MAKALAH
Sejarah Perekonomian
yang dibina oleh Prof. Dr. Hariyono, M.pd. dan Indah W.P. Utami, S.Pd., S.Hum., M.Pd
oleh
110731435564
JURUSAN SEJARAH
Desember 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karuniaNya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kebijakan Ekonomi Hindia
BelandaDalam Penerapan Politik Pintu Terbuka (Open Door Policy) Tahun 1870-1900”
dengan lancar tidak ada halangan apapun, dan tepat pada waktunya. Makalah ini penulis
susun dengan maksud untuk memenuhi tugas matakuliah Sejarah Perekonomian.Tersusunnya
makalah ini tidak lepas dari bantuan-bantuan yang diberikan oleh rekan-rekan. Maka dalam
kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, terutama kedua
orang tua, yang telah memberikan bantuan moril maupun materiil, serta dosen yang berkenan
membagi informasi yang menyangkut tema dari makalah ini, dan juga teman-teman yang
selalau memberikan semangat berlebih.
Segala upaya telah penulis lakukan untuk menyempurnakan makalah ini dan penulis
menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dalam hal penulisan
maupun materi yang disajikan. Dengan demikian, sekiranya pembaca memberikan kritik dan
saran yang membangun untuk perbaikan penulisan selanjutnya dimasa yang akan datang.
Semoga dengan ditulisnya makalah ini membawa manfaat bagi semua mahasiswa Universitas
Negeri Malang.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATAPENGANTAR…………………………………………………………………………
……… 2
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………………….. 3
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………. 17
DAFTAR RUJUKAN
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu tujuan kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia adalah untuk mengambil hasil bumi
yang laku di pasaran internasional.Untuk menjamin kebutuhan ekonomi itu, para penguasa
kolonial di Indonesia membuat berbagai kebijakan ekonomi yang menguntungkan pihak
mereka.Pada tahun 1870 di Indonesia mulai dilaksanakan politik kolonial liberal yang sering
disebut ”Politik Pintu Terbuka (open door policy)”. Sejak saat itu pemerintah Hindia Belanda
membuka Indonesia bagi para pengusaha asing untuk menanamkan modalnya, khususnya di
bidang perkebunan.Periode antara tahun 1870 -1900 disebut zaman liberalisme.
Pada waktu itu pemerintahan Belanda dipegang oleh kaum liberal yang kebanyakan terdiri
dari pengusaha swasta mendapat kesempatan untuk menanam modalnya di Indonesia dengan
cara besar-besaran. Mereka mengusahakan perkebunan besar seperti perkebunan kopi, teh,
tebu, kina, kelapa, cokelat, tembakau, kelapa sawit dan sebagainya. Mereka juga mendirikan
pabrik seperti pabrik gula, pabrik cokelat, teh,rokok, dan lain-lain.Pelaksanaan politik
kolonial liberal ditandai dengan keluarnya undang-undang agraria dan undang-undang gula.
Politik kolonial liberal di Eropa pada awalnya merupakan cerminan antara perbedaan dalam
bidang politik yang berhaluan totalitarisme (fasisme dan komunisme) dan liberalisme
(sosialisme dan kapitalisme).Hubungan timbal balik antara ekonomi pasar dengan liberalisasi
politik yang relatif bisa dilihat pada studi perbandingan mengenai negara-negara fasis
maupun komunis (Fogelman, 1985: 150).
Selain itu, konsep hukum dibalik turunnya pandangan koseptual negara dan masyarakat
dalam liberalisme klasik. Masyarakat dipahami sebagai himpunan bermacam-macam
perkumpulan sukarela, dan negara itu juga pada intinya dianggap sebagai badan yang
diorganisasikan secara sukarela, karena otoritasnya diperoleh atas dasar persetujuan mereka
yang diperintah. Liberalisme selalu menganut pemikiran bahwa hubungan antara Negara dan
masyarakat atau antara pemerintah dan individu pada akhirnya ditentukan oleh hukum yang
kedudukannya lebih tinggi dari pada hukum negara (Fogelman, 1985: 191).
Paham kebebasan liberalisme mulai tumbuh subur di Eropa dan dianggap sebagai paham
yang paling sesuai untuk diterapkan oleh negara-negara yang menjunjung tinggi kebebasan.
Liberalisme muncul sebagai sikap pendobrakan terhadap kekuasaan absolut dan didasarkan
atas teori rasionalistis yang umum dikenal sebagai Social Contract. Sejak tahun 1900-an,
politik dan ekonomi liberal memiliki hubungan yang sangat erat.
Menurut Ramadhan (2006) gagasan ekonomi liberal didasarkan pada sebuah pandangan;
setiap individu harus diberi akses seluas mungkin untuk melakukan kegiatan-kegiatan
ekonominya, tanpa ada intervensi dan campur tangan dari negara. Atas dasar itu, campur
tangan negara tidak diperlukan lagi. Bila liberalisme awal (early liberalism) lebih
menekankan pada hak-hak politik, maka sejak tahun 1900-an, liberalisme telah mencakup
hampir seluruh dimensi kehidupan, termasuk di dalamnya liberalisasi di bidang ekonomi.
Pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan politik
Belanda. Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh
kemenangan dalam pemerintahan. Kemenangan itu diperoleh secara mutlak pada tahun 1870,
sehingga tanam paksa dapat dihapuskan. Mereka berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di
Indonesia harus ditangani oleh pihak swasta. Pemerintah hanya mengawasi saja, yaitu hanya
sebagai polisi penjaga malam yang tidak boleh campur tangan dalam bidang ekonomi. Sistem
ini akan menumbuhkan persaingan dalam rangka meningkatkan produksi perkebunan di
Indonesia. Dengan demikian pendapatan negara juga akan bertambah banyak.
Dalam membuat makalah ini, penulis menentukan rumusan masalah yang akan dibahas yaitu:
1. Apakah pengertian dari perekonomian kolonial liberal dan politik pintu terbuka (open
door politic)?
2. Latar belakang apa yang mendasari terjadinya politik pintu terbuka di Indonesia?
3. Bagaimana perkembanganperdagangan masa perekonomian politik pintu terbuka?
4. Bagaimana pelaksanaan sistem politik pintu terbuka?
5. Dampakapa yang dialami oleh bangsa Indonesia dengan adanya perekonomian politik
pintu terbuka?
1.3 Tujuan Penulisan
Bedasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang ajan dicapai ialah sebagai berikut:
Dalam pencarian data atau heuristik sendiri penulis berfokus mencari rujukan dari berbagai
buku yang membahas mengenai ekonomi liberal.Khususnya ekonomi liberal era 1870 yang
berkaitan dengan politik pintu terbuka.
Selain pengumpulan data atau heuristik, penulis juga memandang dari pandangan beberapa
karya literature yang ada dengan melakukan kritik sumber satu dengan yang lain. Dalam
pemenuhan makalah yang bersifat obyektif, penulis memilah data yang dianggap paling
relevan dengan perspektif temporal yang terjadi.Oleh karena itu penulis melakukan kritik
sumber agar memperoleh data yang luas dalam penjelasan.Selanjutnya, penulis melakukan
interpretasi terhadap data-data yang diperoleh dengan menyimpulkan suatu peristiwa secara
sistematis dari peristiwa satu dengan peristiwa lainnya.
Dalam tahap historiografi setelah melakukan interpretasi penulis akan menuliskan yang
menjadi interpretasi dalam beberapa sumber yang telah diperoleh. Menjelaskan bagaimana
kondisi masyarakat pada sat itu, keadaan perkebunan, serta pabrik-pabrik yang didirikan.
Serta membahas secara rinci undang-undang apa saja yang berlaku di era politik pintu
terbuka. Berbagai sumber data sebagai rujukan juga telah dituliskan sebagai bukti dalam
penulisan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Paham liberal atau liberalisme mulai berkembang pesat sejak berkobarnya Revolusi Perancis
pada tahun 1789.Tujuannya menumbangkan kekuasaan raja yang sangat mutlak. Dengan kata
lain rakyat Perancis mengobarkan revolusi untuk melawan rajanya yang bertindak sewenang-
wenang. Rakyat Perancis menuntut kebebasan.Revolusi yang bertujuan menuntut kebebasan
rakyat dari tindakan raja yang sewenang-wenang itu dinamakan revolusi liberal. Orang-orang
yang menghendaki agar rakyat memperoleh kebebasan,disebut kaum liberal.
Menurut Siswanto (2004: 262) bahwa salah satu asas dari gagasan kontrak sosial ini adalah
bahwa dunia dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam (nature), yang mengandung prisip-
prinsip keadilan universal; artinya berlaku untuk semua waktu serta semua manusia (Natural
Law).Teori-teori kontrak sosial merupakan usaha mendobrak dasar dari pemerintahan
absolut, dan berusaha menetapkan hak-hak politik rakyat. Bagi John Locke, hak-hak politik
mencakup hak atas hidup, hak atas kebebasan dan hak untuk mempunyai milik (life, liberty
and property).
Sedangkan menurut Ramadhan (2006) bahwa gagasan ekonomi liberal didasarkan pada
sebuah pandangan; setiap individu harus diberi akses seluas mungkin untuk melakukan
kegiatan-kegiatan ekonominya, tanpa ada intervensi dan campur tangan dari negara.Atas
dasar itu, campur tangan negara tidak diperlukan lagi.
Gerakan liberal di negeri Belanda dipelopori oleh para pengusaha swasta.Oleh karena itu,
kebebasan yang mereka perjuangkan terutama kebebasan di bidang ekonomi.Kaum liberal di
negeri Belanda berpendapat, bahwa seharusnya pemerintah jangan ikut campur tangan dalam
kegiatan ekonomi.Mereka menghendaki agar kegiatan ekonomi ditangani oleh pihak
swasta.Sedangkan pemerintah bertindak sebagai pelindung warga negara, menyediakan
prasarana, menegakkan hukum, dan menjamin keamanan serta ketertiban.
2.3 Latar Belakang Terjadinya Politik Pintu Terbuka
Pelaksanaan politik ekonomi liberal itu dilandasi dengan beberapa peraturan, antara lain
sebagai berikut:
1. Suiker Wet
Undang-undang gula yang ditetapkan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan yang
lebih luas kepada para pengusaha swasta dalam perkebunan gula. Dalam undang-undang
ini,ditetapkan sebagai berikut :
Dalam Undang-Undang Gula (Suiker Wet) ditetapkan, bahwa tebu tidak tidak boleh
diuangkut ke luar Indonesia tetapi harus diproses didalam negeri. Pabrik gula milik
pemerintah akan dihapus secara bertahap dan diambil alih oleh pihak swasta. Pihak swasta
juga diberi kesempatan yang luas untuk mendirikan pabrik gula baru (Suwanto dkk,
1997:29).
Sejak itu Hindia Belanda menjadi negara produsen hasil perkebunan yang penting.Apalagi
sesudah Terusan Suez dibuka, perkebunan tebu menjadi bertambah luas, dan produksi gula
juga meningkat.
Khusus perkebunan di Sumatera Timur yaitu Deli dan Serdang, tenaga kerjanya didatangkan
dari Cina di bawah sistem kontrak. Dengan hapusnya sistem perbudakan, maka sistem kerja
kontrak kelihatan sebagai jalan yang paling logis bagi perkebunan-perkebunan Sumatera
Timur, untuk memperoleh jaminan bahwa mereka dapat memperoleh dan menahan pekerja-
pekerja untuk beberapa tahun.
Merupakan undang-undang agraria yang berlaku di Indonesia dari tahun 1870 sampai 1960
yang lahir akibat desakan dari pemodal besar swastadi negeri Belanda. Peraturan ini dihapus
dengan dikeluarkannya UUPA ( undang-undang pokok agraria ) tahun 1960 oleh pemerintah
Republik Indonesia. Agrarische Wet tercantum dalam pasal 51 dari Indische Staatsregeling
(IS) yang merupakan UUD Pemerintah Hindia-Belanda. Menteri jajahan Belanda yang
berjasa menciptakan Agrarische Wet tersebut adalah de Waal. Isi pokok dari Agrarische Wet
adalah sebagai berikut :
Dengan dibukanya perkebunan di daerah pedalaman, maka rakyat di desa- desa langsung
berhubungan dengan dunia modern.Mereka mulai benar-benar mengenal artinya
uang.Mereka juga mengenal hasil bumi yang diekspor dan barang luar negeri yang diimpor,
seperti tekstil.Hal ini tentu membawa kemajuan bagi petani.Sebaliknya usaha bangsa sendiri
banyak yang terdesak, misalnya usaha kerajinan, seperti pertenunan menjadi mati.Di antara
pekerja-pekerjanya banyak yang pindah bekerja di perkebunan dan pabrik-pabrik.Karena
adanya perkebunan- perkebunan itu, Hindia Belanda menjadi negeri pengekspor hasil
perkebunan.
Jika Agrarische Wet ditetapkan dengan persetujuan parlemen, Agrarische Besluit ditetapkan
oleh raja Belanda.Agrarische Wet hanya mampu mengatur hal-hal yang bersifat umum
tentang agraria, sedangkan Agrarische Besluit mengatur hal-hal yang lebih rinci, khususnya
tentang hak-hak kepemilikan tanah dan jenis-jenis hak penyewaan tanah oleh pihak swasta.
Disamping modal swasta Belanda sendiri, modal swasta asing lain juga masuk ke Indonesia,
misalnya modal dari Inggris, Amerika, Jepang dan Belgia. Modal-modal swasta asing
tersebut tertanam pada sektor-sektor pertanian dan pertambangan, antara lain karet, teh, kopi,
tembakau, tebu, timah, dan minyak.Akibatnya perkebunan-perkebunan dibangun secara luas
dan meningkat pesat.Misalnya, perkebunan tebu sejak tahun 1870 mengalami perluasan dan
kenaikan produksi yang pesat, khususnya di Jawa.Demikian pula perkebunan teh dan
tembakau mengalami perkembangan yang pesat.Sejak semula tembakau telah ditanam
didaerah Yogyakarta dan Surakarta.Sejak tahun 1870 perkebunan itu diperluas sampai
kedaerah Besuki (Jawa Timur) dan ke daerah Deli (Sumatera).
Perkebunan-perkebunan swasta asing di Indonesia antara lain:
Penerapan sistem ekonomi liberal di Indonesia pada tahun 1870 hampir bersamaan waktunya
dengan pembentukan terusan Suez, pada tahun 1869.Pembukaan terusan Suez turut
memperlancar hubungan perdagangan Asia-Eropa.
Perluasan produksi tanaman ekspor dan impor barang-barang konsumsi dari negeri Eropa
mengakibatkan perdagangan Internasional semakin ramai di Nusantara.Perkembangan
perdagangan Internasional juga mendorong perkembangan perdagangan perantara di daerah
pedalaman pulau Jawa.Perdagangan perantara itu pada umumnya terdiri dari perdagangan
distribusi dan koleksi.Perdagangan distribusi berperan dalam menyebarkan barang-barang
konsumsi yang diimpor dari luar negeri kepada penduduk di daerah pedesaan.Sementara itu,
perdagangan koleksi berperan dalam mengumpulkan tanaman-tanaman dagang dari petani
dan meneruskannya kepada pedagang-pedagang besar.
Kesempatan-kesempatan ekonomi yang baru terbuka itu pada umumnya tidak dimanfaatkan
oleh penduduk pribumi.Akan tetapi, kesempatan tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh
penduduk timur asing, khususnya China.Sebagai pendatang, golongan ini tidak begitu terikat
oleh tradisi-tradisi yang dianut penduduk pribumi sehingga mereka berada dalam posisi yang
lebih baik dalam menjalankan fungsinya sebagai pedagang perantara.
Pada umumnya penduduk pribumi bersifat pasif terhadap meluasnya ekonomi uang.Mereka
tidak secara aktif memanfaatkan kesempatan ekonomi baru untu memperoleh keuntungan dan
meningkatkan taraf hidup.Mereka hanya berusaha memperoleh sekedar tambahan pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan hidup minimalnya.
1. Bagi Belanda
1. Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan
pemerintah kolonial Belanda.
2. Hasil-hasil produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke negeri
Belanda.
3. Negeri Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.
Politik pintu terbuka ternyata tidak membawa kemakmuran bagi rakyat Indonesia.Van
Deventer mengecam pemerintah Belanda yang tidak memisahkan keuangan negeri induk dan
negeri jajahan. Kaum liberal dianggap hanya mementingkan prinsip kebebasan untuk
mencari keuntungan tanpa memerhatikan nasib rakyat. Contohnya perkebunan tebu yang
mengeksploitasi tenaga rakyat secara besar-besaran.
Pada masa tanam paksa rakyat diperas oleh pemerintah Hindia Belanda, sedangkan pada
masa politik pintu terbuka rakyat diperas baik pengusaha swasta maupun oleh
pemerintah.Walaupun pemerintah melakukannya secara tidak langsung.Kekuatan liberal
mendesak pemerintahan kolonial melindungi modal swasta dalam mendapatkan tanah, buruh,
dan kesempatan menjalankan usaha atau perkebunan.Negara menjadi pelayan modal lewat
dukungan infrastruktur dan birokrasi, dengan menelantarkan pelayanan masyarakat.Dengan
demikian politik kolonial liberal yang semula menghendaki liberalisasi tanah jajahan lalu
berkembang menjadi bagaimana mengatur tanah jajahan untuk memperoleh uang
(Wiharyanto, 2006 :128).
Dampak ekonomi hasil dari politik pintu terbuka bagi Belanda sangat besar. Negeri Belanda
mencapai kemakmuran yang sangat pesat.Sementara rakyat di negeri jajahan sangat miskin
dan menderita.Oleh karena itu, van Deventer mengajukan politik yang diperjuangkan untuk
kesejahteraan rakyat.Politik ini dikenal dengan politik etis atau politik balas budi karena
Belanda dianggap mempunyai hutang budi kepada rakyat Indonesia yang dianggap telah
membantu meningkatkan kemakmuran negeri Belanda. Politik etis yang diusulkan van
Deventer ada tiga hal, sehingga sering disebut Trilogi van Deventer. Isi Trilogi van Deventer
dan penyimpangan-penyimpangannya.
1) Irigasi (pengairan), yaitu diusahakan pembangunan irigasi untuk mengairi sawah-sawah
milik penduduk untuk membantu peningkatan kesejahteraan penduduk,
2) Edukasi (pendidikan), yaitu penyelenggaraan pendidikan bagi masyarakat pribumi agar
mampu menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang lebih baik,
3) Migrasi (perpindahan penduduk), yaitu perpindahan penduduk dari daerah yang
padatpenduduknya (khususnya Pulau Jawa) ke daerah lain yang jarang penduduknya agar
lebih merata.
Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik.Akan
tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para
pegawai Belanda. Berikut ini penyimpangan-penyimpangan tersebut:
1. Irigasi
Pengairan (irigasi) hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta
Belanda.Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.
1. Edukasi
1. Migrasi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penerapan ekonomi liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan politik Belanda. Pada
tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh kemenangan dalam
pemerintahan. Kemenangan itu diperoleh secara mutlak pada tahun 1870, sehingga tanam
paksa dapat dihapuskan. Mereka berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia harus
ditangani oleh pihak swasta. Pemerintah hanya mengawasi saja. Dengan demikian
pendapatan negara juga akan bertambah. Untuk mewujudkan sistem tersebut, pada tahun
1870 di Indonesia dilaksanakan politik kolonial liberal atau sering disebut “politik pintu
terbuka” (open door policy). Sejak saat itu pemerintahan Hindia Belanda membuka Indonesia
bagi para pengusaha swasta asing untuk menanamkan modalnya, khususnya di bidang
perkebunan. Pelaksanaan sistem liberal ini ditandai dengan keluarnya Undang-Undang De
Waal, yaitu Undang-undang Agraria dan Undang-Undang Gula.
Penghapusan tanam paksa dan diganti dengan Politik Pintu Terbuka tidak mengubah
kehidupan rakyat.Rakyat tetap diperas.Yang berbeda hanyalah pelaku pemerasnya. Pada
zaman tanam paksa,rakyat diperas oleh pemerintah Hindia Belanda. Sedangkan pada zaman
Liberalisme yang melahirkan Politik Pintu terbuka,rakyat diperas oleh para pengusaha swasta
Eropa. Maka pada akhir abad ke-19, munculah kritik-kritik tajam yang di tujukan kepada
pemerintah Hindia Belanda dan praktek liberalisme yang gagal memperbaiki nasib kehidupan
rakyat Indonesia dan menganjurkan untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat Indonesia
melalui Sistem politik yang baru atas anjuran Mr.C.Th. Van Deventer yang dikenal dengan
nama Politik Balas Budi. Inilah akhir dari sistem politik pintu terbuka yang ternyata dalam
prakteknya tidak banyak mengubah taraf kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan
manusiawi.
3.2 Saran
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pembaca tentang keadaan
Indonesia, khususnya masa perekonomian politik pintu terbuka (open door politic), dapat
meningkatkan rasa cinta generasi muda terhadap bangsa Indonesia dengan mempelajari
sejarah serta menjadikan peristiwa di masa lalu untuk dijadikan pijakan dalam kehidupan
masa mendatang.
DAFTAR RUJUKAN
PENDAHULUAN
Politik kolonial liberal di Eropa pada awalnya merupakan cerminan antara perbedaan dalam
bidang politik yang berhaluan totalitarisme (fasisme dan komunisme) dan liberalisme (sosialisme dan
kapitalisme). Hubungan timbal balik antara ekonomi pasar dengan liberalisasi politik yang relatif bisa
dilihat pada studi perbandingan mengenai negara-negara fasis maupun komunis. (Edwin Fogelman:
150, 1985)
Selain itu, konsep hukum dibalik turunnya pandangan koseptual negara dan masyarakat
dalam liberalisme klasik. Masyarakat dipahami sebagai himpunan bermacam-macam perkumpulan
sukarela, dan negara itu juga pada intinya dianggap sebagai badan yang diorganisasikan secara
sukarela, karena otoritasnya diperoleh atas dasar persetujuan mereka yang diperintah. Liberalisme
selalu menganut pemikiran bahwa hubungan antara Negara dan masyarakat atau antara pemerintah
dan individu pada akhirnya ditentukan oleh hukum yang kedudukannya lebih tinggi dari pada hukum
negara. (Edwin Fogelman:191, 1985)
Paham kebebasan liberalisme mulai tumbuh subur di Eropa dan dianggap sebagai paham
yang paling sesuai untuk diterapkan oleh negara-negara yang menjunjung tinggi kebebasan.
Liberalisme muncul sebagai sikap pendobrakan terhadap kekuasaan absolut dan didasarkan atas
teori rasionalistis yang umum dikenal sebagai Social Contract. Sejak tahun 1900-an, politik dan
ekonomi liberal memiliki hubungan yang sangat erat. Gagasan ekonomi liberal didasarkan pada
sebuah pandangan; setiap individu harus diberi akses seluas mungkin untuk melakukan kegiatan-
kegiatan ekonominya, tanpa ada intervensi dan campur tangan dari negara. Atas dasar itu, campur
tangan negara tidak diperlukan lagi. Bila liberalisme awal (early liberalism) lebih menekankan pada
hak-hak politik, maka sejak tahun 1900-an, liberalisme telah mencakup hampir seluruh dimensi
kehidupan, termasuk di dalamnya liberalisasi di bidang ekonomi. (Ramadhan: 2006)
Pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan politik Belanda.
Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh kemenangan dalam
pemerintahan. Kemenangan itu diperoleh secara mutlak pada tahun 1870, sehingga tanam paksa
dapat dihapuskan. Mereka berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani oleh
pihak swasta. Pemerintah hanya mengawasi saja, yaitu hanya sebagai polisi penjaga malam yang
tidak boleh campur tangan dalam bidang ekonomi. Sistem ini akan menumbuhkan persaingan dalam
rangka meningkatkan produksi perkebunan di Indonesia. Dengan demikian pendapatan negara juga
akan bertambah banyak.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah,
diantaranya adalah:
b. Apakah pengertian dari perekonomian politik pintu terbuka (open door politic)?
c. Latar belakang apa yang mendasari terjadinya politik pintu terbuka di Indonesia?
e. Akibat apa yang dialami oleh bangsa Indonesia dengan adanya perekonomian politik pintu terbuka?
C. Tujuan Penulisan
Bedasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai ialah sebagai berikut:
c. Mengetahui latar belakang yang mendasari terjadinya perekonomian politik pintu terbuka di
Indonesia
d. Dapat menyusun ataupun menjelaskan bagaimana perkembangan perdagangan masa perekonomian
politik pintu terbuka
e. Dapat mengetahui apa saja akibat yang dialami bangsa Indonesia dengan adanya perekonomian
politik pintu terbuka.
D. Manfaat Penulisan
a. Hasil penulisan ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pembaca tentang keadaan
perekonomian Indonesia, khususnya masa perekonomian politik kolonial liberal atau perekonomuan
politik pintu terbuka (open door politic)
b. Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi rangsangan bagi penulis dan peneliti untuk semakin
giat dalam menganalisis dan meneliti tentang perekonomian Indonesia
c. Hasil penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan rasa cinta generasi muda terhadap bangsa
Indonesia dengan mempelajari sejarah bangsanya yang dalam hal ini ialah mengenai perekonomian
negara Indonesia
d. Hasil penulisan ini diharapkan dapat menanam dalam diri manusia untuk menjadikan peristiwa di
masa lalu untuk dijadikan pijakan dalam kehidupan masa mendatang
BAB II
PEMBAHASAN
Usaha kaum liberal di negeri Belanda agar Tanam Paksa dihapuskan, telah berhasil pada
tahun 1870. Namun tujuan yan hendak dicapai oleh kaum liberal tidak hanya terbatas pada
penghapusan tanam paksa mereka mempunyai tujuan lebih lanjut. Apakah tujuan yang hendak
dicapai oleh kaum liberal di negeri Belanda?
Agar mengetahui hal itu,dibawah akan dibahas lebih lanjut mengenai sejarah perkembangan paham
liberal di Eropa serta pelaksanaannya di negeri Belanda.
Paham liberal atau liberalisme mulai berkembang pesat sejak berkobarnya Revolusi Perancis
pada tahun 1789. Tujuannya menumbangkan kekuasaan raja yang sangat mutlak. Dengan kata lain
rakyat Perancis mengobarkan revolusi untuk melawan rajanya yang bertindak sewenang-wenang.
Rakyat Perancis menuntut kebebasan. Revolusi yang bertujuan menuntut kebebasan rakyat dari
tindakan raja yang sewenang-wenang itu dinamakan revolusi liberal. Orang-orang yang menghendaki
agar rakyat memperoleh kebebasan,disebut kaum liberal. Revolusi Perancis berpengaruh besar
terhadap perkembangan sejarah, terutama sejarah Eropa. Ketika Revolusi Perancis meletus, semua
kerajaan di daratan Eropa diperintah oleh raja-raja yang berkuasa mutlak. Karena pengaruh Revolusi
Perancis,di negara-negara daratan Eropa pun timbul gerakan liberal. Dengan demikian cita-cita kaum
liberal, yakni menuntut kebebasan rakyat,berkembang di Eropa. Antara lain berkembang di negeri
Belanda.
Gerakan liberal di negeri Belanda dipelopori oleh para pengusaha swasta. Oleh karena itu,
kebebasan yang mereka perjuangkan terutama kebebasan di bidang ekonomi. Kaum liberal di negeri
Belanda berpendapat, bahwa seharusnya pemerintah jangan ikut campur tangan dalam kegiatan
ekonomi. Mereka menghendaki agar kegiatan ekonomi ditangani oleh pihak swasta. Sedangkan
pemerintah bertindak sebagai pelindung warga negara, menyediakan prasarana, menegakkan
hukum, dan menjamin keamanan serta ketertiban. Dengan berkedok memperjuangkan kebebasan
dan kemanusiaan,kaum liberal di negeri Belanda menuntut agar Pemerintah Belanda menghapuskan
Tanam Paksa. Tetapi tujuan yang sebernarnya bukanlah demikian. Tujuan kaum liberal menuntut
penghapusan Tanam Paksa, ialah agar para pengusaha swasta dapat menggantikan pemerintah
menanamkan modalnya di Indonesia. Makin lama pengaruh kaum liberal di negeri Belanda makin
besar. Posisi mereka semakin kuat. Sejak tahun 1850, kaum liberal berpengaruh besar dalam
pemerintahan di negeri Belanda. Bahkan kemudian dapat memegang pemerintahan.
Latar Belakang
1) Pelaksanaan sistem tanam paksa telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi, tetapi
memberikan keuntungan besar bagi Pemerintah Hindia Belanda.
2) Berkembangnya paham liberalisme sebagai akibat dari Revolusi Perancis dan Revolusi Industri
sehingga sistem tanam paksa tidak sesuai lagi untuk diteruskan.
3) Kemenangan Partai Liberal dalam Parlemen Belanda yang mendesak Pemerintah Belanda
menerapkan sistem ekonomi liberal di negeri jajahannya (Indonesia). Hal itu dimaksudkan agar para
pengusaha Belanda sebagai pendukung Partai Liberal dapat menanamkan modalnya di Indonesia.
4) Adanya Traktat Sumatera pada tahun 1871 yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk
meluaskan wilayahnya ke Aceh. Sebagai imbalannya Inggris meminta Belanda menerapkan sistem
ekonomi liberal di Indonesia agar pengusaha Inggris dapat mananamkan modalnya di Indonesia.
Pelaksanaan politik ekonomi liberal itu dilandasi dengan beberapa peraturan, antara lain sebagai
berikut:
Undang-undang gula yang ditetapkan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan yang
lebih luas kepada para pengusaha swasta dalam perkebunan gula. Dalam undang-undang
ini,ditetapkan sebagai berikut :
b. Pada tahun 1891 semua perusaan gula milik pemerintah harus sudah diambil alih oleh swasta.
Merupakan undang-undang agraria yang berlaku di Indonesia dari tahun 1870 sampai 1960
yang lahir akibat desakan dari pemodal besar swastadi negeri Belanda. Peraturan ini dihapus dengan
dikeluarkannya UUPA ( undang-undang pokok agraria ) tahun 1960 oleh pemerintah Republik
Indonesia. Agrarische Wet tercantum dalam pasal 51 dari Indische Staatsregeling (IS) yang
merupakan UUD Pemerintah Hindia-Belanda. Menteri jajahan Belanda yang berjasa menciptakan
Agrarische Wet tersebut adalah de Waal. Isi pokok dari Agrarische Wet adalah sebagai berikut :
a) Tanah di Indonesia dibedakan menjadi tanah rakyat dan tanah pemerintah.
b) Tanah rakyat dibedakan atas tanah milik yang bersifat bebas dan tanah desa yang bersifat tidak
bebas. Tanah tidak bebas adalah tanah yang dapat disewakan kepada pengusaha swasta.
d) Tanah pemerintah dapat disewakan kepada pengusaha swasta sampai jangka waktu 75tahun.
e) Gubernur Jenderal menjaga jangan sampai ada pembelian tanah yang melanggar hak-hak rakyat
Indonesia asli.
Disamping modal swasta Belanda sendiri, modal swasta asing lain juga masuk ke Indonesia,
misalnya modal dari Inggris, Amerika, Jepang dan Belgia. Modal-modal swasta asing tersebut
tertanam pada sektor-sektor pertanian dan pertambangan, antara lain karet, teh, kopi, tembakau,
tebu, timah, dan minyak. Akibatnya perkebunan-perkebunan dibangun secara luas dan meningkat
pesat. Misalnya, perkebunan tebu sejak tahun 1870 mengalami perluasan dan kenaikan produksi
yang pesat, khususnya di Jawa. Demikian pula perkebunan teh dan tembakau mengalami
perkembangan yang pesat. Sejak semula tembakau telah ditanam didaerah Yogyakarta dan
Surakarta. Sejak tahun 1870 perkebunan itu diperluas sampai kedaerah Besuki (Jawa Timur) dan ke
daerah Deli (Sumatera).
Kecuali di bidang perkebunan,para pengusaha swasta Eropa juga menanamkan modal di bidang
pertambangan dan perindustrian,antara lain :
Pertambangan minyak di Plaju dan Sungai Gerong (Sumatera Selatan) serta pulau Bunyu dan
Tarakan ( Kalimantan Timur)
Perkembangan Perdagangan
Penerapan sistem ekonomi liberal di Indonesia pada tahun 1870 hampir bersamaan
waktunya dengan pembentukan terusan Suez, pada tahun 1869. Pembukaan terusan Suez turut
memperlancar hubungan perdagangan Asia-Eropa.
Perluasan produksi tanaman ekspor dan impor barang-barang konsumsi dari negeri Eropa
mengakibatkan perdagangan Internasional semakin ramai di Nusantara. Perkembangan
perdagangan Internasional juga mendorong perkembangan perdagangan perantara di daerah
pedalaman pulau Jawa. Perdagangan perantara itu pada umumnya terdiri dari perdagangan
distribusi dan koleksi. Perdagangan distribusi berperan dalam menyebarkan barang-barang konsumsi
yang diimpor dari luar negeri kepada penduduk di daerah pedesaan. Sementara itu, perdagangan
koleksi berperan dalam mengumpulkan tanaman-tanaman dagang dari petani dan meneruskannya
kepada pedagang-pedagang besar.
Pada umumnya penduduk pribumi bersifat pasif terhadap meluasnya ekonomi uang.
Mereka tidak secara aktif memanfaatkan kesempatan ekonomi baru untu memperoleh keuntungan
dan meningkatkan taraf hidup. Mereka hanya berusaha memperoleh sekedar tambahan pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan hidup minimalnya.
1) Bagi Belanda
a. Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah kolonial
Belanda
c. Negeri Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.
2) Bagi Rakyat Indonesia
c. Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk. Pendapatan penduduk Jawa pada awal abad ke-20
untuk setiap keluarga dalam satu tahun sebesar 80 gulden. Dari jumlah tersebut masih dikurangi
untuk membayar pajak kepada pemerintah sebesar 16 gulden. Oleh karena itu, penduduk hidup
dalam kemiskinan.
d. Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 karena jatuhnya harga kopi dan gula berakibat buruk
bagi penduduk.
e. Menurunnya konsumsi bahan makanan, terutama beras, sementara pertumbuhan penduduk Jawa
meningkat cukup pesat.
f. Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan banyaknya barang-barang impor
dari Eropa.
g. Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya angkutan dengan
kereta api.
h. Rakyat menderita karena masih diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman yang berat bagi yang
melanggar peraturan Poenate Sanctie.
j. Hindia Belanda menjadi negara produsen hasil-hasil perkebunan yang penting.
k. Pemerintah Hindia Belanda mulai membangun proyek-proyek prasarana untuk mendukung dan
memperlancar ekspor hasil-hasil perkebunan dari Indonesia.
m. Penduduk semakin bertambah,sedangkan lahan pertanian semakin berkurang karena disewa untuk
perkebunan. Akibatnya timbul kelaparan dimana-mana.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan politik
Belanda. Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh kemenangan
dalam pemerintahan. Kemenangan itu diperoleh secara mutlak pada tahun 1870, sehingga tanam
paksa dapat dihapuskan. Mereka berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani
oleh pihak swasta. Pemerintah hanya mengawasi saja. Sistem ini akan menumbuhkan persaingan
dalam rangka meningkatkan produksi perkebunan di Indonesia. Dengan demikian pendapatan
negara juga akan bertambah. Untuk mewujudkan sistem tersebut, pada tahun 1870 di Indonesia
dilaksanakan politik kolonial liberal atau sering disebut “politik pintu terbuka” (open door policy).
Sejak saat itu pemerintahan Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para pengusaha swasta asing
untuk menanamkan modalnya, khususnya di bidang perkebunan. Pelaksanaan sistem liberal ini
ditandai dengan keluarnya Undang-Undang De Waal, yaitu Undang-undang Agraria dan Undang-
Undang Gula. Kesimpulannya, penghapusan tanam paksa dan diganti dengan Politik Pintu Terbuka
tidak mengubah kehidupan rakyat. Rakyat tetap diperas. Yang berbeda hanyalah pelaku
pemerasnya. Pada zaman tanam paksa,rakyat diperas oleh pemerintah Hindia Belanda. Sedangkan
pada zaman Liberalisme yang melahirkan Politik Pintu terbuka,rakyat diperas oleh para pengusaha
swasta Eropa. Van den Bosh sebagai tokoh tanam paksa memandang Hindia Belanda (Indonesia)
sebagai “perusahaan milik negara”. Sedangkan kaum liberal memandang Hindia Belanda (Indonesia)
sebagai “perusahaan milik swasta”. Maka pada akhir abad ke-19, munculah kritik-kritik tajam yang di
tujukan kepada pemerintah Hindia Belanda dan praktek liberalisme yang gagal memperbaiki nasib
kehidupan rakyat Indonesia dan menganjurkan untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat
Indonesia melalui Sistem politik yang baru atas anjuran Mr.C.Th. Van Deventer yang dikenal dengan
nama Politik Balas Budi. Inilah akhir dari sistem politik pintu terbuka yang ternyata dalam prakteknya
tidak banyak mengubah taraf kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan manusiawi.