BAB I
PENDAHULUAN
Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, angka
kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang
ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Menurut Profil Kesehatan Indonesia, 2005, salah
satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam 100.000
kelahiran hidup. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan penyebab yang paling sering terjadi pada
saat mendekati persalinan. Kejadian KPD mendekati 10% dari semua persalinan. Pada umur
kehamilan kurang dari 34 minggu kejadiannya sekitar 4%. Kemungkinan infeksi ini dapat
berasal dari dalam rahim (intrauterine), biasanya infeksi sudah terjadi tetapi ibu belum
merasakan adanya infeksi misalnya kejadian ketuban pecah dini. Hal ini dapat menyebabkan
morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janinnya.
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban
pecah prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum proses persalinan.
Beberapa penulis mendefinisikan KPD yaitu apabila ketuban pecah spontan dan tidak diikuti
tanda-tanda persalinan, ada teori yang menghitung beberapa jam sebelum inpartu, misalnya 1
jam atau 6 jam sebelum inpartu. Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan serviks
pada kala I, misalnya ketuban pecah sebelum pembukaan servik pada primigravida kurang dari 3
cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm.
Ketuban pecah dini atau premature rupture of the membranes (PROM) adalah pecahnya
selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda persalinan. Jika ketuban pecah sebelum umur
kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini kehamilan preterm atau preterm premature
rupture of the membranes (PPROM).
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya membran korioamnion sebelum inpartu. Periode
laten adalah jarak antara pecahnya ketuban dan inpartu. Tidak ada kesepakatan tentang lamanya
jarak antara pecahnya ketuban dan inpartu yang dibutuhkan untuk mendiagnosa KPD.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses persalinan
yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu.
2. 2 Etiologi
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui
dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.
Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah:
Faktor Umum
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan
infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini. Membrana khorioamniotik terdiri dari
jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan
akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik.
Infeksi merupakan faktor yang cukup berperan pada persalinan preterm dengan ketuban pecah
dini. Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.
kualitas perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis dan Neischeria gonorhoe.
Faktor obstetrik
Servik yang inkompetensia, serviks konisiasi, serviks menjadi pendek. Kelainan pada
serviks yang disebabkan oleh pemakaian alat-alat seperti aborsi terapeutik, loop electrosurgical
excision procedure (LEEP) yang tujuannya untuk mengobati displasia serviks serta diagnosa dini
kanker serviks dan sebagainya. Kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada
servik uteri (akibat persalinan, kuretase). Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus) misalnya tumor, hidramnion, gemelli.cKelainan letak misalnya lintang,
sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
Faktor keturunan
Faktor keturunan berlaku jika ada kelainan genetik dan berlaku defisiensi vitamin C dan
ion Cuprum (Cu) dalam serum.
Faktor lain
Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD.
Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis
menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi. Faktor golongan darah yaitu,
akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan
termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban. Faktor lain yaitu:
uterus : malformasi uterus, overdistensi akut, mioma besar, desiduositis, aktifitas uterus
idiopatik
Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakit-
penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis dan vaginitis terdapat bersama-sama
dengan hipermotilitas rahim ini.
Selaput ketuban terlalu tipis ( kelainan ketuban )
Infeksi ( amnionitis atau korioamnionitis )
Factor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah : multipara, malposisi, disproporsi,
cervix incompetent dan lain-lain.
Ketuban pecah dini artificial ( amniotomi ), dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.
2.3 Epidemiologi
Dalam keadaan normal, 8 hingga 10% perempuan hamil aterm akan mengalami Ketuban
Pecah Dini. Ketuban Pecah Dini Prematur pula terjadi pada 1% kehamilan. Mengikut referensi
Ilmu Kebidanan, kejadian Ketuban Pecah Dini pada umur kehamilan sebelum 34 minggu,
kejadiannya sekitar 4%. Dikemukan bahwa kejadian ketuban pecah dini, 5 % diantaranya segera
diikuti oleh persalinan dalam 5-6 jam, sekitar 95 % diikuti oleh persalinan dalam 7-95 jam, dan
selebihnya memerlukan tindakan konservatif atau aktif dengan menginduksi persalinan atau
operatif.
Menurut jurnal Acta Medice Iranica 2003, berlaku perbedaan insiden mengikut ras yaitu,
berlaku peningkatan drastic pada wanita kulit hitam yaitu dari 5.1% ke 12.5% dan pada wanita
kulit putih dari 1.5% menjadi 2.2%. Sosioekonomi rendah belum dapat dijadikan parameter yang
mempengaruhi Ketuban Pecah Dini. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2002/2003, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 per
100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai
sebab. Antaranya, 65% adalah disebabkan komplikasi dari Ketuban Pecah Dini.
6
2.5 Patofisiologi
Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan adalah 1000 – 1500 cc. Air ketuban
berwarna putih kekeruhan, berbau khas amis, dan berasa manis, reaksinya agak alkalis atau
netral, berat jenis 1,008. Komposisinya terdiri atas 98 % air, sisanya albumin, urea, asam urik,
kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo, verniks kaseosa dan garam anorganik. Kadar protein
kira-kira 2,6 gr % per liter terutama sebagai albumin.
Dijumpai lecitin spingomyelin dalam air ketuban amat berguna untuk mengetahui apakah
janin sudah punyai paru-paru yang matang. Sebab peningkatan kadar lecitin pertanda bahwa
permukaan paru-paru diliputi zat surfaktan. Ini merupakan syarat bagi paru-paru untuk
berkembang dan bernapas. Bila persalinan berjalan lama atau ada gawat janin atau pada letak
sungsang akan kita jumpai warna ketuban keruh kehijau-hijauan, karena telah bercampur dengan
mekonium. Asal air ketuban dari (1) kencing janin (fetal urin), (2) transudasi dari darah ibu, (3)
sekresi dari epitel amnion dan (4) asal campuran (mixed origin).
7
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang.Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga, selaput ketuban
mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran
uterus, kontraksi rahim dan geakan janin. Pada trisemster terkhir terjadi perubahan biokimia pada
selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban
pecah dini premature sering terjadi pada polihiramnion, inkompetens serviks, dan solusio
8
plasenta. Selain itu, faktor yang paling sering menyebabkan ketuban pecah dini adalah factor
eksternal misalnya infeksi.5
Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen
matriks ektraseluler amnion, kotion, dan apoptosis membrane janin. Membrane janin dan desidua
bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi, dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi
mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormone yang merangsang aktivitas
“matriks degrading enzyme”.
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan
trofoblas.Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi
interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan
aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi
depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah
dan mudah pecah spontan.
Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui
plasenta (sirkulasi fetomaternal).
Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang
terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini perlu
mempertimbangkan morbiditas dan mortalitas immaturitas neonatal yang berhubungan dengan
persalinan dan risiko infeksi terhadap ibu dan janin.
Hal yang segera harus dilakukan dalam penanganan ketuban pecah dini adalah ;
Pastikan diagnosis
Tentukan umur kehamilan
Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal dan janin
Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin.
Dalam menghadapi ketuban pecah dini, harus dipertimbangkan beberapa hal berikut ;
1) Fase laten :
- Korioamnionitis:
2) Perkiraan BB janin dapat ditentukan dengan pemeriksaan USG yang mempunyai program
untuk mengukur BB janin. Semakin BB janin semakin besar kemungkinan kematian dan
kesakitan sehingga tindakan terminasi memerlukan pertimbangan keluarga.
4) Usia kehamilan
Makin muda kehamilan antar terminasi kehamilan banyak diperlukan waktu untuk
mempertahankan janin hingga lebih matur. Semakin lama menunggu, kemungkinan infeksi
akan semakin besar dan membahayakan janin serta situasi maternal.
Medika Mentosa
Kortikosteroid
Antibiotik
Pemberian antibiotic pada pasien ketuban pecah dini dapat menekan infeksi neonatal dan
memperpanjang periode latensi. Sejumlah antibiotik yang digunakan meliputi ampisilin 2 gram
11
dengan kombinasi eritromisin 250 mg setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti pemberian amoksisilin
250 mg dan eritromisin 333 mg setiap 8 jam untuk lima hari. Pasien yang mendapat kombinasi
ini dimungkinkan dapat mempertahankna kandungan selama 3 minggu setelah penghentian
pemberian antibiotik setelah 7 hari.
Agen Tokolitik
Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang periode latensi namun tidak
memperbaiki luaran neonatal.Tidak banyak data yang tersedia mengenai pemakaian agen
tokolitik untuk ketuban pecah dini.Pemberian agen tokolitik jangka panjang tidak diperkenankan
dan hingga kini masih menunggu hasil penelitian lebih jauh.
Konservatif
Tirah baring untuk mengurangi keluarnya air ketuban sehingga masa kehamilan dapat
diperpanjang. Tirah baring ini juga dapat dikombinasikan dengan pemberian antibiotic sebagai
profilaksis (mencegah infeksi). Antibiotic yang dianjurkan :
12
Ampicillin (untuk infeksi Streptococcus β ) : 4 x 500 mg atau eritromicin bila tidak tahan
ampicillin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
Eritrosin dosis tinggi (untuk infeksi Clamydia trachomatis, ureoplasma, dan lainnya) .
Bahaya menunggu terlalu lama adalah kemungkinan infeksi semakin meningkat sehingga
terpaksa harus dilakukan terminasi.
Tatalaksana aktif
Tindakan tatalaksana aktif juga tidak terlalu banyak meningkatkan maturitas janin dan
paru.Dalam keadaan terpaksa harus dilakukan terminasi kehamilan untuk menyelamatkan janin
dan maternal.
Dalam menunda persalinan ini, ada lima criteria yang dapat dipertimbangkan :
Usia kehamilan < 26 minggu. Sulit mempertahankan kehamilan sampai aterm atau
sampai usia kehamilan sekitar 34 minggu. Bahaya infeksi dan oligohiramnion akan
menimbulkan masalah pada janin. Bayi dengan usia kehamilan kurang dari 26 minggu
sulit untuk hidup dan beradaptasi di luar kandungan.
Usia kehamilan 26 - 31 minggu. Persoalan tentang sikap dan komplikasi masih sama
dengan usia kandungan < 26 minggu. Namun pada rumah sakit yang sudah maju,
13
dimungkinkan adanya perawatan intensif neonatus. Pertolongan bayi dengan berat <
2.000 gram dianjurkan dengan seksio sesarea.
Usia kehamilan 31 - 33 minggu. Dilakukan amniosintesis untuk menetukan kematangan
paru, atau test busa (bubble test). Memperhatikan kemungkinan infeksi intrauteri. Bayi
dengan berat > 2.000 gram sangat mungkin ditolong.
Usia kehamilan 34 - 36 minggu. BB janin sangat baik sehingga dapat dilakukan induksi
persalinan atau seksio sesarea.
Usia kehamilan > 36 minggu. Sudah dianggap aterm sehingga dapat hidup diluar
kandungan dan selamat.Kehamilan pada usia ini dapat di induksi dengan oksitosin. Bila
gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 – 50 µg intravaginal setiap 6
jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotic dosis tinggi dan
persalinan diakhiri.
- Bila pembukaan / skor pelviks < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
- Bila pembukaan / skor pelviks > 5, induksi persalinan5.
Tatalaksana agresif
Tidakan agresif dilakukan bila ada indikasi vital sehingga tidak dapat ditunda karena
mengancam kehidupan janin atau maternal. Indikasi vital yang dimaksudkan yaitu :
Infeksi intrauteri
Solution plasenta
Gawat janin
Prolaps tali pusat
Evaluasi detak janin dengan KTG menunjukkan hasil gawat janin atau redup
BB janin cukup viable untuk beradaptasi di luar kandungan.
Pemilihan ketiga sikap diatas sangat sulit bila pada ketuban pecah dini, janin masih
premature. Keadaan janin yang premature akan menghadapi berbagai kendala umum akibat
ketidakmampuannya beradaptasi dengan kehidupan diluar kandungan. Hal ini diakibatkan organ
14
vital yang belum siap untuk menghadpi situasi yang sangat berbeda dengan keadaan intrauteri
sehingga menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Apabila terdapat rembesan atau aliran cairan dari vagina, segera hubungi dokter atau
petugas kesehatan dan bersiaplah untuk ke Rumah Sakit
Gunakan pembalut wanita (jangan tampon) untuk penyerapan air yang keluar
Daerah vagina sebaiknya sebersih mungkin untuk mencegah infeksi, jangan berhubungan
seksual atau mandi berendam
Selalu membersihkan dari arah depan ke belakang untuk menghindari infeksi dari dubur
Jangan coba melakukan pemeriksaan dalam sendiri
Skema di bawah menunjukkan tatalaksana untuk Ketuban Pecah Dini Prematur dan Aterm.
15
16
17
2.7 Komplikasi
Komplikasi timbul pada Ketuban Pecah Dini ini tergantung pada usia kehamilan. Ia dapat
terjadi infeksi maternal ataupon neonatal, persalinan premature, hipoksia karena kompresi tali
pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea atau gagalnya persalinan normal.
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung
umur kehamilan.
Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah.
Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.
Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis.Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering
daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten.
Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.
18
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi
asfiksia atau hipoksia.Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan oligohidramnion,
semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
Gawat janin, kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau
letak lintang), trauma pada waktu lahir dan prematur.
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,
kelainan disebabkan oelh kompresi muka dan anggota badan janin serta hipoplasi pulmonary.5
-Retraksi otot uterus yang menimbulkan solusio berat badan janinnya lebih
plasenta. besar dan lebih mamput
untuk hidup di luar
*Komplikasi akibat ketuban pecah; kandungan.
-Prolaps bagian janin terutama tali pusat dengan
akibatnya.
-Mudah terjadi infeksi intrauteri dan neonatus.
2.8 Preventif
Pencegahan primer
Untuk mengurangi terjadinya pecah ketuban dini, dianjurkan bagi ibu hamil untuk
mengurangi aktivitas pada akhir trimester kedua dan awal trimester ke tiga, serta tidak
melakukan kegiatan yang membahayakan kandungan selama kehamilan. Ibu hamil juga harus
dinasihatkan supaya berhenti merokok dan mengambil alkohol. Berat badan ibu sebelum
kehamilan juga harus cukup mengikut Indeks Massa Tubuh (IMT) supaya tidak berlaku mana-
mana komplikasi. Selain itu, pasangan juga dinasihatkan supaya menghentikan koitus pada
trimester akhir kehamilan bila ada faktor predisposisi.
Pencegahan sekunder
2.9 Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat variatif tergantung pada :
21
Usia kehamilan
Adanya infeksi / sepsis
Factor resiko / penyebab
Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan, lebih sedikit
bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37 minggu
mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran premature.
BAB III
PENUTUP
22
Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup kedunia
luar dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. Ukuran keberhasilan suatu pelayanan
kesehatan tercermin dari penurunan angka kematian ibu (Maternity Mortality Rate) sampai pada
batas angka terendah yang dapat dicapai sesuai dengan kondisi dan situasi setempat serta waktu.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan
dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda-tanda persalinan. Ketuban pecah dini
merupakan masalah penting dalam bidang kesehatan yang berkaitan dengan penyulit kelahiran
prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, serta menyebabkan infeksi pada
ibu yang menyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Ketuban pecah
dini kemungkinan besar menimbulkan risiko tinggi infeksi dan bahaya kompresi tali pusat, maka
dalam penatalaksanaan perawatannya dianjurkan untuk pemantauan ibu maupun janin dengan
ketat.
KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan
mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian
perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan
kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang
sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif . Dilema
sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama pada
kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan,
sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan
dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi, karena ketuban
yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak
adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina yang normal ada bisa menjadi patogen
yang akan membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu membutuhkan
pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat persalinan dengan maksud untuk
mengurangi kemungkinan resiko terjadinya infeksi ; kedua, adalah kurang bulan atau
prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering
23
timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom
(RDS) yang disebabkan karena belum masaknya paru.
Penatalaksanaan yang optimal harus mempertimbangkan 2 hal tersebut di atas dan faktor-
faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun
tidak ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus ada
panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas perinatal dan dapat
menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada ibu.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
24
1. Mochtar R. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Sinopsis Obstetri, Obstetri Operatif dan Obstetri
Sosial. Jilid I. Ed. II. Jakarta. EGC. 1998.p. 255-8.
2. Komite Medik RSUP DR.Sardjito, Ketuban Pecah Dini dalam Standar Pelayanan medis
RSUP DR. Sardjito, Buku I, Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta, 1999, hal : 32 – 33
3. Manuaba.I.B.G. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan Obstetri
Ginekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2001, hal : 221 – 225.
4. Jonathan G. Anamnesis dan Pemeriksaan Obstetrik dan Ginekologis. At a Glance
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik; alih bahasa, Artsiyanti D.; editor, Amalia S., Rina A..
Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007. Pp 32-5.
5. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. In Prawirohardjo S.(ed.) Ilmu Kebidanan. Bagian Ketiga:
Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi Keempat. Cetakan Kedua.
Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. Pp 677-82.
6. American College of Obstetricians and Gynecologists. Premature rupture of membranes.
Clinical management guidelines for obstetrician-gynecologists. ACOG practice bulletin no.
1. Int J Gynaecol Obstet. 2008;63:75–84.
7. Reece, E.A MD at al; Clinical Obstetric The Fetus & Mother 3rd edition : “Prelabor rupture
of the mambranes”; Blackwell Publishing 2007; 1130 – 1173
8. DeCherney, AH. MD et al; LANGE Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &
Gynecology 10thedition : “Premature Rupture of Membranes”; McGraw-Hill 2007; 279 –
281.
9. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds) Pengantar Kuliah
Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah Dini. Cetakan
Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007. Pp 456-60.
10. Kenneth J. Leveno,F. Gary Cunningham, Norman F. Gant, James M. Alexander, Steven L.
Bloom, Brian M. Casey, Jodi S. Dashe, Jeanne S. Sheffield, Nicole P. Yost. Obstetri
Williams Panduan Ringkas. Edisi 21. Jakarta ECG, 2009 ;h 469
11. Morgan G., Hamilton C. Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktik. Trans Syamsi R.M.,
Ketuban Pecah Dini (KPD). Kapoh R.P. Jakarta. Penerbit EGC. 2009. Pp 391-4.
12. Premature Rupture of Membrane. http://Scrib.com/ diunduh tanggal 1 Juni 2011.
25
13. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of Membranes. Acta
Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diunduh dari
http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf. Diunduh pada 6 September 2013.
14. Benzion Taber. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2001; h. 368-73.
15. Fortner, Kimberly B.; Szymanski, Linda M.; Fox, Harold E.; Wallach, Edward E. Preterm
Labor and Premature Rupture of Membranes. Johns Hopkins Manual of Gynecology and
Obstetrics ebooks. 3rd Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007.
16. Morgan G., Hamilton C. Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktik. Trans Syamsi R.M.,
Ketuban Pecah Dini (KPD). Kapoh R.P. Jakarta. Penerbit EGC. 2009. Pp 391-4.