Anda di halaman 1dari 4

Standar Berpikir Kritis

Materinya Serius semua, ndak apa-apa sambil latihan berpikir serius, karena porsi hidup kita
kelihatannya lebih 50% itu isinya nggak terlalu serius. Itu saya, nggak tahu kalau teman-teman,
makanya di momen-momen kita bisa Serius mari kita nikmati keseriusan ini.
Sekarang tentang unsur-unsur kritis dan standar-standar yang disebut kritis.
Standarnya berpikir kritis, unsurnya berpikir kritis. Standar itu berarti ukurannya. Kalau sudah
memenuhi standar, berarti kita sudah bisa berpikir dengan baik dengan kritis. kalau elemen, itu unsur-
unsurnya. Apa saja yang ada dalam berpikir kritis? standarnya ada 8
Standars :
1. Clarity, berpikir yang jelas
2. Accuracy
3. Precision
4. Relevance
5. Depth
6. Breadth
7. Logic
8. Fairnes
Yang benar berpikir yang baik yang kritis itu ukurannya 8. yang pertama clarity, yang kedua akurasi,
yang ketiga presiden, yang keempat relevan, yang ke-5, yang ke-12 yang yang ke-6 dan ke-7 dan yang
ke-8.
Jadi berpikir kritis itu,
Berpikir yang jelas. Jadi bukan berpikir yang ngejelimet, ruwet tapi jelas. Jadi orang yang mendengar
langsung paham. Orang yang mendengar langsung mengerti. Itu jelas. Bukan mikir yang berputar-
putar. Biasanya kadang-kadang ada orang itu pintarnya luar biasa, tapi kalau ngomong nggak jelas.
Atau sebaliknya dia bisa ngomong to the point maksudnya apa jelas, tapi dia ingin memamerkan
kepintarannya. Jadi hasilnya memang orang kagum dengan logika yang dia sampaikan, dengan
kecerdasan yang dia tunjukan, titik akhirnya hanya kagum saja, tapi nggak ada masalah yang selesai.
Harusnya ya berpikir yang jelas itu nanti membuahkan problem solver, ada masalah-masalah yang
terselesaikan. Nah ciri pertamanya adalah jelas, clarity.
Ciri kedua Accuracy, akurasi ini ketepatan. Mau ngomong A, memang bener yang diungkapkan
tentang A, mau ngomong B, memang bener yang diungkapkan tentang B. Namanya akurat. Jadi selain
jelas, juga akurat, nggak muter-muter ngalor ngidul, to the point, apa adanya dan pas. Nah itu, akurat.
Yang ketiga, presisi. kalau presisi ini, menyeluruh, semuanya kena. yang harus masuk, masuk. Yang
harus nggak masuk, nggak masuk. Itu namanya presisi. Jadi ada clarity, ada accuracy, ada presisi.
Yang harusnya dibahas, dibahas, nggak ada yang ketinggalan. Yang tidak perlu dibahas, tidak harus
1
dimasukkan. Biasanya kalau nggak jelas dan nggak akurat, itu cenderung nggak presisi. Kalau orang
ngomongnya, buleet. Saja. Kemungkinan dia ngalor-ngidul, kemana-mana, nggak presisi. Yang nggak
harus dibahas, dibahas. Yang harusnya nggak dibahas, malah dibahas. kalau tidak akurat juga, pastinya
tidak presisi. kalau nggak akurat, ya melebar ke mana-mana.
Yang keempat, relevan. Nah, relevan ini, sebelumnya dibahas bagaimana berpikir yang relevan.
Berarti apa? Produk pikiran kita itu, cocok dengan program permasalahannya. Sehingga orang bisa
menilai, ini manfaat apa ndak? sesuai apa ndak? ada gunanya apa ndak? karena relevan tadi. Kalau
tidak relevan, ya sudah enggak nyambung, sejak dalam pikiran, ini orang ngomong politik, dia malah
ngomong tentang hati. Ini orang ngomong tentang budaya, dia malah ngomong tentang apa? gitulan!
Nggak nyambung. Jadi namanya ndak relevan. Nggak relavan ya Saya bilang tadi, bukan berarti salah.
Tapi ruang waktunya ndak pas. Yang engkau sampaikan itu bener. Tapi, saatnya keliru. Harusnya
nggak saat itu, atau harusnya tidak dalam situasi itu. Nasehat untuk semangat itu kapan diberikan,
nasehat tentang sabar itu kapan diberikan. Nasehat untuk jangan takut itu kapan diberikan. Ini urusan
relevancy. Jangan takutnya itu bener, cuma, diberikan kepada siapa, kapan, itu kalau pas, namanya
relevan. Kalau nggak pas, namanya nggak relevan. Itu urusannya relevancy.
Yang kelima, mendalam/Depth. Jadi mendalam itu yo, nggak sekedar melihat tampilannya, tapi
masuk ke dalam. Berpikir kritis itu berarti mendalam. Iya sih, kalau di luar kelihatannya, senyum-
senyum, coba diwawancara lebih jauh. kira-kira, apa memang dia bahagia, Atau senyumnya senyum
putus asa. Nah ini tidak bisa disimpulkan dari senyumnya, harus diteliti sampai dalam. Kelihatannya
sih masyarakat di desa saya ini rukun-rukun saja, tapi kemarin ada masalah kecil saja, kok terus
meledak. kok begitu ya? jangan-jangan yang tampak selama ini, hanya tampilan luarnya saja, yang
dalamnya sebenarnya nggak rukun. Jadi menganalisis sampai dalam. Tidak sekedar melihat
tampilannya saja, makanya nanti di antara standar berpikir kritis itu mendalam. Berarti kalau ada yang
nggak mendalam, ini bisa didekati secara kritis. oh sampean kenal pikirannya, cuma sampeyan hanya
lihat aspek luarnya saja, tidak melihat ke dalam. kalau dari luar sih kelihatannya maju, kelihatan
sukses. Tapi coba ke dalam itu akan ketahuan, bahwa didalamnya penuh intrik, didalamnya penuh
masalah. Nah ini mendalam. pentingnya kita berfikir sampai dalam.
Yang keenam, Breadth. Breadth itu, meluas. Jadi meluas itu maksudnya, tidak berpikir sempit.
banyak hal yang terjadi, tidak bisa hanya dipahami dari kejadian itu saja. Dia harus dikait-kaitkan
dengan kejadian-kejadian yang lain. Ini namanya berpikir meluas. jangan dilihat cuma dimu nya saja,
coba dilihat peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya atau peristiwa-peristiwa di sekitarmu. Itu
namanya berpikir meluas. Karena kadang-kadang justru kalau tidak dilihat hubungan-hubungannya
secara luas, kita bisa salah paham. Maka berpikir kritis, itu berpikir yang juga meluas. Tidak
mencukupkan diri hanya melihat pokoknya saya tidak peduli, saya hanya melihat ini saja. Ah itu,
kemungkinan bisa kita kritisi, lho kalau sampean melihat yang ini saja nanti nggak ngelihat
hubungannya dengan itu. Nanti kita nggak lihat hubungannya dengan ini. Ini sama-sama ada
hubungannya. Mengapa anak saya males ngajinya ya? wah anak Saya malas memang, harus dimarahi,
harus dipukuli, jangan lihat fakta itu saja, coba dilihat fakta sekitar. Mungkin kehidupan sosialnya,
2
mungkin teman-temannya atau mungkin jangan-jangan orang tuanya sendiri, wong bapaknya sendiri
males ngaji, masa anaknya dipaksa rajin ngaji. Auranya nggak nyambung, frekuensinya nggak
nyambung. Nah ini memahami secara meluas tidak hanya dilihat hanya dari si anak ini saja. wah,
tetangga itu anaknya masih kecil suka motoran di geber geber padahal harusnya dia belum punya SIM,
nanti kalau jatuh gimana? kalau kita berpikir kritis melihatnya meluas, tidak hanya dilihat dari anak ini
saja, tapi mungkin situasi sosialnya, mungkin budaya masyarakat di situ, mungkin kebiasaan yang
selama ini berjalan, atau jangan-jangan pengaruh media, pengaruh gadget. Ini namanya berfikir yang
Breadth, meluas. Tidak hanya sempit, melihat satu fakta saja.
Yang ketujuh, standar selanjutnya logic. Kalau ini ndak saya jelaskan ya. ya logika berpikir yang
masuk akal, ilmunya logika. Jadi harus masuk akal.

Yang kedelapan, fairness. Fairness itu, adil. Ini mungkin nama lain dari objektif tadi. jadi fair, yang
salah ya diucapkan salah. Ketemunya kok jelek padahal berhubungan dengan keluargaku,
berhubungan dengan temanku. Kalau jelek, ya dibunyikan jelek. Meskipun temanku, meskipun
mungkin kelompokku. Itu namanya fair. Kalau tidak fair, bisa dikritisi, kalau tidak logik, bisa
dikritisi, tidak luas, bisa dikritisi, kurang dalam, bisa dikritisi, tidak relevan, tidak presisi, tidak akurat,
tidak jelas, ini semua objek yang bisa kita kritisi.

Berarti berpikir kritis itu, berpikir yang jelas, berpikir yang akurat, berpikir yang presisi,
berpikir yang relevan, berpikir yang mendalam, berpikir yang masuk akal, dan berpikir yang
adil.

Inilah berpikir kritis. Nah, elemennya apa saja? elemen itu berarti unsur-unsur yang ada di dalam
berpikir kritis. Kalau tadi kan saya jelaskan prosesnya. Kalau ini, apa sih isinya pikiran yang kritis
itu?
Yang pertama, question. Question itu terjemahannya, pertanyaan. Maksudnya Yo problem. Problem
nya, jelas. Makanya, kemarin minggu pertama kita membahas tentang cara bertanya yang benar. Nah,
itu hubungannya dengan question.
Yang kedua, information. Informasinya
Yang ketiga, interpretation. Interpretation itu, pemahamannya.
Yang keempat, konsep. Konsep itu, adalah isinya.
Yang kelima, asumsion. Asumsinya.
Yang keenam, implication. Akibatnya.
Yang ketujuh, point of view, sudut pandangnya.

3
Yang kedelapan, purpose, tujuannya.

Jadi dalam 1 konstruksi berpikir kritis. Disitu ada pasti ada problem atau pertanyaan. Ada informasi,
ada interpretasi, ada konsep, ada asumsi, ada implikasi, ada point of view, sudut pandang, ada
persetujuan. Problemnya apa sih? ini Question, Ini masalahnya apa? intinya apa?. Kalau questionnya
nggak cocok, problemnya tidak sesuai, berarti perlu dikritisi.
Yang kedua, informasi-informasi itu datanya dari mana? Jadi argumennya dari mana? dasarnya dari
mana? faktanya gimana? itu information.
Yang ke-3 interpretation. Interpretation itu berarti pemahamannya. Problem dia, apa sih? data dan
fakta nya seperti apa? pemahaman dia, bagaimana? itu interpretation. konsep, kalau konsep itu, ya isi
pikirannya, isi gagasannya, biasanya konsep-konsep.
Kemudian asumsi. Tadi sudah saya jelaskan pemahaman-pemahaman awal sebelum melakukan
aktivitas pemahaman yang saat ini dilakukan itu asumsi. Asumsinya apa dia kok memahami begitu?
Kemudian implikasi. Kalau implikasi, ini efeknya. Kalau pikirannya kita anggap bener, kiro-kiro,
akibatnya untuk masyarakat seperti apa? nah itu implikasi.
Kemudian point of view, point of view itu, dari sudut mana kita memahaminya. Kalau dilihat dari sisi
itu sih, memang Indonesia ini termasuk maju. Tapi kalau dilihat dari ininya, ya masih banyak yang
harus ditingkatkan lagi. nah ini point of view.
Kemudian jangan lupa, Purpose. Purpose itu tujuan. Apa sih tujuannya? kita membahas ini, ingin
mengkritik, ingin mendukung, atau ingin menjernihkan permasalahan, atau hanya sekedar tahu saja.
Harus jelas. jangan kadang-kadang kita melakukan aktifitas berpikir serius, tapi nggak jelas targetnya
apa. Tujuannya ke mana? kalau semuanya jelas, ini kan berarti, mudah dipahami, mudah masuk ke
ranah kritis. Jadi ini unsur-unsur berpikir kritis. Jadi kalau temen-temen sedang menanggapi sebuah
gagasan, ingin menilai, coba telitilah unsur-unsurnya.
Question, Information, Interpretation, Concepts, Assumption, implication, Point of View dan
Purpose
Pertanyaannya cocok atau tidak? datanya Valid atau tidak? Pemahamannya sesuai, nyambung
atau tidak? Isi pikirannya maksudnya bagaimana? Asumsi-asumsi yang dia bakai apa?
Dampaknya apa nantinya? Sudut pandang yang dia gunakan apa? tujuannya apa?
Nah ini unsur-unsur berpikir, kalau hasilnya sesuai dengan standar berarti dia benar. kalau tidak yang
berarti keliru, kalau dia cocok dengan standar kejelasan, akurasi, presisi, relevans,i kedalaman,
keluasan, kemasukakalan, dan keadilan. Kalau ini masuk ke kriteria-kriteria ini berarti gagasan
tersebut bisa kita anggap benar pikiran tersebut kita termasuk pikiran yang jelas dan benar dan kritis.

Anda mungkin juga menyukai