Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN SCABIES

Dosen Pembimbing : Lutfi Wahyuni.,S.Kep.Ns.,M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 4 :


1. Ilhaidy Ilyas (201701177)
2. Siti Solikha (201701183)
3. Nadya Wina W. (201701194)
4. Dina Rohmadoni (2017011202)
5. Yunita Ajeng M. (201701211)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STIKES BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
Laporan Pendahuluan
A. Definisi
Scabies adalah penyakit kulit akibat infestasi dan sensitasi tungau Sarcoptes
Scabiei. Kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, kemudian membentuk
membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok. Tungau betina yang
melakukan kerusakan pada tubuh sipenderita pada saat parasite atau tungai tersebut
mencari tempat bersarang untuk bertelur dan sedangkan tungau jantan berada di
permukaan kulit.
Scabies biasanya ditemukan pada lingkungan yang padat, masyarakat yang
kondisi hygiene di bawah standar sekalipun juga terdapat di antara orang – orang
yang seksual aktif. Namun demikian, infestasi parasit ini tidak bergantung pada
aktivitas seksual karena kutu tersebut sering menjangkiti jari – jari tangan dan
sentuhan tangan tersebut dapat menimbulkan infeksi. Pada anak – anak, tinggal
semalaman dengan teman yang terinfeksi atau saling bergantian pakaian dengan
penderita yang terinfeksi dapat menjadi sumber infeksi. Selain itu, petugas kesehatan
yang melakukan kontak fisik dengan penderita scabies dapat pula terinfeksi.
Di Indonesia penyakit skabies sering disebut kudis. Penyakit gudik wesi (Jawa
Timur, Jawa Tengah), budug (Jawa Barat), katala kubusu (Sulawesi Selatan), dan
disebut juga agogo atau disko karena hal ini kemungkinan karena penderita
menggaruk badanya yang gatal menyerupai orang menari.
B. Etiologi
Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau tungau Sarcoptes Scabei Varian Hominis.
Sarcoptes Scabiei ini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina,
superfamily Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes Scabiei Var.Hominis, kecuali
terdapat Sercoptes Scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik
merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung, bagian perutnya
rata, dan tungau ini transient, berwarna putih kotor,dan tidak bermata.
a) Klasifikasi Sarcoptes : terbentuk Filum Arthropoda, kelas Arachida,
OrdoAkrarina, super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes
Scabies VarHominis. Selain Sarcoptes Scabies, misalnya pada kambing dan
sapi.
b) Kebiasaan Hidup : Tempat yang paling disukai oleh kutu betina adalah bagian
kulit yang tipis dan lembab, yaitu daerah sekitar sela jari tangan, siku,
pergelangan tangan, bahu dan daerah kemaluan. Pada bayi yang meimiliki
kulit lebih tipis, telapak tangan, kaki, muka dan kulit kepala sering diserang
kutu tersebut.
c) Siklus Hidup : Kopulasi (perkawinan) dapat terjadi dipermukaan kulit, yang
jantan mati setelah membuai tungau betina, kemudian tungau betina yang
telah dibuai menggali terowongan dalam startum korneum, dengan kecepatan
2-3 mm sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 – 4 butir sehari mencapai 40
– 50 buah. Bentuk betina yang dibuhai dapat hidup selamanya, dan telur akan
menetas biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3
pasang kaki. Seluruh siklusnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu antara 8 – 12 hari, Kurang lebih 10% telur yang dapat
menjadi bentuk dewasa, yang dapat menularkan penyakitnya.
C. Pathway
Kontak langsung Lingkungan yang Kebersihan diri atau
dan tidak langsung padat hygiene kurang

Penyebaran telur Sanitasi buruk


sarcoptes pada
orang yang sehat
meningkat
Keadaan panas
dan lembab

Reservoir sarcopter
meningkat

Tempat yang baik


untuk sarcoptes
menetas Defisiensi
pengetahuan

Tidak mengetahui
SCABIES
penyakit

Terbentuknya Vesikel dan


Akumulasi secret dan
terowongan ekskoriasi
pembentukan histamin
kanalikuli lurus atau
berkelok.

Reaksi Penderita atau klien


peradangan mengalami gatal –
gatal

Pengeluaran
reseptor
Sulit tidur
Melakukan
garukan pada kulit

Kerusakan lapisan Gangguan rasa


kulit nyaman
Papul pecah
Kerusakan
integritas kulit
Rusaknya
Gangguan citra pertahanan barrier
tubuh primer

Resiko masuknya
Resiko infeksi kuman atau patogen

D. Manifestasi Klinis
 Pruritus noktuma (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi
pada suhu yang lembab dan panas.
 Umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh
anggota keluarga.
 Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat – tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu – abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok dan
rata – rata panjang 1 cm, pada ujung menjadi polimorfi (pustul, ekskoriasi).
Biasanya ditemukan pada daerah dengan stratum korneum tipis seperti sela –
sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak
bagian depan, areola mammae dan lipat glutea, umbilicus, pantat, genitalia
eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang bagian telapak
tangan dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan kulit, pada remaja dan
orang dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah.
 Orang dengan kudis umumnya memiliki luka di beberapa bagian tubuhnya.
Luka biasanya terbentuk akibat menggaruk kulit terlalu keras.
 Kerak tebal pada kulit ketika penderita menderita scabies berkrusta atau
Norwegian scabies, karena jumlah tungau yang bisa mencapai ribuan di kulit,
rasa gatalnya pun jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan jenis biasa. Untuk
itu, salah satu tanda umum dari Norwegian scabies ini adalah kerak tebal yang
tersebar luas di kulit. Biasanya kerak terlihat berwarna keabu-abuan dan
mudah hancur saat disentuh.

E. Patofisiologi
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga
terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan lesi timbul pada pergelangan tangan.
Gatal yang terjadi disebabkan oleh akumulasi secret dan pembentukan histamin,
sehingga pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemuannya
papula, vesikel, dan urtika. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari
lokasi tungau.

F. Komplikasi
1) Scabies Norwegia atau berkrusta pada superinfestasi, lesi psoriasiform
berkrusta timbul secara luas ditubuh, rasa gatal dan terowongan biasanya tidak
ada.
2) Impetigo akibat adanya infeksi infeksi sekunder dengan S.pygones bisa terjadi
di daerah tropis.
3) Scabies pada orang bersih (scabies of cultivated) : ditandai dengan lesi berupa
papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar
ditemukan.
4) Scabies inconigto : muncul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid
sehingga gejala dan tanda klinis membaik tetapi, tungau tetap ada dan tetap
bisa terjadi penularan. Scabies inconigto sering sering juga menunjukkan
gejala klinis yang tidak biasa, lesi yang luas dan mirip penyakit lain.
5)  Scabies nodular : terdapat lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal.
Nodus biasanya terdapat di bagian tertutup, terutama pada genitalia laki-laki,
inguinal, dan aksila. Nodus ini timbul akibat reaksi hipersensitivitas terhadap
tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari 1 bulan tungau jarang
ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu
tahun meskipun sudah diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.
6) Scabies yang ditularkan melalui hewan : biasanya ditularkan oleh hewan yaitu
anjing. Kelainan ini berbeda dengan scabies manusia yaitu tidak terdapat
terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya
terjadi di daerah dimana orang-orang sering kontak/memeluk binatang
kesayangannya, yaitu perut, dada, paha, dan lengan. Masa inkubasi lebih
pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4-8
minggu) dan dapat sembuh karena Sarcoptes scabiei var. binatang tidak dapat
melanjutkan siklus hidupnya pada tubuh manusia.
7) Scabies terbaring di tempat tidur (bed ridden) : Pada penderita penyakit kronis
atau orang tua yang terpaksa tinggal di tempat tidur dapat menderita scabies
yang lesinya terbatas.

G. Penatalaksanaan
1. Malaton atau permethrin topical adalah obat yang lebih dipilih, benzil benzoate
merupakan zat iritan dan kurang efektif.
2. Ivermectin dosis tunggal berguna pada scabies Norwegia dimana pengobatan
lokal mungkin tidak berhasil.
3. Gatal – gatal pada scabies dapat menetap beberapa minggu pasca pengobatan,
maka dari itu dapat diberi olesan krotamiton 10% yang dapat membantu.
4. Krim permethrin 5% merupakan obat yang paling efektif dan aman karena sangat
mematikan untuk parasit S.scabei dan memiliki toksisitas rendah pada manusia.
5. Pemberian antibiotika dapat digunakan jika ada infeksi sekunder,
misalnyabernanah di area yang terkena (sela – sela jari, alat kelamin) akibat
garukan.
6. Meningkatkan kebersihan perorangan dan lingkungan
7. Menjemur alat – alat tidur atau mencuci sprei dan selimut.
8. Hindari pemakaian pakaian atau handuk bersama – sama.
9. Mandi dengan air hangat dan sabun untuk menghilangkan debris yang mengelupas
dari krusta setelah itu biarkan kulit kering dengan sendirinya.

H. Pemeriksaan Penunjang
1) Membuat biopsi irisan atau Epidermal shave biopsy : dengan menjepit lesi
dengan dua jari, kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan
mikroskop cahaya.
2) Kerokan kulit : menempatkan setetes minyak mineral di atas liang dan kemudian
menggoreskannya secara longitudinal menggunakan skapel nomer 15. Setelah itu,
hasil kerokan di tempatkan pada kaca objek dan diberi kaca penutup dan dengan
mikroskop pembesaran 20x atau 100x maka dari itu dapat dilihat atau kelihatan
tungau, telur, atau skibala.
3) Mengambil tungau dengan jarum : jarum dimasukkan ke dalam bagian yang gelap
dan digerakkan tangensial, lalu tungau akan memegang ujung jarum, dan dapat
dikeluarkan.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
a. Biodata
b. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama : Pada pasien scabies terdapat lesi kulit dibagian punggung
dan merasakan gatal terutama pada malam hari.
 Riwayat kesehatan sekarang : pasien mulai merasakan gatal yang
memanas dan kemudian menjadi edema karena garukan akibat rasa gatal
yang sangat hebat.
 Riwayat kesehatan dahulu: Pasien pernah masu rumah sakit karena alergi.
 Riwayat kesehatan keluarga : Dalam keluarga ada yang menderita
penyakit seperti yang klien alami
c. Pola fungsi kesehatan :
 Pola persepsi terhadap kesehatan : apabila sakit, klien biasanya membeli
obat di toko obat terdekat atau apabila terjadi perubahan pasien
memaksakan diri ke RS.
   Pola aktivitas latihan: Aktivitas latihan selama sakit ; aktivitas ; makan,
mandi, berpakaian, eliminasi, mobilisasi ditempat tidur.
  Pola istirahat dan tidur : Pada pasien scabies terjadi gangguan pola tidur
akibat gatal yang hebat pada malam hari.
  Pola nutrisi metabolic : normal.
 Pola eliminasi : Klien BAB 2x sehari, dengan konsitensi lembek, wrna
kuning bau khas dan BAK 4-5x sehari, dengan bau khas warna kuning
jernih.
 Pola kognitif perceptual : normal.
 Pola peran hubungan
  Pola konsep diri
 Pola seksual reproduksi : Pada klien scabies mengalami gangguan pada
seksual reproduksinya.
  Pola koping : Masalah utama yang terjadi selama klien sakit, klien selalu
merasa gatal, dan pasien menjadi malas untuk bekerja, Kehilangan atau
perubahan yang terjadi, perubahan yang terjadi klien malas untuk
melakukan aktivitas sehari-hari, Takut terhadap kekerasan : tidak,
Pandangan terhadap masa depan : klien optimis untuk sembuh.

B. Diagnosa Keperawatan :
a) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya maserasi sekunder
terhadap gatal yang ditimbulkan oleh infasi parasit.
b) Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan sekunder dengan
rasa gatal (pruritus nokturna).
c) Risiko penularan infeksi berhubungan dengan kontak langsung pada penderita
sekunder dengan perpindahan tungau.

C. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DO : Adanya ruam pada
pasien menggaruk kulit.
kulitnya yang gatal,
adanya kemerahan
pada kulit. Reflek menggaruk
DS :
Pasien mengatakan
gatal pada beberapa Timbul gatal Kerusakan Integritas
bagian tubuhnya. Kulit

Sensitiasi terhadap
sekreta dan ekskreta
tungau

Infeksi parasit
sarcoptes scabiei pada
kulit
2. DO : Gangguan pola tidur
Pasien mengalami
gangguan tidur.
DS : Pruritus nocturna
Pasien mengatakan
gatal – gatal pada
malam hari sehingga Aktifitas tungau
tidak bisa tidur dengan meningkat saat hospes Gangguan Pola Tidur
nyenyak. tidak berativitas

Infeksi parasit
sarcoptes scabiei pada
kulit
3. DO : Resiko infeksi
Adanya ruam pada
tubuh pasien. Pasien
sering kontak dengan Berpindahnya parasit
sekitarnya.
DS : Resiko Penularan Infeksi
- Kontak pasien dengan
sekitarnya

Infeksi parasit pada


pasien
D. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
.
1. Kerusakan integritas Tujuan : 1. Hindari
kulit berhubungan Setelah dilakukan menggaruk
dengan adanya perawatan 3x24 jam pada padabagian
maserasi sekunder pasien tidak terjadi yangsakit
terhadap gatal yang kerusakan pada integritas untuk
ditimbulkan oleh infasi kulit. mengurangi
parasit. peradangan..
KH : 2. Kolaborasi
a. Kemerahan pada pemberian
kulit pasien mulai obattopical
menghilang. padatempat
b. Rasa gatal pada gataluntuk
pasien menjadi mengurangi
berkurang. rasa gatal.
3. Berikan
health
education
padapasien
untukmandi
yang bersih.

2. Gangguan pola tidur Tujuan : 1. Anjurkan pasien


berhubungan dengan Setelah dilakukan untuk mandi
ketidaknyamanan perawatan 3x24 jam pada secara bersih
sekunder dengan rasa pasien tidak mengalami sebelum tidur.
gatal (pruritus gangguan pola tidur. 2. Kolaborasi
nokturna). pemberian
KH : antihistamin
a. Rasa gatal pada tablet 3x1 tablet
pasien saat malam setelah makan.
hari menjadi Bertujuan untuk
berkurang. mengurangi rasa
b. Pasien dapat tidur gatal yang timbul
dengan nyenyak akibat proses
dan pola tidur alergi terhadap
pasien terjaga. scabies dan
diminum malam
hari untuk
mengurangi
gejala nocturia
pruritus pada
pasien scabies.
3. Risiko penularan Tujuan : 1. Menganjurkan
infeksi berhubungan Setelah dilakukan pasien agar
dengan kontak perawatan 3x24 jam pada pakaian dan
langsung pada pasien tidak terjadi peralatan lainnya
penderita sekunder penularan pada orang yang
dengan perpindahan disekitar pasien. terkontaminasi
tungau harus segera
KH : dibersihkan
Skrining pada anggota dengan air panas
keluarga menunjukan tidak atau dry cleaned
terdapat tanda-tanda dengan suhu >50
terinfeksi parsit skabies. derajat celcius.
2. Menyarankan
kepada anggota
keluarga,
pasangan seksual
serta orang yang
pernah kontak
dengan pasien
yang
mengeluhkan
gatal atau tidak
untuk dilakukan
pemeriksaan dan
pengobatan
scabies harus
dilakukan secara
menyeluruh pada
semua penderita
dalam satu
lingkungan
dalam satu
waktu.

E. Evaluasi
1) Setelah dilakukan intervensi keperawatan semua risiko yang mungkin terjadi
dapat dihindari.
2) Setelah dilakukan intervensi keperawatan masalah dapat tertangani sebagian
dan akan dilanjutkan hingga masalah dapat tertangani secara penuh.
3) Setelah diakukan intervensi keperawatan pasien dapat merasakan perubahan
dalam keadaan yang lebih nyaman.
DAFTAR PUSTAKA
Aisah, S. 2010. Creeping Eruption dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi6. Jakarta:
Penerbit Fakultas Kedokteran FKUI
Arias, Kathleen Meehan. 2009. Investigasi dan Pengendalian Wabah di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Jakarta: EGC
Kenny, Tim. 2012. Scabies. United Kingdom : EMIS.
Khrisna, A. 2013. Mengenali Keluhan Anda : Info Kesehatan Umum untuk Pasien Ed.1.
Jakarta: Informasi Medika
M. Zenilman, Jonathan dkk. 2012. Sexually Transmitted Infections: Diagnosis, Management,
and Treatment. Jones  & Bartlett Learning, Canada
ASUHAN KEPERAWATAN

Anda mungkin juga menyukai