Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN PADA KEHAMILAN

“ SKRINING KESEJAHTERAAN JANIN”

Disusun Oleh : Kelompok 6

Shalsabillilah Defia Putri (P05140319026)

Shelly Dwi Lestari (P05140319027)

Siska Nurhaliza (P05140319028)

Tania Aprilianti fahlevi (P05140319030)

DIV Kebidanan + Profesi (Tingkat 3)

DOSEN PENGAMPUH : Rialike Burhan, M.Keb

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

JURUSAN KEBIDANAN+PROFESI

TAHUN 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator kesehatan reproduksi perempuan.


AKI di Indonesia dalam dekade terakhir mengalami peningkatan yang signifikan. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 20181 , AKI Indonesia pada tahun 2007 yaitu sebesar
307 per 100.000 kelahiran hidup dan meningkat menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2012. Hal ini sangat jauh dari target yang ingin dicapai secara nasional yaitu
sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 20102 . Tingginya AKI disebabkan salah
satunya adalah karena tidak terdeteksinya secara dini ibu hamil yang berisiko. Sementara
kehamilan berisiko penting untuk dilakukan Ante Natal Care (ANC) terfokus yang bertujuan
untuk pencegahan komplikasi yang dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan dan nifas.
Komplikasi yang dapat terjadi dari kehamilan berisiko adalah perdarahan antepartum,
persalinan lama, prematur, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), dll . Kehamilan risiko
merupakan kehamilan abnormal yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin, dimana
yang termasuk dalam kehamilan risiko yaitu anemia kehamilan, hipertensi, preeklamsia,
hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, penyakit jantung dalam kehamilan, diabetes
melitus dan faktor yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan adalah umur, paritas,
jarak kelahiran dan riwayat obstetri.

Kematian ibu juga disebabkan faktor dasar antara lain keterbatasan pengetahuan,
taraf pendidikan, status sosial ekonomi, dan pengambilan keputusan di tingkat rumah tangga.
Meningkatkan kesehatan ibu berarti meningkatkan terciptanya generasi penerus yang cerdas.
Masih banyak ibu hamil yang tidak memperhatikan asupan gizi, sehingga anak yang
dilahirkan berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Untuk mengatasi kematian ibu dan
kematian bayi diperlukan upaya inovatif dan kualitas pelayanan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan dan peningkatan pengetahuan ibu hamil mengenai asuhan dalam kehamilan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Profil Biofisik
I. Pengertian profil biofisik?
Tes profil biofisik adalah tes untuk mengukur kesehatan bayi (janin) dalam
kandungan. Tes profil biofisik termasuk tes non-stress yang dilakukan dengan
monitor elektronik jantung janin dan USG. Profil biofisik mengukur denyut jantung
bayi, bentuk otot, pergerakan, pernafasan, dan jumlah cairan ketuban di sekitar bayi
Anda. Profil biofisik umumnya dilakukan di trimester akhir kehamilan. Jika
kemungkinan ada masalah pada bayi saat kehamilan (kehamilan berisiko tinggi),
profil biofisik dapat dilakukan pada minggu ke 32-34 atau lebih cepat. Wanita dengan
kehamilan berisiko tinggi dapat melakukan tes profil biofisik setiap minggu atau dua
kali seminggu pada trimester ketiga.

II. Kapan harus menjalani profil biofisik?


Ibu dan bayi yang memerlukan perawatan medis khusus dan perhatian lebih
membutuhkan profil biofisik. Tes ini adalah untuk mengecek kesehatan bayi.
Beberapa alasan dilakukan tes profil biofisik adalah:
1. diabetes
2. tekanan darah tinggi
3. bayi kecil atau bayi tidak tumbuh dengan baik
4. melewati tenggat waktu persalinan
5. terlalu banyak atau terlalu sedikit cairan di sekitar bayi
Tes profil biofisik biasanya dilakukan sekali atau dua kali seminggu. Anda akan
dibuatkan janji untuk tes berikutnya.

III. Prosedur yang dilakukan sebelum menjalani profil biofisik?


Profil biofisik termasuk tes non-stress dengan monitor elektronik jantung janin dan
USG. Banyak tes, seperti tes stress kontraksi, dapat direkomendasikan jika hasil tes
tidak normal. Jika kemungkinan ada masalah pada bayi saat kehamilan (kehamilan
berisiko tinggi), profil biofisik dapat dilakukan setiap minggu atau dua kali seminggu
selama 12 minggu terakhir kehamilan. Profil biofisik dapat dilakukan setelah
mengalami insiden seperti terjatuh atau kecelakaan mobil.

IV. Apa yang harus dilakukan sebelum menjalani profil biofisik?


Biasanya tidak memerlukan persiapan khusus untuk tes profil biofisik. USG kadang
dilakukan saat kandung kemih penuh, namun ini jarang terjadi. Jika demikian, akan
diminta untuk minum air atau cairan lain tepat sebelum tes dilakukan agar tidak
buang air sebelum atau saat sedang melakukan tes. Biasanya tes pada wanita hamil di
trimester ketiga tidak membutuhkan kandung kemih penuh.

V. Proses profil biofisik?

Tes Non-stress
Monitoring eksternal jantung janin akan mencatat detak jantung bayi saat bergerak
dan tidak bergerak. Hal ini biasanya dilakukan sebelum USG janin. Monitoring
eksternal dilakukan menggunakan dua perangkat (sensor) yang ditempatkan di atas
sabuk elastik pada perut. Satu sensor merefleksikan hasil (USG) denyut jantung bayi.
Sensor lainnya mengukur durasi kontraksi. Sensor-sensornya terhubung ke mesin
yang mencatat informasi. Denyut jantung bayi dapat terdengar seperti suara ‘bip’ atau
tertera pada grafik. Jika bayi bergerak atau kontraksi, dapat diminta untuk menekan
tombol pada mesin. Denyut jantung bayi terekam dan dibandingkan untuk catatan
pergerakan atau kontraksi. Tes ini biasanya dilakukan selama 30 menit.

Profil biofisik
Pengukuran Normal (2 poin) Abnormal (0 poin)
Tes Non-stress Kenaikan denyut jantung 2 Hanya 1 kali peningkatan
kali atau lebih, dari denyut jantung yang
setidaknya 15 denyut terdeteksi, atau denyut
permenit. Setiap jantung tidak meningkat
peningkatan berlangsung lebih dari 15 denyut
selama 15 detik atau lebih dengan gerakan.
dan terlihat dengan
gerakan.
Gerakan bernapas 1 atau lebih gerak bernafas Gerakan bernafas kurang
setidaknya 60 detik. dari 60 detik, atau tidak
terlihat bernafas.
Gerakan tubuh 3 atau lebih gerakan pada Kurang dari 3 gerakan
tangan, kaki, atau tubuh pada tangan, kaki, atau
tubuh
Ukuran otot Fungsi otot tangan dan Janin merentangkan tubuh
kaki sudah bekerja dan pelan-pelan dan kembali
kepala menyandar di atas ke posisi semula hanya
dada. Terlihat 1 atau lebih setengah
ekstensi dan gerakan otot,
seperti tangan membuka
atau menutup.

B. Pengertian USG
USG adalah alat bantu diagnosis yang canggih yang memanfaatkan gelombang
ultrasonik dengan frekuensi gelombang suara yang sangat tinggi yaitu di atas 20 KHz
(20. 000 gelombang per detik). Untuk kepentingan diagnostik digunakan frekuensi 1–
20 MHz, namun umumnya digunakan frekuensi 3,5 MHz, 5 MHz, serta 7,5 MHz.
Penggunaan frekuensi 3,5 Mhz atau lebih untuk USG perabdominal dan 5 Mhz atau
lebih untuk USG per vaginal, sehingga USG tidak boleh digunakan tanpa memahami
prosedur yang jelas. Seperti halnya untuk pemeriksaan ibu hamil, sebaiknya USG
hanya digunakan 2 kali selama kehamilan, yaitu saat hamil muda (trimester I) dan
trimester II (pada masa kehamilan 18–20 minggu), sedangkan pada trimester III
biasanya dilakukan USG apabila ada indikasi medis yang membahayakan bayi atau
bumil itu sendiri. Pelaksanaan diagnosis dengan USG sudah semestinya ditangani
oleh dokter yang ahli dan harus yang punya sertifikat menggunakan USG. Makin
berpengalaman seorang dokter dalam menggunakan USG dan makin canggih kualitas
mesin sonogram, makin akurat hasil diagnosis USG, meski tidak menjamin hasilnya
akan benar 100 persen, karena ada kemungkinan bisa meleset. Menurut dr. Judi
Januadi Endjun, Sp.OG, Subbagian Fetomaternal Departemen Obstetri dan
Ginekologi, RSPAD Gatot Subroto, bahwa jika USG ini sembarangan dipakai dan
dilkukan bukan oleh ahlinya, akan mungkin bisa terjadi ia tak tahu berapa lama waktu
yang harus digunakan dan berapa kali pemeriksan yang diperbolehkan untuk
pemeriksaan bumil. Judi Junaidi mencontohkan, seperti halnya pada percobaan di
laboratorium, sel yang dikenai gelombang frekuensi tinggi dalam waktu yang lama
akan menjadi panas dan rusak, maka jika USG yang mempunyai gelombang
frekuensi tinggi diarahkan begitu lama pada otak bayi, maka sudah bisa pastikan akan
menimbulkan kerusakan syaraf bayi. Selain itu jika bukan ahlinya, bisa jadi USG
digunakan berulang kali yang tentunya hanya akan membebani biaya tinggi bagi
pasien.
I. Indikasi USG
Indikasi pemeriksaan USG pada trimester pertama adalah sebagai berikut
(AIUM, 2013):
- Konfirmasi adanya kehamilan intrauterus
- Evaluasi kecurigaan kehamilan ektopik
- Penjelasan perdarahan dari vagina
- Evaluasi nyeri pelvis
- Estimasi umur gestasi
- Diagnosis atau evaluasi gestasi multipel
- Konfirmasi adanya aktivitas jantung
- Pencitraan sebagai tambahan sampel vilus korionik, transfer embrio
dan lokalisasi serta pemindahan alat kontrasepsi
- Penilaian kelainan janin
- Evaluasi massa pelvis maternal
- Pengukuran nuchal translucency
- Evaluasi mola hidatidosa
Pemeriksaan kehamilan pada trimester pertama mencakup evaluasi
kehadiran, ukuran, lokasi dan jumlah kantung gestasi. Kantung gestasi
diperiksa untuk melihat ada atau tidaknya janin. Daerah lain seperti uterus,
serviks, adnexa dan cul-de-sac juga perlu diperiksa. (AIUM, 2013)
Indikasi pemeriksaan USG pada trimester kedua dan ketiga adalah
sebagai berikut (AIUM, 2013):
- Screening kelainan janin
- Evaluasi anatomi janin, umur gestasi, perkembangan janin, perdarahan
pada vagina, nyeri abdomen dan pelvis, serta ketidakcukupan serviks
- Penentuan presentasi janin
- Evaluasi gestasi multipel
- Evaluasi amniosentesis atau prosedur lain
- Evaluasi massa pelvis
- Evaluasi kecurigaan mola hidatidosa
- Kecurigaan kehamilan ektopik, kematian janin serta abnormalitas
Uterus.
- Evaluasi kesehatan janin
- Kecurigaan abnormalitas cairan amnion serta kerusakan plasenta
- Evaluasi kelainan marker biokimia
- Tindakan lanjutan dari evaluasi kelainan janin dan lokasi plasenta
- Evaluasi kondisi janin pada pasien yang terlambat memeriksakan
Kehamilan.
Sekitar 17% kelainan pada janin sulit terdeteksi pada trimester pertama
dan dapat terdeteksi pada trimester kedua. Kelainan tersebut antara lain
spina bifida, defek jantung dan ekstremitas. Kesulitan deteksi kelainan
disebabkan karena seluruh organ belum sepenuhnya berkembang pada
trimester pertama. Pemeriksaan USG pada trimester ketiga dapat
mendeteksi kelainan berupa hidrosefalus, stenosis pilorik, agenesis ginjal,
dan osteogenesis imperfekta (Sahlan, 2016)

II. Kelebihan USG


Kelebihan screening menggunakan USG adalah bahwa USG di dunia kedokteran
sejak tahun 1961 telah banyak membantu mendiagnosis khususnya pada proses
kehamilan, sehingga banyak menolong tenaga medis untuk mendeteksi peristiwa
kehamilan baik yang normal maupun yang bermasalah secara tepat dan cepat. Di
antara manfaat USG bagi ibu hamil adalah mengkonfi rmsi awal kehamilan, melihat
posisi dan kondisi placenta, mampu mendeteksi detak jantung janin pada usia
kehamilan 5,5 minggu, mengetahui usia kehamilan secara tepat melalui pengukuran
tubuh fetus, menilai pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam kandungan, dapat
mengetahui ancaman terjadinya keguguran, kehamilan ganda, dapat mengukur
volume cairan ketuban, dan kelainan letak janin serta untuk biopsy atau pengeluaran
cairan. Usia kehamilan yang tepat untuk dilakukan diagnosis dengan USG adalah
pada saat usia kehamilan minggu ke-7, pemeriksaan kehamilan kedua dengan USG
sebaiknya pada usia kehamilan 18–22 minggu, dan pemeriksaan ketiga pada usia
kehamilan ke-34 minggu, namun pada dasarnya usia kehamilan kapan pun bisa
diperiksa dengan USG, karena USG tidak berbahaya bagi kandugan. Menurut dr. Judi
Januadi Endjun, Sp.OG, Subbagian Fetomaternal Departemen Obstetri dan
Ginekologi dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto (RSPAD), bahwa
pemeriksaan ideal kehamilan dengan USG, pada dasarnya tidak ada ketentuan, karena
anjuran pemeriksaan kehamilan dengan USG pada setiap negara berbeda dan setiap
institusi juga berbeda.

III. Kekurangan USG

1. Meningkatkan peluang keguguran


Hal ini terbukti bahwa pemindaian USG pada ibu hamil dapat meningkatkan
kemungkinan keguguran, persalinan prematur dan bahkan peningkatan kasus
kematian bayi.

2. Menyebabkan perdarahan
Pemeriksaan USG dapat menyebabkan jaringan dan tulang janin memanas. Hal ini
dapat memicu gangguan sel yang ditandai dengan perdarahan.

3. Menghambat pertumbuhan janin


Penelitian menunjukkan bahwa janin yang terpapar lima atau lebih pemeriksaan USG
selama kehamilan lebih mungkin untuk mengalami hambatan pertumbuhan
intrauterin. Hal ini ditandai dengan berat badan bayi yang jauh di bawah kondisi
normal saat lahir.

4. Memicu disleksia
Bayi yang terpapar scan USG saat berada dalam rahim juga lebih mungkin berisiko
mengalami disleksia saat lahir, yang ditandai dengan kesulitan bicara dan belajar.

5. Meningkatkan risiko cacat pada bayi


Pemeriksaan USG dengan intensitas rendah dan durasi yang berlebihan dapat
meningkatkan risiko cacat pada janin. Pasalnya, USG menghasilkan tekanan panas
yang dihantarkan ke janin untuk dapat melihat kondisi bayi dalam kandungan.

C. Pengertian USG Doppler


Ultrasonografi Doppler merupakan suatu alat yang menggunakan gelombang suara
untuk dapat mengetahui aliran darah di pembuluh darah. Ultrasonografi Dopple
merupakan alat yang sama dengan ultrasonografi biasa, namun pada ultrasonografi
biasa hanya dapat menampilkan gambar dari pantulan gelombang suara dari organ
yang diperiksa, sedangkan ultrasonografi Doppler memiliki efek Doppler. Dengan
memanfaatkan efek Doppler, ultrasonografi tersebut dapat mendeteksi arah aliran
darah dan juga kecepatan relatif aliran darah tersebut.
Selama pemeriksaan ultrasonografi Doppler, sebuah alat seukuran sabun batang
(transducer) berfungsi sebagai pengirim gelombang suara sekaligus penerima
gelombang suara yang dipantulkan oleh organ padat yang diperiksa, termasuk sel-sel
darah merah. Transduser tersebut diaplikasikan pada kulit di atas organ yang akan
diperiksa. Adanya pergerakan dari sel-sel darah merah menyebabkan perubahan
frekuensi gelombang suara yang dipantulkan dan diterima transducer (disebut dengan
efek Doppler).
Proses ultrasonografi Doppler biasanya diawali dengan mengoleskan jel pada
permukaan kulit bagian tubuh yang akan dipindai. Selanjutnya, perangkat genggam
yang disebut transduser, akan diletakkan di atas permukaan kulit untuk memulai
pemindaian. Perangkat ini kemudian akan mengirimkan gelombang suara yang
kemudian akan diperkuat melalui mikrofon.
a.Indikasi USG Doppler
 Mendeteksi adanya tumor yang tumbuh pada pembuluh darah bagian lengan
atau kaki.

 Gangguan kesehatan arteriosklerosis atau penyempitan maupun penyumbatan
yang terjadi pada pembuluh darah arteri.

 Gangguan medis terkait jantung, seperti sakit jantung bawaan.

 Penyempitan yang terjadi pada pembuluh darah di bagian leher atau stenosis
karotis, atau DVT atau penyumbatan pada pembuluh darah vena.

 Penyempitan arteri pada bagian kaki yang terjadi karena sirkulasi darah ke
kaki berkurang, atau disebut arteri perifer.

b. Kelebihan USG Doppler


1. Tidak menimbulkan rasa sakit
2. Tidak memerlukan jarum, suntikan, atau sayatan
3. Tidak menggunakan radiasi sehingga dinilai lebih aman
4. Dapat mendeteksi berbagai masalah pada jaringan tubuh, pembuluh darah,
dan organ tubuh
5. Dapat diakses secara luas dan lebih murah
6. Mendeteksi Penyakit
Penyakit yang Dapat Dideteksi Menggunakan USG Doppler
Ada beberapa penyakit atau kondisi medis yang dapat terdeteksi dengan USG
Doppler, di antaranya:
• Penyakit jantung bawaan
• Penyumbatan maupun penyempitan pada pembuluh darah arteri (arteriosklerosis)
• Penyakit arteri perifer
• Stenosis karotis atau penyempitan pembuluh arteri di leherPenyumbatan pembuluh
vena, misalnya akibat deep vein thrombosis (DVT)
• Tumor pada pembuluh darah
• Twin to twin transfusion syndrome (TTTS)

c. Kekurangan USG Doppler


Sedangkan untuk kekurangannya, USG menggunakan energi ultrasonik yang
berpotensi menghasilkan efek biologis pada tubuh, seperti memanaskan jaringan dan
menghasilkan kantong gas kecil di dalam cairan atau jaringan tubuh.
Namun, jika dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan dan tenaga medis secara
hati-hati, kemungkinan efek samping ini dapat diminimalisir.
Meski pemeriksaan dengan USG memiliki risiko yang minimal, tetap saja prosedur
ini memiliki keterbatasan. Gelombang suara dari USG tidak mampu menembus organ
atau jaringan yang terlindungi tulang, misalnya paru-paru dan otak.
Untuk bagian yang terhalang tulang, dokter akan melakukan metode pemeriksaan
lain, seperti CT scan, MRI, atau foto Rontgen.
Prinsip kerja ultrasonografi Doppler didasarkan pada efek Doppler. Bila obyek
merefleksikan gelombang ultrasonik maka berpindah mengubah frekuensi pantulan,
sehingga membuat frekuensi lebih tinggi. jika merupakan perpindahan
menuju/mendekati probe dan frekuensi lebih rendah jika merupakan perpindahan
menjauhi probe. Seberapa banyak frekuensi yang diubah tergantung pada seberapa
cepat obyek berpindah. Ultrasonografi Doppler mengukur perubahan dalam frekuensi
pantulan untuk dihitung seberapa cepat obyek berpindah. Pada hakekatnya, mesin
ultrasonografi paling modern tidak menggunakan efek Doppler untuk mengukur
percepatan, sebagaimana telah dipercayakan pada lebar pulsa Doppler. Mesin lebar
pulsa memancarkan pulsa ultrasonik, kemudian disaklar dalam mode menerima.
Dengan demikian pulsa direfleksikan sehingga yang diterima bukan subyek
pergeseran phasa, melainkan seperti resonansi tidak kontinyu. Oleh karena itu dengan
membuat beberapa pengukuran, pergeseran fase dalam urutan pengukuran dapat
digunakan untuk mencapai pergeseran frekuensi (karena frekuensi adalah tingkat
perubahan phasa). Untuk mencapai pergeseran phasa antara sinyal yang dipancarkan
dan yang diterima, pada umumnya digunakan satu dari dua algoritma Kasai atau
cross-correlation.

D. Kelainan kongenital dan ketidaknormalan janin


Kelainan kongenital atau kelainan bawaan adalah kelainan yang didapat sejak lahir.
Kondisi ini disebabkan oleh gangguan selama masa tumbuh kembang janin dalam
kandungan. Kelainan kongenital dapat menyebabkan bayi lahir dengan kecacatan
atau gangguan fungsi pada organ tubuh atau bagian tubuh tertentu.
Data dari WHO menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 8 juta bayi di seluruh dunia
terlahir dengan kelainan bawaan setiap tahunnya. Dari sekian banyak bayi yang
terlahir dengan kelainan kongenital atau bawaan tersebut, sekitar 300.000 bayi
meninggal hanya dalam waktu beberapa hari hingga 4 minggu setelah dilahirkan.
Di Indonesia sendiri, diperkirakan ada sekitar 295.000 kasus kelainan kongenital per
tahunnya dan angka tersebut menyumbang sekitar 7% dari angka kematian pada bayi.
Sebagian bayi yang terlahir dengan kelainan kongenital dapat hidup. Namun, bayi
tersebut umumnya berisiko tinggi untuk mengalami masalah kesehatan atau
kecacatan pada organ tubuh atau bagian tubuh tertentu, misalnya kaki, tangan,
jantung, hingga otak.Kelainan kongenital dapat terjadi dalam setiap fase kehamilan.
Namun, sebagian besar kasus kelainan bawaan terjadi pada trimester pertama
kehamilan, yaitu saat organ tubuh janin baru mulai terbentuk. Kelainan ini bisa
terdeteksi pada masa kehamilan, saat bayi dilahirkan, atau selama masa tumbuh
kembang anak.
Beberapa Faktor Penyebab Kelainan Kongenital
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seorang bayi terlahir dengan kelainan
kongenital, yaitu:
1. Faktor genetik
Setiap sifat genetik yang menentukan bentuk dan fungsi organ tubuh dibawa oleh
kromosom. Kromosom adalah komponen pembawa materi genetik yang diwariskan
dari orang tua kepada anak. Jumlah kromosom normal manusia ada 23 pasang. Setiap
pasang kromosom berasal dari sel telur ibu dan sperma ayah yang bertemu saat proses
pembuahan.Ketika terjadi kelainan kromosom atau kelainan genetik, misalnya pada
anak yang lahir tanpa 46 kromosom atau justru lahir dengan kelebihan kromosom,
maka ia dapat mengalami kelainan bawaan. Kelainan genetik ini bisa bersifat
keturunan atau terjadi akibat adanya mutasi atau perubahan sifat genetik pada janin
saat ia dikandung.
2. Faktor lingkungan
Paparan radiasi atau zat kimia tertentu pada ibu hamil, seperti pada pestisida, obat,
alkohol, asap rokok, dan merkuri, dapat meningkatkan risiko bayi mengalami
kelainan bawaan. Hal ini karena efek racun dari zat-zat tersebut bisa mengganggu
proses tumbuh kembang janin.
3. Faktor gizi ibu selama hamil
Diperkirakan sekitar 94% kasus kelainan bawaan yang ditemukan di negara
berkembang terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan gizi buruk selama
hamil. Ibu dengan kondisi tersebut biasanya kekurangan asupan nutrisi penting yang
berperan dalam menunjang pembentukan organ tubuh janin dalam kandungan.
Adapun nutrisi yang penting untuk ibu hamil dan janin tersebut meliputi asam folat,
protein, zat besi, kalsium, vitamin A, yodium, dan omega-3. Selain gizi buruk, ibu
yang mengalami obesitas saat hamil juga memiliki risiko cukup tinggi untuk
melahirkan bayi dengan kelainan kongenital.
4. Faktor kondisi ibu hamil
Saat hamil, ada banyak kondisi atau penyakit pada ibu yang bisa meningkatkan risiko
janin di dalam kandungannya untuk mengalami kelainan kongenital. Beberapa
kondisi dan penyakit ini termasuk:
 Infeksi saat hamil, misalnya infeksi air ketuban, siflis, rubella, atau virus zika.
 Anemia saat hamil.
 Komplikasi kehamilan, seperti diabetes gestasional dan preeklamsia.
 Efek samping obat-obatan yang dikonsumsi saat hamil.
 Kebiasaan tidak sehat yang dilakukan selama hamil, seperti menggunakan
narkoba, mengonsumsi minuman beralkohol, dan merokok.
 Usia ibu hamil yang sudah cukup tua saat hamil

I. Kelainan Kongenital yang Banyak Terjadi pada Bayi


Kelainan kongenital atau kelainan bawaan pada bayi dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu:
1. Kelainan fisik
Kelainan atau cacat fisik pada tubuh bayi yang sering ditemui adalah:
a. Bibir sumbing (celah bibir dan langit-langit).
Sumber: spesialis1.bpre.fk.unair.ac.id

bPenyakit jantung bawaan.


c. Cacat tabung saraf, seperti spina bifida dan anensefali.
d. Kelainan pada kulit, seperti Harlequin ichtyosis
e. Bagian tubuh tidak normal, seperti kaki pengkor atau bengkok.
f. Kelainan bentuk dan letak tulang panggul (dislokasi panggul kongenital).
g. Kelainan pada saluran cerna, seperti penyakit Hirschsprung, fistula saluran cerna,
serta atresia anus.

2. Kelainan fungsional
Kelainan fungsional adalah cacat lahir yang terkait dengan gangguan sistem dan
fungsi organ tubuh. Beberapa jenis kelainan atau cacat fungsional yang sering terjadi
adalah:
a. Gangguan fungsi otak dan saraf, seperti Sindrom Down.
b. Gangguan metabolisme, seperti hipotiroid dan fenilketonuria.
c. Gangguan pada indra tubuh, seperti tuli dan buta (misalnya akibat katarak bawaan
atau katarak pada bayi).
d. Kelainan pada otot, misalnya distrofi otot dan sindrom cri du chat.
e. Kelainan pada darah, misalnya hemofilia, thalasemia, dan anemia sel sabit.
f. Penuaan dini, seperti progeria.

Deteksi Dini dan Penanganan Kelainan Kongenital


Kelainan bawaan dapat dideteksi sejak janin masih di dalam kandungan. Kondisi ini
biasanya dapat diperiksa oleh dokter kandungan, termasuk dokter kandungan
subspesialis fetomaternal. Untuk mendeteksi apakah terdapat kelainan bawaan pada
janin, dokter dapat melakukan pemeriksaan USG kandungan, tes darah janin, tes
genetik, serta amniocentesis atau pengambilan sampel cairan ketuban. Meski
demikian, kelainan kongenital terkadang baru terdeteksi ketika bayi lahir atau setelah
ia kanak-kanak, bahkan setelah dewasa. Kelainan kongenital biasanya tidak terdeteksi
karena ibu jarang atau sama sekali tidak melakukan pemeriksaan kandungan selama
hamil. Setelah terdiagnosis memiliki kelainan kongenital, bayi atau anak perlu
mendapatkan penanganan, seperti pemberian obat-obatan, fisioterapi, penggunaan
alat bantu, hingga operasi untuk memperbaiki bagian atau organ tubuh yang cacat.
Jenis penanganannya akan dipilih sesuai jenis kelainan yang terjadi.
Dalam banyak kasus, kelainan bawaan tidak dapat dicegah, terutama yang bersifat
keturunan. Namun, ada beberapa upaya untuk menurunkan risiko terjadinya kondisi
tersebut, di antaranya:
1. Mengonsumsi makanan bergizi seimbang.
2. Melakukan imunisasi sesuai anjuran dokter.
3. Menghentikan kebiasaan merokok atau menghirup asap rokok.
4. Membatasi konsumsi minuman beralkohol.
5. Melakukan olahraga secara teratur.
6. Tidur yang cukup dan hindari stres berlebihan selama hamil.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

- Saifuddin AB, Wibowo N, dkk. Plasenta, Tali Pusat, Selaput Janin dan Cairan
Amnion [internet]. 2019. Diakses pada 30 Februari 2019. Kuliah Obstetri Ginekologi.
Tersedia dari: www.unguviolet.com.
- Nemescu D, Berescu A, Rotariu C. Variation of safety indices during in the learning
curve for color Doppler assessment of the fetal heart. Med Ultrason. 2015;17(4):469-
74.
- Marfuah Panji Astut, 2011. Mengenal USG 3D dan 4D. www.anak-ibu.com
Diunduh tanggal 5 Mei 2011.
- Pusbindiklat Lipi, 2007. Modul Diklat Fungsional Peneliti Tingkat Pertama.
Cibinong.

Anda mungkin juga menyukai