empat kali jumlah pajak yang
kurang atau tidak dibayar atau dikorupsi, serta bagi pelaku pengulangan kejahatan maka
ancaman pidananya dilipatkan dua kali. Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa hukuman
terhadap mafia dan korupsi pajak bersifat ultimum remedium agar dapat membuat jera terhadap
pelaku tindak pidana korupsi pajak maupun sebagai preventif bagi masyarakat pada umumnya. b.
Ketentuan keberatan pajak dan peradilan banding di bidang perpajakan yang selama ini ditangani
dan diselesaikan oleh internal Direktorat Jendral Pajak, perlu direformasi dengan dibentuk
Lembaga Peradilan Pajak yang netral, yang tidak melibatkan pegawai Direktorat Jenderal Pajak
sebagai “hakim” peradilan pajak. Dengan demikian perlu dibentuk undangundang yang
mengatur peradilan pajak yang bersifat lebih mandiri, merdeka, dan mencerminkan rasa keadilan
bagi masyarakat secara luas.16

KESIMPULAN
Dalam aspek penegakan hukum pajak tidak terlepas dari teori yang dikemukakan oleh gustav
radbruch, dimana hukum itu akan mencapai tujuan apabila memiliki tiga unsur yaitu: 1.
Kepastian 2. Keadilan 3. Kemanfaatan. Jika unsur tersebut terpenuhi maka hukum yang
dihasilkan akan sesuai dengan kehendak masyarakat. Oleh karena itu penegakan hukum dalam
hukum pajak tidak terlepas dari partisipasi masyarakat yang menjadikan hukum itu sebagai
sarana pencegahan dan pemulihan keadaan yang terjadi dalam aspek hukum pajak. Adapun
beberapa faktor yang membuat pelaku kejahatan korupsi sulit untuk di ungkapkan antara lain :
a. Faktor-faktor yang mengakibatkan korupsi di bidang perpajakan sulit diungkapkan adalah
sebagi berikut
1. Aspek substansial, bahwa sebagian besar peraturan perundang- undangan yang disahkan
oleh Pemerintah Indonesia memberi ruang dan peluang kepada aparatur publik untuk melakukan
korupsi dan pungutan liar guna memperkaya diri sendiri dan koleganya dengan cara yang tidak
sah
2. Aspek struktural, yakni struktur didalam birokrasi institusi perpajakan yang tidak transparan,
sehingga memungkinkan aparatur di dalamnya melakukan korupsi pajak yang harus disetor ke
kas negara.
3. Aspek Kultural, yakni lemahnya nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan sosial. Di mana nilai
nilai kejujuran dan integritas personal dan sosial sulit ditemukan dalam masyarakat.
b. Aplikasi kebijakan dan formulasi hukum yang harus dilakukan agar korupsi pajak dapat
diberantas secara tuntas, dapat dilakukan hal-hal berikut :

15
SONDANG EDWARD SITUNGKIR, Artikel https://media.neliti.com/media/publications/210024-penegakan-
hukum-bidang-perpajakan-dalam.pdf Hlm 22-23 (di akses 6 november 2019, pukul 23: 29)
16
Sarwirini.,Op., cit Hlm 9
1. Penerapan Sanksi Pidana terhadap pelanggaran dan kejahatan bidang perpajakan hendaknya
mengacu pada undang-undang perpajakan yang memberikan sanksi yang lebih berat daripada
sanksi yang terdapat dalam KUHP atau undang-undang lainnya. Misalnya, dalam Pasal 39 UU
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tetang
Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan,
2. Ketentuan Keberatan Pajak dan peradilan banding di bidang perpajakan yang selama ini
ditangani dan diselesaikan oleh internal Direktorat Jenderal Pajak, perlu direformasi dengan cara
dibentuk lembaga peradilan pajak yang netral, sehingga perlu disusun undang-undang yang
mengatur peradilan pajak yang bersifat lebih mandiri, merdeka, dan mencerminkan rasa keadilan
masyarakat secara luas.

DAFTAR PUSTAKA
Dwi Sulastyawati, Artikel, Hukum Pajak dan Implementasinya Bagi Kesejahteraan Rakyat, di
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/salam/article/downloadSuppFile/1530/106

Dwi Sulastyawati, Op.cit., hlm 2


Lihat juga di www.anggaran.depkeu.go.id

Erly Suandy, 2002, “Hukum Pajak”, Jakarta: PT Salemba Empat, hlm.13.


Hadi Irawan, 2003, “Pengantar Perpajakan”, Malang, Bayumedia, hlm.10. Lihat juga, Bohari,
2005, “Pengantar Hukum Pajak”, Jakarta: PT Rajawali Pers, hlm. 17.
Rachmat Soemitro, 1996, “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”, Bandung; PT Eresco, hlm.22.
Robert A Simanjuntak, 2002, “Implementasi Desentralisasi Fiskal: Problema”, Prospek, dan
Kebijakan, Jakarta, LPEMUI, hlm.34.

Romli Atmasasmita, “Kejahatan Korporasi”, Kompas, Jakarta, 21 Januari 2013, h. 6.


Sarwirini.,Artikel., IMPLEMENTASI RESTORATIVE JUSTICE DALAM PENEGAKAN
HUKUM PAJAK.
https://e-journal.unair.ac.id/YDK/article/download/378/212
Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rineka Cipta.
Jakarta. 1986. hlm.8-11
John Braithwaite, 2002, Restorative justice & Responsive Regulation, Oxford University Press,
New York, h. 40.
SONDANG EDWARD SITUNGKIR, Artikel
https://media.neliti.com/media/publications/210024-penegakan-hukum-bidang-perpajakan-
dalam.pdf Hlm 22-23
Muhammad Zainul Arifin, Understanding The Role Of Village Development Agency In Decision
Making, Kader Bangsa Law Review, http://ojs.ukb.ac.id/index.php/klbr ,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

Muhammad Zainul Arifin, The Theft Of Bank Customer Data On Atm Machines In Indonesia,
International Journal of Mechanical Engineering and Technology (IJMET),
http://www.iaeme.com/MasterAdmin/UploadFolder/IJMET_10_08_018/IJMET_10_
08_018.pdf , https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

Muhammad Zainul Arifin, Implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2016
Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Negara (Studi Kasus Desa Datar Balam Kabupaten Lahat), Jurnal Fiat Justicia,
http://journal.ukb.ac.id/journal/detail/288/implementasi-peraturan-pemerintah-pp--
nomor-8-tahun-2016-tentang-dana-desa-yang-bersumber-dari-anggaran-pendapatan--
dan-belanja-negara--studi-kasus-desa-datar-balam-kabupaten-lahat ,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

Muhammad zainul Arifin, Penerapan Prinsip Detournement De Pouvoir Terhadap Tindakan


Pejabat Bumn Yang Mengakibatkan Kerugian Negara Menurut Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Jurnal Nurani,
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Nurani/article/view/2741/2070 ,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

Muhammad Zainul Arifin, Korupsi Perizinan Dalam Perjalanan Otonomi Daerah Di Indonesia,
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum,
http://www.lexlibrum.id/index.php/lexlibrum/article/view/138/pdf ,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

Muhammad Zainul Arifin, Pengelolaan Anggaran Pembangunan Desa Di Desa Bungin Tinggi,
Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan,
Jurnal Thengkyang,
http://jurnaltengkiang.ac.id/jurnal/index.php/JurnalTengkhiang/issue/view/1/Halama
n%20%201-21 ,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

Muhammad Zainul Arifin, Peran Badan Koordinasi Penanaman Modal Dalam Memfasilitasi
Kegiatan Investasi Asing Langsung Terhadap Perusahaan Di Indonesia, Jurnal
Nurani, http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Nurani/article/view/2740/2072,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

Muhammad Zainul Arifin, Suatu Pandangan Tentang Eksistensi Dan Penguatan Dewan
Perwakilan Daerah, Jurnal Thengkyang,
http://jurnaltengkiang.ac.id/jurnal/index.php/JurnalTengkhiang/article/view/6/4 ,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

Muhammad Zainul Arifin, Kajian Tentang Penyitaan Asset Koruptor Sebagai Langkah
Pemberian Efek Jera, Researchgate.net,
https://www.researchgate.net/publication/333701113_KAJIAN_TENTANG_PENYI
TAAN_ASSET_KORUPTOR_SEBAGAI_LANGKAH_PEMBERIAN_EFEK_JER
A_Oleh , https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

Muhammad Zainul Arifin, Freeport Dan Kedaulatan Bangsa,


https://www.academia.edu/38881838/Freeport_Dan_Kedaulatan_Bangsa,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

Muhammad Zainul Arifin, Memulai Langkah Untuk Indonesia, Researchgate,


https://www.researchgate.net/publication/333700909_MEMULAI_LANGKAH_UN
TUK_INDONESIA_1,
https://scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
https://unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
https://www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai