Anda di halaman 1dari 3

Dia Yang Ku Nanti

Hari yang cerah. Matahari bersinar begitu ceria, aku sedang sarapan pagi bersama mamaku
tersayang.
“Echa, nanti kamu pulang langsung ke rumah ya, soalnya nanti mama kerja pulang malem!”.
“Iya ma, ya udah aku berangkat dulu ya ma. Assalamu’alaikum”.

Sampai di sekolah aku disambut oleh teman-temanku yang setia dari kelas VII SMP. Kini
aku sudah duduk di kelas XI, tepatnya di kelas XI IPA 4.
“Hey Cha, tumben loe datang jam segini?” Tanya Jeny,
“Iya, biasanya loe datang paling awal?” timpal Vicha.
“Sorry guys, gue tadi agak telat bangun, soalnya semalem gue nganter bokap ke bandara!”
ucapku sambil merangkul kedua sahabatku itu.

Kami bertiga memang sahabat yang selalu setia bersama, Jeny Aulia adalah anak seorang
pengusaha terkenal di Bandung. Saham ayahnya hampir mencakup seluruh saham di
perusahaan yang ada di Bandung. Vicha Firdhania adalah anak komandan tentara Bandung
yang telah berjasa dalam keamanan di wilayah ini. Dan aku Riecha Avhineily Puvhy yang
biasa dipanggil Echa, adalah anak seorang pemilik Bank Central di Bandung dan mamaku
seorang pemilik Butik Casanova Bandung.

“Echa, loe tuch kenapa sich kok nggak pernah ngasih kesempatan sama cowok-cowok SMA
ini yang selalu ngejar-ngejar loe?” Tanya Vicha saat ia tidak sengaja mendengar siswa-siswa
SMA ini membicarakanku. Aku cukup sadar selama ini banyak yang mencoba untuk menarik
perhatianku, tapi entah mengapa tak ada satu orang pun yang mampu menarik perhatianku.
“Gue lagi nunggu seseorang yang selama ini gue suka” ucapku pelan.
“Siapa?” ucap Jeny dan Vicha serentak, aku tidak memperdulikan mereka, aku langsung
keluar kelas dan…
Bruuuk…!. “Aduch maaf, aku nggak sengaja. Maaf ya” ucap Tomy sambil mengulurkan
tangannya.
“Iya, nggak apa-apa kok, aku juga yang salah” ucapku sambil membalas uluran tangannya.
“Memangnya kamu mau kemana Cha?”,
“Aku mau ketemu kamu”,
“Ketemu aku? ada apa memangnya?”,
“Nggak ada, aku cuma mau ketemu kamu aja”.

Tomy memang siswa yang pandai, tapi sayangnya dia tidak bisa masuk XI IPA 4 karena ia
pindahan tahun kemarin. Semua siswa mengenal dia sebagai seorang yang humoris dan
ramah, ia adalah wakil sekolah dalam perlombaan Karate, sama seperti aku.

“Loe suka ya sama Tomy?” ucap Vivha,


“Hah, apaan sih nggak ah biasa aja!” ucapku tegang dan serba salah,
“Gue kan Cuma nanya sama loe, kenapa muka loe jadi merah gitu sih?”,
“Udah deh ya, jangan nanya yang macem-macem udah bel ni” ajakku mengalihkan
pembicaraan sebelum Vicha bertanya lebih jauh tentang perasaanku pada Tomy.
Saat aku sedang berjalan sendiri di pertigaan timur rumahku, tiba-tiba ada suara yang
memanggilku. “Echa…” aku pun menoleh ke belakang. “Hey, kamu kenapa kok kayaknya
sedih gitu?” ucap Tomy,
“Nggak, aku nggak apa-apa kok!” ucapku pelan.
“Oh ya, kamu nanti bisa datang nggak ke Konverensi Sabuk Hitam?”,
“Ehmmm gimana ya, lihat nanti dulu ya”,
“Ok, tapi aku berharap banget kamu bisa datang”,
“Siap tuan!!”.

Aku masuk ke dalam rumah, “Assalamu’alaikum ma, aku pulang”.


“Wa’alaikumsalam nak, sini sayang duduk dulu” aku melihat papa sudah duduk di samping
mama.
“Ada apa pa ma?”,
“Sayang, dua minggu lagi kita kita pulang ke Inggris ya nak. Nenek dan kakek sudah
menyiapkan rumah untuk kita, mereka sangat merindukan kita kembali kesana sayang” ucap
mama.
Aku terkejut, tanpa memperdulikan papa dan mama aku langsung menuju kamar. Aku
mengambil foto Tomy yang aku simpan di buku harianku. “Aku akan pergi Tom, tapi aku
nggak sanggup untuk ninggalin kamu yang selama ini aku sayang. Aku masih menunggumu
Tom”. Rasanya aku tidak akan sanggup untuk meninggalkan Bandung, SMA 03, sahabat-
sahabatku dan juga Tomy.

Esok harinya aku berangkat sekolah tetapi tidak dengan semangat seperti biasa, “Apa, loe
mau pindah?” pekik Jeny dan Vicha serentak,
“Ssssst… jangan keras-keras, aku nggak mau anak-anak yang lain denger dan jangan sampai
kabar ini sampai ke Tomy!” ucapku pelan.

Saat bel istirahat, aku pun tidak ke kantin seperti biasa tetapi hanya duduk termenung sendiri
sambil merenung. “Apakah aku sanggup ninggalin Tomy?”,
“hey, kok kamu ngelamun sendiri sih? aku nyariin kamu di kantin tapi nggak ada eeh nggak
tahunya kamu ada disini” ucap Tomy,
“Ehmmm, ada apa nyariin aku?”,
“Aku denger kamu mau pindah ke Inggris, emang kapan Cha?” tanya Tomy.
Aku terkejut, “Kok kamu tahu, pasti Jeny sama Vicha yang udah ngasih tahu kamu ya?”,
“Bukan, aku tahu dari anak-anak Karateka dan mereka bilang kamu mau pindah 2 minggu
lagi. Emang bener Cha?”,
“Hmmm, ntar sore aku tunggu di Café biasa jam 4, aku akan jelasin semuanya ke kamu”.
“Iya” ucap Tomy sambil pergi meninggalkan aku sendiri.

Sepulang sekolah jam 4, aku pergi ke Café Ladisty yang biasa aku dan Tomy datangi
sepulang perlombaan Karate. “Hey, udah nunggu lama ya? Sorry aku tadi abis nganterin
nyokap ke salon!” ucapku.
“Nggak kok, aku juga baru aja sampai. Oh iya, kamu mau jelasin apa?” ujar Tomy.
Aku menghela nafas, “Sebenernya aku nggak mau pulang ke Inggris, tapi nenek dan kakek
sangat rindu padaku. Aku akan tinggal dan menetap disana sesuai dengan permintaan
mereka” ucapku pelan.
“Jadi kamu akan pergi ninggalin aku selamanya, sebenernya aku ingin kamu tahu sesuatu
yang selama ini aku pendam!” ucap Tomy menatapku serius.
“Apa Tom?”,
“Sebenernya selama ini aku suka sama kamu, tapi aku minder karena aku tidak sepadan
dengan kamu!” ucap Tomy.
Aku terdiam, hatiku bahagia menyadari seseorang yang selama ini aku nanti akhirnya
menyatakan perasaannya padaku.
“Hey Echa, aku salah ngomong nggak. Maaf, permisi!” ucap Tomy sambil berdiri dan
melangkah pergi.
“Tomy tunggu!” ucapku mencegahnya, aku pun menghampirinya dan berkata, “Sekian lama
aku nunggu kata-kata itu keluar dari bibirmu, aku juga sangat menyukaimu!”.

Kini hari-hari yang aku jalani menjadi lebih indah, dan tibalah saatnya ku pergi
meninggalkan Tomy.
“Aku bahagia bisa mengenal sahabat seperti kalian, aku tidak akan pernah bisa melupakan
kalian!” ucapku sambil menenteng tas keluar dari gerbang SMA.
“Echa… selamat jalan” sorak sorai teman-temanku sambil melambaikan tangannya. Aku pun
membalas lambaian mereka dengan meneteskan air mata. Sedih rasanya meninggalkan
mereka yang aku sayangi. Aku sempat melihat Tomy menatapku dengan penuh kesedihan,
aku tidak sanggup melihat orang yang aku cintai bersedih. Aku langkahkan kaki yang terasa
berat, ku dengar teriakan seseorang yang sangat aku kenal “I LOVE YOU Echa…” Tomy
menatapku dengan seulas senyum berbaur dengan kesedihannya melepasku. Aku
memberikan senyum terbaikku padanya.
I Love you friend,
I love you Tomy,
I never forget you forever..

Anda mungkin juga menyukai