Anda di halaman 1dari 40

PEMERIKSAAN KESEJAHTERAAN JANIN, USG DAN CTG

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Obstetri Patologi

Disusun oleh :
Kelompok 7
Resti Nur Annisa

130103100002

Yoseu Novieliya P. W

130103100015

Fitri Nurmalasari

130103100036

Aliah S. Winarsih

130103100040

Seny Rumintang

130103100043

Nurul Hanisa

130103090070
Kelas 6A

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2011

A. PEMERIKSAAN KESEJAHTERAAN JANIN


1.

Gerakan janin
Gerakan bayi pertama in utero yang dapat dirasakan ibu disebut quickening.

Ini terjadi antara minggu ke-18 dan ke-20 gestasi pada wanita yang baru pertama
kali hamil antara minggu ke-16 dan ke-18 gestasi pada wanita yang mengandung
bayi berikutnya.
Pada awal tahun 1970-an, para peneliti di Israel dan Inggris mulai
mempelajari gerakan janin. Tujuan mereka ialah menemukan sekurang-kurangnya
enam gerakan janin pada periode waktu tertentu sehingga janin yang berada dalam
keadaan bahaya atau menjelang ajal dapat dibedakan dari janin yang sehat.
Peneliti menemukan variasi besar gerakan ratusan kali setiap hari. Namun,
peneliti juga menemukan bahwa penurunan gerakan janin dapat menjadi tanda
adanya gangguan pada janin.
Sejumlah protokol untuk menentukan gerakan janin dan format untuk
mencatat temuan harian telah disusun. Karena jumlah gerakan janin yang pasti
selama periode tertentu belum dapat ditentukan, setiap praktisi harus memutuskan
pedoman yang akan digunakan.
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan ialah meminta wanita berbaring
dan berkonsentrasi pada bayinya. Segera setelah bayi bergerak lima kali, hitungan
dapat dihentikan sampai periode evaluasi berikutnya. Pedoman yang dapat
diterima ialah 10 kali dalam 12 jam, suatu Movement Alrm Signal (MAS)
dinyatakan terjadi dan klien harus segera memberi tahu tenaga kesehatan untuk
melakukan pemantauan tambahan. Beberapa praktisi menggunakan pedoman lima
gerakan dalam enam atau 10 jam. Pada waktu tertentu, sulit membedakan bayi
sakit yang tidak bergerak dari bayi sehat yang sedang tidur. Siklus tidur/bangun
normal berlangsung in utero rata-rata setiap 40 menit pada bayi sehat.
Wanita harus diajari menghitung gerakan bayi mereka setiap kali mereka
merasa gerakan janin menurun dari pola normal. Cara menghitung gerakan dan

format pencatatan gerakan harus disesuaikan dengan kemampuan baca klien.


Gaya hidup juga harus dipertimbangkan.contoh, metode penghitungan yang
memerlukan periode waktu yang panjang kurang dapat diterima oleh wanita yang
bekerja atau sibuk mengasuh anak yang lain. Cara penghitungan yang dimulai
pada pagi hari mungkin tidak sesuai untuk wanita yang bekerja di malam hari.
Beberapa bentuk format pencatatan mungkin tidak tepat bagi wanita yang
kemampuan baca tulisnya rendah, terutama jika pencatatan menggunakan kertas
grafik.
Kadang-kadang bayi bergerak sangat sedikit sehingga ibu menganggap
gerakan bayi hilang. Meskipun kegagalan untuk merasakan gerakan bayi pada
waktu tertentu disebabkan ketidakwaspadaan ibu, laporan penurunan atau tidak
adanya gerakan harus mendapat perhatian serius dan suatu les khusus harus
diprogrampkan. Karena beberapa wanita masih berfikir bahwa gerakan bayi in
utero yang melambat sebelum persalinan adalah normal, pastikan untuk memberi
ibu penjelasan bahwa hal tersebut tidak benar.1
Rata-rata gerakan janin terjadi setiap 2,5-3 menit sejak usia kehamilan 34
minggu ke atas. 3
Perkembangan Pergerakan Janin

Minggu ke-16 sampai 20


Di minggu ke-16 ibu mulai dapat merasakan gerakan janin seperti tendangan
dan tonjokan. Disebut sebagi fase quickening.

Minggu ke-21 sampai 24


Aktivitas janin makin meningkat. Janin banyak menendang dan jungkir balik,
karena volume air ketuban masih sering memungkinkan untuk bergerak
leluasa.

Minggu ke-25 sampai 28


Janin mulai cegukan. Inilah yang menyebabkan ibu merasakan sensasi seperti
tersentak-sentak. Dia juga akan bergerak merespon suara dari luar karena
pendengarannya makin baik. Kadang-kadang janin kaget mendengar suara
keras.

Minggu ke-29 sampai 31


Gerakan janin makin kuat, teratur dan terkendali. Kadang ibu sampai
merasakan rahim kontraksi.

Minggu ke-32 sampai 34


Inilah masa puncak aktivitas janin. Dalam minggu-minggu ini, ibu akan
merasakan peningkatan frekuensi dan tipe gerakan janin, karena dia semakin
besar dan kuat.

Minggu ke-36 sampai 40


Ukuran janin yang semakin besar dan keterbatasan ruang dalam rahim
membuat gerakan memutar janin makin berkurang frekuensinya. Bila dia asik
mengisap jempol dan tiba-tiba lepas, ibu akan merasakan gerakan darting dan
cepat. Itu tanda bayi memutar kepalanya untuk mencari jempolnya kembali.
Jika perut ibu kurus, kemungkinan besar dapat memegang kaki janin.
Gerakan utama yang ibu rasakan adalah tonjokan tangan atau tendangan kaki
bayi yang mungkin menyakitkan tulang rusuk ibu. 9

Menghitung Gerakan Janin


Fetal Movement Count merupakan kegiatan menghitung gerak janin.
Kegiatan dapat dilakukan oleh ibu untuk memantau kesehatan bayi yang
dikandungnya. Gerak bayi yang cukup mengindikasikan bayi yang sehat

sedangkan gerak bayi yang berkurang merupakan sinyal peringatan akan adanya
gangguan kesejahteraan janin (fetal well-being).
Dalam beberapa penelitian didapatkan dapat menurunkan risiko kematian
janin pada kehamilan berisiko rendah (kehamilan fisiologis). Sedangkan pada
kehamilan yang berisiko seperti pada ibu diabetes atau ibu dengan hipertensi
terbukti tidak menurunkan risiko kematian janin. Tetapi tidak ada salahnya
melakukan pemantauan.
Hal-hal yang mempengaruhi gerakan janin

Kapan gerakan muncul


Usia kandungan
Kadar glukosa
Stimulus suara
Status prilaku janin
Penggunaan obat-obatan dan kebiasaan merokok
Hipoksia
Asidemia
Polihidramnion
Oligohidramnion

Ada berbagai cara penghitungan tetapi ada 2 yang biasa dipakai:


1. Cardiff (Count To Ten)
Cara ini dilakukan dengan menghitung gerak janin sampai hitungan ke 10.
Dilakukan sambil tetap melakukan aktifitas sehari-hari, baik dirumah
ataupun dikantor. Penghitungan dihentikan jika sudah mencapai 10
gerakan yang artinya kondisi bayi ibu baik. Biasanya dalam kondisi
normal maka gerakan bayi akan banyak jumlahnya. Kalau belum
mencapai hitungan 10 setelah 12 jam, maka segera periksakan diri ke
dokter untuk pemeriksaan CTG dan NST yaitu merekam pola denyut
jantung bayi dan pemeriksaan USG.
2. Sardovsky (Four In One Hour)

Cara ini dilakukan dengan tidur miring kekiri, lakukan hitung gerak janin
selama 1 jam. Jumlah minimal gerakan dalam satu jam 4 kali. Jika gerakan
kurang dari 4 kali maka dianjurkan minum segelas air manis (syrup), satu
jam kemudian lakukan hitung ulang dengan cara yang sama. Jika hasilnya
teap kurang dari 4 segeralah memeriksakan diri untuk dilakukan CTG dan
USG.
3. Pakai Gadget : Kick Track
Dengan alat portable ini diharapkan 10 gerakan dalam 2 jam.
Jika gerak janin berkurang segera lakukan pemeriksaan CTG guna
memastikan kesehatan bayi. Karena monitor denyut jantung biasa sifatnya
pemeriksaan sesaat, bisa saja saat denyut menurun sedang tidak diperiksa,
sedangkan CTG monitor dilakukan kontinu selama kurang lebih 30 menit,
sehingga jika terjadi gawat janin akan terdeteksi. 8
Peran Bidan
Hal terpenting dalam pemeriksaan ini adalah agar ibu hamil dapat
menyadari bahwa pola gerakan janin yang konsisten merupakan hal yang
penting. Bidan berperan dalam penyampaian informasi dan konseling
terhadap klien. Informasi mengenai cara memeriksa gerakan janin berikut
manfaatnya adalah hal yang penting untuk klien ketahui. Oleh karena itu,
klien harus melaporkan bila terjadi penurunan atau bahkan gerakan janin
berhenti. Informasi yang disampaikan harus jelas, yakni bahwa gerakan
janin dan laporan yang klien buat sangat penting. Hal ini dapat
memberdayakan wanita untuk bertanggung jawab terhadap pengawasan
janin mereka sendiri.
Apabila klien merasakan penurunan atau gerakan janin berhenti, maka
bidan harus melakukan rujukan untuk diadakan tes lebih lanjut seperti tes
nonstres (NST).

2.

Denyut Jantung Janin (DJJ)


a. Definisi

Denyut jantung janin normalnya terdengar melalui permukaan


abdomen ibu. Kisaran normalnya antara 120 sampai 160 denyut/menit
(dpm). Dengarkan paling tidak selama 30 detik untuk mendeteksi adanya
perlambatan denyut jantung. Takikardia sering kali dihubungkan dengan
aktivitas janin dan hal ini adalah normal. Akselerasi yang kembali ke nilai
normal dapat disalah artikan sebagai deselerasi. Pada situasi ini pastikan
anda mendengar denyut jantung janin selama satu menit penuh.
Pemeriksaan DJJ dilakukan sebagai acuan untuk mengetahui kesehatan ibu
dan perkembangan janin khususnya denyut jantung janin dalam rahim.
Pada anak kembar bunyi jantung terdengar pada 2 tempat dengan sama
jelasnya dan dengan frekwensi yang berbeda (perbedaan lebih dari
10/menit).
Denyut jantung janin di bawah 100 dpm (denyut per menit) sangat
jarang terjadi.

Kondisi ini biasanya mengindikasikan blok jantung

congenital dan situasi ini perlu mendapat konsultasi medis. Denyut jantung
di atas 180 dpm secara terus menerus dapat terjadi pada janin yang
mengalami hidrops, suatu kondisi serius yang perlu mendapat konsultasi
medis. Denyut jantung janin yang tidak regular hampir selalu tidak
berbahaya, tetapi perlu di konsultasikan. Ekokardiogram pada janin
biasanya dilakukan.
DJJ mudah ditemukan setelah minggu ke-26 gestasi. Dengarkan
denyut ini di tengah kuadran bawah pada kedua sisi abdomen. Jika DJJ
tidak terdengar di tempat ini, dengarkan dengan meletakkan fetoskop di
tengah garis tengah yang memisahkan kuadran-kuadran ini, letakkan
fetoskop diatas umbilicus, atau dengarkan denyut ini di pertengahan
kuadran abdomen bagian atas. Apabila anda menemukan denyut di salah
satu kuadran abdomen bagian atas, bayu mungkin berada pada presentasi
bokong.4
Beberapa klinisi menentukan posisi janin sebelum mendengarkan
DJJ karena mereka mengetahui bahwa DJJ paling mudah didengar dari
punggung. Cara ini bagus, tetapi tidak akan berhasil jika bayi in utero
sering mengambil posisi posterior sehingga punggung janin sulit

ditemukan. Klinisi akan salah total jika mengidentifikasi janin melalui


palpasi abdomen, dan menggerakan kepala janin ke depan dan ke belakang
untuk mencoba menentukan lokasi punggung dapat menyebabkan jantung
janin berdenyut semakin cepat sampai lebih dari 160 dpm. Apabila hal ini
terjadi, anda akan menganggap bayi mengalami takikardia sehingga anda
memprogramkan pemeriksaan kesejahteraan bayi, yang sebenarnya tidak
perlu. Secara singkat gambaran DJJ adalah :
a. Takikardi berat
: detak jantung diatas 180x/mnt
b. Takikardi ringan
: antara 160-180x/mnt
c. Normal
: antara 120-160x/mnt
d. Bradikardia ringan : antara 100-119x/mnt
e. Bradikardia sedang : antara 80-100x/mnt
f. Bradikardia berat
: kurang dari 80x/mnt
b. Sifat Bunyi Jantung Janin
Dari sifat bunyi jantung janin kia dapat mengetahui keadaan anak.
Anak yang dalam keadaan sehat bunyi jantungnya teratur dan
frekwensinya antara 120-140 per menit. Kalau bunyi jantung kurang dari
120/menit atau lebih dari 160/menit atau tidak teratur, maka anak dalam
keadaan asphyxia (kekurangan O2).
Pada persalinan lebih baik lagi kalau bunyi jantung ini
dihubungkan dengan tekanan intra uteri seperti dilakukan oleh Hon dan
Caldeyro Barcia. Yang buruk ialah gejala decelerasi, apalagi bila
berlangsung terus. Terutama waktu persalinan penting sekali bahwa kita
tidak saja mendengarkan ada atau tidaknya bunyi jantung, tetapi juga
menentukan sifatnya (cepat, lambat, tak teratur).4
Cara menghitung bunyi jantung anak ialah dengan mendengarkan
3x5 detik. Kemudian jumlah bunyi jantung dalam 3x5 detik di kalikan
dengan 4. Misalnya :
5 det. 5 det.
11
12
10
14
8
7

5 det. Kesimpulan :
11
- Teratur, frekwensi 136/m. anak baik
9
- Tak teratur, frekwensi 132/m. asphyxia.
8
- Teratur, frekwensi 92/m. asphyxia.

c. Alat-Alat Yang Dapat Digunakan Sebagai Alat Dalam Pemeriksaan


DJJ
1. Stetoskop Laennec

Stetoskop yang dirancang khusus untuk dapat mendengarkan


detak jantung janin secara manual oleh pemeriksa dapat digunakan
pada usia kehamilan 17-22 minggu.
Cara pemeriksaan menggunakan leanec :
a. Baringkan Ibu hamil dengan posisi telentang
b. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk mencari posisi punggung
janin
c. Letakkan stetoskop pada daerah sekitar punggung janin
d. Hitung total detak jantung janin
e. Catat hasil dan beritahu hasil pada klien.
2. USG (Ultrasonografi)
3. NST
4. Doppler
Fetal Doppler adalah alat dalam biomedik yang sering digunakan
untuk mendeteksi detak jantung janin pada ibu hamil. Fetal Doppler
menggunakan sensor Ultrasound dengan frekuensi 2 MHz untuk
mendeteksi detak jantung janin berdasarkan prinsip doppler, yaitu
memanfaatkan prinsip pemantulan gelombang yang dipancarkan
oleh sensor ultrasound.
Pengkajian Doppler adalah suatu teknik tambhan yang bermanfaat
pada bentuk lain pengkajian janin. Misalnya, seorang bayi yang
ditemukan kecil yang tidak sesuai dengan usia kehamilan
memerlukan pengkajian Doppler yang mengukur kecepatan aliran
darah umbilikalis untuk mengkaji kesehatan plasenta. Suatu uji
abnormal menunjukkan bahwa bayi tersebut mengalami retardasi
pertumbuhan akibat insufisiensi uteroplasenta. Penapisan dengan
menggunakan pengkajian Doppler secara teratur tidak perlu
dilakukan pada wanita beresiko rendah, walaupun kelompok resiko
tinggi tertentu (wanita yang bayi sebelumnya mengalami retardasi
pertumbuhan, eritematosus lupus sistemik) dapat memperoleh
manfaat dari pengkajian yang teratur. 3
Dengan menggunakan stetoskop Pinard/Laenec

1. Tempat

mendengarkan

harus tenang, agar tidak


mendapat gangguan dari
suara lain.
2. Ibu
hamil
berbaring

diminta
terlentang,

kakinya

lurus,

yang

tidak

bagian
perlu

diperiksa ditutup, pintu


atau jendela ditutup untuk menjaga privacy ibu.
3. Persiapkan alat-alatnya. Pemeriksaan ini sebagai lanjutan dari
pemeriksaan palpasi.
4. Mencari daerah atau tempat dimana kita akan mendengarkan. Setelah
daerah ditemukan, stetoskop Pinard/Laenec dipakai pada bagian yang
berlubang luas, ditempatkan ke atas tempat atau daerah dimana kita
akan mendengarkan. Sedangkan bagian yang luasnya sempit
ditempatkan pada telinga kita, letakkan tegak lurus.
5. Kepala pemeriksa dimiringkan, perhatian dipusatkan pada denyut
jantung janin. Bila terdengar suatu detak, maka untuk memastikan
apakah yang terdengar itu denyut jantung janin, detak ini harus
disesuai dengan detak nadi ibu. Bila detakkan itu sama dengan nadi
ibu, yang terdengar bukan denyut jantung janin, tetapi detak aorta
abdominalis dari ibu.
6. Setelah yakin bahwa yang terdengar itu betul-betul denyut jantung
janin maka dihitung untuk mengetahui frekuensi dan keteraturan
denyut jantung janin tersebut.
Cara pemeriksaan menggunakan Doppler :
Alat dan bahan :
Doppler
Jelly
Langkah-langkah pemeriksaan :
a. Baringkan ibu hamil dengan posisi terlentang
b. Beri jelly pada doppler /lineac yang akan digunakan
c. Tempelkan doppler pada perut ibu hamil didaerah punggung
janin.

d. Hitung detak jantung janin


e. Dengar detak jantung janin selama 1 menit, normal detak
jantung janin 120-140/menit.
f. Beri penjelasan pada pasien hasil pemeriksaan detak jantung
janin
g. Jika pada pemeriksaan detak jantung janin, tidak terdengar
ataupun tidak ada pergerakan bayi, maka pasien diberi
penjelasan dan pasien dirujuk ke RS.
h. Pasien dipersilahkan bangun
i. Catat hasil pemeriksaan jantung janin pada buku Kartu Ibu dan
Buku KIA
d. Gambaran Klinis
a)
DJJ dapat terdengar pertama kali dengan Doptone pada usia 10-12
minggu kehamilan
1. Bila DJJ tidak dapat terdengar dengan Doptone pada usia
kehamilan 12 minggu sesuai ukuran dan tanggal, pasien
harus kembali saat 14 minggu kehamilan. Bila pada saat itu
DJJ tidak terdengar, pemindaian USG harus dilakukan
untuk mengonfirmasi viabilitas janin. Bila diperoleh hasil

b)

abnormal, konsultasikan dengan dokter.


2. DJJ harus dipantau dan dicatat setiap kunjungan prenatal.
DJJ dapat pertama kali terdengar melalui fetoskop saat sekitar 1820 minggu kehamilan, memastikan TP.6

e. Penatalaksanaan : Pemantauan DJJ Pada Persalinan


a) Semua pasien harus diperiksa dengan alat pemantauan janin selama
10 15 menit saat masuk ke ruang persalinan.
b) Pemantauan janin harus digunakan pada situasi berikut :
1.
Permintaan pasien.
2.
Lewat waktu.
3.
Polihidramnion.
4.
Retardasi pertumbuhan janin intrauterus.
5.
Hipertensi.
6.
Anemia yang signifikan (Ht <27%, Hb <9 g/dl).
7.
Perdarahan vagina yang tidak biasa.
8.
Uji plasenta-janin yang abnormal (mis. Kadar estriol
9.

rendah, OCT positif, dll).


Persalinan premature.

10.
11.
12.

Kehamilan kembar.
DJJ abnormal per auskultasi atau Doptone.
Penggunaan prostaglandin, misoprostol atau prepidil untuk
pematangan serviks.6

f. Pemantauan Elektronik Denyut Jantung Janin


Metode yang paling sering digunakan untuk memantau denyut
jantung janin intrapartum adalah auskultasi dengan stetoskop janin atau
alat ultrasound Doppler atau pemantauan kontinu denyut jantung dan
kontraksi uterus secara elektronik. Belum ada bukti ilmiah yang
mengidentifikasi metode paling efektif, termasuk frekuensi dan durasi
surveilans janin yang menjamin hasil optimal. Rekomendasi terakhir yang
diajukan oleh American College of Obstetricians and Gynecologist (1995)
Pada pemantauan internal, denyut jantung janin dapat di ukur
dengan menghubungkan sebuah elektroda spiral bipolar secara langsung
ke janin. Sinyal listrik jantung janin diperkuat dan dimasukan ke dalam
suatu kardiotakometer. Interval waktu antara gelombang R janin yang
berurutan digunakan oleh kardiotokometer untuk menghitung denyut
jantung janin yang dihasilkan pada saat itu. Pemecahan ketuban dan invasi
uterus tidak perlu dilakukan jia digunakan monitor elektronik eksternal
(indirek) untuk mengukur kerja jantung janin dan aktivitas uterus. Akan
tetapi, pemantauan eksternal tidak dapat menghasilkan pengukuran
jantung janin yang tepat atau pengukuran tekanan uterus seperti yang
dihasilkan oleh pemantauan internal. Denyut jantung janin dideteksi
melalui dinding abdomen ibu dengan menggunakan prinsip ultrasound
Doppler. Gelombang ultrasonic mengalami pergeseran frekuensi sewaktu
dipantulkan oleh katup jntung janin yang bergerak dan oleh denyut darah
yang disemprotkan sewaktu sistol. Perlu diperhatikan bahwa denyut aorta
ibu jangan dikacaukan dengan gerakan jantung janin.6

Surveilans

Kehamilan risiko

Kehamilan risiko

rendah

tinggi

Ya

Ya

Ya

Ya

30 menit

15 menit

15 menit

5 menit

Metode yang dapat diterima


Auskultasi intermiten
Pemantauan elektronik
kontinu (internal atau
eksternal)
Interval evaluasi
Persalinan kala satu
(aktif)
Persalinan kala dua

g. Pola Denyut Jantung Janin


Saat ini secara umum diterima bahwa interpretasi pola denyut
jantung janin dapat menimbulkan masalah karena belum adanya
kesepakatan tentang definisi dan tata nama. Pada tahun 1997, National
Institute of Child Health and Human Development Fetal Monitoring
Workshop mengumpulkan para peneliti dengan keahlian dalam bidang ini
untuk membuat definisi baku yang jelas untuk menginterpretasikan pola
denyut jantung janin selama persalinan. Perlu diketahui bahwa intrepretasi
terhadap data elektronik denyut jantung janin didasarkan pada pola visual
denyut jantung janin seperti tergambar dalam kertas grafik rekaman. Oleh
karena itu, pemilihan skala vertical dan horizontal sangat memengaruhi
tampilan grafik denyut jantung janin. Factor skala yang dianjurkan adalah
30 denyut per menit (dpm) per sentimeter vertical (rentang, 30 hingga 240
denyut per menit) dan kecepatan kertas perekam grafik 3 cm/mnt.6

Aktivitas Jantung Janin Basal


Aktivitas jantung janin basal adalah karakteristik dasar yang
menetap meskipun terjadi akselerasi atau deselerasi periodic yang
berkaitan dengan kontraksi uterus. Karakteristik deskriptif aktivitas

jantung janin basal adalah kecepatan, variabilitas denyut-ke-denyut,


aritmia janin, dan pola khusus seperti denyut jantung janin sinusoid.6
Kecepatan
Seiring dengan semakin maturnya janin kecepatan jantung
berkurang. Denyut jantung janin basal rata-rata berkurang 24
denyut per menit antara 16 minggu dan aterm, atau sekitasr 1
denyut per menit/minggu. Pada 16 minggu, denyut jantung janin
basal rata-rata sekitar 160 denyut per menit yang berkurang
menjadi 150 denyut per menit pada 40 minggu. Berdasarkan
penelitian, perlambatan bertahap denyut jantung janin yang normal
ini sesuai dengan maturasi pengendalian jantung oleh saraf
parasimpatis (vagus).
Denyut jantung janin basal adalah perkiraan kecepatan rerata
yang dibulatkan menjadi kelipatan 5 denyut per menit selama 10
menit perekaman. Di setiap jendela 10 menit, durasi basal minimal
yang dapat diinterpetasikan harus berdurasi 10 menit, durasi basal
minimal yang dapat diintrpretasikan harus berdurasi paling sedikit
2 menit. Jika kecepatan basal jantung janin kurang dari 110 denyut
per menit disebut bradikardia, jika kecepatan basal lebih dari 160
denyut per menit maka terjadi takikardia. Denyut rata-rata jantung
janin dianggap sebagai hasil dari keseimbangan tonik antara
pengaruh akselerator dan decelerator. Sel pacu jantung (pacemaker
cells). Denyut jantung juga dibawah pengendalian kemoreseptor
dengan arteri sedemikian rupa sehingga hipoksia dan hiperkapnia
dapat memengaruhi kecepatan.
Variabilitas Denyut-ke-Denyut
Variabilitas basal merupakan suatu indeks penting fungsi
kardiovaskular dan tampaknya terutama diatur oleh kendali
simpatis dan parasimpatis atas nodus sinoatrium. Variabilitas
jangka pendek mencerminkan perubahan instan dalam denyut
jantung janin dari satu denyut (gelombang R) ke denyut

berikutnya. Hal ini dapat ditentukan paling tepat ada secara normal
hanya jika siklus elektrokardiak diukur secara langsung dengan
elektroda kulit kepala.
Variabilitas jangka panjang digunakan untuk menjelaskan
perubahan osilatorik yang terjadi selama 1 menit dan menyebabkan
garis basal bergelombang. Frekuensi normal dari gelombang
semacam ini adalah tiga hingga lima siklus per menit. Perlu diingat
bahwa penurunan variabilitas denyut-ke-denyut (5 denyut per
menit atau kurang) dapat merupakan suatu pertanda buruk yang
menunjukan gangguan serius pada janin. Pada kenyataannya,
secara umum dipercayai bahwa penurunan variabilitas denyut
jantung basala merupakan satu-satunya tanda paling andal adanya
gangguan janin.
Kecepatan Jantung Sinusoid
Pola sinusoid sejati dapat dijumpai pada anemia janin yang
serius, baik akibat isoimunisasi D, rupture vasa previa, perdarahan
fetomaternal, atau transfuse kembar-ke-kembar. Pola sinusoid yang
tidk bermakna pernah dilaporkan terjadi setelah pemberian
meperidin, morfin, alfafrodin, dan butorfanol.
Denyut Jantung Janin Periodic
Denyut jantung janin periodic merupakan penyimpangan dari agris
basal yang berkaitan dengan kontraksi uterus. Penyimpangan ini disebut
akselerasi atau diselerasi.
Akselerasi
Akselerasi adalah peningkatan mendadak yang terlihat jelas
pada garis basal denyut jantung janin. Mekanisme yang
diperkirakan berperan dalam akselerasi intrapartum adalah gerakan
janin, stimulasi oleh kontraksi uterus, oklusi tali pusat, dan
stimulasi janin sewaktu pemeriksaan panggul. Pengambilan sampel
darah kulit epala janin dan stimulasi akustik juga mengubah denyut
jantung janin. Akhirnya, akselerasi dapat terjadi selama persalinan
tanpa stimulus yang jelas.

Memang, akselerasi sering terjadi pada persalinan dan hampir


selalu berkaitan dengan gerakan janin. Akselerasi ini hampir selalu
meyakinkan dan hampir selalu memastikan bahwa janin tidak
asidemik pada saat itu. Akan tetapi, tidak adanya akselerasi selama
persalinan tidak selalu merupakan tanda buruk, kecuali juga
disertai oleh tanda-tanda mencemaskan lainnya.
Deselerasi Dini
Deselerasi dini denyut jantung janin merupakan penurunan
bertahap dan pemulihan ke garis basal yang berkaitan dengan
kotraksi. Kemiringan perubahan denyut jantung janin bersifat
bertahap (didefinisikan sebagai awitan deselerasi ke titik terendah
yang berlangsung minimal 30 detik), yang menghasilkan bentuk
gelombang kurvilinear dan simetris. Biasanya, deselerasi dini
terjadi akibat penekanan kepala janin yang mungkin menyebabkan
pengaktivan araf vagus akibat stimulasi dura. Deselerasi dini tidak
berkaitan dengan hipoksia janin, sidemia, atau skor Apgar yang
rendah.
Deselersi Lambat
Respons denyut jantung janin terhadap kontraksi uterus dapat
dijadikan indeks perfusi uterus atau fungsi plasenta. Deselerasi
lambat adalah penurunan simetris, mulus dan bertahap dari denyut
jantung janin yang dimulai pada atau setelah puncak kontraksi dan
kembali ke garis basal hanya setelah kontraksi selesai. Pada
sebagian besar kasus, awitan, titik terendah, dan pemulihan
deselerasi masing-masing terjadi setelah awitan, puncak, dan akhir
kontraksi. Besarnya deselerasi lambat jarang melebihi 30 sampai
40 denyut per menit di bawah garis basal dan umumnya
intensitsnya tidak melebihi 10 hingga 20 denyut per menit.
Sebagian besar situasi klinis dapat menyebabkan deselerasi
lambat. Secara umum, semua proses yang menyebabkan hipotensi,
aktivitas uterus berlebihan, atau disfungsi plasenta plasenta pada
ibu dapat memicu deselerasi lambat. Dua kausa tersering adalah

hipotensi akibat analgesia epidural dan hiperaktivitas uterus akibat


rangsangan oksitosin. Penyakit ibu, seperti hipertensi, diabetes, dan
penyakit kolagen-vaskular dapat menyebabkan disfungsi kronik
plasenta. Solusio plasenta dapat menyebabkan deselerasi lambat
yang akut dan berat.
Deselerasi Variable
Pola deselerasi variable yang tersering dijumpi selama
persalinan adalah deselerasi variable akibat oklusi tali pusat.
Deselerasi variable denyut jantung ajnin didefinisikan sebagai
penurunan kecepatan yang jelas dan mendadak (awitan deselerasi
hingga titik terendah berlangsung kurang dari 30 detik). Awitan
deselerasi sering bervariasi (karena itu disebut variable) pada
kontraksi berikutnya. Lama deselerasi kurang dari 2 menit.
Deselerasi variable yang signifikan adalah deselerasi yang
menurun hingga kurang dari 70 denyut per menit dan berlangsung
lebih dari 60 detik.
Deselerasi Memanjang
Deselerasi memanjang adalah deselerasi terisolasi yang
berlangsung 2 menit atau lebih, tetapi kurang dari 10 menit dari
awitan hingga pemulihan ke garis basal. Sebagian dari penyebab
yang umum adalah pemeriksaan serviks, hiperaktivitas uterus,
belitan tali pusat, dan hipotensi ibu dalam keadaan terlentang.
Analgesia epidural, spinal, atau paraserviks sering menjadi
penyebab deselerasi memanjang denyut jantung janin dan dapat
terjadi pada hingga 4 persen kelahiran normal yang mendapat
analgesia epidural atau intratekal pada persalinannya. Kausa lain
deselersi memanjang adalah hipoperfusi atau hipoksia ibu, apa pun
sebabnya; solusio plasenta; simpul atau prolaps tali pusat; kejang
ibu, termasuk eklampsia dan epilepsi; pemasangan elektroda di
kulit kepala janin; janin akan lahir; atau bahkan perasat Valsalva.
Hal yang dapat diketahui dalam pemeriksaan DJJ
1. Dari adanya denyut jantung janin:
- Tanda pasti kehamilan

- Anak hidup
2. Dari tempat denyut jantung janin terdengar
- Presentasi janin
- Posisi janin (kedudukan punggung)
- Sikap janin
- Adanya janin kembar
3. Dari sifat denyut jantung janin
- Keadaan janin

Peran Bidan
Sebelum melakukan pemantauan janin, bidan harus menjelaskan seluruh
prosedur pelaksanaan kepada klien serta menjelaskan manfaat atau
tujuannya. Penjelasan

bidan yang melakukan pemantauan janin dapat

sangat mempengaruhi perasaan klien. Klien yang memperoleh penjelasan


dari bidan akan bersikap positif tentang pengalamannya dalam
pemantauan janin ini dibandingkan dengan klien yang merasa tidak
mendapatkan penjelasan yang cukup. Klien biasanya khawatir bila bidan
tidak dapat menemukan denyut jantung janin. Pendengar yang tidak
berpengalaman seringkali membutuhkan waktu yang lama untuk
menemukan denyut jantung dan menemukan titik di mana intesitas denyut
jantung janin maksimum.
Bidan harus dapat mengenali tanda-tanda ketidaknormalan denyut jantung
janin. Jika bidan menemukan ketidaknormalan denyut jantung janin, bidan
harus segera melakukan rujukan ke pemeriksaan lebih lanjut agar
kesejahteraan janin tetap terpantau.

USG (ULTRASONOGRAFI)
a. Definisi
USG adalah suatu alat dalam dunia kedokteran yang memanfaatkan
gelombang ultrasonik, yaitu gelombang suara yang memiliki frekuensi
yang tinggi (250 kHz-2000 kHz) yang kemudian hasilnya ditampilkan
dalam layar monitor.
Pemeriksaan USG menggunakan gelombang bunyi berfrekuensi tinggi
yang tidak dapat didengar oleh manusia. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk melihat keadaan janin, cairan ketuban, letak plasenta, dan
mengukur besarnya rahim untuk memperkirakan berat badan janin, usia
kehamilan, jenis kelamin janin, dan sebagainya. Cara yang dilakukan,
dokter akan meminta ibu hamil untuk berbaring terlentang, relaks, dan
menikmati gambaran dalam rahim melalui monitor. Selain menggunakan
USG, keadaan rahim dapat dilihat melalui vagina dengan teknik scan
vaginal, misalnya pada kehamilan ektopik (kehamilan diluar rahim).4
b. Tujuan Penggunaan USG

Embrio dalam kantung kehamilan dapat dilihat pada awal kehamilan 5


minggu dan detak jantung janin biasanya terobsevasi jelas dalam usia 7
minggu.
Secara umum USG digunakan untuk menilai :
1. Taksiran usia kehamilan.
Untuk mengetahui usia kehamilan dapat dengan mengunakan ukuran
tubuh fetus sehingga dapat memperkirakan kapan tanggal persalinan
2. Lokasi plasenta
USG dapat menilai kondisi plaasenta dan menilai adanya masalahmasalah seperti plasenta previa.
3. Pengawasan pertumbuhan dan pergerakan janin
Menilai pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam kandungan.
4. Deteksi kehamilan ganda
Kehamilan ganda/kembar, USG dapat memastikan apakah ada
1/lebih fetus di rahim.
5. Identifikasi kelainan bawaan
Bukan saja kelainan letak janin dalam rahim tapi juga banyak
kelainan janin yang dapat di ketahui dengan USG, seperti:
hidrosefalus,

anesefali,

sumbing,

kelainan

jantung,

kelainan

kromoson (syndrome down), dll.


6. Menilai keadaan/ ukuran panggul dalam.
7. Ancaman keguguran
Jika terjadi pendarahan vagina awal, USG dapat menilai kesehatan
dari fetus. Jika detak jantung janin jelas maka prospek yang baik
untuk melanjutkan kehamilan.
8. Mengukur cairan ketuban
Masalah terjadi ketika kandungan berlebihana cairan ketuban atau
terlalu sedikit. Volume (jumlah cairan) dapat dinilai/cek dengan
USG.
9. Dapat juga untuk menilai jenis kelamin bayi jika anda ingin
mengetahuinya.
Tujuan Pertrimester
a) Trimester I
Memastikan adanya kehamilan,
Mengetahui lokasi kehamilan
Mengetahui jumlah janin
Mengetahui kemungkinan adanya kelainan bawaan
Memastikan adanya detak jantung janin

Mengukur usia perkembangan atau panjang crown-rump


Meyakinkan adanya hamil ektopik (hamil di luar rahim) atau

hamil anggur
Menguji perkembangan yang tidak normal

b) Trimester 2
Mengetahui kondisi dan lokasi plasenta
Mengetahui jumlah air ketuban
Memantau tumbuh kembang janin serta kelainan bawaan tertentu
Memprediksi jenis kelamin (apabila dikehendaki dan bukan

merupakan tujuan utama)


Diagnose cacat pada janin
Minggu ke-13 ke14 untuk karakteristik kemungkinan sindrom

Down
Minggu ke-18 ke-20 untuk cacat congenital
Mengetahui kemungkinan kehamilan kembar
Meyakinkan kematian dalan rahim
Mengidentifikasi hydramnion atau oligohydramnion

USG tidak harus dilakukan pada setiap kali pemeriksaan kehamilan,


namun sesuai indikasi.
c) Trimester 3
Memantau tumbuh kembang dan posisi janin
Memantau jumlah air ketuban
Memantau kondisi dan lokasi plasenta
Mengevaluasi kelainan bawaan.
c. Cara kerja USG
1. Transduser
Transduser adalah komponen USG yang ditempelkan pada bagian
tubuh yang akan diperiksa, seperti dinding perut atau dinding poros
usus besar pada pemeriksaan prostat. Di dalam transduser terdapat
kristal yang digunakan untuk menangkap pantulan gelombang yang
disalurkan oleh transduser. Gelombang yang diterima masih dalam
bentuk gelombang akusitik (gelombang pantulan) sehingga fungsi
kristal disini adalah untuk mengubah gelombang tersebut menjadi

gelombang elektronik yang dapat dibaca oleh komputer sehingga


dapat diterjemahkan dalam bentuk gambar.
Kandung kemih yang penuh akan meningkatkan kepekaan
ultrasonik, terutama pada usia kehamilan 20 minggu atau kurang.
Kandung kemih yang penuh akan dapat mengangkat uterus keluar
dari rongga panggul, sehingga didapatkan gambar yang baik. Selama
pemeriksaan pasien telentang kurang lebih 30 menit. Jeli akan
dioleskan disekeliling permukaan kulit perut sebagai media
konduktif bagi ultrasound, disamping untuk mengurangi gesekan
dari transduser selama digerak-gerakan dipermukaan kulit. 7
2. Monitor

Tampak dalam sonogram seorang bayi dalam kandungan ibunya.

Sonograf ini menunjukkan citra kepala sebuah janin dalam


kandungan.

3. Mesin USG
Mesin USG merupakan bagian dari USG dimana fungsinya untuk
mengolah data yang diterima dalam bentuk gelombang. Mesin USG
adalah CPUnya USG sehingga di dalamnya terdapat komponenkomponen yang sama seperti pada CPU pada PC, USG merubah
gelombang menjadi gambar.
d. Cara pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a) Pervaginam
Memasukkan probe USG transvaginal/seperti

melakukan

pemeriksaan dalam.
1. Dilakukan pada kehamilan di bawah 8 minggu.
2. Lebih mudah dan ibu tidak perlu menahan kencing.
3. Lebih jelas karena bisa lebih dekat pada rahim.
4. Daya tembusnya 8-10 cm dengan resolusi tinggi.
5. Tidak menyebabkan keguguran.
b) Perabdominan
1. Probe USG di atas perut.
2. Biasa dilakukan pada kehamilan lebih dari 12 minggu.
3. Karena dari atas perut maka daya tembusnya akan melewati otot
perut, lemak baru menembus rahim.

e. Jenis USG
1. USG 2 Dimensi
Menampilkan gambar dua bidang (memanjang dan melintang).
Kualitas gambar yang baik sebagian besar keadaan janin dapat
ditampilkan.
2. USG 3 Dimensi
Dengan alat USG ini maka ada tambahan 1 bidang gambar lagi yang
disebut koronal. Gambar yang tampil mirip seperti aslinya.
Permukaan suatu benda (dalam hal ini tubuh janin) dapat dilihat
dengan jelas. Begitupun keadaan janin dari posisi yang berbeda. Ini
dimungkinkan karena gambarnya dapat diputar (bukan janinnya yang
diputar).
3. USG 4 Dimensi

Sebetulnya USG 4 Dimensi ini hanya istilah untuk USG 3 dimensi


yang dapat bergerak (live 3D). Kalau gambar yang diambil dari USG
3 Dimensi statis, sementara pada USG 4 Dimensi, gambar janinnya
dapat bergerak. Jadi pasien dapat melihat lebih jelas dan
membayangkan keadaan janin di dalam rahim.
4. USG Doppler
Pemeriksaan USG yang mengutamakan pengukuran aliran darah
terutama aliran tali pusat. Alat ini digunakan untuk menilai
keadaan/kesejahteraan janin. Penilaian kesejahteraan janin ini
meliputi :
a. Gerak napas janin (minimal 2x/10 menit).
b. Tonus (gerak janin).
c. Indeks cairan ketuban (normalnya 10-20 cm).
d. Doppler arteri umbilikalis.
e. Reaktivitas denyut jantung janin.

f. Waktu yang biasa dilakukan untuk pemeriksaan USG


Umumnya USG pertama dilakukan pada kehamilan minggu ke 7
untuk memastikan kehamilan, menilai detak jantung janin, mengukur
panjang janin untuk menilai usia kehamilan.
USG ke dua biasanya dilakukan pada kehamilan 18-22 minggu
untuk menilai kelainan congenital, kelainan bentuk, posisi plasenta, detak
jantung janin, juga untuk menilai perkembangan janin. Pada pemeriksaan
di minggu ini anda mungkin dapat juga mengetahui jenis kelamin bayi
anda.
USG yang ketiga biasanya dilakukan pada kehamilan minggu ke
34 unutk mengevaluasi ukuran fetus dan menilai pertumbuhan fetus,
pergerakan dan pernafasaan, detak jantung bayi juga jumlah air ketuban
di sekeliling bayi serta posisi bayi dan plasenta.
Pada dasarnya USG dapat dilakukan kapan saja selama masa
kehamilan karena USG tidak berbahaya untuk bayi dan ibu. USG
terutama dilakukan bila terjadi masalah kehamilan misalnya adanya
detak jantung janin yang tidak teratur.

Peran Dan Tanggung Jawab Bidan


Secara ringkas peran dan tanggung jawab bidan adalah :
-

Mengetahui tentang praktik berdasar bukti yang terbaru.


Menggunakan dan mensupervisi alat dengan benar.
Menginterpretasikan hasil dengan tepat dan meningkatkan keterampilan
secara teratur.

CTG (CARDIOTOCOGRAPHY)

a. Definisi
Alat

Kardiotokografi

(CTG) atau

juga

disebut Fet

al Monitor adalah

alat yang digunakan untuk memeriksa kondisi kesehatan janin.


Pemeriksaan umumnya dapat dilakukan pada usia kehamilan 7-9 bulan
dan pada saat persalinan. Pemeriksaan CTG diperoleh informasi berupa
signal irama denyut jantung janin (DJJ), gerakan janin dan kontraksi
rahim. Pada saat bersalin kondisi janin dikatakan normal apabila denyut
jantung janin dalam keadaan reaktif, gerakan janin aktif dan dibarengi
dengan kontraksi rahim yang adekuat.
Apabila kemungkinan terdapat masalah pada janin maka dokter
akan melakukan pemeriksaan NST (non stress test) dengan memberikan
infus oksitosin untuk menimbulkan kontraksi rahim (his) dan denyut
jantung janin diperiksa dengan CTG. Apabila tampak kelainan pada hasil
pemeriksaan CTG maka dokter kandungan akan melakukan tindakan
persalinan dengan segera.

Pemeriksaan dengan CTG sangat diperlukan pada fasilitas


pelayanan persalinan. Dengan adanya kemajuan teknologi dan produksi
harga peralatan CTG dapat menjadi lebih ekonomis. Dahulu hanya rumah
sakit yang menyediakannya. Sekarang tidak lagi! Agar pelayanan
pemantauan pada ibu hamil dan bersalin berjalan dengan baik rumah
bersalin, klinik dokter bahkan bidan praktek swasta sebaiknya memiliki
CTG agar tidak ada kasus keterlambatan dalam mendiagnosis adanya
masalah pada ibu hamil dan melahirkan.11
Pemeriksaan CTG biasanya dilakukan pada kehamilan resiko tinggi, dan
indikasinya terdiri dari :
1. IBU
- Pre-eklampsia-eklampsia
- Ketuban pecah
- Diabetes melitus
- Kehamilan 40 minggu
- Vitium cordis
- Asthma bronkhiale
- Inkompatibilitas Rhesus atau ABO
- Infeksi TORCH
- Bekas SC
- Induksi atau akselerasi persalinan
- Persalinan preterm
- Hipotensi
- Perdarahan antepartum
- Ibu perokok
- Ibu berusia lanjut
- Lain-lain : sickle cell, penyakit kolagen, anemia, penyakit ginjal,
penyakit paru, penyakit jantung, dan penyakit tiroid.
2. JANIN
- Pertumbuhan janin terhambat (PJT)
- Gerakan janin berkurang
- Suspek lilitan tali pusat
- Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin
- Hidrops fetalis
- Kelainan presentasi, termasuk pasca versi luar.
- Mekoneum dalam cairan ketuban
- Riwayat lahir mati
- Kehamilan ganda

Syarat pemeriksaan CTG


1. Usia kehamilan 28 minggu.
2. Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan).
3. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui.
4. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada
CTG terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik.
Kontraindikasi CTG
Kontraindikasi CTG, sampai saat ini belum ditemukan kontraindikasi
pemeriksaan CTG terhadap ibu maupun janin.
Tujuan
Tujuan perekaman ialah untuk mendapatkan beberapa tanda:
a. Frekuensi dasar DJJ (normal 120 160 x/menit).
Bila terdapat gejala terdapatnya hipoksia intra uterin. Bila terdapat
b.

DJJ yang lebih cepat hipoksia ringan, infeksi atau reakasi simpatis.
Variabilitas atau perubahan frekuensi DJJ (nilai normalnya ialah 5
15 x/menit). Bila terdapat perubahan yang jauh lebih rendah,

c.

merupakan sejala hipoksis.


Pola deselerasi

Pemeriksaan CTG biasanya dilakukan pada kehamilan resiko tinggi, dan


biasanya bertujuan untuk :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Pertumbuhan janin terhambat (PJT)


Gerakan janin berkurang
Suspek lilitan tali pusat
Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin
Hidrops fetalis
Kelainan presentasi, termasuk pasca versi luar.
Mekonium dalam cairan ketuban
Riwayat lahir mati
Kehamilan ganda

b. Penggunaan
Kardiotokografi

terkadang disebut electronic fetal monitoring

(EFM) telah banyak digunakan, tetapi merupakan praktik dengan hasil


evaluasi buruk (Walsh, 1998). Penggunaannya meningkatkan angka
resiko seksio sesaria, tetapi sedikit mengubah insidensi mortalitas

perinatal (Walsh, 1998). Penggunaan alat ini tidak dianjurkan pada wanita
dengan persalinan normal dan hanya boleh digunakan untuk persalinan
dengan penyulit, tetapi bukti-bukti yang mendukung hal ini masih sangat
sedikit (Walsh, 1998). MIDIRS (1996) menyatakan bahwa penggunaan
EFM yang kontinu dapat :
- Mengurangi morbilitas selama persalinan dan membatasi penggunaan
-

berbagai posisi alternatif.


Menambah beban persalinan sehingga lebih banyak analgesia yang

digunakan.
Meningkatkan jumlah intervensi, misalnya pemeriksaan vagina,

pengambilan sampel darah janin


Meningkatkan resiko persalinan dengan alat atau dengan operasi
Meskipun

demikian,

pengambilan

keputusan

tentang

jenis

pemantauan janin yang digunakan dibuat berdasarkan hasil klinis, dan


dapat dilihat dari kemajuan persalinan. Pada masa antenatal, pemantauan
dengan CTG dilakukan bila terdapat penyimpangan dari kondisi normal
ibu dan janin.
Jenis monitor dapat bervariasi, tetapi prinsipnya adalah bahwa
jantung janin dan tekanan uterus dapat dipantau secara abdominal atau
didalam uterus biasa dipantau secara abdominal. Dapat terjadi pengaruh
listrik, sumber utama terjadinya hal ini adalah penggunaan mesin TENS.
Frekuensi jantung janin dan aktivitas uterus dicetak pada kertas grafik,
mengindikasikan frekuensi, kekuatan dan lamanya kontraksi.
Perubahan tekanan uterus tidak persis sama dengan kekuatan
kontraksi yang tercetak di kertas, oleh karena itu pemantauan rutin
aktivitas uterus oleh bidan tidak dapat tidak dapat digantikan dengan
mesin ini. Pada saat janin bergerak, hubungan dapat terputus, dan disertai
peningkatan frekuensi jantung janin. Lama waktu terputusnya hubungan
bergantung pada kondisi ibu dan janin, terkadang terjadi minimal 20
menit.

c. Prosedur Penggunaan Monitor CTG


- Dapatkan persetujuan tindakan
- Lakukan pemeriksaan abdomen dan auskultasi jantung janin
-

menggunakan stetoskop Pinard


Posisikan ibu pada posisi semi telentang atau duduk; posisinya dapat

diubah setelah monitor dipasang


Oleskan jeli pada transducer ultrasonografi
Pasang transducer di daerah tempat bunyi jantung janin diperkirakan
dapat didengar, sinyal yang terjadi menunjukkan bahwa posisinya

sudah benar
Kencangkan transducer pada posisinya dengan menggunakan sabuk

abdomen
Pasang tokodinamometer pada fundus uterus dan kencangkan dengan

sabuk abdomen
Bila mesin tidak otomatis, atur tekanan mesin (dengan uterus rileks)

sekitar 12 mmHg
Mulai mencetak pada kertas, catat tanggal, nama ibu dan nomor
registrasi, waktu dan hal lainnya yang berkaitan, seperti tanda tangan

bidan
Periksa apakah pencetakan otomatis waktu sudah benar
Anjurkan ibu untuk mencatat gerakan janin
Lepas monitor bila sudah yakin bahwa hasil

menunjukkan kondisi normal


Bersihkan sisa jeli yang ada di perut ibu
Diskusikan hasilnya dengan ibu
Dokumentasikan hasil pemeriksaan dan lakukan tindakan yang sesuai
Bersihkan alat-alat

pemeriksaan

d. Interpretasi CTG
Interpretasi CTG diawali dengan pengetahuan tentang riwayat dan kondisi
klinis ibu saat itu dan keyakinan bahwa monitor tersebut sudah digunakan
dengan benar. Adanya kontraksi uterus harus dicatat frekuensi, kekuatan,
dan lamanya.
Gambaran jantung janin dikaji melalui :
- Nilai dasar : harus berada diantara 110 dan 150 dpm dan merupakan
frekuensi ketika jantung janin kembali normal setelah deselerasi atau
akselerasi

Variabilitas niali dasar : variasi frekuensi jantung berkisar antara 5 dan


15 dpm selama 10 sampai 20 detik, dikaji dengan mengrangi jumlah

denyut tertinggi dengan jumlah terendah.


Akselerasi : peningkatan frekuensi jantung sebesar 15 dpm dari nilai
dasar selama sedikitnya 15 detik; jalur reaktif mencakup dua

akselerasi atau lebih dalam 20 menit


Deselerasi : frekuensi jantung berdeselerasi dari nilai dasar;
kedalaman dan waktu pemulihan diobservasi dalam kaitannya dengan
waktu kontraksi.

Dalam proses persalinan, deselerasi didefinisikan sebagai :


-

Awal : deselerasi terjadi pada kontraksi, sering disertai dengan

kompresi kepala selama kala II persalinan


Variasi : waktu dan bentuknya bervariasi, jantung janin mengalami
akselerasi sebelum dan sesudah deselerasi sebelum kembali ke niali
dasar, sering disebut shouldering dan dibedakan oleh cepatnya

kembali nilai dasar, sering terjadi akibat tekanan tali pusat.


Lambat : deselerasi terjadi setelah awitan kontraksi, dan pemulihan
terjadi setelah kontraksi berakhir; sering terjadi akibat penurunan

aliran darah uteroplasenta


Berkepanjangan : dapat terjadi setiap saat, terdapat penurunan yang
signifikan pada frekuensi jantung selama lebih dari 2 menit; janin
dapat mengalami perburukan dan biasanya diindikasikan persalinan.

Interprestasi CTG merupakan suatu keterampilan yang praktisi ahli


sekalipun dapat berbeda opini. Berbagai prinsip memastikan kenormalan
dan

mengidentifikasikan

penyimpangan,

mendorong

dilakukannya

rujukan bila perlu. Ibu harus selalu memperoleh penjelasan yang lengkap
agar dapat membuat pilihan yang tepat.2

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.

Wheeler, Linda. 2004. Perawatan Pranatal dan Pascapartum. Jakarta: EGC.


Johnson, Ruth. 2004. Skills for midwifery practice. Jakarta : EGC.
Henderson, Christine. 2005. Essential midwifery. Jakarta : EGC.
Huliana, Mellyna. 2007. Panduan Menjalani Kehamilan Sehat. Jakarta :

Puspa Swara, anggota IKAPI.


5. Geri, Morgan. 2009. Obstetri & Ginekologi : Panduan Praktik. Jakarta : EGC
6. Leveno, Kenneth J. 2009. Obstetri Williams : Panduan Ringkas. Jakarta :
EGC
7. Asrinah. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan. Yogyakarta : Graha
Ilmu
8. Kusmarjadi,

Didi.

2008.

Fetal

Movement.

From:http://www.drdidispog.com/2008/07/fetal-movement-count.html.
Diakses: 24 September 2011
9. http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/Kehamilan/Tips/mengenal.gerakan.janin/
001/005/181/2
10. http://books.google.co.id.Obstetri dan ginekologi Oleh Geri Morgan & Carole
Hamilton.
11. http://dikamed.com/kardiotokografi-ctg-alat-memantau-kesejahteraan-janinyang-wajib-dimiliki-fasilitas-pelayanan-persalinan.html

Continuous cardiotocography (CTG) as a form of


electronic monitoring (EFM) for fetal assessment during
labour
With the exception of reduction in the incidence of neonatal
seizures, there were no short- or long-term benefits of routine
continuous electronic fetal monitoring. The use of electronic fetal
monitoring was associated with significant increases in the rates
of caesarean section and assisted vaginal delivery.
RHL Commentary by Nardin JM
1. EVIDENCE SUMMARY
This Cochrane systematic review (1) evaluated the effectiveness
and safety of continuous cardiotocography (CTG) (defined as an
attempt to produce a continuous and simultaneous hard-copy
recording of the fetal heart rate and uterine contractions in realtime throughout the womans labour for monitoring fetal well
being) by comparing continuous CTG with: (i) no fetal monitoring;
(ii) intermittent auscultation (IA) of the fetal heart rate with
Pinard stethoscope or hand-held Doppler ultrasound device; and
(iii) intermittent CTG.
An extensive and appropriate literature search, based on the
strategy used by the Pregnancy and Childbirth Group of the
Cochrane Collaboration was performed. The outcome measures
proposed by the authors are those considered to be of major
importance

in

evaluating

electronic

monitoring

for

fetal

assessment. The methodology used for data extraction, analysis


and presentation is sound.

A total of 12 studies involving 37 615 women were included in


the review. Eleven of these studies compared continuous CTG
with intermittent auscultation; six used complementary fetal
blood sampling. One trial compared continuous CTG with
intermittent CTG, in which fetal blood sampling was made
available for both groups.
The authors included both randomized and quasi-randomized
trials in the review, which caused methodological diversity or
heterogeneity in the data available for the review. Three of the
trials included only low-risk women, five recruited only high-risk
women, while the other four evaluated women with mixed risk.
Four

of

the

included

trials

had

inadequate

allocation

concealment, accounting for a total of 17 235 women, equivalent


to half of the total sample size, which may have influenced the
overall results. However, to deal with this problem, the authors
performed a subgroup analysis based on methodological quality.
Two methodological issues regarding the current update of the
review need to be mentioned. First, the main difference to the
previous version(2) is the inclusion of an alternate allocation trial
that contributes 14 618 low-risk women to the continuous CTG
versus IA comparison (3); and second, the data from the 3-arm
trial comparing continuous CTG with or without fetal scalp
sample (4) were handled using an arbitrary division of the
number of controls to avoid double-counting when comparing
women in this group with both experimental groups. These data
should also be interpreted cautiously since controls were divided
into two non-randomized groups, which could weaken the
statistical power and quality of the original trial.
1.1 Continuous versus intermittent CTG

Based on one trial which included 4044 women at low to


moderate risk for complications, no significant differences were
found between continuous CTG and intermittent CTG (5)..
However, a trend favourable to intermittent CTG could be
observed for most of the outcomes evaluated in the review
(comparison 05), including caesarean section [relative risk (RR)
1.29, 95% confidence interval (CI) 0.84-1.97], instrumental
vaginal birth (RR 1.16, 95% CI 0.92-1.46), Apgar score less than
seven at five minutes (RR 2.65, 95% CI 0.70-9.97) and admission
to Neonatal Intensive Care Unit (NICU) (RR 1.34, 95% CI 0.911.98).
1.2 Continuous CTG versus intermittent auscultation
Of the eleven trials in this comparison only two had adequate
allocation concealment (13 314 women), five were unclear (3032
women), and four had inadequate allocation concealment (17
235 women).
There

were

no

differences

in

perinatal

death,

hypoxic

encephalopathy and neurodevelopmental disability at 12 months


of age. The meta-analysis of nine trials showed a decrease of
50% in neonatal seizures (RR 0.50, 95% CI 0.31-0.80). There was
a trend towards increased cerebral palsy with continuous CTG
(RR 1.74, 95% CI 0.97-3.11). This result is, however, strongly
influenced by one small trial, with 35% of the cases excluded
after randomization (birth weight >1750 g), analysing data from
the remaining cohort of neonates with birth weight between 7001750 g (6 7). An overall statistically significant increase in
caesarean sections (RR 1.66, 95% CI 1.30-2.13) and instrumental
vaginal deliveries (RR 1.16, 95% CI 1.01-1.32) in the continuous
CTG group, are also presented by the authors of the review.
2. RELEVANCE TO UNDER-RESOURCED SETTINGS

2.1. Magnitude of the problem


Oxygenation of the fetus requires an adequate supply of
maternal blood to the placenta, a properly functioning placenta,
and a patent umbilical vein in the umbilical cord. Uterine
contractions during labour may decrease or stop altogether
maternal blood flow to the fetus, compromising fetal well being.
Most fetuses have sufficient oxygen reserve to deal with the
reduced oxygen supply, but in a limited number of cases fetuses
suffer distress from lack of oxygen. Compression of the umbilical
cord during labour may also be a cause of fetal distress (8).
Several antenatal and intrapartum risk factors have been
associated with the development of neonatal encephalopathy,
cerebral palsy or even perinatal death (9). However, monitoring
of fetal well being has not improved much over the last decades
and interventions currently in use in developing countries do not
differ significantly from those used many years ago. Moreover,
while continuous CTG is widely used in developed countries, its
use in many under-resourced settings is infrequent.
2.2. Applicability of the results
Only one of the included trials was conducted in a developing
country. This trial included 200 high-risk women (all of whom had
meconium stained liquor). Only unpublished data from this trial
were available for the authors of the review and the authors
considered the trial to have an inadequate concealment of
allocation (10).
The other eleven trials were conducted in developed countries,
and most of them under strictly controlled research protocols.
Thus, the results of this review would not be easily applicable to
under-resourced

settings,

where

only

few

or

no

cardiotocographs are available, personnel is limited in number

and training, and resources for maintenance and consumables


are scarce, in which it would be difficult to replicate the ideal
conditions for continuous CTG.
2.3. Implementation of the intervention
The use of continuous CTG in under-resourced settings is not
recommended on the basis of the data reviewed here. Policymakers and health administrators who consider implementing
such a policy should take into account the fact that continuous
CTG has not been shown to have an overall advantage over the
other methods assessed and its introduction would considerably
increase the costs of maternal health care. If introduced, a
careful evaluation or audit after its implementation should be
performed.
3. RESEARCH
Although neonatal seizures were significantly decreased by the
use of continuous CTG compared with intermittent auscultation,
the factors behind this reduction are not known. To investigate
such factors and their potencial long-term consequences, trials
with long-term infant follow up are needed.
Moreover, the use of continuous CTG in many hospitals in
developing countries, is not a standard procedure and sometimes
is never performed. Instead, a combination of intermittent CTG,
with intermittent auscultation using handheld devices or Pinard
stethoscope between recording periods is in many cases seen
and accepted as standard practice. This combination allows to
maximise

the

use

of

the

often

scarce

number

of

cardiotocographs and consumables.


Comparisons of continuous versus intermittent CTG did not have
sufficient power to detect differences between groups. Future
adequately powered RCTs should explore the possibility of

comparing the two abovementioned variations of the method in


moderate to high risk patients. This comparison should include
total health costs evaluation taking into consideration machines,
consumables and maintenance of the equipment, as well as the
need of proper training on the interpretation of results.
RCTs evaluating the performance of continuous CTG compared to
IA in low to high-risk pregnancies with regard to long-term
outcomes, cerebral palsy and neurodevelopmental disability
should be encouraged. Maternal and health providers' views and
satisfaction should also be considered.
References
1.

Alfirevic

Z,

Devane

D,

Gyte

GML.

Continuous

cardiotocography (CTG) as a form of electronic fetal monitoring


(EFM) for fetal assessment during labour (Cochrane Review). The
Cochrane

Database

of

Systematic

Reviews Issue

3,

2006;Chichester, UK: John Wiley & Sons.


2.

Thacker SB, Stroup D, Chang M. Continuous electronic


heart rate monitoring for fetal assessment during labor. The
Cochrane

Database

of

Systematic

Reviews Issue

2,

2001;Chichester, UK: John Wiley & Sons.


3.

Leveno KJ, Cunningham FG, Nelson S, Roark ML, Williams


ML, Guzick DS, et al. A prospective comparison of selective and
universal electronic fetal monitoring in 34,995 pregnancies. New
England Journal of Medicine1986;315:615-619.

4.

Haverkamp AD, Orleans M, Langendoerfer S, McFee J,


Murphy J, Thompson HE. A controlled trial of the differential
effects of intrapartum fetal monitoring.American Journal of
Obstetrics and Gynecology 1979;134:399-412.

5.

Herbst A, Ingemarsson I. Intermittent versus continuous


electronic fetal monitoring in labour: a randomized study. British
Journal of Obstetrics and Gynaecology 1994;101:663-668.

6.

Luthy DA, Shy KK, van Belle G, Larson EB, Hughes JP,
Benedetti TJ, et al. A randomized trial of electronic fetal
monitoring

in

preterm

labor. Obstetrics

and

Gynecology 1987;69:687-695.
7.

Shy KK, Luthy DA, Bennett FC, Whitfield M, Larson EB, van
Belle G, et aI. Effects of electronic fetal heart rate monitoring, as
compared

with

periodic

auscultation,

on

the

neurologic

development of premature infants. New England Journal of


Medicine 1990;322:588-593.
8.

Neilson

JP.

Fetal

electrocardiogram

(ECG)

for

fetal

monitoring during labour.The Cochrane Database of Systematic


Reviews Issue 2, 2003;Chichester, UK: John Wiley & Sons.
9.

Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG).


Use Of Electronic Fetal Monitoring: The use and interpretation of
cardiotocography in intrapartum fetal surveillance. Evidencebased Clinical Guideline Number 8. London: Royal College of
Obstetricians and Gynaecologists Press;UK, 2001.

10.

Azhar NA, Neilson JP. Randomised trial of electronic

intrapartum fetal heart rate monitoring with fetal blood sampling


versus intermittent auscultation in a developing country. British
Journal of Obstetrics and Gynaecology2001;(unpublished data
extracted from Cochrane systematic review):Chichester, UK: John
Wiley & Sons.

This document should be cited as: Nardin JM. Continuous


cardiotocography (CTG) as a form of electronic monitoring (EFM)
for fetal assessment during labour: RHL commentary (last

revised: 9 January 2007). The WHO Reproductive Health Library;


Geneva: World Health Organization.

Anda mungkin juga menyukai