Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Pembidaian pada Ekstremitas atas dan bawah

Dosen Pembimbing :
Ns. Aulia Asman,S.Kep.M.Biomed

Disusun Oleh :

Nama : Nuico Sema


Nim : 18334067
Tingkat : II B

PRODI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam
penyusunan makalah “ Pembidaian pada Ekstremitas atas dan bawah ” mungkin ada sedikit
hambatan. Namun berkat bantuan dari bimbingan dari Dosen pembimbing. Sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan
dapat menambah pengetahuan bagi pembaca. Tidak lupa pula kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak, atas bantuan, dukungan, dan Doa-Nya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini dan dapat mengetahui tentang
Pembidaian pada Ekstremitas atas dan bawah. Makalah ini mungkin kurang sempurna, untuk
itu saya mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnakan makalah ini.

Penyusun,

Nuico Sema
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang........................................................................................
1.2.      Rumusan Masalah..................................................................................
1.3.      Tujuan.....................................................................................................

BAB II ISI
2.1.      Pengertian Pembidaian..............................................................................
2.2.      Tujuan Pembidaian....................................................................................
2.3.      Jenis-jenis Pembidaian...............................................................................
2.4.      Indikasi Pembidaian...................................................................................
2.5.       Kontra Indikasi Pembidaian......................................................................
2.6.      Komplikasi Pembidaian..............................................................................
2.7.      Prisip Pembidaian........................................................................................
2.8.      Prosedur Dasar Pembidaian........................................................................
2.9.      Teknik Pemmbidaian..................................................................................
2.10.    Pelaksanaan Pebidaian................................................................................
2.11.    Evaluassi Pembidaian................................................................................

BAB III PENUTUP


3.1.      Kesimpulan...............................................................................................
3.2.      Saran..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar belakang

Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat
tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang
patah tidak bergerak (immobilisasi) yang bertujuan Mencegah pergerakan / pergeseran
dari ujung tulang yang patah, Mengurangi terjadinya cedera baru disekitar bagian tulang
yang patah, Memberi istirahat pada anggota badan yang patah, Mengurangi rasa nyeri
dan Mempercepat penyembuhan Pada saat kita melakukan suatu kegiatan, tidak jarang
kita akan mengalami kecelakaan.

Misal, saat melakukan perkemahan. jika di dalam perkemahan itu tidak ada
dokter maka yang bertugas untuk melakukan pertolongan pertama pada teman/ salah
seorang dari anggota perkemahan cidera atau terluka adalah kita. Jadi kita harus
mengetahui bagaimana cara dalam melakukan P3K. Salah satu P3K pada pramuka
adalah PEMBIDAIAN. Untuk itu dalam makalah ini akan dijelaskan tentang
pembidaian.

2.2.     Rumusan masalah
1. Bagaimana Pengertian Pembidaian ?
2. Bagaimana Tujuan Pembidaian ?
3. Bagaimana Jenis-jenis Pembidaian ?
4. Bagaimana Indikasi Pembidaian ?
5. Bagaimana Kontra Indikasi Pembidaian ?
6. Bagaimana Komplikasi Pembidaian ?
7. Bagaimana Prisip Pembidaian ?
8. Bagaimana Prosedur Dasar Pembidaian ?
9. Bagaimana Pelaksanaan Pembidaian ?
10. Bagaimana Pelaksanaan Pembidaian ?
11. Bagaimana Evaluassi Pembidaian ?

2.3.     Tujuan
Untuk mengetahui pengertian pembidaian Tujuan Pembidaian, Jenis-jenis
Pembidaian, Indikasi Pembidaian, Kontra Indikasi Pembidaian, Komplikasi
Pembidaian, Prisip Pembidaian, Prosedur Dasar Pembidaian, Teknik Pemmbidaian,
Pelaksanaan Pebidaian dan Evaluassi Pembidaian.
BAB II ISI

2.1.    Pengertian

Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat
tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang
patah tidak bergerak (immobilisasi) dengan kata lain Pembidaian adalah berbagai
tindakan dan upaya untuk mengistirahatkan bagian yang patah.

2.2.     Tujuan

Tujuanpembidaian :
1.Mencegah pergerakan/pergeseran dari ujung tulang yang patah.
2.Mengurangi terjadinya cedera baru disekitar bagian tulang yang patah.
3.Memberi istirahat pada anggota badan yang patah.
4.Mengurangi rasa nyeri.
5. Mempercepat penyembuhan

2.3.    Jenis-jenis pembidaian

Beberapa macam jenis bidai :

1.      Bidai keras

Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuat dan
ringan. Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaan
darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan.
Contoh : bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.

2.      Bidai traksi

Bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya, hanya dipergunakan
oleh tenaga yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada patah tulang paha. Contoh :
bidai traksi tulang paha.

3. Bidai improvisasi

Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk
penopang. Pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan
improvisasi si penolong. Contoh : majalah, koran, karton dan lain-lain.

4. Gendongan/Belat dan bebat.


Pembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai mitela (kain segitiga)
dan memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan pergerakan
daerah cedera. Contoh : gendongan lengan.

2.4.    Indikasi Pembidaian

·         Adanya fraktur, baik terbuka maupun tertutup

·          Adanya kecurigaan terjadinya fraktur

·         Dislokasi persendian Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada salah
satu bagian tubuh ditemukan :
1. Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar bunyi krek.
2. Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat, atau mengalami         angulasi
abnormal
3. Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera
4. Posisi ekstremitas yang abnormal
5. Memar
6. Bengkak
7. Perubahan bentuk
8. Nyeri gerak aktif dan pasif
9. Nyeri sumbu
10. Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan ekstremitasyang
mengalami cedera (Krepitasi)
11. Perdarahan bisa ada atau tidak
12. Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera
13. Kram otot di sekitar lokasi

Hal-hal yang harus diperhatikan saat pembidaian :

·         Bebaskan area pembidaian dari benda-benda (baju, cincin, jam, gelang dll)

·         Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembidaian dan
perhatikan warna kulit ditalnya.

·         Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proximal dan distal daerah fraktur). Sendi
yang masuk dalam pembidaian adalah sendi dibawah dan di agtas patah tulang. Sebagai
contoh, jika tungkai bawah mengalami fraktur, maka bidai harus mengimobilisasi
pergelangan kaki maupun lutut

·         Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur maupun
dislokasi secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai memaksakan gerakan. Jika
terjadi kesulitan dalam meluruskan, maka pembidaian dilakukan apa adanya. Pada
trauma sekitar sendi, pembidaian harus mencakup tulang dibagian proksimal dan distal.

·         Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu dengan traksi
atau tarikan ringan ketika pembidaian. Jika saat dillakukan tarikan terdapat tahanan
yang kuat, krepitasi, atau pasien merasakan peningkatan rasa nyeri, jangan mencoba
untuk melakukan traksi. Jika anda telah berhasil melakukan traksi, jangan melepaskan
tarikan sebelum ekstremitas yang mengalami fraktur telah terfiksasi dengan baik, karena
kedua ujung tulang yang terpisah dapat menyebabkan tambahan kerusakan jaringan dan
beresiko untuk mencederai saraf atau pembuluh darah.

·         Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai terutama pada
daerah tubuh yang keras/peka (lutut,siku,ketiak,dll), yang sekaligus untuk mengisi sela
antara ekstremitas dengan bidai.

·         Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat di bagian yang
luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada bidai, yakni pada beberapa
titik yang berada pada posisi superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur, diantara
lokasi fraktur dan lokasi ikatan pratama, inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur,
diantara fraktur dan lokasi ikatab ketiga (point c)

·         Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga mengganggu
sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa pemasangan bidai telah mampu
mencegah pergerakan atau perengangan pada bagian yang cedera.

·         Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat. Jika mungkin naikkan
anggota gerak tersebut setelah dibidai.

·         Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam tindakan


pembidaian. Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang sesuai untuk membidai,
cedera pada tungkai bawah sering kali dapat dilindungi dengan merekatkan tungkai
yang cedera pada tungkai yang tidak terluka. Demikian pula bisa diterapkan pada
fraktur jari, dengan merekatkan pada jari disebelahnya sebagai perlindungan sementara

2.5.  Kontra indikasi pembidaian

Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan dan
sirkulasi penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau
gangguan persyarafan yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko
memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu
dilakukan.

2.6.     Komplikasi pembidaian
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut bisa
ditimbulkan oleh tindakan pembidaian :

·         Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain disekitar fraktur oleh ujung fraktur,
jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya pada bagian tubuh yang
mengalami fraktur saat memasang bidai.

·         Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat.

·         Keterlambatan transport penderita kerumah sakit, jika penderita menunggu terlalu


lama selama proses pembidaian.

2.7.    Jenis Pembidaian

1.    Pembidaian sebagai tindakan pertolongan sementara dilakukan ditempat cedera


sebelum penderita dibawa kerumah sakit. Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa
adanya. Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan menghindarkan kerusakan yang
lebih berat. Bisa dilakukan oleh siapapun yang sudah mengetahui prinsip dan tekhnik
dasar pembidaian.

2.    Pembidaian sebagai tindakan pertolongan definitif dilakukan fasilitas layanan


kesehatan (klinik atau rumah sakit). Pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan
fraktur/dislokasi. Menggunakan alat dan bahan khusus sesuai standar
pelayanan(gips,dll). Harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih.

2.8.    Prinsip Pembidaian

1.      Dilakukan pembidaian dimana anggota badan mengalami cedera (korban jangan


dipindahkan sebelum dibidai). Korban dengan dugaan fraktur lebih aman dipindahkan
ketandu medis darurat setelah dilakukan tindakan perawatan luka, pembalutan dan
pembidaian.

2.      Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu harus
dipastikan dulu ada tidaknya patah tulang. Kemungkinan fraktur harus selalu dipikirkan
setiap terjadi kecelakaan akibat benturan yang keras. Apabila ada keraguan, perlakukan
sebagai fraktur.

                 Prinsip umum dalam tindakan pembidaian

1.      Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerah fraktur). Sendi
yang masuk dalam pembidaian adalah sendi dibawah dan diatas patah tulang. Sebagai
contoh, jika tungkai bawah mengalami fraktur, maka bidai harus bisa mengibolisasi
pergelangan kaki maupun lutut.
2.      Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur maupun
dislokasi secara perlahan dan berhati- hati dan jangan sampai memaksakan gerakan.
Jika terjadi kesulitan dalam meluruskan, maka pembidaian dilakukan apa adanya.

3.      Pada trauma sekitar sendi, pembidaian harus mencakup tulang dibagian proksimal dan
distal.

4.      Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu dengan traksi
atau tarikan ringan ketika pembidaian.

5.      Jika saat dilakukan tarikan terdapat tahanan yang kuat, krepitasi, atau pasien
merasakan peningkatan rasa nyeri, jangan mencoba untuk melakukan traksi. Jika anda
telah berhasil melakukan traksi, jangan melepaskan tarikan sebelum ekstremitas yang
mengalami fraktur telah terfiksasi dengan baik, karena kedua ujung tulang yang terpisah
dapat menyebabkan tambahan kerusakan jaringan dan beresiko untuk mencederai saraf
atau pembuluh darah.

6.      Beri bantalan empuk dan penopang pada anggot gerak yang dibidai terutama pada
daerah tubuh yang keras /peka(lutut,siku,ketiak,dll) yang sekaligus untuk mengisi sela
antara ekstremitas dengan bidai.

7.      Ikatlah bidai diatas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat dibagian yang
luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada bidai, yakni pada beberapa
titik yang berada pada posisi:

·         Superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur

·         Diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan pertama

·         Interior dari sendi distal dari lokasi fraktur

·         Diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan ketiga (point c)

8.      Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga mengganggu
sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa pemasangan bidai telah mampu
mencegah pergerakan atau peregangan pada bagian yang cedera.

9.      Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat

10.  Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam tindakan


pembidaian. Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang sesuai untuk membidai,
cedera pada tungkai bawah seringkali dapat dilindungi dengan merekatkan tungkai yang
cedera pada tungkai yang tidak terluka. Demikian pula bisa diterapkan pada fraktur jari,
dengan merekatkan pada jari disebelahnya sebagai perlindungan sementara.
11.  Kantonga es dapat dipasang dalam bidai dengan terlebih dahulu dibungkus dengan
perban elasti. Harus diberikan perhatian khusu untuk melepaskan kantong es secara
berkala untuk mencegah”cold injury” pada jaringan lunak. Secara umum, es tidak boleh
ditempelkan secara terus menerus lebih dari 10 menit. Ekstremitas yang mengalami
cedera sebaiknya sedikit ditinggikan posisinya untuk meminimalisasi pembengkakan.

2.9.       Teknik Pembidaian pada berbagai lokasi cedera

Persiapan Pembidaian
1. Periksa bagian tubuh yang akan dipasang bidai dengan teliti dan periksa status
vaskuler dan neurologis serta jangkauan gerakan.
2. Pilihlah bidai yang tepat.

Alat alat pokok yang dibutuhkan untuk pembidaian


1. Bidai atau spalk terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat tetapi ringan.
2. Pembalut segitiga.
3. Kasa steril.

Prinsip Pembidaian

1. Pembidaian menggunakan pendekatan atau prinsip melalui dua sendi, sendi di


sebelah proksimal dan distal fraktur.
2. Pakaian yang menutupi anggota gerak yang dicurigai cedera dilepas, periksa
adanya luka terbuka atau tanda-tanda patah dan dislokasi.

3. Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler dan neurologis (status vaskuler
dan neurologis) pada bagian distal yang mengalami cedera sebelum dan
sesudah pembidaian.

4. Tutup luka terbuka dengan kassa steril.

5. Pembidaian dilakukan pada bagian proximal dan distal daerah trauma (dicurigai


patah atau dislokasi).

6. Jangan memindahkan penderita sebelum dilakukan pembidaian kecuali ada di tempat


bahaya.

7. Beri bantalan yang lembut pada pemakaian bidai yang kaku.


a. Periksa hasil pembidaian supaya tidak terlalu longgar ataupun terlalu ketat sehingga
menjamin pemakaian bidai yang baik
b. Perhatikan respons fisik dan psikis pasien.
Syarat-syarat  pembidaian
1. Siapkan alat alat selengkapnya.
2. Sepatu dan seluruh aksesoris korban yang mengikat harus dilepas.
3. Bidai meliputi dua sendi tulang yang patah, sebelumnya bidai diukur dulu pada
anggota badan kontralateral korban yang sehat.
4. Ikatan jangan terlalu keras atau terlalu longgar.
5. Sebelum dipasang, bidai dibalut dengan kain pembalut.
6. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tulang yang
patah.
7. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.

Prosedur Pembidaian
1. Persiapkan alat-alat yang dibutuhkan.
2. Lepas sepatu, jam atau asesoris pasien sebelum memasang bidai.
3. Pembidaian melalui dua sendi, sebelumnya ukur panjang bidai pada sisi kontralateral
pasien yang tidak mengalami kelainan.
4. Pastikan bidai tidak terlalu ketat ataupun longgar
5. Bungkus bidai dengan pembalut sebelum digunakan
6. Ikat bidai pada pasien dengan pembalut di sebelah proksimal dan distal dari tulang
yang patah
7. Setelah penggunaan bidai cobalah mengangkat bagian tubuh yang dibidai.

Contoh penggunaan bidai

1). Fraktur humerus (patah tulang lengan atas).

Pertolongan :

 Letakkan lengan bawah di dada dengan telapak tangan menghadap ke dalam.


 Pasang bidai dari siku sampai ke atas bahu.
 Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
 Lengan bawah digendong.
 Jika siku juga patah dan tangan tak dapat dilipat, pasang spalk ke lengan bawah dan
biarkan tangan tergantung tidak usah digendong.
 Bawa korban ke rumah sakit.
Gambar Pemasangan bidai pada fraktur humerus, atas : hanya fraktur humerus, siku
bisa dilipat, bawah : siku tidak bisa dilipat, juga fraktur antebrachii

2). Fraktur Antebrachii (patah tulang lengan bawah).

Pertolongan:

 Letakkan tangan pada dada.


 Pasang bidai dari siku sampai punggung tangan.
 Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
 Lengan digendong.
 Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar Pemasangan bidai pada fraktur antebrachii
Gambar Pemasangan sling untuk menggendong lengan yang cedera

3). Fraktur clavicula (patah tulang selangka).

a) Tanda-tanda patah tulang selangka :

 Korban tidak dapat mengangkat tangan sampai ke atas bahu.


 Nyeri tekan daerah yang patah.

b) Pertolongan :

 Dipasang ransel verban.


 Bagian yang patah diberi alas lebih dahulu.
 Pembalut dipasang dari pundak kiri disilangkan melalui punggung ke ketiak kanan.
 Dari ketiak kanan ke depan dan atas pundak kanan, dari pundak kanan disilangkan ke
ketiak kiri, lalu ke pundak kanan,akhirnya diberi peniti/ diikat.
 Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar Kanan atau kiri : Ransel perban

4). Fraktur Femur (patah tulang paha).

Pertolongan :
Gambar Pemasangan bidai pada fraktur femur

 Pasang 2 bidai dari :
o Ketiak sampai sedikit melewati mata kaki.

o Lipat paha sampai sedikit melewati mata kaki.

 Beri bantalan kapas atau kain antara bidai dengan tungkai yang patah.


 Bila perlu ikat kedua kaki di atas lutut dengan pembalut untuk mengurangi
pergerakan.
 Bawa korban ke rumah sakit.

5). Fraktur Cruris (patah tulang tungkai bawah). Pertolongan :

 Pasang 2 bidai sebelah dalam dan sebelah luar tungkai kaki yang patah.
 Di antara bidai dan tungkai beri kapas atau kain sebagai alas.
 Bidai dipasang di antara mata kaki sampai beberapa cm di atas lutut.
 Bawa korban ke rumah sakit.
Gambar Pemasangan bidai pada fraktur cruris

OBSERVASI SETELAH TINDAKAN

Tanyakan kepada pasien apakah sudah merasa nyaman dengan bebat dan bidai yang
dipasang, apakah nyeri sudah berkurang, apakah terlalu ketat atau terlalu longgar. Bila
pasien masih merasakan bidai terlalu keras, tambahkan kapas di bawah bidai.
Longgarkan bebat jika dirasakan terlalu kencang.

Lakukan re-evaluasi terhadap ekstremitas di sebelah distal segera setelah memasang


bebat dan bidai, meliputi :

 Warna kulit di distal


 Fungsi sensorik dan motorik ekstremitas.
 Pulsasi arteri
 Pengisian kapiler

Perawatan rutin terhadap pasien pasca pemasangan bebat dan bidai adalah elevasi


ekstremitas secara rutin, pemberian obat analgetika dan anti inflamasi, serta anti pruritik
untuk mengurangi rasa gatal dan untuk mengurangi nyeri. Berikan instruksi kepada
pasien untuk menjaga bebatnya dalam keadaan bersih dan kering serta tidak melepasnya
lebih awal dari waktu yang diinstruksikan dokter.

KOMPLIKASI PEMASANGAN

Dalam 1-2 hari pasien kemungkinan akan merasakan bebatnya menjadi lebih kencang
karena berkembangnya oedema jaringan. Berikan instruksi secara jelas kepada pasien
untuk datang kembali ke dokter bila muncul gejala atau tanda gangguan neurovaskuler
atau compartment syndrome, seperti bertambahnya pembengkakan atau rasa nyeri,
kesulitan menggerakkan jari, dan gangguan fungsi sensorik.

REPOSISI FRAKTUR TERTUTUP DAN DISLOKASI

Penatalaksanaan fraktur terdiri dari manipulasi untuk memperbaiki posisi fragmen dan


splintage untuk menahan fragmen sampai menyatu. Penyembuhan fraktur didukung
oleh pemadatan tulang secara fisiologis, sehingga aktivitas otot dan pemberian beban
awal penting untuk dilakukan.

Tujuan ini didukung oleh 3 proses yaitu reduksi, imobilisasi dan latihan.

Dua masalah yang penting yaitu bagaimana mengimobilisasi fraktur namun tetap


memungkinkan pasien menggunakan anggota gerak dengan cukup; hal ini adalah dua
hal yang berlawanan (menahan versus menggerakkan) yang dinginkan ahli bedah untuk
mempercepat kesembuhan (misalnya dengan fiksasi internal). Akan tetapi, ahli bedah
juga ingin menghindari resiko yang tidak diinginkan; ini adalah konflik kedua
( kecepatan versus keamanan).

Faktor yang paling penting dalam menentukan kecenderungan untuk sembuh secara
alami adalah kondisi jaringan lunak sekitar dan suplai darah lokal. Fraktur energi rendah
( atau velositas rendah) hanya menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang parah,
walaupun fraktur terbuka ataupun tertutup.

Tscheme (Oestern and Tscherne, 1984) mengklasifikasikan luka tertutup sebagai berikut


:

 Grade 0 : Fraktur simple dengan sedikit atau tidak ada luka jaringan lunak


 Grade 1: Fraktur dengan abrasi superficial atau memar pada jaringan kulit dan
jaringan subkutan.
 Grade 2 : Fraktur yang lebih parah dengan tanda kerusakan jaringan lunak dan
ancaman sindrom compartment.
 Grade 3 : Luka berat dengan kerusakan jaringan halus yang jelas.

Semakin parah tingkatan luka makan semakin besar kemungkinan membutuhkan


beberapa bentuk fiksasi mekanis; stabilitas tulang yang baik membantu penyembuhan
jaringan lunak.

REDUKSI

Walaupun penatalaksanaan umum dan resusitasi harus didahulukan, namun


penanganan fraktur diharapkan tidak terlambat; pembengkakan bagian lunak selama 12
jam pertama menyebabkan reduksi semakin sulit. Walaupun demikian, terdapat
beberapa kondisi di mana reduksi tidak dibutuhkan yaitu :

1. Saat hanya sedikit atau tidak ada dislokasi;


2. Saat dislokasi bukan suatu masalah ( contoh: fraktur clavicula) dan
3. Saat reduksi tidak mungkin berhasil ( contoh: fraktur kompresi pada vertebra)

Reduksi harus ditujukan untuk fragmen tulang dengan apposisi yang cukup dan
garis fraktur yang normal. Semakin besar area permukaan kontak antarfragmen semakin
besar kemungkinan terjadinya penyembuhan. Adanya jarak antara ujung fragmen
merupakan penyebab sering union yang terlambat atau nonunion.

Di sisi lain, selama ada kontak dan fragmen segaris (alignment) sedikit overlap pada
permukaan fraktur masih diperbolehkan. Pada fraktur yang meliputi pemukaan sendi,
reduksi harus sedekat mungkin mendekati sempurna karena adanya irreguleritas akan
menyebabkan distribusi muatan yang abnormal antarpermukaan yang akan
berpredispoisisi pada perubahan degenaratif pada kartilago sendi.

Terdapat 2 metode reduksi yaitu tertutup dan terbuka.


Reduksi Tertutup

Di bawah anestesi dan relaksasi otot, fraktur direduksi dengan 3 maneuver:

1. Bagian distal anggota gerak ditarik pada garis tulang;


2. Karena fragment terpisah, maka direduksi dengan melawan arah gaya awal
3. Garis fraktur yang lurus diusahakan pada setiap bidang.

Hal ini lebih efektif dilakukan ketika periosteum dan otot pada satu sisi fraktur tetap
utuh karena ikatan jaringan lunak mencegah over-reduction dan menstabilkan fraktur
setelah direduksi (Charnley 1961).

Beberapa fraktur sulit untuk direduksi dengan manipulasi karena tarikan otot yg terlalu


kuat sehingga membutuhkan traksi yg lama. Traksi tulang atau kulit selama beberapa
hari menyebabkan tegangan jaringan lunak menurun dan memudahkan tejadinya
alingment yg lebih baik; sebagai contoh hal dapat dilakukan untuk fraktur femur, fraktur
shaft tibia dan fraktur humerus supracondylus pada anak.

Pada umumnya reduksi tertutup digunakan untuk semua fraktur dislokasi minimal,


untuk sebagian besar fraktur pada anak, untuk fraktur yg tidak stabil setelah reduksi dan
dapat digunakan untuk beberapa bidai dan gips. Fraktur tidak stabil dapat direduksi juga
dengan metode tertutup sebelum dengan fiksasi internal atau eksternal. Hal ini
dilakukan untuk menghindari manipulasi langsung sisi fraktur oleh reduksi terbuka yang
merusak suplai darah lokal dan mungkin menyebabkan waktu penyembuhan lebih
lambat. Traksi yg mereduksi fragmen fraktur melalui ligamentotaxis (tarikan ligament)
biasanya dapat diaplikasikan menggunakan fracture table atau bone distraktor.

Gambar Reposisi tertutup (a) Traksi pada garis tulang (b) Disimpaksi © Menekan
fragmen pada posisi reduksi ( Sumber : Solomon L. Warwick DJ. Nayagam S.
Principles of Fracture. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 8th ed. Oxford
University Press Inc. New York. 2001)
Reduksi Terbuka
Indikasi reduksi operatif yaitu :

1. reduksi tertutup gagal, baik karena kesulitan mengontrol fragmen atau karena
jaringan lunak berada diantaranya,
2. terdapat fragmen sendi yang membutuhkan pengaturan posisi yang akurat,
3. untuk traksi (avulsi) fraktur dengan fragmen yang terpisah.

DISLOKASI

Dislokasi berarti permukaan sendi bergeser secara lengkap dan tidak utuh lagi.
Subluksasi menekankan pada pergeseran dengan derajat yang lebih ringan dengan
permukaan sendi sebagian masih berapposisi.

Oleh karena cedera, sendi terasa nyeri dan pasien berusaha untuk menghindari


pergerakan sendi. Bentuk sendi abnormal dan penanda tulang dapat bergeser. Anggota
gerak yang mengalami dislokasi sering ditahan pada posisi tertentu karena pergerakan
menyebabkan rasa nyeri dan juga terbatas. Foto sinar-X biasanya memperjelas
diagnosis, dan juga menunjukkan apakah ada luka tulang yang mempengaruhi stabilitas
sendi- misalnya dislokasi fraktur. Sendi yang dicurigai terjadi dislokasi dapat dites
dengan menekannya, dan bila terjadi dislokasi pada lokasi tersebut pasien akan
merasakan rasa nyeri menetap yang tidak tertahankan lebih jauh.

Jika batas sendi dan ligamen rusak, dislokasi berulang dapat terjadi. Hal ini terutama
pada dislokasi sendi bahu dan sendi patellofemoral. Pada dislokasi habitual (voluntary),
pasien mengalami dislokasi atau subluksasi sendi karena kontraksi otot secara volunter.
Kelemahan ligament dapat mempermudah terjadinya hal ini.

2.10.  Pelaksanaan Pembidaian

1. Fraktur calvicula, lakukan imobilisasi dengan cara:


Minta pasien meletakkan kedua tangan pada pinggang
-Minta pasien membusungkan dada, tahan
-Gunakan perban elastik, lingkarkan membentuk angka 8 (Ransel perban).
2.Fraktur humerus bagian medial
Kalau ada berikan analgetik/ kompres es
-Gunting mitella jadi 2/ 4 tapi tidak putus
-Rapatkan lengan pada dinding dada, pasang bidai pada sisi luar
– Ikat dan balut dengan mitela/kain
3.Fraktur humerus bagian distal
– Siku sukar dilipat (nyeri), luruskan saja
– Pasang dua buah bidai dari ketiak sampai pergelangan tangan
– Ikat dengan kain 4 tempat. (ingat teori di atas)
4.Fraktur antebrachii
– Pasang dua buah bidai sepanjang siku sampai ujung jari
-Ikat bidai mengelilingi ekstremitas, tapi jangan terlalu keras
-Gantung bidai dengan mitela/kain ke pundak-leher

5.Fraktur digiti
-Pasang bidai dari sendok es krim,bambu, spuit yang dibelah atau gunakan jari
sebelahnya, contoh, bila jari tengan yang fraktur, gunakan jari telunjuk dan jari manis
sebagai pengganti bidai, kemudian ikat dengan plester.
6.Fraktur costae, lakukan imobilisasi dengan cara:
-Bersihkan dinding dada
-Minta penderita menarik napas dan menghembuskan napas sekuatnya

- Pasang plester stripping pada saat ekspirasi maksimal tersebut.


-Plester dipasang sejajar iga mulai dari iga terbawah.
-Ulangi prosedur sampai plester terpasang
7.Fraktur tulang panggul ( os simfisis pubis)
-Rapatkan kedua kaki
-Pasang bantal dibawah lutut dan sisi kiri kanan panggul
-Ikat kedua kaki pada 3 tempat (lihat gambar)

8. Fraktur femur
-Pasang bidai di bagian dalam dan luar paha
-Jika patah paha bagian atas, bidai sisi luar harus sampai pinggang

9. Fraktur patella
-Pasang bidai pada bagian bawah
-Pasang bantal lunak di bawah lutut dan pergelangan kaki
10. Fraktur tungkai bawah
-Pasang bidai melewati 2 sendi, luar dan dalam
– Pasang padding

Fraktur tulang telapak kaki


-pasang bantalan (kassa/kain)pada telapak kaki
-pasang bidai di telapak kaki, kemudian ikat.
  

2.11. Evaluasi pasca pembidaian

Periksa sirkulasi daerah ujung pembidaian. Misalnya jika membidai lenganmaka


periksa sirkulasi dengan memencet kuku ibu jari selama kurang lebih 5 detik. Kuku
akan berwarna putih kemudian kembali merah dalam waktu kurang dari 2 detik setelah
dilepaskan. Pemeriksaan denyut nadi dan raba seharusnya diperiksa di bagian bawah
bidai paling tidak satu jam sekali. Jika pasien mengeluh terlalu ketat,atau kesemutan,
maka pembalut harus dilepas seluruhnya. Dan kemudian bidai di pasang kembali
dengan lebih longgar. Tekan sebagian kuku hingga putih, kemudian lepaskan.Kalau 1-2
detik berubah menjadi merah, berarti balutan bagus. Kalau lebihdari 1-2 detik tidak
berubah warna menjadi merah,.
Meraba denyut arteri dorsalis pedis pada kaki (untuk kasus di kaki).Bila tidak teraba,
maka balutan kita buka dan longgarkan.Meraba denyut arteri radialis pada tangan untuk
kasus di tangan. Bila tidak teraba, maka balutan kita buka dan longgarkan.

BAB III
PENUTUP

3.1.    Kesimpulan

Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi
ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah
tidak bergerak (immobilisasi) yang bertujuan Mencegah pergerakan / pergeseran dari
ujung tulang yang patah, Mengurangi terjadinya cedera baru disekitar bagian tulang
yang patah, Memberi istirahat pada anggota badan yang patah, mengurangi rasa nyeri
dan mempercepat penyembuhan.

3.2.     Saran

Dalam melakukan pembidian lakukanlah pembidaian pada tempat dimana anggota


badan mengalami cidera ( korban yang dipindahkan), Lakukan juga pembidaian pada
persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada tidaknya patah
tulang, melewati minimal dua sendi yang berbatasan.

DAFTAR PUSTAKA

Jarot Subandono, Warsito, Ida Nurwati, Mutmainah, E. Listyaningsih, Isna Qadrijati,


Dian Ariningrum, Rieva Ermawan, Tito Sumarwoto, Desy Kurniawati Tandiyo, Anak
Agung Alit Kirti, Pembebatan dan pembidaian, Fakultas Kedokteran UNS dan RSU dr
Moewardi

Jarot Subandono, Warsito, Ida Nurwati, Mutmainah, E. Listyaningsih, Isna Qadrijati,


Dian Ariningrum, Rieva Ermawan, Tito Sumarwoto, Desy Kurniawati Tandiyo, Anak
Agung Alit Kirti, Pembebatan dan pembidaian, Fakultas Kedokteran UNS dan RSU dr
Moewardi

http://www.ziddu.com/download/18871280/pembidaian.docx.html
http://hartiningsih26.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
http://materi-sehat.blogspot.com/2011/05/pembidaian.html http://id.shvoong.com/medi
cine-and-health/orthopedic-surgery/1990528-tujuan-dan-prinsip-
pembidaian/#ixzz26GFkWZq5

\https://lilinrosyanti.wordpress.com/2015/02/16/pembidaian/

Anda mungkin juga menyukai