Anda di halaman 1dari 10

PEMBAKARAN MASJID DI PAPUA, IMPLEMENTASI YANG TIDAK

SESUAI DENGAN SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA

LAPORAN

OLEH
KELOMPOK 5
Irfan Dwi Santoso 160422600621
Izzah Amalia Harirahma 160422608294
Inda Ramadhani 160422608305
Ivan Bagus Batara Artha 160422600657
Geby Alica Sany 160422608235
Windha Aprillia 160422608261
Fitri Indah Febrianti 160422600622
Irodatun Nadilla 160422608281
Intan Pratiwi 160422608259

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI
NOVEMBER 2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Kasus Terkait Nilai Pancasila


Insiden pembakaran Masjid di Kabupaten Tolikara, Papua tanggal 17 Juli
lalu telah menyebabkan konflik agama di Papua memanas. Konflik ini
menyebabkan setidaknya seorang tewas dan puluhan terluka.
Situasi di Tolikara memang sudah membaik, tetapi investigasi masih terus
berlanjut. Aparat terus memantau kea daan untuk mengantisipasi bentrokan,
terutama antara umat Islam dan Kristen tidak berlanjut. Kejadian ini tentunya
sangat disesalkan karena telah mencoreng kerukunan hidup beragama di Papua.
 Tragedi Idul Fitri di Papua
Menurut keterangan dari kepolisian setempat, pembakaran Masjid Baitul
Muttaqin terjadi pada hari Jumat, saat umat Islam sedang melakukan sholat Idul
Fitri sekitar jam 07.00 waktu setempat. Pertikaian terjadi saat sekelompok masa
berdatangan dan melemparkan batu. Beberapa dari mereka bahkan melakukan
aksi pembakaran kios yang akhirnya merambat ke rumah penduduk dan
membakar Masjid Baitul Muttaqin, setidaknya 38 rumah dan 63 kios terbakar
seketika itu. Seorang warga tewas dalam kejadian ini adalah Endi Wanimbo,
jemaat Gereja Sinode, dan 153 lainnya terluka.
Pertikaian terjadi ketika umat Islam dan Kristen menggelar dua acara besar
pada waktu yang sama dan di tempat yang berdekatan. Sholat Id dilaksanakan hari
Jumat pagi. Pada waktu yang sama Sinode Gereja Injili juga mengadakan
pertemuan nasional yang menghadirkan sekitar 2000 orang perwakilan dari
daerah. Presiden Sinode Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Dorman Wandikmbo
membantah pernyataan bahwa GIDI mengeluarkan selebaran yang melarang umat
Muslim menunaikan sholat Idul Fitri. Memang sebelumnya ada pemuda gereja
yang mendatangi umat Islam yang akan melangsungkan Sholat Id. Tujuannya
adalah memberitahukan bahwa GIDI juga sedang mempunyai acara penting. GIDI
meminta umat Islam agar tidak menggunakan pengeras suara saat menjalankan
sholat Id.
 Tiga poin persetujuan
Kepolisian sudah mengantongi nama-nama pelaku pembakaran tersebut.
Kerusuhan itu ada yang mendalangi. Meskipun kepolisian sudah mempunyai
nama-nama tersangka pelaku, tetapi kepolisian masih terus mencari dalangnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy
Purdijatno mengatakan bahwa pemerintah dan masyarakat Papua sudah mencapai
tiga kesepakatan penting.
Kesepakatan pertama pemerintah daerah akan memberi bantuan pada
warga yang kiosnya terbakar. Kedua, kepolisian dan TNI akan memberi bantuan
pada warga yang menderita kerugian akibat kerusuhan. Persetujuan ketiga,
menyangkut persetujuan dari masyarakat untuk membawa siapapun yang
bertanggung jawab atas kejadian ini ke pengadilan. Kesepakatan tersebut nantinya
akan jadi kerangka kerja bagi pemerintah daerah untuk menyelesaikan masalah
yang terjadi.
 Imbauan ulama
Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq menyerukan kepada
pemerintah agar segera mengambil tindakan tegas terhadap para perusuh. Habib
Rizieq juga menyerukan agar pemerintah segera meringkus pelaku pembakaran
masjid dalam waktu 2 x 24 jam. Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Din Syamsuddin mengimbau agar umat Islam tidak melakukan aksi balas
dendam terkait peristiwa Tolikara.
 Tim independen
Presiden Joko Widodo segera me mbentuk tim investigasi independen.
Presiden harus membuat tim indepen untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
sebenarnya, apa yang menjadi pemicunya. T im investigasi harus diisi pihak-
pihak netral, diantaranya ilmuwan, tokoh agama, tokoh adat yang bisa
memberikan informasi yang tidak sempit. Pendekatannya juga multi disiplin dan
komprehensif. Sehingga tidak sampai terjebak pada sentimen agama.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa hakikat dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa?
2. Bagaimana implementasi dari nilai-nilai pancasila sila Ketuhanan Yang
Maha Esa?
3. Bagaimana keterkaitan antara kasus pembakaran masjid di Papua dengan
nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Pancasila


Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketuhanan Yang
Maha Esa. Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam
bahasa Sansekerta ataupun bahasa Pali. Kata Ketuhanan yang berasal dari kata
“Tuhan” yang diberi imbuhan ke- dan –an bermakna sifat-sifat Tuhan. Dengan
kata lain ketuhanan berarti sifat-sifat Tuhan atau sifat-sifat yang berhubungan
dengan Tuhan. Kata “Maha” berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali yang bisa
berarti mulia atau besar (bukan dalam pengertian bentuk). Kata “Esa” juga berasal
dari bahasa Sansekerta atau Pali. Kata “Esa” bukan berarti satu atau tunggal dalam
jumlah. Kata “Esa” berasal dari kata “Etad” yang lebih mengacu pada pengertian
keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini” (this- Inggris).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa arti dari Ketahuan Yang
Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu. Tetapi sesungguhnya
Ketahuan Yang Maha Esa berarti Sifat-sifat Luhur atau Mulia Tuhan yang mutlak
harus ada. Jadi yang ditekankan pada sila pertama dari Pancasila ini adalah sifat-
sifat luhur atau mulia, bukan Tuhannya.
Untuk memahami peranan Sila Ketuhan an YME dalam sistem filsafat
Pancasila, kiranya jalan yang terbaik adalah dengan cara mengikuti interpretasi
dari para negarawan yang tercatat sebagai ‘golongan pendahulu’, “The Founding
Farher”. Mereka termasuk orang-orang yang mengetahui ruh, jiwa dan
semangatnya secara langsung karena keterlibatan mereka dalam merumuskan
Pancasila itu sendiri. Berbagai interpretasi terhadap peran sila Ketuhanan YME
dalam filsafat Pancasila antara lain adalah :
a. Sila Ketuhanan YME berperan sebagai ‘Leitstar’ atau bintang pembimbing
yang akan membimbing bangsa Indonesia dalam mengejar kebijakan dan
kebaikan. Pendapat ini dinyatakan oleh Bung Karno.
b. Sila ketuhanan YME berperan sebagai ‘Dasar Moral Bangsa dan Negara RI’,
yang dinyatakan oleh Bung Hatta.
c. Sejalan dengan pernyataan Moh Hatta, Natsir menyatakan bahwa Sila
Ketuhanan YME berperan sebagai dasar rohani, moral dan susila bangsa dan
negara. Pendapat ini dikemukakan di hadapan pertemuan ‘Pakistan institute
of international Affairs’ di Karachi pada tanggal 9 April 1952.
d. Sila Ketuhana YME berperan sebagai ‘Dasar dari segala sila-sila’. Pernyataan
ini ditegaskan oleh Dyiyarkara yang mengatakan bahwa: “Sila Ketuhanan
merupakan dasar segala sila”
Dari berbagai penilaian para negarawan angkatan ”pendahulu” sebagai
mana telah jelaslah bahwa peranan sila Ketuhanan YME dalam sistem filsafat
Pancasila menempati posisi kunci, posisi yang paling dasar dari semua dasar. Dan
karena posisinya yang seperti itu akhirnya melahirkan kepribadian atau warna
yang khas bagi Negara RI. Adapun makna dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa
adalah sebagai berikut.
a. Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-maisng menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
b. Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina
kerukunan hidup.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing.
d. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.
e. Frasa Ketahuan Yang Maha Esa bukan berarti warga Indonesia harus memiliki
agama monoteis namun frasa ini menekankan ke-esaan dalam beragama.
f. Mengandung makna adanya Causa Prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang
Maha Esa.
g. Menjamin peenduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah
menurut agamanya.
h. Negara memberi fasilitas bagi tumbuh kembangnya agama dan dan iman
warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.
i. Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam
beribadah menurut agama masing-masing.
1.3 Implementasi Nilai Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Kehidupan
Sehari-hari
Indonesia adalah bangsa yang religius. Religiusitas bangsa Indonesia ini,
secara filosofis merupakan nilai fundamental yang meneguhkan eksistensi negara
Indonesia sebagai Negara yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang
Maha Esa merupakan dasar kerohanian bangsa dan menjadi penopang utama bagi
persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka menjamin keutuhan NKRI.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung nilai-nilai bahwa negara yang
didirikan merupakan sebagai perwujudan manusia sebagai makhluk Tuhan yang
Maha Esa yang wajib menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Di
dalam konteks masyarakat dalam negara, masyarakat berhak untuk memeluk
agama dan kepercayaannya masing-masing dan wajib menjalankan apa yang
diperintahkan dalam agama masing-masing dan menjauhi apa yang dilarang.
Adapun implementasi dari nilai-nilai yang terkandung dalam sila Ketuhanan
Yang Maha Esa adalah sebagai berikut.
a. Percaya dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa sesuai ajaran agama yang
dianut masing-masing.
b. Menjalankan perintah agama sesuai ajaran yan g dianut masing-masing.
c. Saling menghormati dan bekerjasama antarumat beragama, sehingga terbina
kerukunan hidup.
d. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
e. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
f. Tidak membuat keributan ketika orang lain sedang menjalankan ibadah sesuai
dengan keyakinannya.
g. Tidak boleh minum/menelan obat-obat terlarang, misalnya pil ekstasi, nipam,
dan sabu-sabu.
h. Senantiasa berteman dengan pemeluk agama lain seperti berteman dengan
orang seagama.
1.4 Keterkaitan antara Kasus Pembakaran Masjid di Papua dengan Nilai-
nilai Ketuhanan Yang Maha Esa
Setiap negara mempunyai dasar negara. Dasar negara merupakan fundamen
atau pondasi dari bangunan negara. Kuatnya fundamen negara akan menguatkan
berdirinya negara itu. Kerapuhan fundamen suatu negara berakibat lemahnya
negara tersebut. Sebagai dasar negara, Pancasila sering disebut sebagai dasar
falsafah negara (filosofische gronslagdari negara), staats fundamentele norm,
weltanschauug dan juga diartikan sebagai ideologi negara (staatsidee).
Fundamen sebuah negara harus tetap kokoh dan tidak dapat diubah.
Mengubah fundamen, dasar, atau ideologi berarti mengubah eksistensi dan sifat
negara. Keutuhan negara dan bangsa bertolak dari sudut kuat atau lemahnya
bangsa itu berpegang kepada dasar negaranya.
Dengan kedudukan pancasila sebagai dasar negara, selanjutnya dalam
proses penyelenggaraan kehidupan bernegara memiliki fungsi yang kuat. Pasal-
pasal Undang-Undang Dasar 1945 menggariskan ketentuan-ketentuan yang
menunjukkan fungsi pancasila dalam proses penyelenggaraan kehidupan
bernegara. Berikut akan dijelaskan fungsi sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkait
dengan kasus pemba karan masjid di Papua.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Ketuhanan Yang Maha
Esa, yaitu: kehidupan bernegara bagi Negara Republik Indonesia berdasar
Ketuhanan Yang Maha Esa, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agama serta untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya,
negara menghendaki adanya toleransi dari masing-masing pemeluk agama dan
aliran kepercayaan yang ada serta diakui eksistensinya di Indonesia. Negara
Indonesia memberikan hak dan kebebasan setiap warga negara terhadap agama
dan kepercayaan yang dianutnya.
a. Ketuhanan Yang Maha Esa Merupakan Pemecahan Menghadapi
Kemajemukan
Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan
menempatkan sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai basis untuk piramid
Pancasila. Oleh karena itu, sila tersebut merupakan jantung Pancasila. Apabila ada
satu prinsip yang sentral atas dasar mana kita dapat memahami Pancasila sebagai
keseluruhan, maka itu adalah sila pertama. Berdasarkan hal tersebut yang
membuat Pancasila unik dan khas adalah sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Di
sinilah terletak jiwa dari Pancasila.
Benar adanya bahwa sila ini bersangkut-paut dengan kemajemukan agama di
Indonesia, karena sila tersebut mengenai kebebasan serta toleransi beragama. Tapi
ia lebih dari itu. Sebab bila kebebasan serta toleransi agama yang hendak kita
tonjolkan, maka sila-sila lain telah menjaminnya (sila 2, 3, 4 khususnya, bahkan 5
sekalipun).
Pentingnya sila pertama tidak terbatas pada kemampuannya menghadapi
masalah kemajemukan agama. Tetapi sila pertama mencerminkan satu cara
pemecahan yang khas dari negara Indonesia di dalam menghadapi kenyataan
kemajemukan pada umumnya. Yaitu, ketika kemajemukan diterima dan dirangkul
serta dimasukkan ke dalam sistim, akan tercipta kesatuan, keseimbangan dan
keselarasannya.
b. Alasan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Menjadi Sila Pertama
Dasar pemikiran Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi sila pertama dari
Pancasila dikarenakan pencetus ide Pancasila – Bung Karno – mempunyai
keyakinan bahwa masyarakat bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius,
mayoritas bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke dengan satu dan lain
cara menghayati kehidupan beragama sejak dia lahir sampai dewasa yang
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan keseharian mereka.
Bahkan sebelum kedatangan agama Hindu dan Budha ke Indonesia, bangsa
Indonesia sudah beragama secara traditional yang sudah mengenal Tuhan Yang
Maha Esa walaupun dengan sebutan yang beraneka ragam. Kemudian kedatangan
Islam dan Kristen semakin membuat keanekaan ragaman agama bangsa
Indonesia.
Pada umumnya bangsa Indonesia menerima kedatangan agama-agama
dengan damai baik itu Hindu, Budha, Islam dan Kristen bahkan budaya yang
dikembangkan cenderung budaya sinkretis yang merupakan perpaduaan budaya
lokal yang berumur sangat tua berbaur dengan budaya yang dibawa oleh pengaruh
agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen.
Oleh karena itu, berkembang adanya aliran kepercayaan yang sebetulnya
berasal dari kepercayaan lama sebelum kedatangan agama besar Hindu, Budha,
Islam, dan Kristen. Sebagai contoh ketika seorang anak masih kecil pernah
diajarkan oleh almarhumah ibunya tentang doa-doa yang sepenuhnya dalam
bahasa Jawa (bukan terjemahan doa-doa dari agama yang ada kemudian Hindu,
Budha, Islam atau Kristen), seperti doa mau tidur, doa mau pergi, dan doa mau
makan. Tuhan disebut sebagai Gusti Pangeran kemudian dengan pengaruh Islam
menjadi Gusti Allah.
Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan sila pertama dari Pancasila adalah
disarikan dari hakekat kehidupan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke
bahwa bangsa Indonesia pada hakekatnya adalah bangsa yang religius apapun
agamanya, apapun kepercayaannya semua mengakui adanya Tuhan Yang Maha
Esa.
Ketuhanan Yang Maha Esa adalah realitas dalam kehidupan bermasyarakat
dengan keragaman agama dan kepercayaan. Tetapi masih tetap bisa hidup
berdampingan secara damai, saling hormat menghormati satu sama lain, bahkan
bisa berhasil secara bersama-sama mendirikan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kasus pembakaran
masjid yang terjadi di Papua merupakan pegingkaran dari nilai-nilai yang
terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam kasus tersebut dipicu
oleh kurangnya toleranasi antar umat beragama, khususnya agama Islam dan
Kristen di Papua. Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia adalah negara yang
majemuk, sehingga toleransi antar umat beragama sangat dibutuhkan agar tercipta
kehidupan berbangsa dan bernegara yang kondusif. Selain itu sebagai manusia
yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, harus dapat menahan diri dalam
menghadapi permasalahan terkait dengan kemajemukan atau pluralisme.

Anda mungkin juga menyukai