Anda di halaman 1dari 10

BAB 9.

Pandangan Behavioris tentang Belajar

A. Lima asusmsi dasar pandangan behavioris tentang belajar dan


aplikasinya pada praktik diruang kelas.

Ormrod (2003:300) mengemukakan bahwa ada lima asumsi dasar mengenai belajar
menurut pandangan behaviorisme yakni;

1. Sebagian besar prilaku orang diperoleh dari pengalaman karena rangsangan dari
lingkungan

2. Belajar merupakan hubungan berbagai peristiwa yang dapat diamati yakni


hubungan antara stimulus dan respon

3. Belajar memerlukan suatu perubahan prilaku

4. Belajar paling mungkin terjadi ketika stimulus dan respon muncul pada waktu
berdekatan

5. Banyak spesies, termasuk manusia belajar dengan cara -cara yang hampir sama.

ASUMSI IMPLIKASI CONTOH


PENDIDIKAN
Pengaruh lingkungan Mengembangkan Ketika seorang siswa
lingkungan kelas yang sering mengalami kesulitan
memelihara prilaku yang dalam mengerjakan tugas
diinginkan sekolah maka pujilah siswa
tersebut secara santun
(tidak menyolok) ketika
dia sudah menyelesaikan
tugasnya tanpa peringatan
Fokus pada peristiwa Identifikasi stimulus Jika seorang siswa sering
yang dapat diamati khusus ( termasuk terlibat prilaku yang
prilakumu sendiri) yang mengganngu dalam kelas ,
dapat mempengaruhi pertimbangkan apakah
prilaku yang ditanpakan anda mungkin sedang
siswa mendorong prilaku
tersebut dengan memberi
perhatian setiap prilaku itu
muncul
Belajar sebagai perubahan Jangan beranggapan bahwa Cari bukti konkrit bahwa
prilaku belajar dapat terjadi belajar telah terjadi lebih
kecuali jika siswa dari sekedar asumsi bahwa
menampakkan suatu siswa telah belajar dengan
perubahan penampilan di sederhana karena mereka
kelas mengatakan bahwa mereka
sudah memahami apa yang
mereka pelajari
Persambung an peristiwa Jika anda menginginkan Masukan kegiatan
siswa anda pendidikan yang belum
mengasosiasikan dua disenangi kedalam jadwal
peristiwa (stimulus harian sebagai suatu cara
dan/atau respon) satu sama membantu siswa
lain, pastikan peristiwa- mengasosiasikan mata
peristiwa tersebut muncul pelajaran dengan perasaan
berdekatan yang dapat menyenangkan

Kemiripan prinsip- Ingat bahwa penelitian Perkuat siswa yang hiper


prinsip belajar lintas dengan spesies yang bukan aktif untuk duduk tenang
spesies manusia sering memiliki dalam jangka waktu yang
hubungan dalam praktik di lama berturut-turut
kelas

B. Memperoleh respons tak sadar melalui kondisioning klasik; dan


membantu siswa mengatasi respons emosional yang terkondisi secara
klasik, yang mengganggu performanya di dalam kelas.

A. Pengkondisian Klasik

Teori belajar Behaviorime mencakup pembiasaan klasik,koneksionisme


Thorndike dan Pengkondisian Operant. Sebuah karya tulis Ivan Pavlov
( 1849-1936) yang terkenal mengenai refleks yang dikondisikan
( conditioned reflexes ) (1927) berpengaruh besar terhadap kemunculan
psikologi behaviorisme. Kajian-kajiannya Ivan Pavlov mengenai
pencernaan binatang telah membawanya pada suatu temuan penting dalam
bidang psikologi. Temuan tersebut disebut dengan “Refleks yang
dikondisikan” (conditioned reflexes)11. Dalam eksperimennya tersebut
dikemukakan bahwa “Keinginan anjing untuk makan menyebabkan air
liurnya mengalir”. Perlu dicatat bahwa teori pembiasaan klasik atau
classical conditioning berkembang berdasarkan hasil eksperimen ini.
Pavlov meneliti mengenai munculnya kelenjer pangkreas (sekresi) dalam
perut pertama-tama dipicu oleh anjing mengunyah atau melihat makanan,
bukan karena karena adanya makanan yang memasuki perut. Ia mencatat
bagaimana sekresi antisipatoris ini menunjukan aspek paling menarik
dalam proses pencernaan. Untuk mempelajari hal itu iapun berfokus pada
bagian lain dari pencernaan anjing, yakni sekresi kelenjer liur dalam
mulut, yang bisa diukur melalui operasi yang lebih sederhana, Pavlov
memasang pipa pada kelenjer liur di mulut anjing. Ketika Pavlov
menyodorkan makanan kepada seekor anjing yang telah dipasang pipa di
dalam mulutnya, tetesan air liurpun mengalir melalui pipa itu masuk ke
sebuah wadah. Tetesan air liur ternyata juga menunjukkan respon anjing
terhadap stimuli selain makanan di dalam laboraturium Pada dasarnya
classical conditioning adalah suatu teori yang menjelaskan bagaimana kita
kadangkala mempelajari respon-respon yang baru sebagai sebuah hasil
dari dua stimulus atau lebih yang muncul hampir pada waktu yang sama12
Pavlov mengemukakan bahwa hukum-hukum pengkondisian bisa
dijelaskan oleh kegiatan timbal balik dari dua proses utama di dalam otak:
eksitasi dan inhibisi. Eksitasi adalah proses pembangkitan, proses yang
cendrung membuat respon terjadi, sementara inhibisi adalah prosess
penekanan yang cendrung mencegah terjadinya respon. Dengan demikian
eksitasi dan inhibisi beroperasi dengan cara saling bertentangan. Diantara
keduanya, eksitasi memainkan peran yang jauh lebih besar dalam
menciptakan pengkondisian, namun inhibisi bisa menjelaskan bagaimana
berlangsungnya pengkondisian dalam hal-hal khusus13 Dalam temuanya
Ivan Pavlov menyimpulkan bahwa US ( Unconditioned Stimulus atau
ransangan alami) akan melahirkan UR (Unconditioned Response) respon
alami. Bila kita berikan hidangan makanan maka akan menyebabkan air
liur anjing mengalir. Jika hanya diberikan ransangan semata ( NS,Neutral
Stimulus) misalnya berupa bunyi, maka anjing tidak akan memberikan
respon ( tidak mengeluarkan air liur). Kemudian dilakukan eksperimen
berkali-kali yakni Anjing diberi makan setelah adanya bunyi bell
( NS+US, Neutral + Unconditioned Stimulus), akibatnya anjing
mengeluarkan air liur. Proses pembiasaan pemberian respon dengan
makanan yang diikuti dengan bunyi bell yang mengakibatkan keluarnya
air liur anjing adalah proses pembentukan pembiasaan prilaku
Pada akhirnya ketika bell dibunyikan tanpa disertai makanan maka anjing
tetap mengeluarkan air liurnya. Anjing mengasosiasikan bahwa setiap
bunyi bell pasti dibarengi dengan makanan. Respon anjing mengeluarkan
air liur setelah mendengarkan bunyi bell disebut dengan refleks yang
dikondisikan. Temuan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: US
(Unconditioned Stimulus /Stimulus Alami) melahirkan UR
( Unconditioned
. Response / Respon Alami). Air LiurMakanan NS ( Neutral
Stimulus /rangsangan semata) tidak menghasilkan respon.
. Tak ada respon.Bunyi semata NS + US (Neutral + Unconditioned
Stimulus/ Stimulus Netral dan Alami)
. menghasilkan UR (Unconditioned Response/ Respon Alami). Air
liurBunyi disertai makanan CS ( Conditioned Stimulus/ Stimulus yang
dikondisikan ) menghasilkan CR
. (Conditioned Response/Respon yang sudah dikondisikan) Air
liurBunyi semata

a) Penerapan Teori Pengkondisian Klasik Dalam kelas Melalui proses


pengkondisian klasik,
manusia dan binatang dapat belajar memberikan respon secara otomatis
kepada satu stimulus yang pada ketika tidak memiliki efek ataupun
memiliki satu efek yang sangat berbeda pada mereka. Respon yang
dipelajari mungkin merupakan reaksi emosional, seperti takut atau senang,
atau respon psikologis, seperti ketegangan otot. respon tak sengaja ini
pada dasarnya dapat dikondisikan, atau dipelajari, sehingga akan tampak
otomatis dalam situasi-situasi tertentu. Dengan melihat pada eksperimen
awal mengenai pengkondisian klasik akan membatu membuat jenis proses
pembelajaran di kelas. Anda mungkin heran apa hubungan keluarnya air
liur anjing dengan pembelajaran di kelas. Terdapat sejumlah alas an
mengapa penelitian yang dilakukan dengan binatang dapat diakui. Dengan
menggunakan binatang kemungkinan untuk mengisolasi efek beberapa
variable pada proses pembelajaran. Juga, binatang tidak memiliki
kekhawatiran mengenai seberapa baik mereka melakukan atau mencoba
untuk lebih memintari peneliti, yang merupakan cara yang sering
dilakukan oleh manusia. Temuan Pavlov dan mereka yang mengkaji
pengkondisian klasik setidaknya memiliki dua implikasi bagi guru.
Pertama, tidak mungkin bahwa banyak dari reaksi emosi kita atas berbagai
situasi dipejari secara khusus dengan pengkondisian klasik. Kedua.
Prosedur yang didasarkan pada pengkondisian klasik dapat digunakan
untuk membantu orang mempelajari respon emosional yang lebih adaptif.
Contoh. Orang dapat belajar untuk mengurangi ketakutan dan kegelisahan
dalam situasi yang mengancamnya, seperti berbicara di depan umum atau
mengerjakan tes. Emosi dan sikap juga fakta dan ide dipelajari di kelas,
dan kadangkala pembelajaran emosional ini dapat masuk dalam
pembelajaran akademis. Beberpa contoh pengkondisian klasik dalam
kelas. Contoh yang tidak diinginkan oleh semua orang yaitu seorang
pelajar takut atau benci sekolah setelah mengalami pengalaman
menakutkan di sekolah. Atau contoh lain yang diinginkan. Ketika seorang
siswa sering mengalami keberhasilan di sekolah, maka mereka mungkin
akan memberikan respon pada tugas belajar baru dengan penuh percaya
diri bukan gelisah. Siswa yang relative berhasil dalam pembelajaran
aljabar biasanya akan menghadapi subyek baru seperti geometri dengan
sikap yang lebih santai. Sebaliknya siswa yang mengalami kesulitan
dalam pembelajaran al-jabar akan berkeringat dingin ketika meghadapi
pelajaran geometri.
b) Keutamaan Teori Pengkondisian Klasik Beberapa keutama
pengkondisian klasik ( Elliot:2000:204) yaitu:

1) Penyamarataan stimulus ( stimulus generalization), 2) Pembedaan


(discrimination ), 3) Penghapusan (Extinction) 1) Generalisasi peransang
Dalam kamus psikologi karangan J.P Chaplin Generalisasi peransang berarti
prinsip yang menyatakan bahwa apabila subjek telah dikondisikan untuk
memberikan reaksi terhadap satu stimulus, maka perangsang yang mirip akan
dibagkitkan pula. Generalisasi peransang mengacu pada proses respon yang
dikondisikan berpindah ke perangsang lain yang mirip dengan ransangan yang
dikondisikan yang asli. Santrock (2006: Contoh, dalam islam diajarkan bahwa
ketika orang membaca al-Qur’an maka yang mendengarkan harus diam, maka
ketika kita dalam suasana berisik lalu terdengar orang mengumandangkan
azan maka kita cendrung diam untuk mendengarkan bacaan tersebut dengan
khusuk. Bacaaan al qur’an memiliki kemiripan dengan lafaz azan yang sama-
sama berbahasa arab. Generalisasi stimulus adalah suatu proses yang terletak
pada pusat ‘transfer belajar’ di kelas. Kita menginginkan siswa kita mampu
menggunakan materi yang sudah mereka pelajari di kelas dalam kondisi yang
beragam. Misalnya remaja yang sudah belajar bahaya pergaulan bebas dan
narkoba melalui media tercetak maupun media visual maka diharapkan
terhindar dari pergaulan bebas dan narkoba meskipun ditawari oleh siapa saja
dan dimana saja. Ada dua fakta penting mengenai generalisasi yang perlu
dicatat, yaitu: 1. Sekali pengkondisian terhadap stimulus yang muncul, maka
efektifitasnya tidak terbatas pada stimulus tersebut. 2. Jika suatu stimulus
kurang mirip dengan yang aslinya, maka kemampuan untuk melahirkan suatu
respon menjadi berkurang. (Hulse, Egert, & Deese, 1980)15 . 2) Diskriminasi
Diskriminasi merujuk pada suatu proses yang kita pelajari tidak untuk
merespon stimulus-stimulus yang mirip dengan cara yang sama. Pembedaan
berbanding terbalik dengan generalisasi, dimana generalisasi bermaksud
merespon dengan cara yang sama terhadap dua stimulus yang berbeda,
sedangkan diskriminasi bermaksud merespon dengan cara berbeda dua
stimulus yang mirip. Kita dapat menggambarkan implikasi dalam ruangan
ruangan kelas. Misalnya siswa mempunyai masalah dalam belajar membaca
jika mereka tidak dapat menceritakan perbedaan garis lingkaran dengan garis
kurva, garis vertikal dengan garis horizontal, atau juga tidak dapat
memedakan antara huruf v dengan huruf u, tanda-tanda ini menandakan
bahwa siswa mempunyai masalah dalam membaca. Atau juga siswa tidak
dapat membedakan angka 21 dengan 12 atau angka 75 dengan 57. 3)
Ekstingsi (Extinction) Ekstingsi adalah suatu proses dimana respon yang
dikondisikan gagal atau hilang. Dalam eksperimennya Pavlov menemukan
bahwa dengan menghadirkan bunyi semata, akhirnya dia dapat menghapuskan
respon yang dikondisikan, dengan kata lain jika suatu ketika tak ada makanan
berbarengan bunyi bell, maka anjing akan berhenti mengeluarkan air liur
ketika hanya ada bunyi bell semata. Tentunya dilakukan berulang-ulang
Dalam dunia pendidikannya sering kita temui dalam pengalaman, misalnya
siswa senior memperingatka juniornya tentang guru “A” yang pemarah yang
akan mengajarnya pada tingkatan kelas berikutnya, hal ini menyebabkan
siswa junior jadi cemas, namun setelah beberapa minggu masuk dan berjumpa
dengan guru “A”.Ternyata guru “A” adalah seorang yang ramah dan
menyenangkan. Pada akhirnya rasa cemas dan takut siswa junior tersebut
berangsur hilang. Penganut behaviour tertarik mengikuti langkah Pavlov
dikarenakan respon siswa tersebut membentuk prilaku dengan sengaja.

C. Efek dari beragam jenis konsekuensi terhadap perilaku.


Skinner dan penguatan Skinner mengemukakan ada dua jenis penguatan yaitu
penguatan positive, penguatan negative dan hukuman.

Penguatan posisitiv ( Santrock,2001,245)


Perilaku konsekuensi Perilaku yang akan
datang
Siswa mengajukan Guru memuji siswa Siswa mengajukan lebih
pertanyaan yang bagus banyak pertanyaan yang
bagus

Penguatan Negatif

Perilaku Konsekuensi Perilaku yang akan


datang
Siswa menyerahkan tugas Guru berhenti Terjadi peningkatan
pada waktunya mengkritik siswa penyerahan tugas
sesuai waktu

Hukuman

Perilaku Konsekuensi Perilaku yang akan


datang
Siswa menyela Guru menegur Siswa berhenti menyela
(interupsi) guru (mengomeli) siswa (interupsi) guru

D. Aplikasi prinsip-prinsip behavioris guna mendorong perilaku yang sesuai


dan produktif sepanjang hari sekolah.

Aplikasi dan implikasi Pavlov yakin bahwa prinsip-prinsip pengkondisian


bisa digunakan menjelaskan bermacam–bermacam fenomena.

Adapun aplikasi dalam pembelajaran berdasarkan teori behavioristik, dalam


merancang kegiatan pembelajaran, adalah :
1. Menentukan tujuan pembelajaran.
2. Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk
mengidentifikasikan pengetahuan awal peserta didik.
3. Menentukan materi pembelajaran.
4. Memecah materi pembelajaran menjadi bagian – bagian kecil, meliouti
pokok bahasan, subpokok bahasan topik dan sebagainya.
5. Menyajikan materi pembelajaran.
6. Memberikan stimulus.
7. Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan peserta didik.
8. Memberikan penguatan baik yang positif maupun negatif, atau hukuman
9. Memberikan stimulasi baru.
10. Mengamati dan mangkaji respons yang diberikan pesrta didik.
11. Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman.
12. Demikian seterusnya.
13. Evaluasi hasil belajar

E. Ide behavioris, dan pendekatan sistematis bagi masalah perilaku


persisten.
F. Akomodasi latar belakang pribadi dan budaya serta kebutuhan khusus
siswa, dalam penerapan prinsip behavioris.

Anda mungkin juga menyukai