Anda di halaman 1dari 18

PEMETAAN TEORI

Nama : Tiara Ayu Suwandhini


NIM : 8105160075
Dosen Pembimbing 1 : Dra. RR Ponco Dewi Karyaningsih, M.M
Dosen Pembimbing 2 : Marsofiyati, S.Pd., MPd
Judul : Hubungan antara Kepercayaan Diri dan Self
Regulated Learning dengan Prokrastinasi
Akademik

Teori Prokrastinasi Akademik (Y)


1. Istilah prokrastinasi pertama kali digunakan oleh Brown dan Holzman
(Ghufron & Risnawita, 2017), yang mengutarakan bahwa prokrastinasi
menunjukkan kecenderungan menunda-penyelesaian suatu tugas atau
pekerjaan.
2. Andrew (Dubrin 2012), menyatakan bahwa, “The number of time waster
for most people is procrastination, the delaying of action for no good
reason. When we procrastinate, there is a gap between intention and
action”. Artinya bahwa jumlah pemborosan waktu bagi kebanyakan orang
merupakan perilaku prokrastinasi, yaitu menunda-nunda tindakan tanpa
alasan. Ketika kita melakukan penundaaan maka akan ada kesenjangan
antara niat dan tindakan.
3. Johnson (2005) mengatakan bahwa “Procrastination is the needless and/or
habitual post-ponement of doing something. Part of the problem with
procrastination may be a person is involved in too many activities or carries
top many responsibilities”. Yang berarti prokrastinasi merupakan sesuatu
hal yang tidak perlu dilakukan dan/atau penundaan kebiasaan dalam
melakukan sesuatu. Bagian dari masalah penundaan mungkin karena
seseorang terlalu banyak terlibat dalam kegiatan atau terlalu banyak
memikul tanggung jawab.
4. Noran (Zain & Wahyuni 2015), menyebutkan bahwa prokrastinasi sebagai
bentuk penghindaran dalam mengerjakan tugas yang seharusnya
diselesaikan.
5. MC Carthy (Rizanti 2013), mengungkapkan bahwa prokrastinasi adalah
kecenderungan untuk menunda atau menghindari sepenuhnya tanggung
jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan, dan biasanya baru mulai
dikerjakan pada saat-saat terakhir batas pengumpulan tugas. Seorang
prokrastinator memiliki pandangan bahwa suatu tugas harus diselesaikan
dengan sempurna, sehingga dia merasa lebih aman untuk tidak
melakukannya dengan segera.
6. Menurut Ferrari (Kadi 2016), prokrastinasi akademik merupakan jenis
penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan
dengan tugas akademik
7. Blerkom (2009), menyatakan bahwa “Procrastination, putting things off, is
a common behavior pattern for many students. It’s often the result of not
wanting to start a task that seems difficult or time consuming”. Yang berarti
bahwa prokrastinasi atau menunda-nunda adalah pola perilaku yang umum
bagi banyak siswa. Seringkali hal ini dilakukan akibat tidak ingin memulai
tugas yang tampaknya sulit atau memakan waktu.
8. Menurut Santrock (2012), “Academic Procrastination. Individuals who
postpone studying for a test until the last minute can blame failure on poor
time management, thus deflecting attention away from the possibility that
they are incompetent”. Yang berarti bahwa prokrastinasi akademik adalah
individu yang menunda belajar untuk ujian dan menyalahkan bahwa
kegagalan tersebut dikarenakan sedikitnya waktu yang diberikan, sehingga
mengalihkan perhatian dari kemungkinan bahwa mereka tidak
berkompeten.
9. Richards (2007), mengemukakan bahwa “Academic procrastination
includes failing to perform an activity within the desired time frame or
postponing until the last minute activities on ultimately intends to
complete”. Artinya bahwa prokrastinasi akademik merupakan kegagalan
untuk melakukan suatu kegiatan dalam jangka waktu yang diinginkan atau
menunda menyelesaikan tugas sampai batas akhir waktu.
10. Menurut Deckers (2016) “Student procrastinate with activities that they
consider more pleasant, less stressful and less difficult than their
assignment. They procrastinate by watching TV, sleeping, talking, eating or
working”. Artinya adalah siswa menunda-nunda dengan kegiatan yang
mereka anggap lebih menyenangkan, tidak membuat stress, dan lebih
mudah dari pada tugas mereka. Mereka menunda tugas dengan cara
menonton TV, tidur, makan atau bekerja.
Teori Kepercayaan Diri (X1)
1. Menurut Lauster (Hendriana, 2012), menyatakan bahwa kepercayaan diri
merupakan suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri
sehingga orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakan-
tindakannya, dapat merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang disukainya
dan bertanggung jawab atas perbuatannya, hangat dan sopan dalam
berinteraksi dengan orang lain, dapat menerima dan menghargai orang lain,
memiliki dorongan untuk berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan
kekurangannya.
2. Wibowo (2007), mengemukakan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan
seseorang untuk dapat menaklukan rasa takutnya dalam menghadapi
berbagai situasi. Tingkat kepercayaan diri seseorang akan selalu berubah
sesuai kondisi lingkungannya. Orang yang memiliki kepercayaan diri yang
tinggi mempunyai keyakinan terhadap kemampuan dirinya untuk
beradaptasi pada lingkungan yang baru atau ketika melakukan sesuatu yang
baru.
3. Dr Robert Anthony (Wibowo, 2007), mengatakan bahwa kepercayaan diri
adalah keyakinan seseorang yang diperoleh melalui menolong dengan
dirinya sendiri yang bersifat internal, keyakinan yang mendukung
pencapaian berbagai tujuan hidupnya untuk tidak berputus asa walaupun
menemui kegagalan.
4. Menurut Srivastava (Husnah Mustika Sari, 2020), orang yang percaya diri
akan percaya dengan kemampuan yang dimiliki, memiliki kontrol yang kuat
dalam hidupnya, dan percaya bahwa secara logis mereka dapat melakukan
sesuatu yang di inginkan, direncanakan dan diharapkan.
5. Iland (2013) menyatakan bahwa self-confident people always think
positively, they are habitually optimistic. They always see what is good in
every situation, whether the circumstance was good or bad. Dapat di artikan
bahwa orang yang percaya diri selalu berpikir positif, mereka biasanya
optimis dan selalu melihat apa yang baik dalam setiap situasi, apakah
situasinya baik atau buruk.
6. Menurut Lucy (2012), kepercayaan diri adalah seberapa besar Anda yakin
dengan kemampuan diri Anda sendiri, seperti yakin dengan kelebihan yang
dimiliki dan tidak mempermasalahkan kekurangan yang melekat pada diri.
Percaya diri pada dasarnya adalah suatu sikap yang memungkinkan kita
untuk memiliki persepsi positif dan realistis dari diri kita dan kemampuan
kita, hal ini ditandai dengan atribut pribadi seperti ketegasan, optimisme,
antusiasme, dan kemandirian.
Teori Self Regulated Learning (X2)

1. Menurut Latipah (Kadi, 2016), self regulated learning terdiri dari dua kata
yaitu self regulated dan learning. self regulated learning berarti terkelola,
tersusun atau teratur, sedangkan learning adalah belajar. Jadi dapat
disimpulkan bahwa self regulated learning secara keseluruhan berarti
belajar mengatur diri atau pengelolaan dan atau pengaturan diri dalam
belajar.
2. Omrod (2008), mengatakan bahwa self regulated learning adalah
pembelajaran yang diatur sendiri atau pengaturan terhadap proses-proses
kognitif sendiri agar dapat belajar secara efektif.
3. Menurut Maes dan Gebhardt (Alimatur, 2018), self regulated learning yaitu
suatu urutan tindakan atau suatu proses yang mengatur tindakan dengan niat
untuk mencapai suatu tujuan.
4. Zimmerman (Rohmaniyah, 2018), menjelaskan bahwa self regulated
learning sebagai merupakan proses dimana peserta didik mengaktifkan
pikiran, perasaan dan tindakan yang diharapkan dapat mencapai tujuan
tertentu.
5. Deasyanti dan Armeini (Rifa’i & Syahrina, 2019), mengatakan bahwa self
regulated learning adalah proses aktif dan konstruktif dimana siswa
menentukan tujuan belajar, mengimplementasikan strategi dan memonitor
kemajuan pencapaian tujuan yang melibatkan kognisi, metakognisi dan
motivasi afeksi dan perilaku siswa dalam belajar. Dengan melibatkan unsur-
unsur tersebut, siswa mampu memutuskan sendiri atau dengan bantuan
orang lain, apa yang menjadi kebutuhan bagi dirinya, bagaimana
menetapkan sasaran belajarnya, strategi apa yang akan digunakan dalam
menyelesaikan tugas akademik dan dapat memantau kemajuan diri sendiri.
6. Menurut Paul R. Pintrich (Pablos & Patricia, 2012), self regulated learning
is defined as an active, constructive process where by learners set goals for
their learning and then attempt to monitor, regulate and control their
cognition, motivation, and behaviour, guided and constrained by their goals
and the contextual features in the environment. Artinya self regulated
learning didefinisikan sebagai proses konstruktif aktif dimana peserta didik
menetapkan tujuan untuk pembelajaran mereka dan kemudian berusaha
untuk memonitor, mengatur, dan mengendalikan kognisi, motivasi dan
perilaku mereka, dibimbing dan dibatasi oleh tujuan mereka dan fitur
konstektual di lingkungan.
PEMETAAN INDIKATOR PROKRASTINASI AKADEMIK (Y)

Indikator Teori
1. Penundaan untuk Teori 1
memulai dan Ferrari (Ghufron & Risnawita, 2017),
menyelesaikan tugas mengatakan bahwa sebagai suatu perilaku
2. Keterlambatan penundaan, prokrastinasi akademik dapat
dalam termanisfestasikan dalam indikator tertentu yang
menyelesaikan tugas dapat diukur dari ciri-ciri tertentu, seperti:
3. Kesenjangan waktu 1. Penundaan untuk memulai dan
antara rencana dan menyelesaikan tugas.
kinerja aktual dalam 2. Keterlambatan dalam menyelesaikan
mengerjakan tugas tugas
4. Melakukan aktivitas 3. Kesenjangan waktu antara rencana dan
lain yang lebih kenerja aktual
menyenangkan 4. Melakukan aktivitas yang lebih
menyenangkan

Teori 2
Burka dan Yuen dalam (Wicaksono,
2017), menjelaskan ciri-ciri prokrastinator yang
dapat tergambar melalui perilaku penundaan
yang selalu berulang-ulang, ciri-ciri tersebut
yaitu:
1. Prokrastinator lebih suka untuk menunda
pekerjaan
2. Ada keterlambatan dalam menyelesaikan
tugas
3. Memilih melakukan aktivitas lain yang
menyenangkan (membuat enjoy)
4. Kinerja aktual tidak sesuai dengan
rencana
Teori 3
Menurut Santrock (2012), prokrastinasi
atau penundaan pada siswa terdiri dari berbagai
hal, yaitu:
1. Menunda tugas dengan harapan tugas
tersebut pasti akan selesai dan lenyap
dengan sendirinya.
2. Meremehkan pekerjaan yang terlibat dalam
tugas atau melebih-lebihkan kemampuan dan
sumber daya seseorang.
3. Memilih aktivitas lain yang lebih
menyenangkan seperti: menghabiskan
berjam-jam di game komputer dan
berselancar di internet.
4. Mengganti kegiatan prioritas berguna
menjadi kegiatan yang bukan prioritas,
seperti membersihkan salah satu kamar
bukannya belajar.
5. Percaya bahwa berulang penundaan kecil
tidak akan berdampak buruk
6. Tekun hanya pada bagian dari tugas, dan
terlambat menyelesaikan tugas secara
keseluruhan
7. Kewalahan terhadap rencana yang dibuat
ketika harus mengerjakan tugas secara
bersamaan, yang pada akhirnya tidak
melakukan keduanya.
PEMETAAN INDIKATOR KEYAKINAN DIRI (X1)

Indikator Teori
1. Keyakinan Teori 1
kemampuan diri Menurut Lauster Kadi (2016), terdapat
2. Optimis beberapa aspek dari kepercayaan diri yakni
3. Bertanggung jawab sebagai berikut:
1. Keyakinan akan kemampuan diri yaitu
sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa
dia mengerti sungguh-sungguh akan apa yang
dilakukannya.
2. Optimis yaitu sikap positif seseorang yang
selalu berpandangan baik dalam menghadapi
segala hal tentang diri, harapan dan
kemampuan.
3. Objektif yaitu orang yang percaya diri
memandang permasalahan atau segala
sesuatu sesuai dengan kebenaran semestinya,
bukan menurut kebenaran pribadi.
4. Bertanggung jawab yaitu kesediaan
seseorang untuk menanggung segala sesuatu
yang telah menjadi konsekuensinya.
5. Rasional yaitu analisa terhadap suatu
masalah, suatu hal sesuatu kejadian dengan
menggunakan pemikiran yang diterima oleh
akal dan sesuai dengan kenyataan.
Teori 2
Parkinson (2004), mengemukakan
bahwa terdapat ciri-ciri orang yang memiliki
kepercayaan diri tinggi, yaitu:
1. Cenderung santai dan optimis
2. Menikmati tanggung jawab dan suka
menghadapi ujian
3. Ketika dalam kondisi tertekan, mereka
bereaksi dengan tenang dan dengan cara-cara
yang teratur dan percaya bahwa mereka
memiliki kemampuan untuk mengatasi
masalah tersebut.
Teori 3
Menurut Ghufron & Risnawita (2017),
bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan untuk
melakukan sesuatu pada diri subjek sebagai
karakteristik pribadi yang di dalamnya terdapat
keyakinan atau kemampuan diri, optimis,
objektif, bertanggung jawab, rasional dan
realistis.
Teori 4
Menurut Perry (2006), terdapat beberapa
ciri-ciri orang yang percaya diri, yaitu sebagai
berikut:
1. Orang yang sangat percaya diri yakin bahwa
mereka akan sukses.
2. Mereka berfokus pada kemampuan dan
keinginan sendiri.
3. Memiliki kemauan yang kuat yaitu hasrat
untuk mencapai kesuksesan dengan resiko
apapun.
4. Mereka mampu menciptakan trend dan
memecahkan rekor untuk diikuti orang lain.
5. Kegagalan tidak mengurangi keyakinan
mereka untuk berhasil lain kali. Mereka
adalah tipe orang yang terus belajar dari
kegagalan.
Teori 5
Iland (2013) menyatakan bahwa self-
confident people always think positively, they
are habitually optimistic. They always see what
is good in every situation, whether the
circumstance was good or bad. Dapat di artikan
bahwa orang yang percaya diri selalu berpikir
positif, mereka biasanya optimis dan selalu
melihat apa yang baik dalam setiap situasi,
apakah situasinya baik atau buruk.
Teori 6
Menurut Lucy (2012), kepercayaan diri
adalah seberapa besar Anda yakin dengan
kemampuan diri Anda sendiri, seperti yakin
dengan kelebihan yang dimiliki dan tidak
mempermasalahkan kekurangan yang melekat
pada diri. Percaya diri pada dasarnya adalah suatu
sikap yang memungkinkan kita untuk memiliki
persepsi positif dan realistis dari diri kita dan
kemampuan kita, hal ini ditandai dengan atribut
pribadi seperti ketegasan, optimisme,
antusiasme, dan kemandirian.
Teori 7
Wibowo (2007), mengemukakan bahwa
kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang
untuk dapat menaklukan rasa takutnya dalam
menghadapi berbagai situasi. Tingkat
kepercayaan diri seseorang akan selalu berubah
sesuai kondisi lingkungannya. Orang yang
memiliki kepercayaan diri yang tinggi
mempunyai keyakinan terhadap kemampuan
dirinya untuk beradaptasi pada lingkungan yang
baru atau ketika melakukan sesuatu yang baru
PEMETAAN INDIKATOR SELF REGULATED LEARNING (X1)

Indikator Teori
1. Forethought phase Teori 1
(fase pemikiran) Menurut Zimmerman (Elliot & Dweck,
2. Performance phases 2005), terdapat tiga fase siklus self-regulated
(fase kinerja) learning, yaitu:
3. Self reflection phase 1. Forethought phase
(fase refleksi diri) Merupakan fase pemikiran, fase ini
melibatkan 2 kategori yaitu analisis tugas dan
motivasi.
2. Performance phase
Merupakan fase kinerja yang melibatkan 2
klasifikasi yaitu kontrol diri dan observasi
diri.
3. Self reflection phase
Merupakan fase refleksi diri memiliki 2
kategori utama yaitu meningkatkan penilaian
diri dan reaksi diri.
Teori 2
Zusho dan Edward (Marshall, Fry, &
Ketteridge, 2014) mengungkapkan bahwa
terdapat siklus dari self regulated learning, yakni
sebagai berikut:
1. Forethought Phase
Fase pemikiran merupakan tahap persepsi
dan perencanaan siswa yaitu dengan
menganalisis tugas dan menetapkan tujuan
yang strategis dalam belajar. Pada tahap ini
kepercayaan akan kemampuan sangat
diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
2. Performance Phase
Fase kinerja meliputi pengendalian /kontrol
diri dan observasi diri. Sebagai pelajar,
mereka harus mengelola dirinya sendiri dan
kinerja mereka agar dapat menyelesaikan
tugas, selain itu pelajar juga melakukan
observasi diri yaitu pemeriksaan kinerja yang
interaktif
3. Self-Reflection Phase
Fase refleksi diri ialah ketika pelajar
menyesuaikan tujuan, proses dan strategi
dengan kinerja yang sudah mereka lakukan.
Teori 3
Sternberg (Boshuizen, Bromme, &
Gruber, 2004), menyatakan bahwa terdapat tiga
fase siklus dari self regulated learning, yaitu:
1. Planning or forethought phase
Pada fase ini tujuan ditetapkan, persepsi dan
pengetahuan tentang tugas, konteks dan diri
dalam kaitannya dengan tugas diaktifkan, dan
strategi yang direncanakan
2. Task performance phase
Pada fase ini tindakan yang dilakukan adalah
memantau hasil untuk memeriksa apakah
seseorang ada di jalur yang benar atau perlu
menyesuaikan tujuan, rencana dan
pelaksanaan strategi.
3. Evaluated and reflection phase
Pada fase ini hasil dan proses dievaluasi dan
direnungkan dalam kaitannya dengan tujuan
yang telah ditetapkan, efektivitas strategi
yang diterapkan dan perasaan yang
ditimbulkan sebagai akibat dari tujuan yang
telah dibuat.
DAFTAR PUSTAKA

Blerkom, D. L. Van. (2009). College Study Skills: Becoming a Strategic Learner.


(D. DeBonis, Ed.) (6th ed.). USA: Cengage Learning.
Boshuizen, H. P. A., Bromme, R., & Gruber, H. (2004). Professional Learning:
Gaps and Transitions on the Way form Novice to Expert. USA: Kluwer
Academic Publisher.
Deckers, L. (2016). Motivation Biological Psychological and Environmental. USA:
Routledge.
Dubrin, J. A. (2012). Essentials of Management. (M. Acufia, Ed.) (9th ed.). USA
South-Western: Cengage Learning.
Elliot, A. J., & Dweck, C. S. (2005). Handbook of Competence and Motivation.
New York: The Guilford Press.
Ghufron, & Risnawita, R. (2017). Teori-Teori Psikologi. (R. Kusumaningratri,
Ed.). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hendriana, H. (2012). Pembelajaran Matematika Humanis Dengan Metaphorical
Thinking Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa. Infinity Journal,
1(1), 90–103. https://doi.org/10.22460/infinity.v1i1.9
Husnah Mustika Sari, N. (2020). Impementasi Metode Penemuan Terbimbing Guna
Meningkatan Kepercayaan Diri Siswa Dalam Belajar Matematika. JARTIKA :
Jurnal Riset Teknologi Dan Inovasi Pendidikan, 3(1), 50–64.
https://doi.org/10.36765/jartika.v3i1.23
Iland, A. (2013). Self-Confidence: Unleash Your Confidence, Turn Your Life
Around (2nd ed.). Iland Business Pages.
Johnson, F. R. (2005). Toward Conformity to the Image of Christ: A Biblical
Product of Spiritual Formation. USA: Faith Publications.
Kadi, A. P. U. (2016). Hubungan kepercayaan diri dan self regulated learning
terhadap prokrastinasi akademik pada mahasiswa psikologi 2013. EJournal
Psikologi, 4(4), 457–471.
Lucy, B. (2012). 5 Menit Menguasai Hypnoparenting. Jakarta: Penebar Swadaya
Grup.
Marshall, S., Fry, H., & Ketteridge, S. (2014). A Handbook for Teaching and
Learning in Higher Education. Newyork: Routledge.
Omrod, J. E. (2008). Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang. Jakarta: Erlangga.
Pablos, O. de, & Patricia. (2012). Advancing Information Management through
Semantic Web Concepts and Ontologies. USA: IGI Global.
Parkinson, M. (2004). Psychometric Test. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri.
Perry, M. (2006). Confidence Boosters Pendongkrak Kepercayaan Diri. Jakarta:
Erlangga.
Pintrich, P. R. (2000). The Role of Goal Orientation in Self-Regulated Learning.
Handbook of Self-Regulation. https://doi.org/10.1016/b978-012109890-
2/50043-3
Richards, P. B. (2007). Global Issues in Higher Education. New York: Nova
Science Publisher, Inc.
Rifa’i, H. R., & Syahrina, I. A. (2019). Hubungan Antara Self Regulated Learning
Dan Self Compassion Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Siswa Kelas Xi
Di Man 2 Solok. Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, 12(2), 134–143.
https://doi.org/https://doi.org/10.29165/psikologi.v12i2.262
Rizanti, F. D. (2013). Hubungan antara Self Regulated Learning dengan
Prokrastinasi Akademik dalam Menghadal Al-Quran pada Mahasantri
Ma’HAD ’ALY Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya. Jurnal Penelitian
Psikologi., 02(01), 1–7. Retrieved from
http://ejournal.unesa.ac.id/data/journals/17/articles/4582/public/4582-7136-
1-PB.pdf
Rohmaniyah, A. (2018). Hubungan antara Self Regulated Learning dengan
Prokrastinasi Akademik pada Anggota BEM Universitas X. Jurnal Penelitian
Psikologi., 5(2), 1–6.
Santrock, J. W. (2012). Educational Psychology (5th ed.). Singapore: McGraw Hill.
Wibowo, H. (2007). Forune Favors the Ready! Bandung: Oase Mata Air Makna.
Wicaksono, L. (2017). Prokrastinasi akademik mahasiswa. Jurnal Pembelajaran
Prospektif, 2(2), 67–73.
Zain, N., & Wahyuni, S. S. (2015). Self Regulated Learning dan Prokrastinasi:
Studi pada Siswa SMK Panca Karya Tanggerang. Jurnal Pendidikan Ekonomi
Dan Bisnis, 3(2), 142–150. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Anda mungkin juga menyukai