Anda di halaman 1dari 3

Kumpulan Respons Dasar ASB – Respons Materi 2 – Rethinking The Culture

Kumpulan Respons Materi 2


RETHINKING THE CULTURE
(The Cultural in Motion by Borofsky)

ANWAR : KAMIS 8 SEPT


Jika permasalahan dimensi spasial mengenai suatu kebudayaan sudah berubah dan diperluas oleh
situasi dan konteks politik dan ekonomi (seperti kapitalisme dan global trade), bagaimana
dengan dimensi spasial kebudayaan pada abad ke-21 dengan adanya interconnectedness yang
dimunculkan oleh adanya perkembangan teknologi dan digitalisasi?

DISKUSI : SOFI / SELASA 4 OKT


Menurut saya, situasi interconnectedness melalui network di ruang digital ini yang melahirkan
bentuk-bentuk kebudayaan yang semakin variatif karena ruang online dan offline saling
berkaitan dan saling membentuk kebudayaan manusia.

DISKUSI : VINSEN / 27 DES


Situasi ini akan membuat field Antropologi akan terus maju dan ditantang untuk terus relevan
dan tidak "mandeg"

=======================

DESI : JUMAT 23 SEPT


Rethinking The Cultural yang ditulis oleh Borofsky secara garis besar membahas mengenai
kosep kebudayaan dan usur apa saja yang digunakan untuk menjelaskan kebudayaan.
Menurutnya budaya dapat menjadi satu kesatuan disebut sebagai koherensi, yang dibentuk oleh
faktor intristik dan faktor ekstinsik. Faktor Intristik menjelaskan bagaimana koherensi
kebudayaan terjadi dari dalam komunitas itu sendiri, sedangkan faktor entristik di dalamnya
terdapat unsur lingkungan dan antropologist itu sendiri yang membentuk koherensi kebudayaan
dari luar komunitas.

Kebudayaan tidak terlepas dari faktor sejarah dan yang menarik adalah pernyataan bahwa dalam
kebudayaan terdapat "ambiguitas" yang menjelaskan kontinuitas dan perubahan yang terjadi.
Salient ambiguity menandakan bahwa kebudayaan bersifat berkelanjutan dan kebudayaan juga
dapat berubah setiap saat. Pergerakan budaya memiliki dimensi budaya yang terdiri dari
keanekaragaman individu, waktu, dan ruang. Dimensi keberagaman individu dapat memiliki
variasi dari masing-masing individunya dan kebudayaan disini memengaruhi kebudayaan
individu lain yang menjadikannya milik bersama dalam suatu kelompok. Dimensi waktu
menjelaskan tentang kebudayaan yang tetap sama berkelanjutan atau berubah dari waktu ke
waktu. Sedangkan, dimensi ruang menjelaskan perihal perbedaan luas suatu kajian dan adanya
isolasi kebudayaan. Jadi, konteks sejarah menjadi penting untuk mempelajari lebih dalam
tentang suatu kebudayaan di suatu daerah dan untuk mengetahui apa saja efek yang ditimbulkan
dari kebudayaan tersebut.

1
Kumpulan Respons Dasar ASB – Respons Materi 2 – Rethinking The Culture

DISKUSI : LUKFI / JUMAT 23 SEPT

Imho, bisa diasumsikan karena kebudayaan tidak terlepas dari faktor sejarah, dimana dalam
konteks umum history is a past, maka kebudayaan juga bisa punah ditelan waktu, tentu saja tidak
terlepas karena kebudayaan itu dinamis. Kepunahan yang bisa jadi menumbuhkan kebudayaan
"baru".

=======================

N. PRIHARWANTO / SELASA 25 OKTOBER

Ketika Budaya Asing Masuk dan Terintegrasi


Para antropolog ternyata memiliki gagasan tentang budayanya sendiri-sendiri, yang
saling berbeda secara fundamental. Konsepsi budaya para antropolog abad ke-20 bisa berbeda
dengan konsep dan gagasan budaya dari antropolog abad ke-19, yang lebih dulu menelurkan
gagasannya. Namun di balik beragam cara pandang itu, ada satu ciri yang sama dari budaya.
Yakni, budaya digambarkan sebagai hal yang koheren, bagaimana satu sama lain di dalam
sistemnya saling terkait.
Di balik sifat koherennya, menurut Borofsky, ketika menjelajahi konsep tentang budaya,
kita akan mengalami dua jenis ambiguitas.
1) Yang pertama adalah tumpang tindihnya antara kontinuitas dan perubahan,
2) Yang kedua adalah sulitnya membatasi boundary (batas-batas nilai).

Saya hendak menggarisbawahi sebuah pernyataan Kroeber pada tahun 1948, bahwa
“Materi budaya yang berasal dari luar (sistem sebelumnya), lambat laun akan terakumulasi
dalam satu budaya. Materi dari luar ini bahkan kerap lebih besar daripada yang sudah ada.
Bahkan tak butuh waktu lama, setelah suatu budaya menerima item baru, ia cenderung akan
kehilangan minat terhadap asalnya.”

Dalam pandangan saya, pernyataan yang dikedepankan lebih dari 70 tahun lalu ini,
ternyata memiliki korelasi hingga masa kini. Apa yang terjadi di kota-kota besar Indonesia pada
tahun 1970-an, dengan boomingnya gaya berpakaian cut brai pada anak muda, dan kesukaan
mereka pada musik barat. Istilah kegandrungan pada budaya barat pun hadir, dan berlanjut
hingga masa kini. Dalam konteks yang lebih kekinian, gelombang budaya Korea alias Korean
Wave bahkan menjangkiti generasi milenial.
Ingatkah kita, sejak kapan gaya bahasa lisan di antara kita mulai tercampur baur, antara
bahasa Indonesia dengan ungkapan bahasa Inggris, yang akhirnya malah menjadi hal yang
umum, bahkan menjadi standar anak kota? Ingatkah kita, masa-masa di mana hamburger yang
awalnya menjadi bagian dari American wave, kini telah menjadi gaya kuliner keseharian?
Alkisah di sebuah pojok kafe, gerombolan wanita muda berkumpul sambil saling sapa
dan pamer kesibukan, sambil basa basi menanyakan soal makan siang. Tapi kata salah satu
cewek, “Eh gue masih kenyang, literally this morning gue udah breakfast hamberger Sayy...”

2
Kumpulan Respons Dasar ASB – Respons Materi 2 – Rethinking The Culture

Anda mungkin juga menyukai