Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Prokrastinasi merupakan suatu praktik menunda pekerjaan yang telah menjadi
kebiasaan atau pola terus menerus yang selalu dilakukan individu ketika dihadapkan dengan
suatu tugas (Meier et al., 2016). Sebagian besar pelajar dan mahasiswa melakukan
prokrastinasi akademik, yaitu praktik menunda pengerjaan tugas atau malah tidak
menyelesaikan pekerjaan rumah. Sebagian pelajar atau mahasiswa mengerjakan tugas
berdekatan dengan tenggat waktu pengumpulannya, sehingga hasilnya terkadang di bawah
standar. Menurut Albalwi et al. (2019), prokrastinasi merupakan penundaan tugas yang
disengaja, padahal tugas tersebut harus diselesaikan oleh individu, bahkan individu tersebut
terkadang menyadari bahwa perilaku prokrastinasi yang dilakukan memiliki konsekuensi
negatif.
Ferrari dan Pychyl (2012) menyatakan bahwa prokrastinasi merupakan suatu perilaku
penundaan yang bersifat sengaja terhadap suatu pekerjaan atau tugas dengan mengetahui
bahwa tindakan tersebut akan memiliki dampak negatif di masa depan. Menurut temuan
penelitian yang dilakukan oleh Hammoudi et al. (2021) terhadap mahasiswa, lebih dari 30
persen di antara mereka dikategorikan memiliki tingkat prokrastinasi yang tinggi. Hal
tersebut menunjukkan bahwa banyak mahasiswa yang pernah atau sedang melakukan
prokrastinasi akademik atau perilaku menunda-nunda. Prokrastinasi akademik memiliki
pengaruh negatif terhadap setiap individu yang melakukannya, seperti pekerjaan yang tidak
selesai dan tugas tambahan yang semakin menumpuk.
Perilaku prokrastinasi akademik tidak dapat ditoleransi karena akan berdampak
negatif. Sehingga, sangat penting untuk melakukan intervensi berupa modifikasi perilaku
untuk mengendalikan, bahkan menghilangkan perilaku prokrastinasi akademik. Berdasarkan
paparan latar belakang permasalahan di atas, Penulis akan menyusun rancangan intervensi
berupa modifikasi perilaku untuk mengendalikan perilaku prokrastinasi akademik melalui
metode asesmen dan intervensi yang tepat sesuai dengan konsep dasar modifikasi perilaku
dalam psikologi. Diharapkan, rancangan intervensi dari Penulis dapat digunakan untuk
menambah pengetahuan dan wawasan terkait asesmen dan intervensi terhadap klien yang
melakukan prokrastinasi akademik.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori yang Digunakan
1. Prokrastinasi Akademik
Prokrastinasi merupakan praktik menunda pekerjaan yang sudah menjadi
kebiasaan atau pola terus menerus yang selalu dilakukan individu ketika dihadapkan
dengan suatu tugas. Prokrastinasi dalam pengerjaan tugas disebabkan oleh pemikiran
yang tidak rasional terhadap tugas tersebut. Individu dapat menunda-nunda pekerjaan
dalam berbagai situasi. Prokrastinasi akademik merupakan istilah yang digunakan
untuk menyebut prokrastinasi dalam bidang akademik. Prokrastinasi akademik
dilakukan oleh pelajar maupun mahasiswa. Prokrastinasi akademik dan prokrastinasi
nonakademik merupakan istilah yang digunakan oleh para profesional untuk
membedakan jenis kegiatan yang cenderung ditunda oleh para pelaku prokrastinasi
(Meier et al., 2016).
Menurut Yuangga dan Sunarsi (2018), prokrastinasi merupakan perilaku
penundaan yang banyak dilakukan oleh individu. Berbagai contoh perilaku
prokrastinasi yang tidak seharusnya dilakukan terhadap suatu tugas seperti perilaku
prokrastinasi yang dilakukan oleh individu ketika memulai atau menyelesaikan
pekerjaan, karena dapat menyebabkan tugas selesai terlambat. Prokrastinasi akademik
merupakan suatu jenis prokrastinasi yang terjadi ketika mengerjakan tugas-tugas
formal yang berkaitan dengan tugas akademik, seperti menyusun makalah, membaca
buku teks, menghadiri perkuliahan, mengerjakan tugas sekolah, belajar untuk ujian,
dan membuat tugas proyek (Hernaus, 2021). Prokrastinasi yang dilakukan oleh
individu dapat menjadi kebiasaan. Individu yang suka melakukan prokrastinasi akan
menjadi salah satu penyebab individu lain untuk melakukan prokrastinasi juga,
sekaligus menyebarkan kebiasaan tersebut (Myrick, 2016).
Menurut Kervin dan Barrett (2018), seorang pelaku prokrastinasi akan secara
tidak sadar mengulangi perilaku mereka. Ketika diberi suatu pekerjaan, seorang
pelaku prokrastinasi akan menanamkan keyakinan bahwa dia akan melakukan
pekerjaan tersebut dengan baik, meskipun dia tidak melakukan pekerjaan tersebut saat
ini. Pelaku prokrastinasi akan mengerjakan berbagai pekerjaan secara mendadak,
tanpa persiapan sebelumnya. Terkadang, pekerjaan yang diberikan tidak dapat
diselesaikan sebelum waktu pengumpulan tugas berakhir, dan pelaku prokrastinasi
terjebak dalam siklus prokrastinasi, di mana hal tersebut akan menjadi pola kebiasaan
yang akan terus dilakukan pelaku prokrastinasi.
Menurut Rozental dan Carlbring (2014), penyebab prokrastinasi dapat
bersumber dari faktor kognitif maupun faktor perilaku, yaitu sebagai berikut.
a. Pemikiran yang salah. Dalam situasi tersebut, individu kurang percaya diri
terhadap kemampuan mereka untuk melakukan suatu pekerjaan, Sehingga,
individu lebih memilih untuk menunda tugas dan akhirnya mengumpulkannya
ketika batas waktu pengumpulan sangat dekat. Hal tersebut kemudian dijadikan
alasan oleh pelaku prokrastinasi apabila mereka mengalami kegagalan dalam
pekerjaannya.
b. Pernyataan diri dan kesadaran diri pribadi. Individu dengan pernyataan diri dan
pengendalian diri yang lemah cenderung melakukan prokrastinasi dan selalu
mencari-cari alasan untuk melakukan hal tersebut.
c. Kesalahpahaman tentang penyebab kegagalan di masa lalu. Kegagalan di masa
lalu diyakini oleh individu sebagai hasil dari faktor yang berada di luar kendali di
individu tersebut. Individu meyakini bahwa tidak peduli seberapa keras mereka
bekerja, mereka tidak mungkin berhasil.
d. Standar penilaian yang tidak masuk akal. Dalam skenario tersebut, perfeksionisme
merupakan motivasi utama seorang pelaku prokrastinasi untuk menghindari
tanggung jawabnya. Pelaku prokrastinasi membutuhkan waktu lebih lama untuk
menyelesaikan pekerjaan dengan hasil yang baik karena mereka memiliki standar
kerja yang tinggi.
Menurut Metin et al. (2016), perilaku prokrastinasi memiliki empat komponen,
yaitu sebagai berikut.
a. Terdapat niat yang rendah untuk mulai melakukan aktivitas. Hal tersebut berarti
menunda dalam memulai dan menyelesaikan pekerjaan. Pelaku prokrastinasi
biasanya kurang memiliki dorongan untuk mulai mengerjakan tugas sampai
selesai.
b. Memiliki standar kerja di bawah standar. Individu yang melakukan prokrastinasi
lebih lambat untuk menyelesaikan kegiatan, yang memaksa mereka untuk terburu-
buru melalukan suatu pekerjaan hingga menghasilkan hasil akhir yang di bawah
standar.
c. Terdapat pekerjaan lain yang lebih penting untuk dilakukan. Dalam situasi ini,
individu memahami pentingnya penyelesaian tugas, tetapi mereka sering tidak
menyelesaikannya dengan cepat dan malah fokus pada kegiatan lain yang mereka
anggap lebih penting untuk diselesaikan.
d. Saat melakukan aktivitas, terdapat perasaan marah yang hadir. Dalam skenario ini,
individu mengalami emosi negatif seperti khawatir, merasa bersalah, murka, dan
panik. Ketika orang mengerjakan tugas-tugas yang tertunda, mereka mengalami
tekanan emosional.
2. Modifikasi Perilaku
Menurut Kazdin (2012), modifikasi perilaku merupakan salah satu cara yang
dapat digunakan untuk mengubah perilaku individu. Modifikasi perilaku merupakan
metode pengubahan perilaku melalui penggunaan konsep pembelajaran. Perubahan
akan lebih berhasil apabila didasarkan atas pengetahuan yang akurat tentang alasan
suatu perilaku tersebut dilakukan. Tujuan utama dari modifikasi perilaku adalah untuk
meningkatkan atau mengembangkan perilaku adaptif sembari mengurangi atau
menghilangkan perilaku nonadaptif (Auerbach et al., 2015). Modifikasi perilaku
didefinisikan oleh Kim et al. (2017) sebagai keseluruhan aktivitas yang ditujukan
untuk mengubah perilaku individu. Modifikasi perilaku merupakan upaya untuk
menerapkan prinsip-prinsip proses belajar atau konsep psikologis dari hasil
eksperimen terdahulu ke dalam perilaku manusia (Mazur, 2015). Modifikasi perilaku
pada umumnya melibatkan penerapan teori belajar operant conditioning untuk
memodifikasi perilaku. B. F. Skinner menggunakan istilah operant conditioning untuk
menggambarkan peran lingkungan dalam menghasilkan perubahan perilaku tertentu
(Pierce & Cheney, 2017). Asumsi modifikasi perilaku adalah sebagai berikut.
a. Perilaku belajar merupakan sesuatu yang feasible atau mungkin untuk dilakukan.
b. Perilaku tidak bersifat permanen, tetapi dapat dilatih, diajarkan, diubah, atau
disesuaikan.
c. Mayoritas perilaku merupakan hasil dari stimulus eksternal.
d. Setiap perilaku yang akan dimodifikasi harus memiliki program manajemen
perilakunya sendiri.
3. Modelling
Modelling merupakan perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil dari
pengamatan terhadap individu lain (Kelder et al., 2015). Metode ini mengharuskan
adanya model seperti instruktur, alat peraga, orang tua, rekan kerja, atau terapis, serta
pengamat atau klien yang akan menjadi target modifikasi perilaku. Terdapat dua jenis
modelling, yaitu modelling langsung atau ditampilkannya perilaku target secara
langsung saat klien melihatnya, serta modelling simbolik atau ditampilkannya
perilaku target dalam bentuk film, rekaman video, atau imajinasi.
4. Reinforcement
Reinforcement merupakan pemberian stimulus berupa benda maupun
Tindakan yang mengikuti perilaku tertentu dan berfungsi untuk memperkuatnya.
Reinforcement dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu positive
reinforcement dan negative reinforcement. Positive reinforcement merupakan
pemberian konsekuensi ketika seseorang berhasil melaksanakan perilaku yang
diharapkan, serta bertujuan agar perilaku yang diinginkan meningkat atau
dipertahankan. Sedangkan, negative reinforcement merupakan penghapusan
konsekuensi ketika seseorang melakukan perilaku yang diharapkan untuk
menumbuhkan atau mempertahankan perilaku tersebut (Landrum & Kauffman, 2013).
B. Asesmen
1. Tujuan Asesmen
a) Untuk memahami individu.
b) Untuk mempelajari lebih lanjut tentang permasalahan perilaku yang akan
ditangani.
c) Untuk memprediksi kecenderungan berperilaku.
d) Untuk memilih intervensi dan teknik modifikasi perilaku yang paling tepat untuk
klien.
2. Rancangan Asesmen
a) Observasi. Salah satu teknik yang dapat dilakukan dalam pengumpulan data
adalah observasi. Observasi merupakan pengumpulan data langsung dari
lapangan. Dalam pendekatan kualitatif, data tidak akan dikumpulkan dari jarak
jauh, tetapi harus diperoleh secara langsung di lapangan, baik dari tetangga,
organisasi, maupun komunitas. Data yang dikumpulkan memberikan gambaran
tentang sikap, perilaku, perilaku, tindakan, dan pola interaksi umum individu.
Data observasional juga dapat berbentuk interaksi di dalam organisasi atau
pengalaman para anggotanya (Kawulich, 2012). Istilah observasi sering
digunakan bergantian dengan pengamatan, yaitu tindakan memperhatikan
perilaku yang dilakukan orang lain dan mendengarkan perkataan yang dikatakan
orang lain. Observasi merupakan suatu bentuk pengumpulan data yang dilakukan
secara sengaja dengan mengamati dan mendokumentasikan seluruh objek di
hadapan pengamat (Nardi, 2018). Observasi merupakan pengamatan langsung
terhadap gejala-gejala yang terjadi baik dalam keadaan alami maupun buatan.
Yang dimaksud dengan keadaan buatan dalam definisi tersebut mencakup
pengamatan di laboratorium yang bersifat eksperimental (Glassman & Hadad,
2013). Observasi merupakan suatu pendekatan formal dan informal yang di
dalamnya terdapat kegiatan mengamati kejadian atau peristiwa, mencatat apa
yang diamati, dan item yang diamati tersebut adalah perilaku. Proses mengamati
dan merekam perilaku dikenal sebagai observasi. Tujuan dari observasi adalah
untuk membuat penilaian, dan target pengamatan adalah perilaku. Observasi
harus dilakukan secara sistematis, artinya seluruh proses pengamatan harus
memenuhi metode dan persyaratan tertentu. Demikian pula, prosedur dan
keadaan khusus harus diikuti selama proses perekaman, sedangkan tujuan
membuat keputusan berdasarkan hasil observasi adalah untuk membuat
kesimpulan tentang berbagai hal, seperti ketika psikolog melakukan pengetesan
terhadap perkembangan motorik kasar anak PAUD, apakah perkembangannya
sesuai dengan usianya atau tidak, sehingga dapat dibuat pilihan apakah anak
tersebut membutuhkan perawatan lebih lanjut atau tidak. Terdapat dua jenis
observasi, yaitu observasi partisipan atau observasi yang melibatkan pengamat
dalam seluruh kegiatan yang dilakukan oleh subjek, serta observasi nonpartisipan
atau observasi yang tidak melibatkan pengamat dalam seluruh kegiatan yang
dilakukan oleh subjek (Angrosino, 2016). Dalam observasi mahasiswa yang
melakukan prokrastinasi ini, Penulis akan menggunakan metode observasi
nonpartisipan.
b) Wawancara, merupakan teknik pengumpulan data yang terdiri dari interaksi
langsung antara dua orang atau lebih untuk bertukar informasi dan gagasan
dengan mengajukan pertanyaan secara verbal, sehingga dapat terbentuk
pemaknaan terhadap suatu masalah tertentu (Alshenqeeti, 2014). Wawancara
dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu wawancara terfokus dan
wawancara informal atau tidak terencana. Wawancara terfokus merupakan
wawancara yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara terstruktur dan
berfokus pada satu topik tertentu. Wawancara tidak terencana merupakan
wawancara yang ditujukan kepada narasumber yang dipilih secara tidak sengaja
dan bukan melalui proses seleksi yang menyeluruh (Rubin & Rubin, 2011).
Menurut Ayala & Elder (2011), ketika melakukan wawancara dengan
narasumber, pertanyaan harus mencakup topik-topik berikut.
1) Apa: apa yang terjadi, apa yang dikatakan dan dilakukan, dan apa makna
perilaku tersebut bagi narasumber.
2) Siapa: siapa yang berpartisipasi, siapa yang mendorong narasumber untuk
melakukan suatu perilaku, dan siapa sasaran perilakunya.
3) Kapan: kapan peristiwa itu terjadi.
4) Dimana: lokasi terjadinya suatu perilaku, serta konteks sosial dan geografis.
5) Mengapa: alasan terjadinya suatu perilaku, serta unsur-unsur yang
berkontribusi terhadapnya.
6) Bagaimana: bagaimana suatu perilaku terjadi, dan bagaimana perilaku
tersebut terhubung dengan peristiwa lain.
C. Dinamika Kasus
Subjek senang menunda-nunda pekerjaan dan baru mengerjakan tugas di menit-
menit terakhir, bahkan sampai tidak bisa tidur karena kebiasaan prokrastinasi yang
dilakukan menyebabkan tugas dilakukan dengan terburu-buru. Subjek atau klien
kemudian memiliki kesibukan lain yang cukup padat, tetapi dalam kesibukan tersebut,
subjek telah memiliki kemampuan untuk membagi waktu. Subjek mengaku bahwa dia
sering menunda dalam melakukan suatu pekerjaan. Subjek merasa bahwa tugasnya
semakin menumpuk. Namun, subjek lebih memilih untuk menunda pekerjaan. Subjek
merasa bahwa dia merupakan seorang yang suka menunda-nunda pekerjaan dan bekerja
ketika mendekati tenggat waktu pengumpulan pekerjaan tersebut, karena mengaku baru
memiliki ide ketika mendekati deadline.
Karena kebiasaan subjek dalam menunda pekerjaan, subjek menyelesaikan
pekerjaan hanya dalam beberapa jam sebelum batas waktu pengumpulan dan tidak tidur
semalaman karena pekerjaan tersebut harus dikumpulkan esok harinya. Subjek kemudian
mengakui bahwa kecenderungan menunda pekerjaan yang harus diselesaikan oleh subjek
dimulai sejak masih sekolah. Subjek jarang menyelesaikan tugas di awal secara perlahan,
dan bahkan lebih sering mengerjakan pada menit terakhir. Namun, subjek menganggap
pekerjaan itu bukan masalah. Subjek sadar bahwa pekerjaan harus diselesaikan, oleh
sebab itu apa pun yang terjadi dalam diri subjek, dia percaya bahwa pekerjaan harus
diselesaikan. Subjek sadar bahwa menunda-nunda pekerjaan merupakan suatu kesalahan,
subjek juga sadar apabila dia melakukan tugas dari jauh hari, hasilnya akan lebih baik
dan dia tidak akan menyiksa dirinya sampai tidak tidur. Subjek mengakui bahwa dia
memiliki keinginan untuk mengurangi kebiasaan prokrastinasi akademik.
D. Analisis Fungsi
Subjek menikmati kebiasaan prokrastinasi yang dimilikinya sejak lama. Di sisi
lain, subjek mengikuti organisasi yang memakan banyak waktu dan tugas, tetapi subjek
masih dapat membagi waktunya secara efektif. Subjek merupakan orang yang
berpenampilan rapi, berbahasa santun, dan memiliki kemampuan kognitif yang cukup
baik. Subjek memiliki persepsi positif terhadap pekerjaan yang dimiliki. Subjek percaya
bahwa pekerjaan harus diselesaikan terlepas dari situasi yang sedang dihadapi. Bahkan,
apabila pekerjaan tersebut harus diselesaikan dalam waktu singkat, subjek meyakini
bahwa tugas itu harus diselesaikan. Sebab, menurut subjek, pekerjaan itu harus
diselesaikan. Namun, perilaku prokrastinasi yang dimiliki oleh subjek tetap dan selalu
dilakukan, perilaku prokrastinasi sudah dilakukan subjek sejak subjek masih bersekolah.
Antecedent atau pemicu dari perilaku ini adalah karena subjek termasuk orang yang
dimanja dalam keluarga. Akibat dari perilaku prokrastinasi, consequence atau
konsekuensi yang harus dihadapi adalah subjek sering mengerjakan tugas pada saat-saat
terakhir, bahkan subjek mengerjakan tugas beberapa jam sebelum pengumpulan tugas,
sehingga subjek sering lembur bahkan tidak tidur sama sekali sehingga menyebabkan
subjek menjadi lesu, tidak bersemangat, karena bekerja pada sistem kebut semalam.
Subjek menyadari bahwa perilakunya tidak pantas dilakukan dan tidak dapat dilakukan
secara terus menerus. Subjek menyadari bahwa kebiasaannya menunda pekerjaan yang
sedang dilakukannya adalah tidak benar. Subjek tidak memiliki masalah klinis, bahkan
subjek dalam keadaan sehat. Subjek memiliki kemampuan komunikasi verbal dan
berpikir rasional yang kuat, mampu memahami sudut pandang orang lain, serta
berpenampilan rapi dan berperilaku wajar.
Berdasarkan paparan di atas, dapat dikatakan bahwa permasalahan utama yang
dihadapi oleh subjek adalah kebiasaan menunda-nunda tugas atau prokrastinasi
akademik. Dalam hal perseptual atau keyakinan, subjek meyakini bahwa tugas harus
diselesaikan. Titik permasalahan utamanya adalah perilaku subjek yang menunda
pengerjaan tugas. Sehingga, subjek melakukan prokrastinasi akademik tetapi hanya
sampai batas tertentu, menyiratkan bahwa subjek hanya memiliki masalah dengan
kebiasaan prokrastinasi akademiknya.
BAB III
RANCANGAN PROGRAM
A. Target Perilaku
Dalam modifikasi perilaku ini, Penulis akan menggunakan rancangan modifikasi
perilaku melalui pendekatan behavioristik, yang berfokus pada pemberian positive
reinforcement dalam bentuk hadiah, pujian, dan model. Positive reinforcement
merupakan pemberian konsekuensi ketika seseorang berhasil melaksanakan perilaku
yang diharapkan agar perilaku yang diinginkan meningkat atau dipertahankan.
Sedangkan, modelling merupakan perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil dari
mengamati orang lain. Penulis menawarkan hadiah atau reward setelah membantu subjek
dalam menyelesaikan tugasnya. Penulis memberikan hadiah setelah subjek berhasil
menyelesaikan tugasnya. Kemudian, Penulis juga menayangkan modelling simbolik
berupa penayangan film yang motivasi terkait seseorang yang mampu meraih kesuksesan
dengan tidak melakukan prokrastinasi akademik, dengan harapan subjek akan meniru
sosok yang menginspirasi dan perilaku menunda pekerjaan akan dapat dikendalikan.
Intervensi khusus ini menawarkan penguatan positif kepada mahasiswa yang melakukan
prokrastinasi akademik dengan memberi mereka hadiah dan pujian.
B. Tujuan
1. Untuk mendorong perilaku menyelesaikan pekerjaan di awal waktu.
2. Untuk membantu subjek dalam mengurangi prokrastinasi akademik.
3. Melalui kegiatan modelling, subjek diharapkan menyadari bahwa prokrastinasi tidak
baik untuk dilanjutkan, serta agar subjek meniru perilaku dari tokoh yang
ditampilkan dalam film yang disajikan.
4. Melalui positive reinforcement, diharapkan subjek dapat merasa terbantu dalam
menyelesaikan tugas tanpa harus menunda-nunda pengerjaannya, melainkan
mengerjakan tugas di awal waktu.
C. Definisi Operasional Perilaku
Prokrastinasi akademik merupakan tindakan menunda penyelesaian tugas
akademik, baik dengan atau tanpa alasan yang jelas (Abbasi & Alghamdi, 2015). Dalam
rancangan modifikasi perilaku ini, Penulis mengelompokkan prokrastinasi akademik ke
dalam tiga komponen, yaitu kecenderungan untuk menunda dalam melakukan suatu
pekerjaan, kesulitan dan penghindaran melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan,
serta menyalahkan orang lain atas kegagalan yang dialami dalam suatu pekerjaan.
D. Teknik Pengukuran Perilaku
Dalam pengukuran perilaku target, yaitu prokrastinasi akademik, Penulis
menggunakan teknik observasi, yaitu strategi atau pendekatan pengumpulan data yang
melibatkan pemantauan aktivitas yang sedang berlangsung. Untuk meningkatkan
keberhasilan observasi yang dilakukan oleh Peneliti, informasi dikumpulkan berupa
keadaan atau fakta alam, serta perilaku dan hasil kerja responden dalam skenario alam.
Di sisi lain, observasi memiliki keterbatasan dalam hal penggalian informasi berupa
pendapat atau persepsi tentang subjek yang diteliti. Penulis akan menggunakan
instrumen yang sesuai dengan keadaan lapangan untuk mengoptimalkan temuan
pengamatan Penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Abbasi, I. S., & Alghamdi, N. G. (2015). The prevalence, predictors, causes, treatment, and
implications of procrastination behaviors in general, academic, and work setting.
International Journal of Psychological Studies, 7(1), 59–66.
Albalwi, A., Stefanidis, A., Phalp, K., & Ali, R. (2019). Procrastination on social networks:
Types and triggers. International Conference on Behavioral, Economic and Socio-
Cultural Computing, 1–7.
Alshenqeeti, H. (2014). Interviewing as a data collection method: A critical review. English
Linguistics Research, 3(1), 39–45.
Angrosino, M. V. (2016). Naturalistic observation. Routledge.
Auerbach, J., Kanarek, A. R., & Burghardt, G. M. (2015). To play or not to play? That’sa
resource abundance question. Adaptive Behavior, 23(6), 354–361.
Ayala, G. X., & Elder, J. P. (2011). Qualitative methods to ensure acceptability of behavioral
and social interventions to the target population. Journal of Public Health Dentistry,
71, 69–79.
Ferrari, J. P., & Pychyl, T. A. (2012). “If I wait, my partner will do it”: The role of
conscientiousness as a mediator in the relation of academic procrastination and
perceived social loafing. North American Journal of Psychology, 14(1), 13–25.
Glassman, W., & Hadad, M. (2013). Approaches to psychology. McGraw-Hill.
Hammoudi, S. F., Mreydem, H. W., Ali, B. T., Saleh, N. O., Chung, S., Hallit, S., &
Salameh, P. (2021). Smartphone screen time among university students in Lebanon
and its association with insomnia, bedtime procrastination, and body mass index
during the COVID-19 pandemic: A cross-sectional study. Psychiatry Investigation,
18(9), 871–878.
Hernaus, T. (2021). Walking the line: In search of academic balance. In Becoming an
organizational schoalr. Edward Elgar Publishing.
Kawulich, B. (2012). Collecting data through observation. In Doing social research: A
global context (pp. 150–160). McGraw-Hill.
Kazdin, A. E. (2012). Behavior modification in applied settings. Waveland Press.
Kelder, S. H., Holscher, D., & Perry, C. L. (2015). How individuals, environments, and
health behaviors interact. In Health behavior: Theory, research, and practice (p. 159).
Wiley.
Kervin, C. E., & Barrett, H. E. (2018). Emotional management over time management: Using
mindfulness to address student procrastination. WLN: A Journal of Writing Center
Scholarship, 42(9), 10–18.
Kim, H. S., Wohl, M. J., Salmon, M., & Santesso, D. (2017). When do gamblers help
themselves? Self-discontinuity increases self-directed change over time. Addictive
Behaviors, 64, 148–153.
Landrum, T. J., & Kauffman, J. A. (2013). Behavioral approaches to classroom
management. Routledge.
Mazur, J. E. (2015). Learning and behavior: Instructor’s review copy. Psychology Press.
Meier, A., Reinecke, L., & Meltzer, C. E. (2016). “Facebocrastination”? Predictors of using
Facebook for procrastination and its effects on students’ well-being. Computers in
Human Behavior, 64, 65–76.
Metin, U. B., Taris, T. W., & Peeters, M. C. (2016). Measuring procrastination at work and
its associated workplace aspects. Personality and Individual Differences, 101, 254–
263.
Myrick, J. G. (2016). Emotion regulation, procrastination, and watching cat videos online:
Who watches Internet cats, why, and to what effect? Computers in Human Behavior,
52, 168–176.
Nardi, P. M. (2018). Doing survey research: A guide to quantitative methods. Routledge.
Pierce, W. D., & Cheney, C. D. (2017). Behavior analysis and learning: A biobehavioral
approach. Routledge.
Rozental, A., & Carlbring, P. (2014). Understanding and treating procrastination: A review of
a common self-regulatory failure. Psychology, 5(13), 1488.
Rubin, H. J., & Rubin, I. S. (2011). Qualitative interviewing: The art of hearing data. SAGE.
Yuangga, K. D., & Sunarsi, D. (2018). The influence of procrastination and low time
management on student self efficacy at MA Soebono Mantofani. Pinisi Discretion
Review, 2(1), 85–92.

Anda mungkin juga menyukai