Anda di halaman 1dari 8

B.

Parmadie Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang«

Jurnal Studi Kultural (2015) Volume II No.1:50±57

Jurnal Studi Kultural


http://journals.an1mage.net/index.php/ajsk

Laporan Riset
Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang Budaya Pop
B. Parmadie
Program Doktoral Kajian Budaya Universitas Udayana Bali

Info Artikel Abstrak


Sejarah artikel:
Budaya dalam Cultural studies lebih didefinisikan secara politis ketimbang secara estetis. Objek kajian
Dikirim 13 Oktober 2015
dalam cultural studies (CS) bukanlah budaya yang didefinisikan dalam pengertian yang sempit, yaitu
Direvisi 18 November 2015
VHEDJDL REMHN NHDGLOXKXQJDQ HVWHWLV µVHQL WLQJJL¶ MXJD EXNDQ budaya yang didefinisikan dalam
Diterima 11 Desember 2015 pengertian yang sama-sama sempit, yaitu sebagai suatu proses perkembangan estetis, intelektual, dan
spiritual; melainkan budaya yang dipahami sebagai teks dan praktik hidup sehari-hari.
Kata Kunci:
Cultural Studies Lebih jauh menghadirkan sederetan teori dan metode yang telah digunakan dalam cultural studies untuk
Budaya pop melihat dan mengkaji budaya pop kontemporer. Pada tulisan ini lebih memfokuskan pada fenomena-
Televisi fenomena alat di sekitar kita seperti; televisi, fiksi, film, musik pop dan konsumsi masyarakat saat
ini.Fokus tulisan ini sudut pandang dan ruang kajian budaya (Cultural Studies) pada budaya pop ini
Fiksi
adalah pada aspek relasi budaya dan kekuasaan yang dapat dilihat dalam budaya pop.
Film
Musik Perlu pengkajian lebih mendalam tentang; Pertama, institusi-institusi yang memproduksi kesenian dan
kebudayaan. Kedua, formasi-formasi pendidikan, gerakan, dan faksi-faksi dalam produksi kebudayaan.
Ketiga, bentuk-bentuk produksi, termasuk segala manifestasinya. Keempat, identifikasi dan bentuk-
bentuk kebudayaan, termasuk kekhususan produk-produk kebudayaan, tujuan-tujuan estetisnya. Kelima,
reproduksinya dalam perjalanan ruang dan waktu. Dan keenam, cara pengorganisasiannya.

©2016 Komunitas Studi Kultural Indonesia.Diterbitkan oleh An1mage.All rights reserved.

1. Pendahuluan Cultural studies juga menganggap budaya itu bersifat politis


Tulisan ini memiliki tujuan ganda: pertama, mengantarkan dalam pengertian yang sangat spesifik, yaitu sebagai ranah
pembaca yang tertarik pada kajian budaya pop kontemporer; konflik dan pergumulan. Cultural studies dilihat sebagai
kedua, mengusulkan peta perkembangan cultural studies situs penting bagi produksi dan reproduksi hubungan sosial
melalui suatu pembahasan serangkaian teori dan metode dalam kehidupan sehari-hari.
untuk mengkaji budaya pop.
Cultural studies didasarkan pada Marxisme[1]. Marxisme
Cultural studies bukanlah sekumpulan teori dan metode menerangkan Cultural studies dalam dua cara fundamental.
yang monolitik. Cultural studies senantiasa merupakan Pertama, untuk memahami makna dari teks atau praktik
wacana yang membentang, yang merespons kondisi politik budaya, kita harus menganalisisnya dalam konteks sosial
dan historis yang berubah dan selalu ditandai dengan dan historis produksi dan konsumsinya.
perdebatan, ketidaksetujuan, dan intervensi
Namun, walau terbentuk oleh struktur sosial tertentu dengan
Budaya dalam cultural studies lebih didefinisikan secara sejarah tertentu, budaya tidak dikaji sebagai refleksi dari
politis ketimbang secara estetis. Objek kajian dalam cultural struktur dan sejarah ini.Sejarah dan budaya bukanlah entitas
studies bukanlah budaya yang didefinisikan dalam yang terpisah.
pengertian yang sempit, yaitu sebagai objek keadiluhungan
HVWHWLV µVHQL WLQJJL¶ MXJD EXNDQ EXGD\D \DQJ GLGHILQLVLNDQ Asumsi kedua yang diambil dari Marxisme adalah
dalam pengertian yang sama-sama sempit, yaitu sebagai pengenalan masyarakat industrial kapitalis adalah
suatu proses perkembangan estetis, intelektual, dan spiritual; masyarakat yang disekat-sekat secara tidak adil, misalnya
melainkan budaya yang dipahami sebagai teks dan praktik saja garis etnis, gender, keturunan, dan kelas.
hidup sehari-hari.
Cultural studies juga menegaskan bahwa penciptaan budaya
SRS µSUDNWLN SURGXNVL¶ dapat menentang pemahaman
Û Peneliti koresponden: PGSD FKIP Universitas Bengkulu, Jl. WR. Supratman Kandang dominan terhadap dunia serta menjadi pemberdayaan bagi
Limun ± Bengkulu 38123. Mobile: +6281927373777| E-mail:
bepevanbencoeleen@gmail.com mereka yang subordinat.
Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 50
B. Parmadie Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang«
.
1.1.1. Televisi dan Ideologi Budaya Massa
Namun, bukan berarti bahwa budaya pop selamanya 6HULDO 79 'DOODV PHUXSDNDQ µRSHUD VDEXQ MDP WD\DQJ
memberdayakan dan menentang. Lebih jauh menghadirkan XWDPD¶ prime time di Amerika Serikat yang sukses dan
sederetan teori dan metode yang telah digunakan dalam ditonton lebih dari sembilan puluh negara di dunia pada
cultural studies untuk melihat dan mengkaji budaya pop awal 1980-an. Budaya pop merupakan produk dari
kontemporer. produksi komoditas kapitalis dan karenanya merupakan
subjek bagi hukum ekonomi pasar kapitalis.
1.1. Televisi
Televisi adalah suatu bentuk budaya pop akhir abad kedua Dalam serial TV tersebut, ada penggemar, ada pula
puluh.Televisi merupakan aktivitas paling populer di yang membenci. Para Pembenci Dallas menyitir
dunia.Wacana televisual memiliki tiga momen yang ideology dengan sangat jelas. Mereka
berbeda. mempergunakannya dalam dua cara: menempatkan
program secara negative VHEDJDL FRQWRK µEXGD\D
PDVVD¶ GDQ VHEDJDL VDODK VDWX FDUD
mempertanggungjawabkan serta mendukung
ketidaksukaan mereka terhadap program tersebut.

Ideologi populisme adalah ideology tentang


kepercayaan bahwa selera seseorang punya nilai yang
setara dengan orang lain. Ideologi populisme
menegaskan bahwa karena selera adalah suatu kategori
Citra 1.Ilustrasi televisi. otonom, yang terbuka secara terus-menerus bagi infleksi
Sumber:http://static.portaleducacao.com.br/arquivos/imagens_artigos/21112012211
446tv.jpg individu, sungguh tidak bermakna jika melontarkan
penilaian estetik berkenaan dengan preferensi orang
Pertama-tama, para professional media menggunakan lain.
wacana televisual dengan khusus tentang misalnya saja,
suatu SHULVWLZD VRVLDO \DQJ µPHQWDK¶ Kedua, segera Cultural studies, terutama cultural studies feminist,
sesudah makna dan pesan berada pada wacana yang mesti memutuskan hubungan dengan ideologi budaya
bermakna, yaitu sesudah makna dan pesan itu mengambil massa. Cultural studies feminist harus berjuang keras
bentuk wacana televisual, aturan formal bahasa dan PHODZDQ µSDWHUQDOLVPH EXGD\D PDVVD « >\DQJ GL VLWX@
ZDFDQD µEHEDV GLNHQGDOLNDQ¶ kauP SHUHPSXDQ « GLOLKDW VHEDJDL NRUEDQ SDVLI GDUL
pesan-pesan opera sabun yaQJ PHPSHUGD\DNDQ «
Pada momen ketiga, momen decoding yang dilakukan NHVHQDQJDQ >PHUHND@ « VDPD VHNDOL GLNHVDPSLQJNDQ¶
NKDOD\DN VHUDQJNDLDQ FDUD ODLQ GDODP PHOLKDW GXQLD µELVa
GHQJDQ EHEDV GLODNXNDQ¶ 6HRUDQJ NKDOD\DN WLGDN Kesenangan tidak seharusnya dikutuk sebagai kendala
GLKDGDSNDQ GHQJDQ SHULVWLZD VRVLDO µPHQWDK¶ PHODLQNDQ bagi tujuan feminist membebaskan kaum perempuan.
dengan terjemahan diskursif dari suatu peristiwa.
1.1.2. Dua Ekonomi Televisi
Dengan kata lain, makna dan pesan tidak sekedar John Fiske (1987) dalam Edgar, Andrew and Peter
ditransmisikan, keduanya senantiasa diproduksi: pertama Sedgwick [2] berpendapat bahwa komoditas budaya ±
oleh sang pelaku encoding GDUL EDKDQ µPHQWDK¶ NHKLGXSDQ termasuk televisi ± yang dari situ budaya massa tersebar
sehari-hari; kedua, oleh khalayak dalam kaitannya dengan dalam dua ekonomi sekaligus: ekonomi finansial dan
lokasinya pada wacana-wacana lainnya. Klarifikasi ekonomi kultural.
pemahaman tentang encoding/decoding menurut:
Ekonomi finansial terutama menaruh perhatian pada
1) Produksi pesan penuh makna dalam wacana TV nilai tukar, sedangkan ekonomi kultural terutama
senantiasa PHUXSDNDQ µSHNHUMDDQ¶ SUREOHPDWLV berfokus pada nilai guna ± µPDNQD NHVHQDQJDQ GDQ
LGHQWLWDV VRVLDO¶
2) Pesan dalam komunikasi sosial selalu bersifat
kompleks dalam hal struktur dan bentuk. )LVNH PHQHJDVNDQ µEDKZD NHNXDWDQ NKDOD\DN VHEDJDL
produsen dalam ekonomi kultural amatlah menHQWXNDQ¶
3) $NWLYLWDV µSHPHWLN PDNQD¶ GDUL SHVDQ MXJD .HNXDWDQ NKDOD\DN µEHUDVDO GDUL IDNWD EDKZD PDNQD
merupakan suatu praktik yang problematis, tidak beredar dalam ekonomi kultural dengan cara yang
EHWDSDSXQ WUDQVSDUDQ GDQ µQDWXUDO¶ WDPSaknya sama di mana kekayaan beredar dalam ekonomi
aktivitas itu. ILQDQVLDO¶

Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 51


B. Parmadie Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang«
.
Dua ekonomi Fiske beroperasi demi kepentingan pihak terkuak di dalam teks yang dibacanya dan dengan cara
petarung yang saling berlawanan: ekonomi finansial yang sama menghubungkannya pada suatu teks yang
cenderung mendukung kekuatan kerja sama dan berbeda, yang hadir sebagai ketidakhadiran yang
homogenisasi, sementara ekonomi kultural cenderung diperlukan pertama kali.
mendukung kekuatan perlawanan dan perbedaan.
Seperti pembacaan pertamanya, pembacaan kedua Marx
Pendekatan Fiske terhadap budaya pop ± termasuk mengandaikan eksistensi dua teks, dan pengukuran yang
televisi ± adalah pendekatan yang mengakui budaya pop pertama terhadap yang kedua. Namun apa yang
sebaJDL µVatu PHGDQ SHUWDUXQJDQ¶ GDQ ZDODXSXQ membedakan pembacaan ini dari pembacaan klasik
PHQJDNXL µNHNXDVDDQ WHUKDGDS NHNXDWDQ GRPLQDVL¶ adalah fakta bahwa pada pembacaan yang baru teks
MXVWUX PHPLOLK PHQJDUDKNDQ SHUKDWLDQQ\D SDGD µWDNWLN- kedua diartikulasikan dengan perubahan dalam teks
taktik populer yang dengan itu kekuatan-kekuatan ini di pertama.
atasL GLKLQGDUNDQ DWDX GLODZDQ¶
Melalui pembacaan simptomatik atas Smith, Marx
Dengan kata lain, pendekatan ini lebih memilih untuk PDPSX PHQJXNXU µSUREOHPDWLND \DQJ DZDOQ\D WDN
meneliti vitalitas dan kreativitas populer yang tampak yang terkandung dalam paradoks suatu jawaban
menggabungkan kebutuhan tetap tersebut. yang tidak sesuai dengan setiap pertanyaan yang
GLDMXNDQ¶
1.2. Fiksi
Dalam Culture and Environment, Paula Saukko. (2003) Oleh karena itu, membaca sebaris teks simptomatis
[3] menyalahkan fiksi populer karena menawarkan berarti melakukan pembacaan ganda: membaca teks
bentuk-bentuk diktif berupa µNRPSHQVDVL¶ GDQ µGLVWUDNVL¶ manifes terlebih dahulu, kemudian menghasilkan dan
Bentuk kompensasi ini merupakan kebalikan dari reaksi membaca teks yang laten, yaitu problematik.
itu sendiri, karena ia cenderung pada penolakan untuk
menghadapi realitas. 1.2.2. Bentuk-bentuk Pembacaan
Teks-teks fiksi populer tak lebih dari sekedar wadah-
Ada tiga pendekatan penting terhadap studi fiksi populer wadah ideologi, sebagai suatu alat yang menyenangkan
dalam cultural studies: pembacaan simptomatik, bentuk- senantiasa berhasil mentransmisikan ideologi dominan
bentuk pembacaan, dan pembacaan roman. dari industri-industri budaya kepada massa yang
dikorbankan dan termanipulasi.

Bennet dan Woollacott menolak padangan bahwa teks


menentukan pembacanya sendiri maupun pandangan
yang jelas bertentangan bahwa pembacalah yang
menghasilkan makna teks.

Mereka menyalahkan kedua pendekatan tentang bekerja


dengan ³pandangan metafisika terhadap teks´, karena
klaim pertama bahwa makna teks mendahului kondisi
Citra 2.Karya fiksi. Sumber: https://www.static-
pembacanya, dan yang kedua meskipun menerima
src.com/wcsstore/Indraprastha/images/catalog/full/grazera_grazera-dongeng- kemungkinan pembacaan yang bervariasi, sebaliknya
cinta-budaya-by-watiek-ideo-dan-fitri-kurniawan-buku-fiksi_full01.jpg
bersikeras bahwa pendekatan ini merupakan pembacaan
yang bervariasi terhadap teks yang sama.
1.2.1. Ideologi dan Pembacaan Simptomatik
Menurut Y.A. Piliang (2010) [4], wacana ideologis Bennet dan Woollacott [5] berpendapat bahwa teks
adalah sebuah sistem yang tertutup. Wacana ideologis maupun pembaca ³senantiasa telah diaktifkan secara
hanya bisa menyelesaikan sendiri problem-problem itu cultural´ sampai pada tingkat di mana perbedaan antara
sejauh ia bisa menjawab. subjek dan objek terus menerus kabur.

Supaya tetap aman di dalam batas-batas yang Dengan kata lain, teks dan konteks bukanlah momen-
ditentukannya sendiri, wacana ideologis harus tetap momen terpisah yang tersedia bagi analisis pada waktu
diam terhadap pertanyaan-pertanyaan yang yang berbeda. Teks dan konteks merupakan bagian dari
mengancamnya untuk keluar dari batas-batas ini. proses yang sama ± keduanya tak bisa dipisahkan:
Althusser mencirikan metode pembacaan Karl Max seseorang tak bisa memiliki teks tanpa adanya konteks,
DWDV NDU\D $GDP 6PLWK VHEDJDL µVLPSWRPDWLN¶ NDUHQD atau konteks tanpa teks.
pembacaan itu menguak peristiwa yang tak pernah
Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 52
B. Parmadie Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang«
.
1.2.3. Membaca Fiksi Romantis rendah dari pers dua pers lainnya. Pers populer
Narasi feminin cenderung mengambil salah satu dari beroperasi pada garis batas antara yang public dan yang
tiga kemungkinan posisi: penghinaan; kebencian; atau privat: gayanya yang sensasional, terkadang skeptic,
olok-olok yang sembrono. Bangkitnya feminism hampir tidak jarang bersungguh-sungguh secara moralistis;
paralel dengan pesatmya pertumbuhan popularitas fiksi ungkapannya populis; kelonggaran bentuknya
romantis. menampik perbedaan stilistik antara fiksi dan
documenter, antara berita dan hiburan.
Menurut Smithton, roman ideal adalah sesuatu di mana
perempuan cerdas dan independent dengan cita rasa Bagi pers, populer atau yang lainnya, untuk menjadi
humor yang bagus diluapi, sesudah banyak rasa curiga budaya pop ia harus diterima oleh rakyat; ia harus
dan ketidakpercayaan, dan sejumlah kekejaman dan memprovokasi percakapan dan memasuki sirkulasi dan
kekerasan, oleh cinta terhadap pria yang cerdas, lembut, resirkulasi oral.
dan pandai bercanda.
Majalah perempuan menarik pembacanya dengan
Yang selama hubungan mereka terjalin berubah dari memaknai kombinasi antara hiburan dan sarana yang
seseorang yang praterpelajar dan emosional menjadi berguna.Daya tarik ini ditata melalui serangkaian fiksi.
seseorang yang bisa peduli padanya dan memeliharanya
dengan cara yang secara tradisional kita akan Apa yang sungguh-sungguh dijual dalam fiksi-fiksi
mengharap hanya dari seorang perempuan kepada laki- majalah perempuan merupakan femininitas yang sukses
laki. dan karenanya menyenangkan. Majalah perempuan juga
PHQJRQVWUXNVL µNROHNWLYLWDV ILNVLRQDO¶ SHUHPSXDQ
Pemecahan terhadap roman yang ideal memberikan
keSXDVDQ VHJLWLJD \DQJ VHPSXUQD ³perlindungan 1.2.5. Membaca Budaya Visual
kebapakan, kepedulian ibu, dan cinta dewasa yang Karya awal Barthes mengenai budaya pop menaruh
bergairah´. SHUKDWLDQ SDGD SURVHV ³pemaknaan´, suatu cara yang
dengan itu makna-makna dihasilkan dan disirkulasikan.
1.2.4. Surat Kabar dan Majalah Pers Populer
Untuk memahami pers populer sebagai budaya pop, Pada level pemaknaan sekunder atau konotasilah apa
mari belajar dari kritikus Norwegia Jostein Gripsrud yang disebut ³mitos´ itu dihasilkan dan tersedia bagi
¶PHODPSDXL PRUDOLVPH WLGDN EHUJXQD \DQJ konsumsi. Melalui mitos, ideologi yang dipahami
kerap kali hadir dalam kritik-kritik terhadap pers sebagai sekumpulan gagasan dan praktik yang
SRSXOHU¶ mempertahankan secara aktif mempromosikan pelbagai
nilai dan kepentingan kelompok dominan dalam
Tujuan rersmi para jurnalis dan jurnalisme adalah masyarakat.
menyajikan informasi perihal dunia dan dengan
demikian merupakan suatu komitmen terhadap moda Ada tiga kemungkinan posisi pembacaan yang dari
analitis. Kendati demikian, pada praktiknya, moda ketiganya citra bisa dibaca.Yang pertama semata-mata
penuturan ceritalah yang paling sering dimainkan. melihat tentara kulit hitam yang memberi hormat pada
bendera sebagai ³contoh´Imperialisme Perancis, suatu
Perbedaan penting antara pers populer dan apa yang simbol bagi imperialisme.Yang kedua melihat citra
GLVHEXW VHEDJDL SHUV µEHUNXDOLWDV¶ DGDODK SHQJHUDKDQ sebagai ³DOLEL´ imperialisme Perancis. Posisi
(oleh pers populer) ³yang personal´ sebagai kerangka SHPEDFDDQ WHUDNKLU DGDODK SRVLVL SHPEDFDDQ µSHPEDFD
kerja yang bersifat menjelaskan.Budaya pop itu secara PLWRV¶
potensial dan kerap secara aktual, progresif (meski
bukan radikal). 1.3. Film
Studi film/movie telah membangkitkan sebentangan
Perbedaan antara progresif dan radikal adalah: teks teori dan metode. Film dipelajari dari segi potensinya
populer boleh jadi bersifal progresif lantaran teks-teks VHEDJDL µVHQL¶ VHMDUDKQ\D \DQJ GLWXWXUNDQ VHEDJDL
itu bisa mendorong produksi makna yang bekerja untuk PRPHQ GDODP µWUDGLVL \DQJ KHEDW¶ ILOP-film, bintang,
mengubah atau mendestabilisasi tatanan sosial, namun dan sutradara yang paling berarti; film dianalisis
teks-teks tersebut tidak pernah bisa radikal dalam berdasarkan perubahan teknologi produksi film; film
pengertian bahwa teks-teks itu tidak pernah bisa dikutuk sebagai industri budaya; dan film didiskusikan
menentang atau menggulingkan tatanan tersebut. sebagai situs penting bagi produksi subjektivitas
individu dan identitas nasional.
Pers populer di satu sisi, dan pers pemerintah di sisi
lain, dari pers alternatif. Pers populer dipandang paling

Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 53


B. Parmadie Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang«
.
1.3.2. Post Strukturalisme dan Film Pop
Para posstrukturalis menolak gagasan ihwal struktur
pokok yang pada akhirnya menentukan makna teks atau
praktik budaya. Bagi para posstrukturalis, makna
senantiasa dalam proses, berhenti sejenak dalam aliran
kemungkinan yang tiada henti.
Citra 3.Poster movie. Sumber: http://pbs.twimg.com/media/Bq-
gxmcCcAIYEn7.jpg:large Mulvey mengemukakan bahwa kesenangan terhadap
sinema pop harus dihancurkan guna membebaskan
1.3.1. Strukturalisme dan Film Pop perempuan dari eksploitasi dan penindasan karena
Pada 1970-an, ada pembagian yang jelas dalam cultural dijadikan bahan mentah bagi tatapan lelaki.
studies antara studi ³teks´ GDQ VWXGL budaya yang
diekspresikan dalam kehidupan seseorang. Jika objek Pengaruh Mulvey sangat banyak. Namun beberapa
studinya adalah teks, metode analisisnya adalah feminist dan orang lain yang menggeluti dunia film dan
strukturalisme. cultural studies PXODL PHUDJXNDQ µYDOLGLWDV XQLYHUVDO¶ ±
1\D \DQJ PHPSHUWDQ\DNDQ DSDNDK µWDWDSDQ VHQDntiasa
Strukturalisme merupakan metode teoretis yang berasal bersifat kali-ODNL¶ DWDX DSDODK WDWDSDQ PDWD LWX ³VHPDWD-
dari karya ahli bahasa di Swiss, Ferdinand de Saussure PDWD EHUVLIDW GRPLQDQ´ LWX GL antara sederetan cara
(1974) [6]. Saussure membagi bahasa dalam dua melihat yang berbeda, termasuk tatapan perempuan.
komponen, yang bersama-sama menghasilkan yang
ketiga. 1.3.3. Cultural Studies dan Film Pop
Cristine Gledhil PHQFDWDW DGDQ\D µSHPEDUXDQ PXWakhir
Saussure menyebut yang peUWDPD ³SHQDQGD´ Gan yang minat feminist dalam budaya pop mainstream¶ *OHGKLl
NHGXD ³petanda´. Bersama-sama keduanya membentuk menganjurkan suatu pemahaman mengenai hubungan
µWDQGD¶ Saussure juga berpendapat bahwa makna antara penonton dan teks film sebagai salah satu
bukanlah hasil dari kesesuaian esensial penanda dan negosiasi.
petanda, melainkan hasil dari perbedaan hubungan.
Negosiasi ini bisa dianalisis pada tiga level berbeda:
Selanjutnya, menurut Saussure, makna dihasilkan NKDOD\DN WHNV LQVWLWXVL 3HQHULPDDQ µPHUXSDNDQ PRPHQ
melalui proses kombinasi dan seleksi. Fungsi bahasa yang paling radikal, sebab yang paling bervariasi dan
adalah mengorganisir dan mengonstruksi akses manusia WLGDN GDSDW GLSUHGLNVL¶ 6LWXDVL PHQRQWRQ DWDX PHPEDFD
terhadap realitas, ketimbang merefleksikan realitas yang memengaruhi makna dan kesenangan akan suatu hasil
telah ada. karya dengan mengajukan serangkaian determinasi ke
dalam pertukaran kultural.
Oleh karena itu, bahasa yang berbeda akan
mengorganisir dan mengonstruksi dunia secara berbeda. 1.4. Musik Pop
Saussure membuat pembedaan lain yang telah terbukti Musik pop ada di mana-mana. Ia telah menjadi bagian
sangat mendasar bagi perkembangan strukturalisme, yang tidak terelakkan dalam kehidupan manusia. Saat ini,
pembagian bahasa menjadi ³langue´ dan ³parole´. nilai penting musik pop, yang tentu saja bersifat kultural
dan ekonomi, telah membawanya menjadi fokus sentral
Langue mengacu pada sistem bahasa, aturan-aturan dan dalam cultural studies.
konvensi-konvensi yang mengaturnya.Ini adalah bahasa
sebagai institusi sosial. Parole mengacu pada 1.4.1. Ekonomi Politik Musik Pop
pengucapan individu, penggunaan bahasa oleh individu. Menurut Simon Frith (1983), karya Theodor Adorno
[7], anggota terkemuka Mazhab Frankurt
Strukturalisme sebagai satu mode analisis sosial, PHPSUHVHQWDVLNDQ ³Analisis paling sistematis dan
mengambil dua ide dasar dari karya Saussure. Pertama, paling membakar terhadap budaya massa serta paling
perhatian pada relasi pokok antara teks dan praktik menantang siapa pun yang mengklaim bahkan sejumput
kultural ± µWDWD EDKDVD¶ \DQJ PHPXQJNLQNDQ PDNQD nilai atas produk industri music yang diproduksi dalam
jumlah besar´
Kedua, pandangan bahwa makna senantiasa merupakan
hasil dari aksi resiprokal dan hubungan antara seleksi Pada 1941 Adorno memublikasikan sebaris esai yang
dan kombinasi yang dimungkinkan melalui struktur sangat berpengaruh ³On Popular Music´. Esai itu
pokok. Dengan kata lain, teks dan praktik kultural membuat tiga pernyataan spesifik mengenai music pop,
dipelajari sebagai analogi terhadap bahasa. ia menyatakan bahwa music SRS LWX ³distandarisasikan´
Pernyataan kedua Adorno adalah bahwa musik pop

Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 54


B. Parmadie Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang«
.
mendorong pendengar pasif.Yang ketiga adalah klaim digunakan sebagai tanda yang dengannya kaum muda
bahwa musik pop beroperasi seperti ³VHPHQ VRVLDO´. menilai dan dinilai oleh orang lain.

Ekonomi politik budaya kebanyakan punya cara yang Dalam Profane Culture EDKZD µHWQRJUDIL WHUEDLN
sama dengan pendekatan Adorno. Pendekatan ekonomi melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh teori dan
politik budaya memantapkan tatapannya hampir semata- komentar: etnografi menghadirkan pengalaman manusia
mata pada kekuatan musik industri. Tidak disangsikan tanpa meremehkannya, dan tanpa menjadikannya
lagi bahwa industri musik punya kekuatan ekonomi dan sebagai refleks pasif dari struktur sosial dan kondisi
budaya yang sangat besar. Penting kiranya membedakan VRVLDO¶
antara kekuatan budaya industri dan kekuatan
pengaruhnya. Terlalu sering keduanya 1.4.4. Kata-Kata dan Musik: Membuat Kata-kata
dicampuradukkan, padahal keduanya tidak selamanya Sederhana Jadi Enak Didengar
sama. Kata-kata adalah bunyi yang bisa dirasakan lebih dahulu
sebelum sebelum menjadi pernyataan-pernyataan untuk
1.4.2. Kaum Muda dan Musik Pop dipahami. Lirik ditulis untuk dimainkan. Lirik hanya
Kajian cultural studies berkenaan dengan budaya musik akan benar-benar hidup dalam penampilan seorang
pop lebih tepat dimulai dengan karya Stuart Hall dan penyanyi. Bunyi yang timbul di sekitar kata-kata
Paddy Whannel. merupakan tanda emosi dan kesungguhan yang nyata.

6HEDJDLPDQD PHUHND WHJDVNDQ µSRWUHW DQDN PXGa Kritik terhadap dugaan kedangkalan lirik-lirik musik
VHEDJDL RUDQJ OXJX \DQJ GLHNVSORLWDVL¶ ROHK industry pop tidak dimaksudkan sebagai sajak. Musik pop
PXVLN SRS µWHUODOX GLVHGHUKDQDNDQ¶ meminjam bahasa sehari-hari dan mementaskannya
dalam suatu permainan suara dan performa yang efektif.

1.4.5. Politik dan Musik Pop


Politik memasuki momen yang berbeda dalam
menciptakan musik pop, adalah: produksi, distribusi,
performa, konsumsi, dan lain-lainnya. Pada level ³akal
Citra 4.Ilustrasi music pop. Sumber: http://www.sgbeatbox.com/wp- sehat´, pop politik benar-benar pop yakni bersifat
content/uploads/2013/03/Pop-Music-originated.jpg politik ± musik pop yang memuat komentar politik
secara terbuka tentang dunia.
Musik pop mempertontonkDQ µUHDOLVPH HPRVLRQDO¶
OHODNL GDQ SHUHPSXDQ PXGD µPHQJLGHQWLILNDVL GLUL Politik itu berkenaan besar dengan kekuasaan, dan
PHUHND VHQGLUL GHQJDQ UHSUHVHQWDVL NROHNWLI LQL GDQ « musik pop bisa punya kekuatan besar. Musik pop bisa
menggunakannya sebagai fiksi-fiksi penuntun. Fiksi bersifat politis jika para musisi berkata demikian.
simbolik tersebut adalah cerita rakyat yang dengan cara Komunitas-komunitas yang punya selera tertentu bisa
itu anak usia belasan, sebagian, membentuk dan menjadi konstituensi politik.
PHQ\XVXQ SDQGDQJDQ GXQLDQ\D¶
Industri musik punya definisi musik pop politiknya sendiri:
1.4.3. Subkultur, Etnografi, dan Homologi pop politik sebagai kategori penjualan.
Struktural
Kegunaan subkultural musik adalah konsumsi musik Beberapa musik pop dipasarkan karena bersifat politik.
dalam bentuknya yang paling aktif. Konsumsi musik Definisi lain mengenai musik pop politik adalah musik pop
merupakan salah satu bagi suatu subkultur untuk yang diorganisasi secara politik. Menyebut musik pop
memalsukan identitasnya dan memproduksi dirinya bersifat politik berarti membawanya memainkan keragaman
sendiri secara kultural dengan menandai pembedaan dan maknanya. Musik pop bisa bersifat politis secara simultan
perbedaannya dari anggota masyarakat lainnya. dengan banyak cara yang berbeda.

Kegunaan subkultur musik menaruh perhatian pada 2. Konsumsi dalam Kehidupan Sehari-hari
bagaimana khalayak musik pop bisa dibagi dalam dua Konsumsi muncul sebagai suatu perhatian budaya pada
kelompok; (1) Kelompok mayoritas yang menerima akhir 1950-an dan awal 1960-an dalam perdebatan mengenai
gambaran dewasa tentang anak muda secara agak tidak SHUNHPEDQJDQ µPDV\DUDNDW NRQVXPHQ¶ %DUX-baru ini,
kritis, (2) Kelompok minoritas yang di situ beberapa konsumsi bisa ditemukan dalam pelbagai studi mengenai
tema pemberontakan sosial terangkum. budaya penggemar dan dalam pelbagai studi tentang belanja
sebagai bentuk budaya pop.
Jadi mengonsumsi musik tertentu menjadi suatu cara
mengada (way of being) di dunia. Konsumsi musik
Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 55
B. Parmadie Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang«
.
2.1. Teori-teori Konsumsi Penggemar dipahami sebagai korban-korban pasif dan
Analisis budaya perihal konsumsi bermula dari perhatian patologis media massa. Dengan kata lain, kelompok
politik Marxisme. Herbert Marcuse mengembangkan penggemar merupakan suatu symptom yang tampak dari
deretan argumen untuk menunjukkan bahwa ideologi kemungkinan runtuhnya budaya, moral, dan sosial yang
konsumerisme mendorong kebutuhan palsu dan bahwa tak terelakkan lagi mengikuti transisi dari masyarakat
kebutuhan ini bekerja sebagai satu bentuk kontrol sosial. pedesaan dan agrikultural menuju masyarakat industrial
dan urban.
Psikoanalisis poskulturalis Jaques Lacan juga
menawarkan satu model pemikiran kritis mengenai Kelompok penggemar adalah apa yang orang lain
konsumsi. Ideologi konsumerisme bekerja dengan cara ODNXNDQ ³manusia´ VHODOX PHQJHMDU NHSHQWLQJDQ-
VHSHUWL ³LGHRORJL URPDQ´ kepentingan memamerkan selera dan preferensi.

Ideologi roman adalah suatu narasi yang terbangun di Menurut Jenkins, ada tiga ciri utama yang menandai mode
VHSXWDU VDWX SHQFDULDQ ³FLQWD´ DGDODK VROXVL EDJL VHPXD pemberian (makna) budaya penggemar dalam teks-teks
SUREOHP ³FLQWD´ PHPEXDW NLWD OHQJNDS ³FLQWD´ PHPEXDW media : (1) Cara penggemar menarik teks mendekati ranah
NLWD SHQXK ³FLQWD´ PHPEXDW NLWD XWXK pengalaman hidup mereka, (2) Peran yang dimainkan
melalui pembacaan kembali dalam budaya penggemar, (3)
Ideologi konsumerisme bisa dilihat sebagai salah satu Proses yang dengannya informasi program dimasukkan ke
strategi pengalihan; salah satu contoh mengenai pencarian dalam interaksi sosial yang terus-menerus. Komunitas-
yang tiada akhir, pergerakan hasrat metonimik yang tak komunitas penggemar bukan hanya kumpulan pembaca
ada habisnya. yang antusias.Budaya penggemar juga berkenaan dengan
produksi budaya.
Pierre Bourdieu (1984) dalam Wolff [8] menggeser
argument itu dari apa yang dilakukan konsumsi terhadap 2.4. Berbelanja sebagai Budaya Pop
manusia menjadi bagaimana manusia menggunakan Berbelanja adalah suatu aktivitas yang kompleks.
konsumsi untuk tujuan pembedaan sosial. Menggunakan Konsumsi selalu lebih dari sekedar aktivitas ekonomi ±
konsumsi untuk pembedaan dan pembedaan bukanlah hal mengonsumsi produk atau menggunakan komoditas untuk
yang baru. memuaskan kebutuhan-kebutuhan material.

2.2. Konsumsi Subkultural Konsumsi juga berhubungan dengan mimpi dan hasrat,
Subkultur-subkultur kaum muda berkomunikasi melalui identitas, dan komunikasi. Pendek kata, berbelanja telah
tindakan konsumsi. Seperti ditegaskan Hebdige, menjadi budaya pop.
subkultur-VXENXOWXU NDXP PXGD µPHQDUXK SHUKDWLDQ
SHUWDPD GDQ WHUXWDPD SDGD NRQVXPVL¶ +HEGLJH 9: 94- Konklusi
5 dalam Wolff) [8]. Fokus tulisan ini sudut pandang dan ruang cultural studies
(CS) pada budaya pop ini adalah pada aspek relasi budaya
Konsumsi subkultural adalah konsumsi yang pada dan kekuasaan yang dapat dilihat dalam budaya pop.
WDKDSQ\D \DQJ SDOLQJ GLVNULPLQDWLI 0HODOXL VXDWX µSURVHV
SHUDNLWDQ¶ VXENXOWXU-subkultur mengambil pelbagai Mengacu fenomena di atas dalam tradisi kajian budaya di
komoditas yang secara komersial tersedia untuk tujuan Inggris, menilai konsep budaya atau "cultural" (dalam
dan makna subkultur itu sendiri. Bahasa Inggris) merupakan hal yang paling rumit diartikan
sehingga bagi mereka konsep tersebut disebut menjadi suatu
Analisis kultural selalu cenderung merayakan yang luar alat bantu yang kurang lebih memiliki nilai guna. Williams
biasa sebagai bertentangan dengan yang biasa. Subkultur- mendefinisikan konsep budaya menggunakan pendekatan
subkultur menghubungkan kaum muda dengan universal, yaitu konsep budaya mengacu pada makna-makna
perlawanan, yang secara aktif menolak menyesuaikan diri bersama. Makna ini terpusat pada makna sehari-hari: nilai,
pada selera komersial pasif mayoritas kaum muda. benda-benda material/simbolis, norma.

Kebudayaan adalah pengalaman dalam hidup sehari-hari:


2.3. Budaya Penggemar berbagai teks, praktik, dan makna semua orang dalam
Penggemar adalah bagian paling tampak dari khalayak menjalani hidup mereka (Barker, 2005: 50-55) [9].
teks dan praktik budaya pop.Kelompok penggemar berada Kebudayaan yang didefinisikan oleh Williams lebih dekat
di bawah tatapan kritis cultural studies. Dulunya, µEXGD\D VHEagai keseluruhan cara hidup.
penggemar diperlakukan dengan dua cara: ditertawakan
atau dipatologikan. Penggemar selalu dicirikan sebagai Sebab ia menganjurkan agar kebudayaan diselidiki dalam
suatu kefanatikan yang potensial. beberapa term. Pertama, institusi-institusi yang

Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 56


B. Parmadie Cultural Studies: Sudut Pandang Ruang«
.
memproduksi kesenian dan kebudayaan. Kedua, formasi-
formasi pendidikan, gerakan, dan faksi-faksi dalam produksi
kebudayaan.

Ketiga, bentuk-bentuk produksi, termasuk segala


manifestasinya. Keempat, identifikasi dan bentuk-bentuk
kebudayaan, termasuk kekhususan produk-produk
kebudayaan, tujuan-tujuan estetisnya. Kelima,
reproduksinya dalam perjalanan ruang dan waktu. Dan
keenam, cara pengorganisasiannya.

Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih kepada Allah SWT selalu memberikan
berkah dan kelapangan pemikiran, Dr. I Gede Mudana
dalam memberi masukan dan bimbingan, Mr. M.S. Gumelar.

Teman-teman S3 Kajian Budaya Universitas Udayana


angkatan 2015, keluarga besar MPAC PGSD FKIP
Universitas Bengkulu, An1mage, terkhusus isteri dan anak-
anak penulis (A-SIX Parmadie), yang telah menbantu
penulis dalam segala hal sehingga bisa nyelesaikan tulisan
LQL 7HULPD NDVLK« amin ya robbal alamin.

Referensi
[1] Grossberg, Lawrence. 1992. Cultural studies: An
Introduction" dalam Lawrence Grossberg, Cary Nelson,
Paula Treichler (eds), Cultural studies. Routledge, New York.

[2] Edgar, Andrew and Peter Sedgwick (ed.) 1999. Cultural


Theory The Key Concepts. Routledge, New York.

[3] Paula Saukko. 2003. Doing Research in Cultural studies. Sage


Publication, California.

[4] Piliang, Yasraf Amir. 2010. Semiotika dan Hypersemiotika.


Matahari: Bandung

[5] Bennet, Tony. 1980. Popular Culture: A Teaching Object,


Screen Education. Dikutip dalam buku Keith Tester, Media,
Budaya dan Moralitas, terj. Muhammad Syukri, Kreasi
Wacana dan Juxtapose, 2003.

[6] Ferdinand de Saussure. 1974. ³'RLQJ 5HVHDUFK´ Sage


Publication, California,

[7] Theodor Adorno. 1999. The Complete Correspondence.


Cambridge England: Polity Press.

[8] Wolff, Janet. 1992. Excess and Inhibition: Interdisiplinarity in


the Study of Art. Lawrence Grossberg, Cary Nelson, Paula
Treichler (eds.), Cultural Studies, Routledge, New York.

[9] Barker, Chris. 2005. Cultural studies: Teori dan


Praktik.Yogyakarta: PT Bentang Pustaka.

Jurnal Studi Kultural Volume 1 No. 1 Januari 2016 www.an1mage.org 57

Anda mungkin juga menyukai