Sasaran
Seorang ibu tiba di ruang praktek seorang dokter untuk melakukan cek-up
anaknya yang sehat yang berusia 6 bulan. Seperti dalam cek-up sebelumnya, dia tiba di
sana sepuluh menit lebih awal dan meminta menunggu di ruang tunggu khusus bagi anak
sehat agar anaknya tidak terkena infeksi dari anak-anak yg sakit yg menunggu di ruang
tunggu umum. Janji pemeriksaan yang sudah dijadwalkan pada 10:00 AM sudah lewat.
Tapi si ibu belum dipanggil juga. Jam telah menunjukkan pukul 10:30, kemudian 11:00,
kemudian 11:30. Perawat dengan sopan mengatakan bahwa tadi dokter mendapat
panggilan darurat dengan berkata, “Saya yakin anda pasti akan mengerti. Jika ini terjadi
pada anak anda, anda tentu ingin dokter segera memeriksa anak anda.” Meskipun si ibu
mengingat dia harus menjemput putranya di sekolah siang itu. Si ibu akhirnya menemui
perawat yg telah merusakkan harinya, yang selalu terlihat sedang menikmati makan
siangnya setiap kali dia melewati ruang perawat, untuk menanyakan apakah putrinya bisa
karena harus datang lagi di lain waktu untuk melakukan cek-up, si ibu mendesak ingin tahu
apakah pada pemeriksaan nanti (yg sudah dijadwal-ulangkan) dokter akan mendapat
panggilan darurat lagi. Ketika si ibu dan anaknya tiba untuk pemeriksaan yang telah
dimundurkan, si ibu tidak pernah menjauh dari meja resepsionis sampai-sampai semua
staff tahu bahwa dia sedang menunggu dan siap untuk diperiksa. Para staff dengan segera
Karena si anak mendapat suntikan imunisasinya dan layanan kesehatan anak sehat
bisa menyimpulkan bawa dia dan keluarganya telah mendapat layanan kesehatan medis
dan dilaksanakan menurut pada petunjuk klinis yang paling baik yang tersedia, tak adanya
manajemen mutu menjadi sebab munculnya ketidakpuasan keluarga ini dalam berinteraksi
dengan sistem layanan kesehatan. Dalam contoh ini, tidak adanya manajemen mutu
anak sehat sekaligus menangani panggilan darurat pada hari yang sama, penjadwalan
pasien dan sistem antri yang tidak efektif, dan ruang praktek atau kantor yang tidak
memiliki mekanisme yang bagus dalam berkomunikasi dengan pasien dan dalam
menangani harapan dan menanggapi keinginan mereka. Isu-isu ini tidak ada kaitannya
dengan kualitas layanan kesehatan medis; semua ini berkenaan dengan kualitas pelayanan
pasien.
Contoh ini mengilustrasikan pertanyaan penting yang harus dijawab oleh manajer
kualitas/mutu? Apakah yang dimaksud dengan Manajemen Mutu? Apakah peran manajer
dalam proses mutu? Bab ini akan mulai dengan membahas pertanyaan-pertanyaan tersebut
dengan mutu, dan menjernihkan konsep-konsep umum dan term-term penjelas yang secara
khusus berhubungan dengan kata “kualitas” dan bagaimana semua itu digunakan dan
buku ini. Dengan semakin banyaknya studi-studi yang menunjukkan gap dalam kualitas
layanan kesehatan di Amerika Serikat (lihat Gambar 1.1), apa pentingnya kita berfokus
pada manajemen? Alasannya adalah bahwa semua layanan kesehatan diberikan dalam
dan/atau antara organisasi. Scott (1998,10) menjelaskan organisasi sebagai “struktur sosial
yang dibentuk beberapa individu untuk mendukung kegiatan usaha bersama dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan.” Metode operasi dan karakteristik kelembagaan
dari suatu organisasi layanan kesehatan mungkin saja berbeda satu sama lain berdasarkan
pada perbedaan tujuan, fokus dan nilai yang dianut (Kelly 2002; Kaboolian 2000). Akan
tetapi, apakah tujuan dari suatu organisasi layanan kesehatan adalah pemberian layanan,
kesehatan publik, pendidikan atau sosialisasi kesehatan; apakah fokus dari suatu organisasi
layanan kesehatan adalah layanan kesehatan dasar, layanan kesehatan akut, layanan jangka
panjang, atau asuransi atau pengurusan pembayaran; dan apakah nilai kegiatan dari suatu
organisasi layanan kesehatan adalah perkotaan atau pedesaan, umum atau privat, non profit
atau mencari profit, dimiliki perseorangan atau lembaga pemerintah, semua organisasi
jantung) dan membuat produk aktual (misalnya menyediakan air bersih) merupakan
fungsi-fungsi dari para profesional klinis dan teknis, tugas-tugas organisasional yang
organisasi. Ruang lingkup, fokus, perspektif, dan taktik bisa beragam tergantung dari level
akan tetapi, semua orang yang menjalankan peran manajemen atau mengemban tanggung
jawab manajemen dalam suatu organisasi diharuskan mencari cara untuk melaksanakan
Kualitas atau mutu bukanlah semata-mata tanggung jawab dari para pelaksana
mutu dari suatu organisasi; keselamatan pasien bukanlah semata-mata tanggung jawab
petugas keselamatan pasien. Para pelaksana yang menjalankan peran ini mungkin saja
sumber daya tenaga ahli dalam membantu para manajer dalam memahami permasalahan;
memilih; dan mengimplementasikan taktik, intervensi, dan metode. Akan tetapi, tanggung
jawab dalam memastikan mutu dan hasil-hasil yang aman bagi para pasien, konsumen,
stakeholder, dan para pegawai ada pada mereka yang punya peran dalam menentukan apa
dan bagaimana tujuan-tujuan organisasional dirumuskan dan ditetapkan; bagaimana
digunakan dan dirawat atau dipelihara; dan bagaimana aktivitas-aktivitas dalam organisasi
layanan kesehatan dengan segera menjadi tanggung jawab bersama dari para profesional
klinis dan para profesional manajemen. Seperti yang dinyatakan Griffith dan White (2005,
188), “sama halnya sekarang dengan obat-obatan yang mengikuti panduan-panduan dalam
perawatan; para manajer yang sukses akan menggunakan fakta-fakta dan proses-proses
mereka lakukan.” Pembahasan yang ditampilkan dalam buku ini dimaksudkan memberikan
pengambilan keputusan berkenaan dengan mutu dan keselamatan dalam organisasi layanan
kesehatan.
Perspektif para periset layanan kesehatan mungkin akan mendominasi definisi dan
pendekatan pada mutu dalam banyak sudut pandang. Definisi mutu yang diterima dengan
luas adalah yang diberikan Institute of Medicine, adalah sebagai berikut: “derajat pada
mereka sendiri. Misalnya, seorang dokter yang mengemban peran manajemen mutu
temuan atau berdasarkan panduan praktek klinis. Seorang ahli statistik dalam peran
akan menekankan kerja sama dan penilaian pelaksanaan kerja yang berdasarkan tim, dan
dalam peran ini mungkin akan menekankan pendekatan holistik pada mutu. Seperti itu
pula, fokus seorang manajer pendidikan yang nonklinis dapat mempengaruhi definisi dan
pendekatannya dalam menangani mutu. Seorang manajer yang dididik di sekolah bisnis
mungkin akan menekankan strategi, sementara dia yang dilatih sebagai seorang akuntan
mungkin akan menekankan bottom line (penghitungan total dari suatu akun). Manajer
hubungan dan struktur organisasional, dan manjer yang dididik di kesehatan publik akan
perspektif dan pilihan mengenai mutu di layanan kesehatan dan bermacam cara yang
mungkin terungkap dalam organisasi layanan kesehatan. Mengingat sifat mutu yang multi-
segi, hal ini mengedepankan beberapa pertanyaan tambahan bagi para manajer layanan
kesehatan: apa yang dimaksud dengan mutu dalam layanan kesehatan? Pendekatan yang
Menurut Dalrymple dan Drew (2000, 697), “mutu atau kualitas secara konseptual
adalah hal yang kompleks yang merupakan suatu sintesis dari ajaran, metode dan
pengetahuan dari bermacam disiplin ilmu.” Sebagai akibatnya, seorang manajer layanan
kesehatan dengan mudah menjadi terjebak dan kewalahan dalam kompleksitas dan oleh
banyaknya ragam pandangan dalam topik ini. Akan tetapi, jika manajer layanan kesehatan
memandang keberagaman perspektif ini sebagai suatu aset alih-alih sebagai suatu
hambatan, dia berkesempatan untuk mengambil manfaat dari samudra ajaran, metode, dan
organisasi layanan kesehatan telah menjadi objek dari banyak tren, kecenderungan, dan
profesional yang memiliki tanggung jawab “kualitas” mungkin akan mengganti nama dari
pekerjaannya menurut tren terbaru, para manajer harus faham apa yang harus dilakukan
aktivitas yang berkenaan dengan mutu diberi nama. Langkah pertama bagi para manajer
Definisi
mutu/kualitas, perbaikan mutu yang kontinyu, mutu total dan manajemen mutu.
Mutu Medis
Sejak awal tahun 1970an, kerja Avedis Donabedian telah dipengaruhi oleh paradigma
medis yang berlaku pada masa itu dalam mendefinisikan dan mengukur mutu/kualitas.
Misalnya, dalam suatu praktek pengobatan internal dengan banyak dokter, jumlah
dan kualifikasi dari para dokter, para asisten dokter, perawat dan staf kantor dipandang
sebagai pengukuran struktur. Persentase dari pasien usia lanjut yang sudah sewajarnya
mendapat vaksin influensa dipandang sebagai pengukuran proses, dan persentase pasien
usia lanjut yang didiagnosa dan dirawat karena influensa dipandang sebagai pengukuran
hasil dari praktek ini. Staf di kantor (struktur) akan mempengaruhi kemampuan praktek
tersebut dalam mengidentifikasi pasien yang layak mendapat vaksin juga mengatur secara
tepat ketersediaan vaksin (proses), yang pada gilirannya akan memengaruhi jumlah pasien
yang terkena influensa (hasil). Ingatlah bahwa pengukuran proses harus memiliki
keterhubungan yang jelas dengan hasil jika ingin pengukuran itu efektif dalam mengukur
mutu.
Jaminan Kualitas
kerusakan-kerusakan kasat mata yang ditemui dalam suatu produk; dalam industri jasa,
seperti layanan kesehatan, cacat mengacu pada para pelaksana yang melaksanakan suatu
tugas atau layanan dengan buruk. Misalnya, dalam departemen yang melakukan pra-
otorisasi asuransi, beberapa karyawan secara akurat dan cepat bisa melakukan lebih banyak
karyawan, yang biasa disebut dengan “tukang melamun”, hanya bisa menyelesaikan
setengah praotorisasi yang dilakukan karyawan yang rajin. Sisanya kira-kira berada
diantaranya.
tertentu bagi para karyawan dalam menyelesaikan jumlah praotorisasi perharinya. Manajer
menyadari bahwa angka produktivitas si tukang melamun berada di bawah, maka dia
beberapa upaya yang tak berhasil dalam memenuhi tujuan-tujuan produktivitas minimum,
para pekerja yang memiliki statistik produktivitas paling rendah akhirnya didepak. Setelah
para pelamun tidak ada, jumlah rata-rata praotorisasi per karyawan menjadi naik.
kurva ini memperlihatkan hasil dari banyak karyawan dalam melakukan proses yang sama
vertikal di tengah kurva dan disebut sebagai mean (angka rata-rata dari praotorisasi per
karyawan), median, atau tren. Disamping itu pelaksanaan kerja (performans) bervariasi;
sejumlah data berada pada ujung “baik” dari kurva (karyawan tangkas) dan sejumlah data
ada di ujung “buruk” dari kurva tersebut (para pelamun). Variasi output para karyawan
ditunjukkan oleh lebar kurva atau jarak atau lebarnya jarak dari mean atau tingkat rata-rata
pelaksanaan kerja.
Sumber: dimuat atas seijin James, B.1989. Quality Management for Healthcare Delivery, 37.
Chicago: The Health Research and Educational Trust of the American Hospital Association.
QA manajer ini adalah untuk menetapkan suatu ambang pelaksanaan kerja yang
digambarkan dengan garis vertikal pada ekor “buruk” dari kurva tersebut (yaitu, jumlah
minimum harian dari praotorisasi yang dikerjakan per karyawan). Ambang ini membuat
para pelamun menjadi menonjol. Ketika pelaksanaan kerja yang rendah dari kelompok ini
secara formal diidentifikasi dan dihilangkan, jumlah rata-rata praotorisasi per karyawan
menjadi naik, yang ditunjukkan dengan garis vertikal putus-putus di sebelah kiri garis
Peningkatan Kualitas
Dihadapkan pada situasi yang sama, intervensi manajer akan sangat berbeda jika dia
improvement, CQI). Pertanyaan pertama yang akan dilontarkan kepada dirinya adalah,
“kenapa terdapat karyawan yang benar-benar tangkas dan yang lain membutuhkan waktu
lebih banyak dalam menyelesaikan kerja mereka?” Pertama-tama dia bicara dengan dan
mengamati para karyawan yang tangkas dan kemudian dengan para pelamun untuk
memahami bagaimana dan kenapa mereka membutuhkan waktu yang berbeda dalam
mengerjakan kerja yang sama. Dia meminta pekerja tangkas berkumpul bersama,
menyelenggarakan rapat pekerja agar semua karyawan bisa belajar bagaimana para
memutuskan untuk mengadopsi pelaksanaan kerja tersebut sebagai prosedur standar yang
baru. Para pekerja tangkas diminta melatih karyawan lainnya yang ada dalam departemen
tersebut.
contoh QA, performansi (pelaksanaan kerja) digambarkan dengan kurva berbentuk lonceng
di sebelah kiri. Akan tetapi, cara tercapainya tingkat rata-rata pelaksanaan kerja yang lebih
tinggi itu sangat berbeda dari apa yang kita lihat pada gambar 1.2. Perbaikan atas proses
kerja menggeser seluruh kurva ke sebelah kiri, yang pada gilirannya meningkatkan tingkat
rata-rata dari performansi. Dengan melakukan standarisasi proses yang digunakan dalam
menyelesaikan suatu praotorisasi menurut pada apa yang dilakukan oleh para karyawan
karyawan yang lebih cepat atau lebih lamban, waktu rata-rata dalam menyelesaikan suatu
praotorisasi menjadi terkoreksi. Di samping itu, distribusi (persebaran data) jauh lebih
dekat pada angka rata-rata, yang digambarkan dengan menyempitnya bentuk kurva;
sekarang perbedaan produktivitas di antara para pekerja menjadi telah berkurang daripada
sebelumnya. Dalam QI, tujuannya bukan hanya untuk meningkatkan rata-rata pelaksanaan
kerja, tapi juga mengurangi variasi-variasi kerja yang tak penting dalam proses kerja
tersebut (James 1989; 1993). Dengan cara ini proses tersebut menghasilkan output atau
Sumber: Dimuat atas seijin James, B. 1989. Quality Management for Healthcare Delivery,
37. Chicago: The Health Research and Educational Trust of the American Hospital
Association.
Kualitas Total
Karena istilah “kualitas total” (total quality, TQ), juga diacu sebagai manajemen
kualitas total atau TQM, seringkali dipakai untuk menyebutkan term “QI” dan “CQI”,
mahasiswa dan manajer kadang dibuat bingung oleh dua konsep yang berbeda namun
saling berhubungan ini. Definisi berikut menjernihkan perbedaan antara TQ dan CQI.
Kualitas total adalah “filosofi atau pendekatan dalam manajemen yang dapat
dikarakterisasi melalui prinsip, praktek dan tekniknya. Tiga prinsipnya adalah fokus
prakteknya ditopang oleh berbagai macam teknik (yaitu, metode langkah demi
langkah yang spesifik yang ditujukan untuk membuat praktek yang dilakukan berjalan
Dari definisi ini, orang bisa melihat bahwa TQ dan CQI tidaklah sama; TQ
adalah konsep strategis, sementara CQI merupakan satu dari tiga prinsip yang
menopang suatu strategi TQ. Bermacam praktek dan teknik tersedia untuk digunakan
para manajer dalam menerapkan prinsip CQI pada level operasional dan taktis.
Manajemen Kualitas
Para manajer tidak hanya harus memahami perbedaan antara TQ dengan CQI, tapi
mereka juga harus memahami perbedaan antara teori kualitas dengan teori
manajemen. Kualitas total “telah berkembang dari suatu fokus sempit atas
pengontrolan proses statistik untuk mencakup beragam metode behaviorial dan teknis
teori manajemen diarahkan pada periset” (Dean dan Bowen 1994, 396-97).
Tumpang tindih dari dua mazhab pemikiran ini diacu sebagai “keefektifan
organisasional,” landasan teoritis yang membantu para manajer tidak hanya untuk
meningkatkan atau memperbaiki organisasi (teori kualitas total) tapi juga untuk
memperoleh pemahaman lebih baik dan menjelaskan tentang organisasi (teori
Dalam buku ini, istilah “manajemen kualitas” mengacu pada peran dan
kontribusi manajer pada keefektifan organisasional. Buku ini banyak mengambil dari
teori manajemen, teori kualitas seperti yang diterapkan pada organisasi non layanan
kesehatan, dan teori kualitas yang diterapkan pada organisasi penyedia layanan
kesehatan untuk menyajikan ajaran-ajaran praktis bagi para manajer dan untuk
Manajemen kualitas, untuk maksud kita, mengacu pada bagaimana para manajer
memberikan layanan yang aman dan berkualitas kepada pasien, menciptakan hasil-
sekitar.
dalam suatu kontinum kematangan. Upaya-upaya awal atau tradisional dalam kualitas
menjadi salah satu ujung dari kontinum ini; pendekatan-pendekatan yang matang pada
kualitas menempati ujung yang lain. Perbedaan antara pendekatan awal dan matang
memeriksa bagaimana rumah sakit mempersiapkan diri untuk direview oleh Joint
Rumah sakit A adalah pusat layanan medis akademis yang besar. Lebih dari
direktur CQI. Dua karyawan, kordinator JCAHO dan kordinator CQI, melapor kepada
direktur CQI. Tiga anggota staf memberikan laporan pada kordinator JCAHO;
yang disyaratkan oleh JCAHO. Lima anggota staf melapor kepada kordinator CQI;
mereka membantu semua tim yang ada di rumah sakit dengan memberikan projek-
projek perbaikan dengan memberikan fasilitasi, pelatihan tools untuk perbaikan, dan
Rumah sakit A direview JCAHO setiap tiga tahun, dan proses penyiapan
review itu tidak pernah mengalami perubahan. Sembilan bulan sebelum direview,
kordinator JCAHO membuat daftar kerja utama. Kordinator dan/atau stafnya rapat
sakit, kordinator memberikan progress report dan mengabarkan sisa waktu yang
sebelum review dilaksanakan, staf kordinator bekerja 6 hari seminggu. Bulan terakhir
sebelum review, staf CQI bekerja 12 sehari, enam hari dalam seminggunya. Tingkat
stress dalam organisasi lambat laun meningkat selama 9 bulan persiapan review, dan
yang tinggi untuk dua presentasi CQI yang telah dipersiapkan oleh kordinator CQI.
Rumah sakit B juga adalah pusat medis akademis yang besar. Sampai sepuluh
tahun yang lalu, pendekatan yang dilakukan rumah sakit B dalam pelaksanaan review
JHACO hampir mirip dengan yang dilakukan Rumah sakit A. pada waktu itu, diangkat
CEO yang baru, dan ketika dia masih dalam tahap perkenalan dengan seluruh manajer
yang ada di rumah sakit, dia melontarkan pertanyaan sederhana: “Apa yang akan
terjadi jika bekerja setiap hari seolah-olah sedang mempersiapkan pertemuan dengan
terpisah: kelompok yang satu berfokus pada akreditasi dan kelompok lain terlibat
dalam memfasilitasi projek-projek CQI. Hal yang pertama yang dilakukan CEO yang
baru ini adalah menyatukan dua kelompok ini dan menamai departemen tersebut
ulang peran semua manajer yang ada di rumah sakit dengan memasukkan ekspektasi-
kualitas yang akan berperan sebagai suatu sumberdaya dalam melakukan pengukuran;
pengumpulan dan analisis data; standar-standar JCAHO; dan penyiapan tools, metode
dan fasitilasi dalam peningkatan mutu.sebagian konsultan kualitas akan membantu
banyak unit-unit kecil, dan sebagian lain membantu unit-unit yang lebih besar.
CEO juga menetapkan ekspektasi baru bagi para petugas administrasi yang
rutin memberi laporan kepadanya. Bersama tim administrasif yang dia miliki, dia
Setelah berjalan satu tahun, CEO meminta para pekerja administrasi untuk
performansi ini. Selanjutnya, para pekerja administasi bekerja dengan para manajer
dan manajer keuangan menetapkan tujuan dalam merancang laporan keuangan yang
kolom “CEO Update” yang melaporkan performansi rumah sakit dan isu-isu bisnis
dan ekonomi yang mempengaruhi atau yang berkaitan dengan rumah sakit. Terakhir,
CEO menggali kepuasan karyawan melalui survei yang dilakukan beberapa tahun ke
belakang. Dia menelaah semua itu sebagai bagian dari kerjanya dalam menetapkan
para surveyor diperlakukan tak lebih sebagai “kegiatan yang biasa dilakukan setiap
hari”. Survei tersebut berhasil dijalani tanpa menimbulkan banyak tekanan (stress).
matang pada kualitas. Fokusnya adalah pada kegiatan memenuhi standar dan
menghapus cacat-cacat yang ada. Kualitas dianggap tugas dari para praktisi khusus,
proses-proses kerja. Hal ini ditunjukkan dengan projek-projek CQI yang dilakukan
keadaan yang lebih matang dalam kontinum kualitas. Para pemimpin rumah sakit
telah mereka tetapkan. Kualitas menjadi tanggung jawab bagi setiap orang yang ada
dalam organisasi daripada sebagai sesuatu yang didelegasikan kepada para petugas
stakeholder internal maupun eksternal diakui dan dilayani. Semua proses dalam
untuk terus menerus meningkatkan layanan bagi para pasien dan stakeholder lain.
dimanapun pada kontinum-matang ini, tujuan manajemen kualitas adalah untuk terus-
menerus berusaha untuk ada di titik terdepan dari kontinum kematangan ini. Gambar
kesehatan.
Kesimpulan
didefinisikan dan konsep kontinum kualitas dalam organisasi layanan kesehatan, para
kualitas untuk seluruh organisasi, keunggulan yang terjadi dalam organisasi itu
teamwork di Bab 2. Selebihnya dari buku ini akan berfokus pada manajemen kualitas
dengan menyajikan ajaran-ajaran praktis bagi para manajer layanan kesehatan dalam
Brook, R., H. E. McGlynn, dan P.G. Shekell. 2000. “Defining and Measuring Quality
Center for Disease Control and Prevention. Health, United States, with Chartbook on
Trends in the Health of Americans. Hyattsville, MD: National Center for Health
Griffith, J.R., dan K.R. White, 2005. “The Revolution in Hospital Management.”
Web Resources
www.qualitytools.ahrq.gov/:
Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Health Statistics.
Tersedia di www.cdc.gov/nchs/hus.htm:
Referensi
Cole, R. E., and W. R. Scott (ed.). 2000. The Quality Movement and Organization
Dalrymple, J., and E. Drew. 2000. “Quality: On the Threshold or the Brink?” Total
Dean, J. W., and D. E. Bowen. 1994. “Management Theory and Total Quality:
Administration Press.
James, B. 1989. Quality Management for Healthcare Delivery. Chicago: The Health
Kaboolian, L. 2000. “Quality Comes to the Public Sector.” In The Quality Movement
Kaiser Family Foundation, Agency for Healthcare Research and Quality, and Harvard
with Patient Safety and Quality Information. Menlo Park, CA: Kaiser Family
Foundation.
Kelly, D. L. 2002. “Using the Baldrige Criteria for Improving Performance in Public
Kerr. 2003. “The Quality of Health Care Delivered to Adults in the United
www.oecd.org/document/62/0,2340,en_21571361_34374092_34420734_1_1
_1_1,00.html.
———. 2005. OECD Health Data 2005: Statistics and Indicators for 30 Countries.
www.oecd.org/document/30/0,2340,en_2825_495642_12968734_1_1_1_1,0
0.html.
U.S. Census Bureau. 2005. Statistical Abstract of the United States, 2004–2005.
www.census.gov/statab/www/vital.html.
Latihan
faktor-faktor yang menghasilkan pengalaman hebat ini dan perasaan apa yang
timbul dalam diri anda akibat pengalaman ini. Dengan menggunakan daftar/list
yang sama untuk situasi dimana anda mengalami kualitas yang rendah. Isikan
Kualitas
Rendah
2. Berdasarkan pengamatan yang anda catat dalam tabel di atas, jelaskan kenapa
Tujuan :
Mendeskripsikan 3 prinsip dari mutu total: fokus konsumen, perbaikan kontinyu, dan
teamwork
Mulai menggali bagaiman ketiga prinsip ini diungkapkan dalam peran manajerial
Setiap manajer layanan kesehatan akan mengatakan bahwa mutu layanan pasien, hasil
mutu ini menjadi tindakan-tindakan manajemen tetap sukar dipahami bagi mereka. Bab
sebelumnya mendefinisikan mutu total sebagai “filosofi atau pendekatan pada manajemen
yang dikarakteristikkan oleh prinsip, praktek dan tekniknya. Tiga prinsipnya adalah fokus
kepada konsumen, perbaikan kontinyu dan kerja tim” (Dean dan Bowen 1994, 394). Di
bab ini, anda akan mulai menggali bagaimana manajer secara strategis meintegrasikan
prinsip-prinsip MT (mutu total (TQ, Total Quality) ini ke dalam diri mereka dalam
Informasi yang disampaikan dalam bab ini tidak dimaksudkan untuk mengganti
strategi, atau marketing; tepatnya, informasi ini harus menjadi pelengkap bidang-bidang
tersebut. Dengan mengamati peran mereka melalui teropong MT, para manajer mungkin
dalam cakupan tugas-tugas mereka, baik untuk organisasi secara keseluruhan, departemen
Prinsip fokus kepada konsumen akan lebih baik diterapkan jika manajer sadar akan sifat
berganda dari mutu medis dan dia mampu menjelaskan konsumen dan stakeholder dan
Manajer harus ingat bahwa banyak praktisi layanan kesehatan klinis telah dididik dalam
suatu filosofi yang menjelaskan mutu berdasarkan pada ekspektasi sendiri daripada
dilandaskan pada keinginan dan ekspektasi pasien, konsumen dan stakeholder.dalam bab 1,
sifat ganda dari mutu medis, seperti yang digambarkan oleh Donabedian (komponen
layanan yang bersifat teknis dan interpersonal), diperkenalkan. Istilah “mutu isi” mengacu
pada kepakaran klinis dan aspek teknis dari layanan kesehatan (misalnya, memilih
intervensi yang pas bagi gejala-gejala yang dimiliki pasien atau melaksanakan prosedur
klinis sesuai yang digariskan). Sebagian besar pasien menganggap penyedia layanan
memiliki mutu teknis. Istilah “mutu pelaksanaan” dan “mutu layanan” menunjuk pada
komponen interpersonal dari layanan kesehatan (misalnya, empati dan komunikasi) dan
Melaksanakan kegiatan manajemen dari suatu filosofi MT, para manajer pertama-tama
harus menentukan ruang lingkup mereka sendiri, sebagaimana yang dilakukan para
penyedia layanan dan karyawan lainnya, memahami dan menerima sifat ganda dari mutu.
Para manajer, sebagai pemimpin organisasional dan departemental, bertanggung jawab
dalam membangun lingkungan yang berfokus pada konsumen bagi para karyawannya.
Komentar seperti ini muncul dari seorang perawat yang memiliki keahlian—“Saya ingin
suatu lingkungan kerja yang di dalamnya mutu isi dinilai dan diberi ganjaran lebih
daripada mutu layanan. Kebijakan dan prosedur, job description, ekspektasi dan evaluasi
atas performansi personel, dan pembentukan staf mungkin bisa dipandang sebagai tools
dalam membantu manajer menciptakan lingkungan yang berfokus pada konsumen. Dengan
memasukkan aspek-aspek mutu layanan ke dalam desain dari tools manajemen ini,
manajer bisa meningkatkan kemampuan mereka dalam menerapkan fokus baik pada mutu
Stakeholder
Konsumen adalah orang yang memiliki ekspektasi atas output dari suatu proses (James
external yang utama untuk penyedia layanan kesehatan adalah pasien, keluarga, dan
dari filosofi MT bersikap penuh perhatian tidak hanya kepada konsumen eksternal mereka
tapi juga pada konsumen dan stakeholder internal. Konsumen internal berasal dari
organisasi itu sendiri. Konsumen jenis ini bisa orang yang memiliki tanggung jawab
mengurusi kegiatan-kegiatan yang merupakan “hilir” dari yang orang lain lakukan.
Misalnya, dalam sebuah rumah sakit, ketika layanan pasien diserahkan dari satu pemberi
layanan ke pemberi layanan yang lain pada saat pergantian shift kerja, pemberi layanan
yang baru datang dipandang sebagai konsumen internal oleh pemberi layanan yang jam
kerjanya sudah habis. Membereskan tugas-tugas shift yang diperlukan tepat waktu,
menyampaikan informasi yang relevan, dan merapikan ruang kerja kembali
Di masa lalu, manajemen mutu menjelaskan konsumen sebagai pengguna produk atau
layanan (yaitu, output-output dari suatu proses). Pandangan kontemporer dari manajemen
mutu meluaskan konsep “konsumen” meliputi stakeholder dan pasar tempat organisasi
berkegiatan. Istilah “stakeholder” dipakai untuk menunjuk pada “semua kelompok yang
dipengaruhi oleh tindakan, layanan dan kesuksesan organisasi” (National Institute for
Standards and Technology 2006, 75). Dalam organisasi layanan kesehatan, stakeholder
bisa meliputi “penyedia asuransi atau pembayar pihak ketiga, pemilik rumah sakit,
mitra, dewan pengurus, investor, para kontributor sukarela, suplayer, pembayar pajak,
Institutes for Standards and Technology 2006, 75). Mendefinisikan konsumen dan
keperluan-keperluan ini.
pemahaman tidak hanya mengenai siapa yang menjadi konsumen tapi juga apa yang
kelompok konsumen; bagaimana keperluan dan keinginan ini akan berubah seiring waktu;
dan bagaimana keperluan dan keinginan ini memandu pembentukan strategi, keputusan
dan aktivitas organisasional (National Institutes for Standards and Technology 2006).
penyakit (misalnya, kangker, jantung, kandungan), umur, sifat dari penyakitnya (misalnya,
akut, kronis), lokasi perawatan (misalnya, rawat-inap, rawat-jalan, dan perawatan jangka
panjang), kesukuan, atau berdasarkan bahasa ibu. Diadakannya jam-jam pemeriksaan sore
organisasional mengenai jam-jam buka praktek telah berubah untuk mengimbangi jadwal
pelayanan kesehatan pasien, menyediakan layanan informasi dalam bahasa ibu para pasien,
dan menyediakan bahan-bahan informatif bagi peningkatan pengetahuan para pasien dalam
beragam bahasa adalah contoh dari bagaimana organisasi telah menyesuaikan kegiatan
beragam.
Di tahun-tahun belakangan ini, stakeholder penjamin pasien dan pembuat kebijakan telah
semakin menuntut akan adanya peningkatan mutu dalam layanan kesehatan. Sejak 1996,
JCAHO telah mengambil sikap lebih preskriptif mengenai keselamatan pasien dalam
proses akreditasi. Pada 1996, JCAHO menerapkan kebijakan pengawasan; pada 2001,
dalam keselamatan pasien; dan pada 2003, JCAHO telah memasukkan serangkaian syarat-
syarat keselamatan yang diformalkan untuk pertama kalinya yang mengatur kegiatan-
kegiatan perawatan para pasien (lihat www.jcaho.org; Devers, Pham, and Liu 2004).
keselamatan, disebut National Patient Safety Goals (NPSGs) yang telah dikembangkan
rumah, pembedahan dalam ambulans, dan pembedahan di ruang operasi. Tabel 2.1
memperlihatkan NPSGs tahun 2004 dan 2006 untuk rumah sakit yang menggambarkan
perubahan yang terjadi dalam keinginan-keinginan para stakeholder kunci ini. NPSGs
memiliki implikasi bagi para manajer dalam membuat kebijakan mengenai capital
equipment (yaitu, pompa infusi), pemeliharaan preventif (yaitu, monitor untuk para
pasien), pengobatan (yaitu farmasi), dan pelatihan (yaitu, Centers for Disease Control and
Prevention [CDC] panduan mencuci tangan). NPSGs memiliki implikasi bagi para manajer
2004 2006
Memperbaiki keakuratan identifikasi pasien. Memperbaiki keakuratan identifikasi pasien.
Sedikitnya menggunakan dua pengidentifikasi Sedikitnya menggunakan dua pengidentifikasi
pasien (selain nomor kamar pasien) kapan pun pasien (selain nomor kamar pasien) kapan pun
saat mengambil contoh darah atau dalam saat mengambil contoh darah atau dalam
melaksanakan pengobatan atau produk-produk melaksanakan pengobatan atau produk-produk
darah lainnya. darah lainnya dan dalam pengujian klinis atau
Sebelum memulai prosedur pembedahan, lakukan dalam memberikan prosedur atau treatment yang
proses verifikasi final, seperti misalnya “time- lain.
out” untuk memastikan pasien yang benar,
prosedur dan lokasi operasi yang sesuai, dengan
menggunakan jalur-jalur komunikasi yang aktif
—bukan pasif.
Memperbaiki efektivitas komunikasi di antara Memperbaiki efektivitas komunikasi di antara
para perawat. para perawat.
Menerapkan proses dalam menerima perintah- Menerapkan proses dalam menerima perintah-
perintah baik verbal maupun per telepon atau perintah baik verbal maupun per telepon atau
hasil-hasil test kritis yang membutuhkan hasil-hasil test kritis yang membutuhkan
verifikasi “harus dibaca kembali” secara verifikasi “harus dibaca kembali” secara
keseluruhan perintah atau hasil test itu oleh orang keseluruhan perintah atau hasil test itu oleh orang
yang menerima perintah atau hasil test tersebut. yang menerima perintah atau hasil test tersebut.
Standardisasi penyingkatan, akronim, simbol Standardisasi penyingkatan, akronim, simbol
yang digunakan di seluruh area organisasi, yang digunakan di seluruh area organisasi,
termasuk daftar singkatan, akronim dan simbol- termasuk daftar singkatan, akronim dan simbol-
simbol “jangan digunakan”. simbol “jangan digunakan”.
Mengukur, menilai, dan jika memungkinkan,
mengambil tindakan dalam meningkatkan
ketepatwaktuan pelaporan, dan penyerahan hasil
test.
Menerapkan pendekatan terstandarisasi dalam
proses komunikasi, yang meliputi kesempatan
bertanya dan menjawab pada pertanyaan.
Memperbaiki keselamatan dalam menggunakan Memperbaiki keselamatan dalam menggunakan
obat-obatan yang beresiko. obat-obatan yang beresiko.
Membuang elektrolit terkonsentasi (termasuk, Standardisasi dan membatasi jumlah konsentrasi
tidak hanya terbatas pada, potasium klorida, obat yang tersedia di dalam organisasi.
potasium fosfat, sodium klorida >0,9%) dari unit- Mengidentifikasi dan sedikitnya melakukan
unit perawatan pasien. review tahunan atas daftar obat yang mirip dari
Melaksanakan standardisasi dan membatasi tampilan dan dari segi nama yang digunakan
jumlah konsentrasi obat yang tersedia di dalam dalam organisasi dan mengambil tingakan untuk
organisasi. mencegah tertukarnya obat-obat seperti ini.
Memberi label semua obat-obatan, wadah obat-
obatan (misalnya suntikan, gelas tempat obat,
nampan)
Meminimalisir salah-pasien, salah-kamar, salah- Mengurangi resiko terjadinya infeksi selama
prosedur-operasi. masa perawatan.
Membuat dan menggunakan proses perifikasi Mengikuti panduan-panduan cuci tangan yang
pra-operasi seperti misalnya melakukan checklist, hyegienis yang diberlakukan CDC.
untuk memastikan dokumen yang sesuai (yaitu, Melakukan pengawasan semua kasus yang
rekam medis) yang ada. diidentifikasi sebagai kasus kematian yang tak
Menerapkan proses menandai ruang bedah dan terantisipasi atau disfungsi permanen yang
melibatkan pasien dalam melaksanakannya. berhubungan dengan infeksi yang terjadi selama
masa perawatan..
Meningkatkan keamanan dalam menggunakan Mencocokkan dan mengakurkan pengobatan
pompa infusi. secara akurat dan menyeluruh dalam kontinum
Memastikan dipakainya pelindung anti-mampat perawatan.
pada semua pompa infus intravenous baik yang Mengembangkan proses mendokumentasikan
umum maupun PCA (patient-controlled daftar obat-obatan yang diberikan pada pasien
analgesia). atas persetujuan dan keterlibatan pasiennya
sendiri. Proses ini meliputi pembandingan obat-
obatan yang diberikan organisasi.
Seluruh daftar obat yang diberikan kepada pasien
dikomunikasikan kepada pemberi layanan
lanjutan ketika mentransfer pasien ke layanan,
situasi, dokter, atau level perawatan yang lain
baik di dalam maupun di luar organisasi.
Meningkatkan efektivitas sistem alarm klinis. Mengurangi resiko pasien cedera akibat terjatuh.
Melakukan perawatan dan pengujian preventif Menerapkan program pengurangan resiko jatuh
rutin terhadap sistem alarm. dan melakukan evaluasi akan efektivitas program
Memastikan alarm aktif dengan pengaturan tersebut
tertentu dan bisa didengar terkait jarak dan suara-
suara lain yang ada di suatu ruangan.
Tabel 2.1 National Patient Safety Goals JCAHO: perubahan dari 2004 ke 2006
Peran penjamin pasien sebagai stakeholder dalam agenda mutu juga di tahun-
asuransi kesehatan bagi para karyawannya harus pula dipandang sebagai “penjamin”. The
Leapfrog Group adalah salah satu stakeholder jenis ini yang paling berpengaruh. The
Leapfrog Group merupakan “konsorsium yang terdiri dari 500 perusahaan dan para
penjamin layanan kesehatan lainnya yang bersifat publik maupun privat yang memberikan
penjaminan kesehatan kepada lebih dari 34 juta warga Amerika di 50 negara bagian…
dan… menghabiskan 10 juta dollar setiap tahunnya. Anggota Leapfrog setuju untuk
melandaskan pembelanjaan mereka pada pewaratan kesehatan atas prinsip yang akan
hal yang dinegosiasikan antara majikan dan paket-paket kesehatan. Gambar 2.1
dalam belanja paket-paket kesehatan. Pada awal menyasar rumah sakit, keinginan dan
keperluan Leapfrog tidak dianggap remeh oleh para manajer di bidang penanaman modal
perujukkan rumah sakit berdasarkan temuan), dan transparansi kegiatan (yaitu, penilaian
mengenai “transparansi” dan pelaporan mutu dibahas dengan lebih mendetail dalam bab 6
dan 10.
Prinsip perbaikan yang kontinyu bisa diungkapkan melalui kegiatan manajer sehari-hari
Bukanlah hal yang tidak biasa bagi manajer suatu departemen layanan lingkungan
yang ada di rumah sakit besar untuk memungut sesuatu di lorong jalan dan membuangnya
ke tempat sampah terdekat. Tindakan manajer seperti ini mencontohkan prinsip perbaikan
yang kontinyu. Sementara karyawan rumah sakit lain mungkin akan melangkahi sampah
itu, manajer layanan lingkungan sadar akan arti penting komitmen untuk melakukan
perbaikan kontinyu bagi departemennya dan bagi rumah sakit; jika kapan pun manajer
menemukan hal yang perlu dibenahi, ditingkatkan, atau dikoreksi, dia akan mengambil
inisiatif. Jika manajer ingin mencapai perbaikan kontinyu dalam organisasinya, mereka
Fungsi Managerial
fungsi-fungsi manajerial yang dimiliki manajer. Misalnya, manajer berdasarkan prinsip ini
menimbang sistem pengukuran performansi sebagai tool yang penting. Sistem ini akan
meliputi indikator-indikator yang dilaporkan dalam beragam interval waktu, tergantung
pada sifat dan jenis pekerjaan serta ruang lingkup tanggung jawab manajerial. Misalnya,
seorang supervisor shift untuk layanan transportasi pasien di rumah sakit dengan 800
bangsal mengawasi sistem lalulintas elektronik yang memperlihatkan update per menit
permintaan transportasi, indikator pasien yang sedang menuju tujuan, dan jumlah pasien
yang mengantri. Dengan memonitor sistem tersebut, si supervisor dengan segera tahu jika
muncul masalah dan, akibatnya, mampu dengan cepat mengambil tindakan untuk
supervisor bisa menugaskan staf yang sedang istirahat untuk meminimalisir masalah.
dilakukan di hari sebelumnya juga jumlah permintaan yang berhasil dipenuhi. Dengan cara
ini, para petugas pengantar pasien sadar akan statistik yang dilakukan departemen dan
statistik dari kinerja mereka masing-masing, dan ini membantu para pengantar pasien
bangga akan pekerjaannya yang biasanya diremehkan oleh pihak lain dalam organisasi.
konsumen. Secara bulanan, manajer departemen dan para supervisor shift mereview
jumlah permintaan pasien perjamnya setiap hari untuk menentukan apakah karyawan yang
ditugaskan telah mencukupi jumlah permintaan tersebut. Manajer juga melakukan review
statistik yang telah disusun oleh unit pasien (misalnya, unit perawat, departemen
radiology) untuk mengidentifikasi isu yang ada yang perlu secara langsung didalami.
Manajer mereview statistik bulanan dengan adminstraturnya, dan statistik tahunan yang
mampu secara terus menerus memonitor performansi; mengidentifikasi isu-isu terkait mutu
dan gap performansi yang ada dan mengambil tindakan terhadap semua itu; dan
Prinsip 3: Teamwork
Dalam banyak organisasi, ketika istilah “teamwork” dan “mutu” dipakai bersamaan,
mereka biasanya merujuk pada tim projek yang multi disipliner dan lintas-fungsional.
Ketika memikirkan tentang prinsip teamwork dalam kaitannya dengan manajemen mutu,
manajer juga harus mempertimbangkan filosofi dan pendekatan yang digunakan dalam
Filosofi Organisasional
Di masa lalu, ketika dokter memasuki unit rumah sakit, perawat biasanya
menawarkan kursi mereka kepadanya karena perawat memiliki posisi yang lebih rendah
dalam hirarki profesi dan organisasional. Sisa-sisa tradisi ini (misalnya, mempersilahkan
lebih dulu kepada orang yang lebih tinggi dalam hirarki, menyuruh orang yang lebih
rendah dalam hirarki) masih bisa dilihat dalam organisasi-organisasi layanan kesehatan
birokratis yang ditampilkan melalui hirarki yang paralel dan berganda. CEO dan tim
administratif menempati posisi atas dalam hirarki manajemen, dan supervisor garis depan
menempati posisi bawah. Kepala departemen berada di puncak hirarki staf medis, dan
dokter magang dan mahasiswa medis berada di bawah. Dokter, diikuti perawat, berada di
puncak hirarki profesi, sementara profesi lainnya (misalnya, pekerja sosial, terapis)
semuanya menduduki posisi lebih rendah dalam hirarki. Dokter dan perawat menduduki
posisi puncak dalam hirarki kerja, dan juga para karyawan manual yang dibayar perjam
bawah.
tidak adanya kordinasi di antara kelompok tersebut dan tak adanya pendekatan perawatan
pasien yang seragam bisa segera dapat kita kenali. Misalnya, tim dokter biasanya
melakukan kunjungan pagi hari kepada para pasien sementara perawat sibuk membuat
laporan pergantian shift. Akibatnya, pelayan dan dokter yang merawat pasien yang sama
jarang bicara satu sama lain sepanjang masa perawatan pasien sehari-hari.
CQI; akan tetapi, timnya cenderung memiliki sifat yang eksklusif (misalnya, tim dokter
atau tim perawat). Bahkan melalui departemen, seperti misalnya laboratorium, telah
berusaha dalam banyak kesempatan membuat perbaikan tim dengan melakukan campuran
penyedia layanan yang berbeda, mereka kurang berhasil dalam menjembatani batas-batas
yang kaku dari hirarki profesi dan hirarki kerja dalam organisasi. Meskipun rumah sakit
bisa mengidentifikasi banyak tim, hanya beberapa contoh teamwork dalam hirarki ini yang
bisa dilihat.
Cara filosofi dan sikap kepada hirarki dan teamwork mempengaruhi perawatan
pasien dan tim-tim perawatan sekarang ini memperoleh lebih banyak perhatian dalam
wacana keselamatan pasien. “Seorang dokter bedah saraf terkenal bersikukuh melakukan
operasi di bagian yang salah dari otak seorang wanita, mengabaikan gumaman protes dari
seorang yang menyadari kesalahan itu. Di ruang operasi rumah sakit lain, seorang ahli
bedah dan anesthesiolog menyelesaikan perbedaan pendapat mereka dengan bertukar tinju
industri lain untuk mencari strategi dalam menciptakan teamwork dan komunikasi yang
kecelakaan pada pasien sebagai akibat dari sejarah panjang hirarki profesi dalam layanan
kesehatan (Sexton, Thomas, dan Helmreich 2000; Thomas, Sherwood, dan Helmreich
Fungsi-fungsi Manajerial
atau secara tidak sengaja menghambat teamwork dalam organisasi. Hubungan antara
Desain Organisasional
jawab, akuntabilitas, informasi, dan ganjaran) diatur dan diatur ulang untuk meningkatkan
efektivitas dan kemampuan adaptif” (Shortell dan Kaluzny 2000, 275). Prinsip teamwork
menyiratkan bahwa manajer harus secara proaktif dan secara sengaja mengatur bagian-
Meskipun konsep performansi kerja tim yang tinggi tidaklah baru di wilayah
industri lain (Hackman and Oldman 1980), penerapan tiga ajaran ini dalam penyediaan
layanan kesehatan relatif baru dilakukan. Nelson dan kawan-kawan telah menelaah tim
klinis garis depan yang memiliki performansi tinggi dalam penyedia layanan kesehatan dan
menawarkan pandangan mengenai faktor keberhasilan dalam mendesain suatu mikrosistem
klinis dalam meningkatkan hasil mutu dan keselamatan pasien (Nelson et al. 2002; Mohr
and Batalden 2002). Mikrosistem klinis didefinisikan sebagai “sekelompok petugas klinis
dan staf yang bekerja bersama dengan tujuan klinis yang sama dalam memberikan
perawatan bagi para pasien” (Mohr, Batalden, dan Barach 2006). Mikrosistem
berperformansi tinggi dicirikan oleh “tujuan yang konstan, berinvestasi dalam perbaikan
dan peningkatan mutu, penyelarasan peran dan pelatihan demi efisiensi dan kepuasan staf,
integrasi informasi dan teknologi dalam alur kerja, pengukuran berkelanjutan atas hasil,
dukungan dari organisasi yang lebih besar, membina hubungan dengan komunitas dalam
dan Barach 2006). Dengan mengamati lebih dekat, orang dapat melihat bahwa
karakteristik ini dihasilkan dari desain tim dan peran yang disengaja.
alur layanan, bisa melahirkan teamwork. Struktur matriks bercirikan oleh suatu sistem
otoritas ganda. Dalam struktur alur layanan, satu orang bertanggung jawab untuk semua
aspek dari sekumpulan layanan, biasanya didasarkan pada jenis pasien (misalnya,
pediatrik, layanan perempuan, oncologi, layanan transplant) (Shortell dan Kaluzny 2000).
Sebuah rumah sakit besar memakai gabungan dari dua struktur ini dalam
bermacam departemen yang merawat pasien dengan kebutuhan yang sama. Misalnya,
intensif trauma, dan layanan transport udara. Meskipun keuangan, sumberdaya manusia
kemampuan staf dalam memberikan layanan responsif dan konsisten baik kepada
Alokasi Sumberdaya
tim. Sulit untuk membangun hubungan kerja dalam lingkungan yang mengalami
pergantian personel yang tinggi dan/atau pengangkatan staf melalui perekrutan karyawan
temporer. Sementara di waktu dulu, aktivitas seperti misalnya rekruitmen ada di bawah
tanggung jawab departemen sumberdaya manusia, para manajer sekarang ini harus sangat
mereka tidak hanya dalam memenuhi prinsip teamwork dari manajemen mutu, tapi juga
Semakin banyak temuan-temuan yang mengaitkan dokter, perawat, dan para staf
farmasi dengan hasil-hasil pasien dalam pengaturan rumah sakit (Aiken et al. 2002); Bond,
Rachl, dan Frank 2001; Bond, Rachl, dan Dfrank 2002; Dimick 2005); Hall, Doran, dan
Pink 2004; Needleman et al. 2002; Newhouse et al. 2005; Pronovost et al. 2002;Whitman
et al. 2002). Misalnya level dan jenis penugasan perawat di rumah sakit telah dikaitkan
dengan angka kematian (Aiken et al. 2002), kesalahan pemberian obat, dan infeksi (Hall,
Doran, dan Pink 2004); lamanya menginap di rumah sakit, infeksi saluran kencing, dan
sepsis, atau pembekuan pembuluh darah”. (Aiken et al. 2002; Needleman et al. 2002).
Infeksi yang berhubungan dengan pembuluh darah, terjatuh, kesalahan obat, dan
penggunaan tali ikat dipandang sebagai hasil dari “yang terlalu bersifat perawat” (Whitman
et al. 2002).
dilihat dari hasil yang dirasakan pasien dan juga atas dasar kapan organisasi harus mengisi
kekosongan stafnya. Mengisi satu posisi yang kosong untuk perawat terdaftar bisa
memakan biaya antara $42,000 sampai $67,000 (Aiken et al. 2002; Jones 2005), dan biaya
pergantian organisasional diperkirakan mencapai antara 3.4 sampai 5.8 persen dari
anggaran setahun Pusat Medis Akademik yang besar (Waldman et al. 2004). Kalau orang
mempertimbangkan bahwa pada 2004, rata-rata lowongan di rumah sakit Amerika Serikat
adalah 8.1% untuk perawat terdaftar, 7.4% untuk petugas farmasi, 6.7% perawat praktek
yang berlisensi, 6.7% asisten perawat, 5.4% teknisi scan, dan 5% teknisi lab (American
Hospotal Association dan The Lewin Group 2005), manajer akan menghargai peran
penting dari alokasi sumberdaya secara efektif dalam suatu manajemen mutu.
Komunikasi
merupakan tema di seluruh NPSGs yang dimiliki JCAHO seperti yang tertulis pada Tabel
komunikasi (yang akan memastikan individu dan tim mendapat informasi yang mereka
perlukan, ketika mereka membutuhkannya, untuk membuat efektif dan tepat waktu segala
Sebagai contoh, dalam satu rumah sakit, manajer dari departemen manajemen
diskon untuk sarung tangan bedah, dibandingkan yang diberikan suplayer sekarang;
keputusan dibuat berdasarkan masukan dari vendor dan bagian finansial. Akan tetapi
ketika sarung tangan itu dipakai untuk pertama kali, sarung tangan itu robek pada saat
dokter memasukkan tangan kedalamnya. Jika manajer menguasai konsep teamwork dalam
pendekatannya dalam pengambilan keputusan, dia akan menggali informasi dan meminta
tersebut dan tahu akan kelebihan dan kekurangan dari berbagai merk sarung tangan yang
ada.
Kesimpulan
Bab ini dimulai dengan eksplorasi mengenai bagaimana tiga prinsip dari Mutu
manajer menjalankan peran dan fungsinya. Meskipun contoh yang diberikan dalam bab ini
Pembaca didorong untuk terus bertanya bagaimana mereka bisa mengintegrasikan prinsip-
prinsip Mutu Total ke dalam pengambilan keputusan dan aktivitas-aktivitas yang inheren
dalam peran mereka sebagai manajer. Latihan di akhir bab dirancang untuk membantu
mengungkapkan tiga prinsip dari Mutu Total. Pembahasan mengenai tools yang biasa
dipakai dalam menerapkan prinsip perbaikan kontinyu akan dibahas dalam bab 3.
Bacaan Tambahan
Referensi
Aiken, L. H., S. P. Clark, D. M. Sloane, J. Sochalski, and J. H. Silber. 2002. “Hospital
Nurse Staffing and Patient Mortality, Nurse Burnout, and Job Dissatisfaction.”
JAMA 288: 1987–93.
American Hospital Association and the Lewin Group. 2005. The Costs of Caring: Sources
of Growth in Spending for Hospital Care. Chicago: American Hospital
Association.
Bond, C. A., C. L. Rachl, and T. Frank. 2001. “Medication Errors in United States
Hospitals.” Pharmacotherapy 21: 1023–36.
———. 2002. “Clinical Pharmacy Services, Hospital Pharmacy Staffing, and Medication
Errors in United States Hospitals.” Pharmacotherapy 22: 134–47.
Dean, J. W., and D. E. Bowen. 1994. “Management Theory and Total Quality: Improving
Research and Practice Through Theory Development.” Academy of Management
Review 19: 392–418.
Devers, K. J., H. H. Pham, and G. Liu. 2004. “What Is Driving Hospitals’ Patient Safety
Efforts?” Health Affairs 23 (2): 103–15.
Dimick, J. B. 2005. “Organizational Characteristics and the Quality of Surgical Care.”
Current Opinion in Critical Care 11: 345–48.
Hackman, J. R., and G. R. Oldman. 1980. Work Redesign. Reading, MA: Addison-Wesley
Publishing Company.
Hall, L. M., D. Doran, and G. H. Pink. 2004. “Nurse Staffing Models, Nursing Hours and
Patient Safety Outcomes.” Journal of Nursing Administration 34 (1): 41–45.
Helmreich, R. L. 1997. “Managing Human Error in Aviation.” Scientific American 276 (5):
62–67.
James, B. C. 1989. Quality Management for Healthcare Delivery. Chicago: The Health
Research and Educational Trust of the American Hospital Association.
Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations. 2004. “National Patient
Safety Goals, Hospitals.” [Online information; retrieved 10/14/05.]
www.jcipatientsafety.org/show.asp?durki=9738&site=164&return=9345.
———. 2005. “Facts About the 2005 National Patient Safety Goals.” [Online information;
retrieved 5/2/06.] www.jointcommission.org
/PatientSafety/NationalPatientSafetyGoals/06_npsg_facts.htm.
———. 2006. “National Patient Safety Goals, Critical Access Hospital.” [Online
information; retrieved 5/2/06.] www.jcipatientsafety.org/show.asp?durki=10289.
Jones, C. B. 2005. “The Costs of Nursing Turnover, Part 2: Application of the Nursing
Turnover Cost Calculation Methodology.” Journal of Nursing Administration 35
(1): 41–49.
The Leapfrog Group. 2005. “Factsheet.” [Online information; retrieved 10/14/05.]
www.leapfroggroup.org/about_us/leapfrog-factsheet.
Miller, L. A. 2005. “Patient Safety and Teamwork in Perinatal Care: Resources for
Clinicians.” Journal of Perinatal and Neonatal Nursing 19 (1): 46–51.
Mohr, J. J., and P. B. Batalden. 2002. “Improving Safety on the Frontlines: The Role of
Clinical Microsystems.” Quality and Safety in Health Care 11: 45–50.
Mohr, J. J., P. Batalden, and P. Barach. 2006. “Inquiring into the Quality and Safety of
Care in the Academic Clinical Microsystem.” Dalam Continuous Quality
Improvement in Health Care: Theory, Implementations, and Applications, 3rd
edition, edited by C. P. McLaughlin and A. D. Kaluzny, 281-96. Sudbury, MA:
Jones and Bartlett Publishers.
National Institute for Standards and Technology. 2006. Healthcare Criteria for
Performance Excellence. Washington, DC: National Institute for Standards and
Technology.
Needleman, J., P. Buerhaus, S. Mattke, M. Stewart, and K. Zelevinsky. 2002. “Nurse-
Staffing Levels and the Quality of Care in Hospitals.” New England Journal of
Medicine 346: 1715–22.
Nelson, E. C., P. B. Batalden, T. P. Huber, J. J. Mohr, M. M. Godfrey, L. A. Headrick, and
J. H. Wasson. 2002. “Microsystems in Healthcare: Part 1. Learning from High-
Performing Front-Line Clinical Units.” Joint Commission Journal on Quality
Improvement 28: 472–93.
Newhouse, R. P., M. Johantgen, P. J. Pronovost, and E. Johnson. 2005. “Perioperative
Nurses and Patient Outcomes—Mortality, Complications, and Length of Stay.”
Association of Operating Room Nurses Journal 81: 508–09, 513–22, 525–28.
Pronovost, P. J., D. C. Angus, T. Dorman, K. A. Robinson, T. T. Dremsizov, and T. L.
Young. 2002. “Physician Staffing Patterns and Clinical Outcomes in Critically Ill
Patients: A Systematic Review.” JAMA 288: 2151–62.
Sexton, J. B., E. J. Thomas, and R. L. Helmreich. 2000. “Error, Stress, and Teamwork in
Medicine and Aviation: Cross Sectional Surveys.” British Medical Journal 320:
745–49.
Shortell, S. M., and A. D. Kaluzny. 2000. Healthcare Management: Organization Design
and Behavior. Albany, NY: Delmar Thomson Learning.
Thomas, E. J., G. D. Sherwood, and R. L. Helmreich. 2003. “Lessons from Aviation:
Teamwork to Improve Patient Safety.” Nursing Economics 21 (5): 241–43.
Waldman, J. D., F. Kelly, S. Aurora, and H. L. Smith. 2004. “The Shocking Cost of
Turnover in Health Care.” Health Care Management Review 29 (1): 2–7.
Whitman, G. R., Y. Kim, L. J. Davidson, G. A. Wolf, and S. Wang. 2002. “The Impact of
Staffing on Patient Outcomes Across Specialty Units.” Journal of Nursing
Administration 32 (12): 633–39.
Latihan
Latihan ini bisa diakses di website penyerta buku di alamat ache.org/QualityManagement2.
Tujuan : melatih mengidentifikasi perilaku manajemen yang mengungkapkan tiga prinsip
Mutu Total: fokus pada konsumen, perbaikan kontinyu, dan teamwork.
Instruksi
1. Baca studi kasus berikut