Anda di halaman 1dari 8

Journal Riset Farmasi https://doi.org/10.29313/.v0i0.

7132

Formulasi Sediaan Cuka Buah Kopi Menggunakan Ragi (Saccharomyces


cerevisiae) dan Bakteri (Acetobacter aceti)
Fathan Said R*, Gita Cahya Eka Darma, Reza Abdul Kodir
Prodi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Islam Bandung, Indonesia.
*fathan021997@gmail.com, g.c.ekadarma@gmail.com, reza.abdul.kodir@gmail.com

Abstract. Indonesia is the third largest coffee producing country in the world, with a variety of compounds
that are beneficial to the body. Vinegar fermentation is one way to add value to the benefits of fruits and
vegetables because it can form useful new chemical compounds. Vinegar has a variety of benefits that have
been studied such as reducing hyperglycemia, hyperinsulinemia, hyperlipidemia and obesity. Previous
research in 2013 had made acetic acid from Arabica coffee pulp waste. This study aims to obtain a coffee fruit
vinegar formula that conforms to the quality standards of acetic acid SNI 01-4371-1996. The material used is
whole coffee with a two-stage fermentation method, namely alcohol fermentation using S. cerevisiae for 4
days and vinegar fermentation using A. aceti for 3 days. The results showed that the formula with 25% coffee
fruit and 20% sugar is the best formula compared to other formulas with organoleptic test results in brown,
sour and sweet taste and a little distinctive aroma of coffee, 5.03% acetic acid content, 0% alcohol content, pH
3,242.
Keywords: Coffee, Vinegar, Fermentation.

Abstrak. Indonesia merupakan negara ketiga penghasil kopi terbesar di dunia, dengan berbagai kandungan
senyawa yang bermanfaat bagi tubuh. Fermentasi cuka merupakan salah satu cara untuk menambah nilai
manfaat dari buah dan sayur karena dapat membentuk senyawa kimia baru yang bermanfaat. Cuka memiliki
berbagai manfaat yang telah diteliti seperti menurunkan hiperglikemia, hiperinsulinemia, hiperlipidemia dan
obesitas. Penelitian sebelumnya pada tahun 2013 telah dilakukan pembuatan asam asetat dari limbah cair kulit
kopi arabika. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula cuka buah kopi yang sesuai standar mutu
asam asetat SNI 01-4371-1996. Bahan yang digunakan adalah buah kopi secara utuh dengan metode fermentasi
dua tahap yaitu fermentasi alkohol menggunakan S. cerevisiae selama 4 hari dan fermentasi cuka
menggunakan A. aceti selama 3 hari. Hasil penelitian menunjukan bahwa formula dengan 25% buah kopi
dan 20% gula merupakan formula terbaik dibandingkan dengan formula lain dengan hasil uji organoleptis
berwarna coklat, rasa asam dan manis serta sedikit aroma khas kopi, kadar asam asetat 5,053%, kadar alkohol
0%, pH 3,242.
Kata Kunci: Buah Kopi, Cuka, Fermentasi.

38
Formulasi Sediaan Cuka Buah Kopi …| 39

A. Pendahuluan
Kopi merupakan salah satu tumbuhan yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Bahkan
menurut Pranoto Soenarto Indonesia merupakan negara ketiga penghasil kopi terbesar di dunia
setelah Brazil dan Vietnam (Radyjencole, 2011).
Kopi memiliki berbagai senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan seperti kafein dan
asam klorogenat (Jhonston dkk, 2003). Kopi yang memiliki beragam manfaat lebih banyak
digunakan setelah diproses dan dihasilkan biji kopi yang baik. Pengembangan produk yang
dilakukan pun pada umumnya lebih berfokus untuk menghasilkan biji kopi dengan cita rasa
yang baik. Untuk menambah nilai manfaat buah kopi dengan berbagai manfaat dapat dilakukan
pengolahan yang bukan hanya berfokus pada biji namun buah kopi secara utuh. Salah satu
metode pengembangan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunkan metode fermentasi.
Fermentasi merupakan metode yang umum digunakan dalam mengolah makanan dan
buah- buahan. Namun, tidak seluruh hasil fermentasi dapat dikonsumsi oleh seorang muslim
diantaranya adalah Khomr. Salah satu hasil fermentasi yang diperbolehkan adalah fermentasi
cuka. Cuka memiliki berbagai manfaat kesehatan seperti antihiperglikemia,
antihiperinsulinemia, antihiper-lipidemia dan menurunkan obesitas (Mas, 2016). Fermentasi
cuka dilakukan melalui dua tahap yaitu fermentasi alkohol dengan bantuan ragi Saccharomyces
cerevisiae dan fermentasi cuka dengan bantuan bakteri Acetobacter aceti
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut: Apakah buah kopi dapat diolah menjadi bahan dasar pembuatan
cuka serta bagaimana formulasi yang tepat untuk menghasilkan cuka buah kopi yang memiliki
rasa dan nilai manfaat yang baik. Selanjutnya, tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
menghasilkan produk olahan kopi lain dengan nilai gizi dan manfaat yang lebih baik sehingga
dapat menjadi alternatif pangan fungsional yang dapat meningkatkan kesehatan masyarakat
sesuai SNI 01-4371-1996.

B. Landasan Teori
Buah kopi tersusun dari beberapa bagian yaitu kulit buah (pericarp), daging buah atau pulp
(mesocarp) dan kulit tanduk (endocarp). Waktu yang dibutuhkan buah hingga matang selama
7-12 bulan. Pada umumnya, buah kopi memiliki dua biji kopi. Biji kopi dibungkus kulit keras
disebut kulit tanduk (parchment skin) (Rahardjo, 2017:5-6). Buah kopi mengandung beberapa
senyawa selain karbohidrat, protein dan lemak diantaranya vitamin B, tannin, alkaloid,
flavonoid, kumarin, fenol, minyak atsiri serta lebih dari 700 senyawa volatil lainnya (Gray,
1998; Gunalan dkk, 2012). Secara umum kopi memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan
diantaranya dapat menurunkan resiko diabetes melitus tipe 2, menurunkan resiko dan
memperbaiki sistem kardiovaskuler, menurunkan asam urat (Lopstara-master et.al., 2011)
Fermentasi berasal dari kata ferver yang berarti mendidih menggambarkan aksi ragi
pada ekstrak buah selama pembuatan minuman beralkohol. Arti paling umum dari fermentasi
adalah konversi gula menjadi asam organik atau alkohol. Dalam pengertian yang lebih luas
fermentasi diartikan sebagai proses yang melibatkan mikroorganisme seperti bakteri, ragi dan
jamur untuk membuat produk yang bermanfaat bagi manusia (Paulová, 2014:89).
Fermentasi etanol adalah proses biologi yang melibatkan mikroorganisme untuk
mengubah bahan organik menjadi komponen sederhana. Selama proses fermentasi
mikroorganisme akan memproduksi enzim yang dapat menghidrolisis substrat menjadi
komponen sederhana (gula) selanjutnya mengubahnya menjadi etanol. Mikroba yang sering
digunakan dalam proses fermentasi adalah S. cerevisiae ( Lin, 2005).
Asam asetat dihasilkan dari proses fermentasi etanol menjadi asam asetat menggunakan
Acetobacter aceti. Menurut Effendi (2002), fermentasi asam asetat berlangsung dalam keadaan
aerob menggunakan bakteri A. aceti dengan substrat etanol. Pertumbuhan A. aceti akan optimal
pada kondisi aerob. Hal ini karena bakteri A. aceti termasuk dalam bakteri aerob obligatif yaitu
bakteri yang tidak dapat hidup tanpa adanya oksigen.
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu fungi yang termasuk dalam golongan
yeast (khamir). S. cerevisiae berasal dari kata Saccharo yang berarti sugar dan myces yang

Riset Farmasi
40 | Fathan Said R, et al.

berarti jamur, sehingga disebut cendawan gula (Buckle et al., 2010).


Bakteri A. aceti mempunyai kemampun membentuk asam cuka dari etanol secara
oksidasi diekspresikan ke dalam media. A. aceti termasuk bakteri gram negatif yang bergerak
lambat dengan flagella peritrik, memiliki toleransi terhadap asam yang tinggi dan aktivitas
peptolitik yang rendah. A. aceti termasuk dalam famili pseudomonadaceae yang memiliki ciri-
ciri sebagai berikut: sel berbentuk batang pendek atau bola, bakteri gram negatif, sel bergerak
dan tidak bergerak, tidak mempunyai endospora, tidak bersifat patogen, bersifat aerob, energi
diperoleh dari oksidasi etanol menjadi asam cuka, mampu hidup dalam air, padatan, daun, buah,
dan lain-lain. A. aceti digolongkan menjadi peroksidan jika mampu menumpuk asetat (Buckle
et al., 2010).

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Fermentasi Buah kopi
Fermentasi buah kopi dilakukan pada 9 formula yang berbeda, yang dapat dilihat pada Tabel
III.1 berikut,
Tabel 1. Formulasi Cuka Buah Kopi

Bahan F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9

Gula (g) 40 40 40 30 30 30 20 20 20
Buah Kopi (g) 50 40 30 50 40 30 50 40 30
Starter S.
20 20 20 20 20 20 20 20 20
cerevisiae (g)
Starter A. aceti
25 25 25 25 25 25 25 25 25
(g)
Air (g) ad 200 ad 200 ad 200 ad 200 ad 200 ad 200 ad 200 ad 200 ad 200

Fermentasi dilakukan selama 7 hari hingga dihasilkan cuka yang sesuai dengan standar.
Waktu fermentasi minimum untuk menghasilkan cuka berkualitas menggunakan ragi dan
bakteri A. aceti adalah 7 hari (Hardoyo, dkk. 2007).
Proses fermentasi dilakukan menggunakan dua jenis starter. S. cerevisiae sebagai starter
dalam proses pembentukan bioetanol dan A. aceti sebagai starter pembentukan asam asetat.
Keduanya ditambahkan dengan jumlah yang sama pada tiap formula. Hal ini berdasarkan
penelitian serupa yang menunjukan bahwa jumlah starter S. cerevisiae minimum untuk
menghasilkan bioetanol yang optimum adalah 10% dari jumlah total larutan (Putri.2016).
Sedangkan jumlah minimum starter A. aceti untuk menghasilkan asam asetat adalah 10% dari
jumlah total larutan untuk menghasilkan asam asetat 4 % (Effendi, 2002).
Penggunaan gula dalam proses fermentasi bertujuan sebagai nutrisi tambahan dalam
proses fermentasi. Gula digunakan karena memiliki pengaruh terhadap kualitas cuka yang
dihasilkan (Silfia, 2014). Selain itu penggunaan gula pun bertujuan untuk memberi rasa manis
pada larutan cuka yang dihasilkan sehingga cuka yang berasa asam dapat nyaman dikonsumsi
secara langsung.
Sebelum proses fermentasi dilakukan, setelah seluruh bahan tercampur dilakukan
pemanasan terlebih dahulu dengan tujuan untuk membunuh bakteri patogen yang terdapat dalam
bahan serta membunuh bakteri yang akan menghambat proses fermentasi.
Uji Organoleptis
Uji organoleptis yang dilakukan meliputi warna, rasa dan bau dengan pengamatan secara visual
yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Volume 1, No. 1, Tahun 2021, Hal: 38-45 ISSN: XXXX- XXXX


Formulasi Sediaan Cuka Buah Kopi …| 41

Tabel 2. Hasil Uji Organoleptis

Parameter Uji
Formula Rasa
Warna Aroma asam
Kopi Manis Asam

1 Coklat +++ + ++++ ++++


2 Coklat muda ++ + ++++ +++
3 Coklat ++++ + ++++ ++
4 Coklat tua ++++ + +++ ++++
5 Coklat +++ + +++ ++
6 Coklat muda +++ + +++ +++
7 Coklat muda +++ + ++ +++
8 Coklat muda ++ + ++ ++
9 Coklat muda ++ + ++ ++

Dari data diatas menunjukan bahwa rata-rata larutan cuka yang diamati berwarna coklat
dan hanya berbeda pada kepekatan warna. Kepekatan yang berbeda dipengaruhi oleh jenis
bahan yang digunakan. Buah kopi yang menjadi bahan dasar memberikan peran yang sangat
besar dalam memberikan warna pada larutan. Buah kopi yang terlalu matang lebih cenderung
memberikan warna larutan yang lebih gelap sehingga membuat warna pada tiap sediaan
berbeda.
Data aroma asam yang bervariasi pun dipengaruhi oleh buah kopi yang digunakan.
Walapun buah kopi diambil secara bersamaan namun terdapat beberapa buah yang telah matang
terlebih dahulu sehingga terjadi fermentasi sejak di pohon dan membuatnya memberikan aroma
asam lebih kuat dibandingkan dengan yang lainnya.
Rasa manis pada sediaan sangat dipengaruhi oleh penggunaan gula pada tiap formula.
Semakin banyak konsentrasi gula yang digunakan maka semakin kuat rasa manis yang
dihasilkan. Rasa asam yang dihasilkan lebih dipengaruhi oleh jumlah buah kopi yang
digunakan, semakin banyak buah kopi yang digunkana maka rasa asamnya pun semakin kuat.
Hal ini berkaitan dengan komponen organik lain yang terdapt dalam buah kopi yang bersifat
asam sehingga memberikan rasa asam yang lebih pada sediaan.
Uji pH
Pengukuran pH dilakukan pada tiap formula dengan tujuan untuk mengetahui kualitas larutan
cuka. Nilai pH yang terlalu asam akan berbahaya jika dikonsumsi secara langsung. Selain itu,
nilai pH mempengaruhi laju pertumbuhan mikroba karena mempengaruhi aktivitas enzim dan
komponen lain didalamnya. pH pun berpengaruh terhadap aktivitas fermentasi dan dapat
menghentikan aktivitas fermentasi (Waluyo, 2009). Hasil pengamatan pH dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji pH

Formula pH

1 3,242
2 3,283
3 3,343
4 3,249
5 3,291
6 3,363
7 3,279
8 3,322
9 3,417

Riset Farmasi
42 | Fathan Said R, et al.

Data tersebut menunjukan bahwa jumlah buah kopi yang digunakan mempengaruhi
nilai pH. Untuk formula 1, 4 dan 7 dengan komposisi buah kopi yang paling banyak memiliki
pH yang paling rendah jika dibandingkan dengan formula yang lain. Untuk formula 2, 5 dan 8
dengan komposisi buah kopi 40gram memiliki nilai pH lebih besar dari ketiga formula
sebelumnya dan formula 3, 5 dan 9 dengan komposisi buah kopi paling sedikit memiliki pH
dengan nilai yang paling tinggi dari formula lainnya.
Perbedaan pH pada tiap formula dipengaruhi oleh komposisi buah kopi dan gula.
Semakin tinggi komposisi buah kopi maka semakin banyak senyawa organik yang bersifat asam
yang ikut terlarut. Selain itu semakin banyak buah kopi yang digunakan maka semakin banyak
pula gula dari buah kopi yang ikut terlarut yang dihidrolisis menjadi alkohol oleh S. cerevisiae
lalu dioksidasi oleh A. aceti. selain itu jumlah gula yang ditambahkan mempengaruhi nilai pH
sediaan. Hal ini berkaitan dengan semakin banyak nya gula yang digunakan maka semakin
banyak bioetanol yang dihasilkan. Semakin banyak bioetanol yang dihasilkan maka semkin
banyak pula asam asetat yang dibentuk. Semakin banyak asam asetat yang terbentuk maka pH
yang dihasilkan semakin rendah.
Uji Kadar Asam Asetat
Pengujian kadar asan asetat dilakukan menggunakan metode titrasi asam basa. Pengujian ini
dilakukan untuk mengetahui jumlah asam asetat yang terbentuk selama proses fermentasi
sehingga dapat diketahui kualitas larutan cuka yang dihasilkan. Cuka fermentasi berdasarkan
ketetapan pada SNI 01-4371-1996 sekurang kurangnya harus mengandung 4% asam asetat. Dari
hasil percobaan didapatkan kadar asam asetat untuk tiap formula yang dapat dilihat pada Tabel
4.

Tabel 4. Hasil pengujian kadar asam asetat

Kadar Asam Asetat Kadar Asam Asetat


Formula Keterangan
(%) Menurut SNI (%)

1 5,053 4 memenuhi syarat


2 5,053 4 memenuhi syarat
3 4,262 4 memenuhi syarat
4 4,45 4 memenuhi syarat
5 4,45 4 memenuhi syarat
6 4,161 4 memenuhi syarat
7 4,161 4 memenuhi syarat
8 4,161 4 memenuhi syarat
9 3,864 4 tidak memenuhi syarat

Tabel diatas menunjukan bahwa jumlah gula mempengaruhi asam asetat yang terbentuk.
Formula yang mengandung gula lebih banyak memiliki kadar asam asetat yang lebih banyak
dibandingkan degan formula dengan gula lebih sedikit. Pada formula 1, 4 dan 7 memiliki
komposisi buah kopi sebanyak 50 gram tetapi berbeda beda pada komposisi gula di tiap formula.
Formula 1 memiliki kadar asam asetat lebih tinggi dibandingkan dengan dua formula lainnya
karena memiliki kadar gula lebih tinggi sedangkan formula 7 memiliki kadar asam asetat paling
kecil karena memiliki komposisi paling sedikit diantara dua lainnya. Hal serupa pun terjadi pada
formula lainnya dengan jumlah kopi yang sama namun berbeda pada jumlah gula yang
digunakan. Namun dari data diatas, 8 dari 9 formula yang dibuat memenuhi syarat SNI dan
hanya 1 yang tidak memenuhi syarat. Hal tersebut terjadi karena bahan kopi dan kandungan
gula pada formula 9 paling sedikit diantara yang lainnya sehingga asam asetat yang terbentuk
kurang dari seharusnya.
Asam asetat yang terbentuk merupakan hasil proses oksidasi bioetanol oleh bakteri A.
aceti. Selama proses fermentasi khamir dan bakteri melakukan metabolisme terhadap gula
sehingga menghasilkan asam-asam organik seperti asam asetat dan asam glukonat (Afifah,
Volume 1, No. 1, Tahun 2021, Hal: 38-45 ISSN: XXXX- XXXX
Formulasi Sediaan Cuka Buah Kopi …| 43

2010).
Larutan cuka fermentasi dilakukan seacara bertahap hingga dihasilkannya asam asetat.
Pada tahap awal ragi mengkonversi gula menjadi alkohol secara anaerob lalu setelah kadar
etanol pada larutan menjadi tinggi dan tidak memungkinkan lagi bagi ragi untuk terus hidup
maka etanol dioksidasi oleh bakteri A. aceti secara aerob. Dengan demikian konsentrasi etanol
pada fermentasi sangat ditentukan oleh kandungan gula, sehingga semakin banyak gula yang
digunakan maka semakin banyak pula gula yang dirombak menjadi asam asetat (Adam dan
Moss, 2005).
Proses pembentukan asetat dimulai dari proses oksidasi yang tidak sempurna dimana
daya reduksi dipindahkan ke molekul oksigen, tahap pertama terjadi oksidasi dari alkohol
menjadi asetaldehid degan bantuan enzim alkohol dehidrogenase. Kemudian terjadi hidrasi
menjadi asetaldehidrat dan oksidasi kedua oleh asetaldehida dehidrogenase menjadi asam asetat
(Effendi, 2002)
Uji Kadar Alkohol
Pengujian kadar alkohol dilakukan pada seluruh formula sediaan. pengujian kadar alkohol
dilakukan untuk mengetahui kandungan alkohol yang menjadi salah satu faktor penentu kualitas
larutan cuka yang dihasilkan. Hasil pengujian kadar alkohol dapat dilihat pada Tabel III.5,
Tabel 5. Hasil Pengujian Kadar Asam Asetat

Kadar Alkohol
Formula Kadar Alkohol (%) Keterangan
Menurut SNI (%)

1 0 <10 memenuhi syarat


2 0 <10 memenuhi syarat
3 0 <10 memenuhi syarat
4 0 <10 memenuhi syarat
5 0 <10 memenuhi syarat
6 0 <10 memenuhi syarat
7 0 <10 memenuhi syarat
8 0 <10 memenuhi syarat
9 0 <10 memenuhi syarat

Penggunaan ragi S. cerevisiae memliki kemampuan yang tinggi untuk menghasilkan


alkohol (Gorgie, 2009:8). Namun berdasarkan data diatas kadar alkohol yang diperoleh
adalah 0%. Hal ini disebabkan oleh proses pasteurisasi sehinggga menyebabkan alkohol
yang terbentuk selama proses fermentasi menguap. Hal ini terjadi karena titik didih
etanol lebih rendah dari titik didih air sehingga pada saat dipanaskan, etanol menguap
lebih dulu dibandingkan dengan air. Penurunan kadar alkohol dilakukan untuk mebuat
larutan cuka yang halal untuk dikonsumsi bagi umat muslim sehinggga manfaat dari
larutan cuka ini dapat dirasakan oleh siapapun kecuali pada beberapa orang dengan
kondisi pencernaan yang tidak baik.
Jika membandingkan dengan data kadar alkohol dengan data kadar asam asetat
sebelumnya, maka akan terlihat bahwa sebenarnya larutan cuka hasil fermentasi
mengandung alkohol. Hal ini berkaitan dengan proses pembentukan asam asetat yang
melibatkan etanol. Asam asetat yang terbentuk merupakan hasil oksidasi etanol oleh
A. aceti. Etanol terbentuk melalui proses hidrolisis. Kadar alkohol pada awal fermentasi
meningkat menjadi 62% selama 72 jam dan menurun pada 82 jam konsentrasi etanol
menurun menjadi 40,3% (Raudah dan Ernawati, 2012)..
D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa larutan cuka buah
kopi dengan kandungan gula sebanyak 40 g (20%) dan buah kopi sebanyak 50 g (25%)
merupakan formula terbaik dengan kadar asam asetat, pH dan kadar alkohol yang memenuhi

Riset Farmasi
44 | Fathan Said R, et al.

persyaratan SNI 01-4371-1996 untuk cuka hasil fermentasi serta formula ini memiliki rasa dan
bau yang lebih baik dibandingkan dengan formula lainnya.
E. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengujian aktifitas farmakologi cuka buah kopi
dan dilakukan pula perbandingan cuka buah kopi dengan cuka buah yang dijual dipasaran serta
pengujian cemaran mikroba dan waktu simpannya terkait dengan keamanan dan nilai manfaat
dari sediaan tersebut.

Daftar Pustaka
[1] Afifah, N. 2010. Analisis Kondisi dan Potensi Lama Fermentasi Medium Kombucha (Teh.
Kopi. Rosela) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Pathogen (Vibrio cholerae dan
Bacillus cereus). Skripsi. Malang: Universitas Islam Negeri.
[2] Buckle, K.A. dkk. 2010. Ilmu Pangan. Terjemahan Hari Purnomo A. Jakarta: UI press.
[3] Effendi, M.S.. 2002. Kinetika Fermentasi Asam Asetat (Vinegar) Oleh Bakteri Acetobacter
aceti B127 dari Etanol Hasil Fermentasi Limbah Cair pulp Kakao. Teknologi da Industri
Pangan, Fakultas Teknik Jurusan Teknologi Pangan Universitas Pasundan XIII (2) 2002
: 125-135.
[4] Gorie, M.B.D.2009. Pembuatan Cuka apel Fuji (Malus‘Fuji’) menggunakan Saccharomyces
cerevisiae dan acetobacter aceti [Skripsi]. Jakarta: Faktultas Teknik, Universitas
Indonesia.
[5] Gray, J. 1998. Caffein, coffeand health. Nutrition and Food Science. MCB University press.
[6] Johnston, K. L., Clifford M.N., Morgan L.M. 2003. Coffee Acutely Modifies
Gastrointestinal Secretion and Glucose Tolerance in Human : Glycemic Effect of
Chlorogenic Acid and Caffeine [abstract]. Am J Clin Nutr, 78(4):728-33.
[7] Lin, Y. dan Tanaka, S. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Ethanol Fermentation from
Biomass Resoure: Current State and Prospects [abstract], Appl Microbiol Biotechno,
69(6):627-42, 6th Dec.
[8] Loopstara-Master, R.C. 2011. Associations Between The Intake Of Caffeinated And
Decafeinated Coffee And Measure Of Insulin Sensitivity And Beta Cell Function
[abstract], Diabetologia, 54.320-328.
[9] Mas, A.,MJ Torija, AM Troncoso and MC Garcia-Parilla.2016. Vinegar. Spain: Universitat
Rovira.
[10] Paulová,Leona Petra Patáková, Tomáš Brányik. 2014. Advanced Fermentation Processes.
Prancis: CRC press.
[11] Putri, A.A.S.I. M., G.P.G. Putra, W. Arnata. 2016. Pengaruh Penambahan Inokulum
Saccharomyces Cerevisiae dan Lama Fermentasi Terhadap Karakteristik Cuka
Fermentasi Dari Cairan pulpa Hasil Samping Fermentasi Biji Kakao (Theobrama cacao
L.). Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustr, Vol. 4. No. 3.
[12] Rahardjo, P.2017. KOPI Panduan Budi Daya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta.
Jakarta: Penebar Swadaya.
[13] Rosmiati, M. Yunus, Raudah. (2013). Pembuatan Asam Asetat Dari Limbah Cair Kulit Kopi
Arabika (Coffea Arabica. Dp), Jurnal Reaksi (Journal of science and Technology), vol.
11, Politeknik Negri Lhokseumawe.
[14] SNI 01-4371-1966. Standar Nasional Indonesia (SNI) Cuka Fermentasi. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional (BSN).
[15] Waluyo, L.2009. Mikrobiologi Umum. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Prees..
[16] Pedro M. Gutierrez, Aubrey N A, Bryle Adrian L.,Eugenio, and Santos MFL. 2014.
Larvicidal Activity of Selected Plant Extracts against the Dengue vector Aedes
aegyptiMosquito. Int. Res. Journal BiologicalSci3(4), 23-32.
[17] Pradani F. Y. 2009.Indeks Pertumbuhan Larva Aedes aegyptiL. Yang Terdedah Dalam
Ekstrak Air Kulit Jengkol (Pithecellobium lobatum). Jurnal Kesehatan1(2): 81-

Volume 1, No. 1, Tahun 2021, Hal: 38-45 ISSN: XXXX- XXXX


Formulasi Sediaan Cuka Buah Kopi …| 45

85Widoyono. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya,II. Jakarta: Erlangga, 2008.
[18] Sutanto, Inge, Ismid, S., Syarifudin P., Saleha, Sungkar. 2008. Parasitologi Kedokteran.
Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
[19] Widoyono. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya,
II. Jakarta: Erlangga, 2008.
[20] World Health Organization. 2005. Guidelines for Laboratory and Field Testing of Mosquito
Larvicides. Geneva

Riset Farmasi

Anda mungkin juga menyukai