11 23 1 PB
11 23 1 PB
218
ATAVISME,
Vol.
17,
No.
2,
Edisi
Desember
2014:
218—231
Salah
satu
teks
sastra
yang
lahir
dari
untuk
dijadikan
selir.
Namun
demikian,
masyarakat
dalam
bentuk
sastra
lisan
Rara
Mendut
yang
masih
punya
harga
dan
terus
hidup
serta
dihayati
oleh
pe-‐ diri
itu
menolak
dengan
bersedia
meme-‐
ngarang
dari
generasi
sesudahnya
ada-‐ nuhi
denda
yang
diwajibkan
Wiraguna
lah
Rara
Mendut.
Rara
Mendut
merupa-‐ kepadanya.
Di
samping
itu,
Rara
Mendut
kan
cerita
yang
sangat
digemari
oleh
ma-‐ juga
menjalin
hubungan
cinta
dengan
syarakat
dan
cukup
terkenal,
seperti
hal-‐ Pranacitra.
Akibat
perlawanannya
terha-‐
nya
Romeo
dan
Yuliet
di
Inggris
atau
dap
kekuasaan
Wiraguna,
baik
Rara
Sampek
Ingtai
di
Cina.
Teks
Rara
Mendut
Mendut
maupun
Pranacitra
merasakan
sudah
bertransformasi
ke
berbagai
ben-‐ kekejaman
sang
penguasa.
tuk,
seperti
cerita
rakyat,
naskah
kuna,
Berdasarkan
latar
belakang
terse-‐
novel,
wayang
orang,
ketoprak,
dan
but,
masalah
yang
menjadi
fokus
peneli-‐
film3.
Rara
Mendut,
yang
dalam
sastra
li-‐ tian
ini
adalah
bagaimana
cerita
Rara
san
sering
disebut
Pranacrita-‐Rara
Mendut
dalam
sastra
lisan
dan
sastra
tu-‐
Mendut,
merupakan
cerita
tentang
per-‐ lis
serta
bagaimana
potret
perlawanan
cintaan,
pemerintahan,
dan
kekuasaan.
Rara
Mendut
terhadap
kekuasaan,
baik
Selain
kisah
percintaan,
cerita
ini
juga
dalam
sastra
lisan
maupun
sastra
tulis?
menggambarkan
kewibawaan
seorang
Penelitian
terhadap
trilogi
novel
Rara
Raja
Mataram
yang
mempunyai
seorang
Mendut
karya
Y.B.
Mangunwijaya
ini
per-‐
panglima
perang
handal,
yaitu
Tumeng-‐ lu
dilakukan
sebab
keberadaan
trilogi
gung
Wiraguna.
Namun,
kewibawaan
karya
Y.B.
Mangunwijaya
tersebut
mem-‐
dan
kekuasaan
itu
mendapatkan
perla-‐ punyai
kedudukan
yang
penting
sebagai
wanan
dari
seorang
gadis
pesisiran
ber-‐ bukti
kesinambungan
budaya,
yaitu
an-‐
nama
Rara
Mendut.
Mengapa
Rara
tara
budaya
lama
dalam
bentuk
sastra
Mendut
berani
menolak
Sang
Penguasa?
lisan
dan
budaya
sekarang
dalam
bentuk
Apakah
hanya
sekadar
mempertahan-‐ sastra
tulis.
Di
samping
itu,
baik
dalam
kan
harga
dirinya
atau
ada
nuansa
poli-‐ trilogi
novel
Rara
Mendut,
Genduk
Duku,
tis
yang
merupakan
refleksi
kawula
alit
dan
Lusi
Lindri
karya
Y.B.
Mangunwijaya
(rakyat)
terhadap
penguasa
mengingat
maupun
dalam
Serat
Pranacitra,
cerita
Pati
sebagai
daerah
asal
Rara
Mendut
Rara
Mendut
bukan
sekadar
berkisah
merupakan
daerah
taklukan
Mataram?
tentang
perempuan,
tetapi
berkaitan
de-‐
Teks
Rara
Mendut
itu
ditanggapi
ngan
adanya
wacana
kekuasaan,
politik,
dalam
bentuk
penciptaan
karya
baru
tri-‐ dan
ideologi
dalam
kesusastraan.
logi
novel
Rara
Mendut,
Genduk
Duku,
dan
Lusi
Lindri
oleh
Y.B.
Mangunwijaya.
TEORI
Trilogi
novel
Rara
Mendut
itu
merupa-‐ Jonathan
Culler
(1975:103)
mengatakan
kan
tranformasi
dari
teks
Rara
Mendut
bahwa
dalam
rangka
memahami
sebuah
yang
telah
ada
sebelumnya.
Santosa
teks
sastra,
penting
dipertimbangkan
(2000:253)
memberikan
ilustrasi
seder-‐ sumbangan
karya-‐karya
terdahulu
yang
hana
tentang
cerita
Rara
Mendut
(1983)
mungkin
menimbulkan
efek
signifikasi.
karya
Y.B.
Mangunwijaya.
Ketika
Tu-‐ Dalam
rangka
menghadapi
sebuah
teks,
menggung
Wiraguna
dari
Mataram
ber-‐ pembaca
dibatasi
oleh
berbagai
ikatan
hasil
membawa
barang
jarahan
dan
sebagaimana
dikatakan
oleh
Culler,
memboyong
Rara
Mendut
ke
Wiraguna-‐ “Reading
is
not
innocent
activity”.
Keter-‐
nan,
Rara
Mendut
merupakan
putri
hasil
ikatan
dan
keterbatasan
ini
disebabkan
rampasan
perang
yang
akan
dipersem-‐ oleh
sarana
untuk
mewujudkan
teks
itu
bahkan
kepada
raja,
tetapi
raja
menolak
sendiri,
yakni
bahasa
yang
sebelum
dipa-‐
dan
menghadiahkan
kepada
Wiraguna
kai
oleh
penulis
sudah
merupakan
219
Rara
Mendut
dari
Sastra
…
(Trisna
Kumala
Satya
Dewi)
220
ATAVISME,
Vol.
17,
No.
2,
Edisi
Desember
2014:
218—231
trilogi
novel
Rara
Mendut,
Genduk
Duku,
penyalinan,
penyaduran,
dan
penerje-‐
dan
Lusi
Lindri.
Di
samping
itu,
diguna-‐ mahan.
kan
metode
komparatif,
yaitu
dengan
ca-‐
ra
membandingkan
teks
Serat
Pranaci-‐ HASIL
DAN
PEMBAHASAN
tra
Rara
Mendut
dan
trilogi
novel
Rara
Sastra
Lisan
ke
Sastra
Tulis
Mendut,
Genduk
Duku,
dan
Lusi
Lindri
Cerita
Pranacitra-‐Rara
Mendut
dalam
untuk
melihat
persamaan
dan
perbeda-‐ sastra
lisan
(yang
dituturkan
dari
mulut
annya.
ke
mulut
secara
lisan)
merupakan
cerita
Dalam
kerja
penelitian
ilmu
huma-‐ yang
amat
terkenal
di
kalangan
masya-‐
niora,
nilai-‐nilai
dasar
dapat
dijabarkan
rakat
Jawa.
Barangkali
karena
cerita
dalam
kriteria
metode
ilmiah
berikut.
Pranacitra-‐Rara
Mendut
ini
berkisah
(1)
Berdasarkan
fakta
(sastra),
(2)
bebas
tentang
cinta
yang
tragis
atau
kasih
tak
dari
prasangka,
(3)
menggunakan
prin-‐ sampai
dan
idealisme
tokoh
utamanya
sip
analisis,
(4)
menggunakan
hipotesis
maka
cerita
ini
cukup
menarik.
Seperti
(jika
ada),
(5)
menggunakan
ukuran
‘ob-‐ halnya
cerita
rakyat
lainnya,
maka
cerita
jektif’
yang
berarti
tuntutan
adanya
jarak
Rara
Mendut
ini
anonim4.
Namun,
sebe-‐
metodologis
(Chamamah-‐Soeratno,
lum
dicabut
oleh
pujangga
kraton
dan
2011b:66).
Dalam
kaitannya
dengan
ke-‐ digubah
dalam
bentuk
tembang,
konon
beradaan
kondisi
produk
sastra
yang
cerita
Pranacitra-‐Rara
Mendut
ini
ditu-‐
menjadi
sasaran
kajian,
perlu
diperhati-‐ turkan
oleh
seorang
juru
cerita
(tukang
kan
persoalan
yang
muncul
serta
jawab-‐ cerita)
yang
bernama
Patraguna5.
Karya-‐
an-‐jawaban
yang
diperlukan.
Karya-‐kar-‐ karya
tersebut
juga
telah
diteliti
oleh
ya
yang
tercipta
pada
masa
kini
dari
Trisna
Kumala
Satya
Dewi
et
al.
(1993)
penciptaan
sosial
budaya
dan
world
view
dari
sudut
pandang
telaah
intertekstua-‐
yang
berbeda-‐beda
melahirkan
persoal-‐ litas
(lihat
Dewi,
Trisna
Kumala
Satya,
an
pembacaan
dari
peneliti
yang
berlain-‐ Tubiyono,
Sri
Ratnawati,
Ni
Wayan
an
latar
pembacaannya.
Dengan
demiki-‐ Sartini,
dan
Endang
Sri
Widayati).
an,
produk
yang
tercipta
dari
proses
Cerita
Rara
Mendut
dan
Pranacitra
transformasi
karya
‘asing’
menimbulkan
digubah
dalam
bentuk
tembang
oleh
persoalan
latar
pembacaan
yang
berbe-‐ Raden
Ngabehi
Ronggosutrasno,
se-‐
da
dengan
latar
penciptaannya
termasuk
orang
pujangga
kraton
pada
masa
Paku
bentuk-‐bentuk
resepsi
dalam
mentrans-‐ Buwono
V;
ditulis
kira-‐kira
menjelang
formasi.
Karya-‐karya
yang
tercipta
dari
abad
ke-‐18.
Salah
satu
naskahnya
ter-‐
latar
waktu
yang
berlainan
akan
menim-‐ simpan
di
Museum
Lembaga
Kebudaya-‐
bulkan
persoalan
yang
berhubungan
de-‐ an
Indonesia
(sekarang
Museum
Pusat
ngan
pergeseran
makna,
selain
persoal-‐ Departemen
Pendidikan
dan
Kebudaya-‐
an
yang
berlainan
medium
yang
berupa
an)
Merdeka
Barat,
Jakarta,
nomor
371.
naskah
(Chamamah-‐Soeratno,
2011b:
Namun,
pada
tahun
1987
Museum
Pusat
67).
Dalam
menganalisis
teks
Rara
menghibahkan
semua
koleksi
naskah-‐
Mendut
kaitannya
dengan
masalah
ke-‐ nya
ke
Perpustakaan
Nasional
Republik
kuasaan
dalam
dunia
sastra
maka
pene-‐ Indonesia
Jakarta
di
Jalan
Salemba
Raya.
litian
resepsi
dapat
dilakukan
dengan
C.F.
Winter
seorang
bangsa
Jerman
yang
mempertimbangkan
kedudukan
peneliti,
ahli
bahasa
Jawa
membuat
gubahan
misalnya
dalam
penelitian
eksperimen-‐ yang
diterbitkan
pada
tahun
1873
di
So-‐
tal
dan
penelitian
melalui
kritik
sastra;
lo.
Pada
tahun
1888
gubahan
tersebut
keberadaan
wujud
struktur
teks,
seperti
diperbaiki
oleh
Mas
Kartasubrata,
diter-‐
dalam
penelitian
intertekstual,
proses
bitkan
di
Semarang.
Pada
tahun
1898
terbit
pula
gubahan
“Rara
Mendut
dan
221
Rara
Mendut
dari
Sastra
…
(Trisna
Kumala
Satya
Dewi)
Pranacitra”
dalam
bentuk
wayang
orang
dengan
versi
khas
yang
relevan
untuk
oleh
Ko
Mo
An,
di
Jakarta.
Pada
tahun
generasi
modern
sekarang.
Cerita
ini
di-‐
1920,
Balai
Pustaka
menerbitkan
dalam
gubah
oleh
Mangunwijaya
tanpa
me-‐
bentuk
seri
(Seri
449).
Berdasarkan
pe-‐ ninggalkan
pertanggungjawaban
segi-‐se-‐
nerbitan
Balai
Pustaka
itu,
Dr.
C.C.
Berg
gi
historisnya
yang
dilandaskan
pada
membuat
terjemahannya
dalam
bahasa
studi
tentang
Babad
Tanah
Jawi,
doku-‐
Belanda
dengan
bantuan
Mas
men-‐dokumen
duta
besar
VOC,
Rijckloff
Prawiraatmadja
(1930).
Gubahan
dalam
van
Goens,
dan
data-‐data
sejarah
lain-‐
bahasa
Indonesia
juga
dilakukan
oleh
nya.
Para
kaum
wanita
akan
menemu-‐
Soeharda
Sastrasoewignya,
diterbitkan
kan
banyak
hal
yang
berharga
dalam
ro-‐
oleh
Balai
Pustaka
seri
nomor
1051
pada
man
ini
mengenai
filsafat
keperawanan,
tahun
1932.
Margasoelaksana
menggu-‐ keibuan,
jodoh,
dan
emansipasi
wanita.
bah
dalam
bahasa
Sunda
dan
diterbitkan
Bagi
kaum
pria,
roman
ini
akan
membu-‐
oleh
Balai
Pustaka
seri
nomor
1311
pada
ka
pintu
banyak
tentang
pertanyaan-‐
tahun
1938.
Prof.
Dr.
Prijono
membica-‐ pertanyaan
dasar
mengenai
hidup,
kebu-‐
rakan
cerita
ini
dalam
tulisannya
yang
dayaan
nasional,
data-‐data
sejarah,
dan
berjudul,
“Empat
Duka
Cerita
Percinta-‐ bagaimana
lebih
mengenal
pasangan
hi-‐
an”
dalam
majalah
Bahasa
dan
Budaya
dupnya
sang
wanita.
Roman
ini
penuh
No.
IV/3,
Februari
1956.
filsafat
hidup,
sekaligus
humor
dan
me-‐
Rara
Mendut
sebuah
cerita
klasik
rupakan
hiburan
segar.
Jawa
dikisahkan
kembali
atau
digubah
Pada
tahun
1987
terbit
novel
Y.B.
oleh
Ajip
Rosidi,
diterbitkan
oleh
Gunung
Mangunwijaya
yang
berjudul
Genduk
Agung
pada
tahun
1968.
Ajip
Rosidi
da-‐ Duku.
Novel
ini
merupakan
buku
kedua
lam
mengerjakannya
sadurannya
ba-‐ dari
trilogi
Rara
Mendut-‐Genduk
Duku-‐
nyak
membandingkan
naskah
dalam
ba-‐ Lusi
Lindri,
diterbitkan
oleh
PT
Gramedia
hasa
Jawa
dan
berbahasa
Indonesia
(ke-‐ Jakarta.
Kisah
Genduk
Duku
terjadi
seki-‐
dua-‐duanya
dari
Balai
Pustaka),
dengan
tar
abad
XVII,
menceritakan
suka-‐duka
si
tidak
mengurangi
kebebasannya
untuk
gadis
Duku,
sahabat
kecil
Rara
Mendut
merombak,
membuang,
atau
mengura-‐ yang
gugur
melawan
keris
Tumenggung
ngi,
dan
menambah.
Wiraguna.
Pada
tahun
1983
terbit
novel
seja-‐ Novel
tersebut
sekaligus
mengung-‐
rah
berjudul
Rara
Mendut
oleh
Y.B.
kap
suasana
tahun-‐tahun
terakhir
masa
Mangunwijaya.
Cerita
rakyat
Rara
pemerintahan
Sultan
Agung
dan
masa
Mendut
bukan
hanya
kisah
cinta
melo-‐ remaja
putra
mahkota,
Pangeran
Aria
dramatis
belaka,
melainkan
sebenarnya
Mataram
alias
Raden
Mas
Jibus,
yang
ke-‐
merupakan
salah
satu
perintis
hebat
da-‐ lak
menjadi
Sunan
Mangkurat
I.
Peristi-‐
ri
jenis
sastra
roman
historis
nasional
ki-‐ wa-‐peristiwa
dan
suasana
yang
sendi-‐
ta.
Apalagi
temanya
seorang
gadis
rakyat
sendi
historisnya
dapat
kita
lacak
dalam
kecil
berstatus
budak
rampasan
yang
laporan-‐laporan
sumber
Barat,
seperti
menolak
dijadikan
istri
panglima
besar
yang
didokumentasikan
oleh
bekas
duta
Mataram
yang
berkuasa
dan
bertahta,
besar
VOC
di
Mataram,
Rijckloff
van
hanya
demi
pemenangan
cinta
murni-‐ Goens,
Francois
Valenteyn,
Babad
Tanah
nya
kepada
jejaka
pilihannya
sendiri.
Jawi,
dan
lain-‐lain,
semuanya
diolah
da-‐
Namun,
sejalan
dengan
yang
dikerjakan
lam
ramuan
cerita
fiktif
yang
menarik
setiap
dalang
dan
tradisi
internasional,
sekaligus
kaya
hikmah
dan
humor.
kisah
klasik
tersebut
tidak
dicerita-‐ Bagian
ketiga
dari
trilogi
Rara
ulangkan
belaka
oleh
Mangunwijaya,
te-‐ Mendut-‐Genduk
Duku-‐Lusi
Lindri
ini
me-‐
tapi
dicipta
baru
dalam
bentuk
sastra
mantau
dalam
bentuk
novel
sejarah
222
ATAVISME,
Vol.
17,
No.
2,
Edisi
Desember
2014:
218—231
dengan
cermat
mengenai
data
dan
fakta
hasrat
suaminya
itu.
Bahkan
menyaran-‐
historis
Sunan
Mangkurat
I
(abad
ke-‐17),
kan
Rara
Mendut
tidak
hanya
diambil
se-‐
raja
kejam
Mataram
dan
zamannya
yang
bagai
selir,
tetapi
sebagai
istri.
Namun,
penuh
peristiwa
dramatis.
Tokoh
novel
niat
Tumenggung
Wiraguna
mengambil
si
gadis
Lusi
Lindri,
anak
perempuan
Rara
Mendut,
baik
sebagai
selir
maupun
Genduk
Duku
terpilih
ibu
Suri
menjadi
istri
tidak
mendapat
sambutan
sebagai-‐
salah
seorang
dari
pasukan
pengawal
mana
yang
diharapkannya.
Rara
pribadi
Susuhunan
Mangkurat
I
dan
me-‐ Mendut,
dara
jelita
dari
Pathi
itu
ternya-‐
ngalami
hidup
paling
rahasia
di
antara
ta
mempunyai
pendirian
yang
teguh
dan
dinding-‐dinding
istana.
Perjalanannya
berani
menolak
hasrat
sang
Tumeng-‐
sebagai
seorang
perwira
mata-‐mata
Ma-‐ gung.
Nyai
Tumenggung
sudah
berusaha
taram
di
Batavia,
pusat
VOC,
dan
per-‐ pula
membujuk
Rara
Mendut,
tetapi
usa-‐
kembangannya
tak
terduga
adalah
seba-‐ hanya
itu
sia-‐sia
(lihat
Hendrato,
gai
pemberontak
di
wilayah-‐wilayah
1978:35—36).
(yang
sekarang
disebut
Bagelen,
Mage-‐ Beberapa
kutipan
berikut
meng-‐
lang,
dan
Gunung
Kidul)
melawan
raja
gambarkan
tokoh
Rara
Mendut
sebagai
lalim
itu;
merupakan
klimaks
trilogi
no-‐ sosok
wanita
yang
cantik
jelita
dan
vel
ini.
Novel
ini
terbit
pada
tahun
1987.
mempunyai
sikap
berani
dan
berpendi-‐
rian
teguh.
Perbandingan
Teks
Rara
Mendut,
Serat
Pranacitra-‐Rara
Mendut
(P-‐ “Ingkang
dadya
wode
tyasku
iki,
iya
pa-‐
RM),
dan
Trilogi
Rara
Mendut
(RM)
ring
Dalem
boboyongan,
amung
bocah
Karya
Y.B.
Mangunwijaya
siji
kae,
iya
si
Rara
Mendut,
bok
iyaa
sun
Cerita
Rara
Mendut
berawal
dari
kisah
karya
selir,
manging
selir
kuwasa,
ang-‐
reh
pra
sadaya
sami,
miwah
kagungan-‐
tentang
masa
kejayaan
kerajaan
Mata-‐
ingwang”
ram
di
bawah
pemerintahan
Sri
Sultan
...
“Wau
ta
Ni
Rara
Mendut,
sawuse
busa-‐
Anyakrakusuma.
Pada
saat
itu,
Pathi
te-‐ na
adi,
mijil
saking
gandhok
wetan,
sa-‐
lah
ditundukkan
oleh
Mataram.
Banyak
daya
kancanireki,
pawestri
samya
tumi-‐
rakyat
Pathi
yang
ditawan;
tidak
sedikit
ngal,
mring
Ni
Rara
Mendut
Pathi.
pula
wanita
yang
dijadikan
boyongan
...
“Satuhu
kalamun
ayu,
Ni
Rara
Mendut
dan
dibawa
ke
Mataram.
linuwih,
sa
Wiragunan
tan
ana,
nimba-‐
Tumenggung
Wiraguna
adalah
se-‐ ngi
warnanireki,
sadaya
angalembana,
orang
bupati
yang
menjadi
kesayangan
tuwa
nom
parekan
cethi”
raja,
sebab
di
dalam
menunaikan
tugas-‐ ...
“Samnya
angaterken
laku,
prapten
pa-‐
nya
tidak
pernah
mengecewakan
atasan.
regolaneki,
sang
salamet
ing
lumampah,
Ni
Rara
mesem
mangsuli,
rewange
pa-‐
Oleh
karena
kesetiaannya
kepada
raja,
gut
paguyuan,
samya
suka
aningali”
Tumenggung
Wiraguna
diberi
hadiah
(Hendrato,
1978:41).
empat
putri
boyongan
oleh
Sri
Sultan.
Salah
satu
di
antara
keempat
putri
bo-‐ ‘“Yang
menjadi
keinginanku
wanita
yongan
itu,
ada
yang
sangat
menarik
yang
cantik
ini,
ya
pemberian
perhatiannya,
dan
senantiasa
membuat
boyongan,
pemberian
dalem
(raja),
ha-‐
gelisah
hatinya.
Putri
boyongan
yang
nya
satu
anak
itu
ya
si
Rara
Mendut,
ha-‐
memikat
hati
sang
Tumenggung
itu
ada-‐ rapan
menjadi
selir,
tetapi
selir
yang
lah
seorang
dara
cantik
jelita
bernama
berkuasa,
serta
mengatur
semua
keka-‐
Rara
Mendut.
Oleh
karena
itu,
sang
Tu-‐ yaan
yang
saya
miliki”
menggung
berniat
mengambil
Rara
“Itu
tadi
Ni
Rara
Mendut,
setelah
ber-‐
Mendut
sebagai
selir.
Istrinya,
Nyai
ganti
busana
yang
bagus,
keluar
dari
gandok
timur,
semua
para
wanita
Tumenggung
juga
sangat
setuju
dengan
223
Rara
Mendut
dari
Sastra
…
(Trisna
Kumala
Satya
Dewi)
224
ATAVISME,
Vol.
17,
No.
2,
Edisi
Desember
2014:
218—231
bopati,
wong
kudu
nora
pakra”
pemenangan
cintanya
kepada
jejaka
pi-‐
(Hendrato,
1978:36).
lihannya.
Tentu
saja
hal
tersebut
meru-‐
pakan
salah
satu
contoh
pemikiran
“so-‐
“Kemudian
kembali
duduk,
tetapi
ma-‐ sok
perempuan”
(Rara
Mendut)
yang
di-‐
sih
dalam
keadaan
marah
sambil
ber-‐ anggap
kontroversial
pada
zamannya.
kata,
“Setan
alas
(hutan)
kamu
Mendut,
Namun,
justru
tema
inilah
yang
ditonjol-‐
gila
menahun,
kalau
begitu
sudahlah
is-‐
triku
si
boyongan
mangunyang,
anjing
kan
oleh
Mangunwijaya
sebagai
penga-‐
Mendut,
menjadi
seorang
putri
boyong-‐ rang
dalam
membentuk
karakter
(peno-‐
an,
kalau
begitu
berikanlah
hukuman
kohan)
Rara
Mendut.
Perhatikan
kutipan
padanya,
agar
membayar
uang
tiga
re-‐ berikut,
yang
menggambarkan
dialog
yal
setiap
hari”.
antara
Nyai
Ajeng
dan
Rara
Mendut
da-‐
lam
hal
penolakannya
terhadap
“Kalau
tidak
sanggup,
memenuhi
denda
Tumenggung
Wiraguna.
tiga
reyal,
pasti
dia
akan
saya
paksa,
su-‐
ruhlah
dia
memilih
antara
membayar
“Sudah
datang
kau,
Rara
Mendut”
denda
atau
saya
jadikan
istri
selir,
ia
hi-‐ “Hamba
siap
memenuhi
panggilan
Nyai
dup
sendiri,
jauh
dari
orang
tuanya,
se-‐ Ajeng”
benarnya
kasihan,
tetapi
sayangnya
dia
“Sudah
tahu,
mengapa?”
jual
mahal
berani
menolak
bupati,
tidak
“Untuk
memohon
ingat,
bahwa
hamba
ada
gunanya”.
telah
diberikan
janji,
boleh
pulang
ke
rumah
ayah-‐ibu
hamba”
Dalam
rangka
memenuhi
kewajib-‐ “Heh
terkejut
Nyai
Ajeng
atas
jawaban
annya
membayar
pajak
tiga
reyal
setiap
yang
tidak
terduga
dan
sungguh
kurang
harinya,
Rara
Mendut
yang
mempunyai
ajar
itu.
“Kau
tetap
membangkang?”
pendirian
keras
itu
tidak
segan-‐segan
“Membangkang
adalah
perbuatan
bu-‐
berjualan
rokok.
Rara
Mendut
yang
can-‐ ruk.
Memohon
lunasan
janji
Tumenggung
Wiroguno
yang
disampai-‐
tik
dan
cerdik;
banyak
disegani
oleh
pen-‐
kan
oleh
Nyai
Ajeng
dahulu
itu
justru
duduk
se-‐Wiragunan.
Berikut
kutipan
menjunjung
nama
Kanjeng”
tentang
suasana
saat
Rara
Mendut
ber-‐ “Mata
Nyai
Ajeng
berkilat-‐kilat
marah.
peran
sebagai
penjual
rokok.
Dan
amarah
itu
justru
terasa
panas
ka-‐
rena
memang
Mendut
benar.
Penasar-‐
“Kang
wus
ngarti
tutur-‐tutur:
“Salire
an
Nyai
Ajeng
justru
berkata
lebih
men-‐
Kanjeng
Kiyai,
Rara
Mendut
wastanira,
jerat
diri
lagi,
“Kau
tidak
berhak
meme-‐
alumuh
kinarnya
selir.
Pinilalah
adha-‐ rintah
Panglima
Besar
Mataram”.
dhasar,
wade
rokok
pinggir
margi”
“Panglima
besar
Mataram,
manusia
(Hendrato,
1978:42).
ksatria,
Nyai
Ajeng
yang
hamba
horma-‐
ti,
dan
sabda
ksatria
dapat
diandalkan”.
‘“Yang
sudah
mengerti
berbincang-‐bin-‐ “Yang
berjanji
kau
boleh
pulang
itu
cang,
“Istri
selir
Kanjeng
Kiai
Rara
Wiraguna,
tahu!
Tetapi
yang
meng-‐
Mendut
namanya,
dia
mau
menjadi
se-‐ hendaki
kau
menjadi
pendampingnya
lir.
Namun,
menginginkan
atau
punya
ialah
panglima
perang
yang
jaya
atas
permohonan
sebagai
penjual
rokok
di
kadipaten
Pathi.
Dan
jangan
khilaf:
jalanan”’.
Ingkang
Sinuhun
Susunan
pribadi!
Y.B.
Mangunwijaya
dalam
novelnya
Mendut
diam”.
Rara
Mendut
menonjolkan
sosok
Rara
“Mengapa
kau
diam?”
Nyai
Ajeng
ber-‐
Mendut
dengan
mengangkat
tema
se-‐ tanya
asal
bertanya
saja
sebab
memang
orang
gadis
rakyat
kecil
berstatus
budak
ditubruk
dari
sisi
manapun,
suaminya
rampasan
yang
menolak
dijadikan
istri
harafiah
sudah
berjanji
tadi
itu.
“Kau
ti-‐
seorang
panglima
besar
Mataram
yang
dak
melayani
tuanmu.
Apa
Tumenggung
Wiroguna
kau
anggap
berkuasa
dan
berharta,
demi
225
Rara
Mendut
dari
Sastra
…
(Trisna
Kumala
Satya
Dewi)
terlalu
tua?
Katakan
terus
terang”.
serba
halus
dan
“adiluhung”.
Berbeda
Mendut
tidak
segera
menjawab,
halnya
dengan
Mangunwijaya
dengan
“Mendut
hanya
anak
laut
dari
pantai”
memakai
wahana
bahasa
(Indonesia)
(Mangunwijaya,
1983:171—172).
pengungkapan
konsep
“ngunggah-‐ung-‐
gahi”
terasa
lebih
bebas,
namun
masih
Y.B.
Mangunwijaya
ingin
menunjuk-‐ bertumpu
pada
budaya
Jawa.
Pengung-‐
kan
bahwa
sebenarnya
kaum
perempu-‐ kapan
rasa
cinta
Rara
Mendut
kepada
an
pun
mempunyai
keberadaan
(jati
di-‐ Pranacitra
terasa
lugas
dalam
novel
RM.
ri)
dalam
rangka
memilih
dan
menen-‐
tukan
pria
idaman
hidupnya.
Demikian
“Kemerdekaan
bergerak
dan
menentu-‐
halnya
dengan
Rara
Mendut;
ia
berhak
kan
nasib
sendiri
pun
Mendut
tidak
pu-‐
menolak
Wiraguna
dan
memilih
nya;
modal
sendiri
setiap
manusia
ter-‐
Pranacitra,
pujaan
hatinya,
walaupun
hormat.
Namun
jiwanya,
sikap
budinya
akhirnya
cinta
dua
sejoli
itu
harus
dite-‐ ….
ah,
sama
sekali
tidak
berlebih-‐lebih-‐
bus
dengan
darah.
anlah,
bila
diakui
bahwa
bukan
Pranacitra
baru.
Tak
mengapalah,
bila
“Haru
asmara
dan
bahasa
pacaran
dua
pihak
gadislah
yang
“ngungguh-‐ung-‐
muda
itu
lebih
berdesir
dan
berden-‐ guhi”
Kata
yang
jelek,
seolah-‐olah
lelaki
dang
dalam
percumbuan
antarmata.
di
lapisan
atas
dan
perempuan
di
ba-‐
Dan
dalam
remang-‐remang
cikar,
baha-‐ wah
(Mangunwijaya,
1983:333)
sa
itu
menjadi
mistik
yang
bergejolak
hebat,
namun
terjaring
dalam
pukauan
Dalam
rangka
mempertahankan
yang
menawan.
Disusul
kasyahduan
ta-‐ cinta
dan
kesetiaannya
kepada
kekasih-‐
pi
pipi
padu
pipi
serta
jari
mendari
je-‐ nya,
Rara
Mendut
berani
melakukan
bela
mari;
Arjuno
menggeluti
Larasati.
pati
atau
harakiri.
Dalam
pelariannya
Pranacitra
berbisik
tak
habis
heran.
yang
melelahkan,
Rara
Mendut
dan
“Terpilih
oleh
istana,
bukankah
itu
ang-‐ Pranacitra
akhirnya
terkepung
oleh
pa-‐
suran
impian
setiap
gadis
rakyat?”
sukan
Wiraguna,
dan
keduanya
mati
di-‐
“Terpilih
….?
Mas
Prono,
saya
selalu
iri
hati
pada
lelaki.
Mereka
dapat
memi-‐
ujung
keris
sang
Tumenggung
(lihat
lih”.
Mangunwijaya,
1983:385—397;
“Memilih
atau
memaksakan
kehen-‐ Hendato,
1978:143—146).
dak?”
Dalam
serat
P-‐RM
sosok
Wiraguna
Mendut
tersenyum,
mata
terkatup
ia
diceritakan
dengan
jelas.
Tumenggung
berbisik,
“
Pranacitra,
aku
orang
terus
Wiraguna
adalah
seorang
pria
setengah
terang.
Kau
tidak
marah
aku
memilih-‐ baya,
tetapi
masih
giat
bekerja.
Satu-‐sa-‐
mu?”
(Mangunwijaya,
1983:
321)
tunya
yang
membuatnya
kelihatan
tua
adalah
gigi-‐giginya
yang
sudah
tanggal.
Di
dalam
RM
dilukiskan,
bahwa
Tumenggung
Wiraguna
adalah
seorang
Rara
Mendut
juga
merupakan
tokoh
wa-‐ bupati
kesayangan
raja
(Hendrato,
nita
yang
dinamis-‐aktif
dan
berani
me-‐ 1978:27—32).
ngungkapkan
kehendak
atau
pemikiran-‐ Dalam
novel
RM,
tokoh
Wiraguna
pemikirannya.
Konsep
tentang
adalah
pujaan
seluruh
rakyat
Mataram.
“ngunggah-‐unggahi”
dalam
hal
percinta-‐ Kanjeng
Raden
Tumenggung
Wiraguna,
an
pun
ditonjolkan
oleh
Mangunwijaya
demikian
sebutan
lengkapnya
dan
telah
melalui
sosok
Rara
Mendut
secara
“gam-‐ meraih
kemenangan
demi
kemenangan.
blang”.
Di
dalam
serat
P-‐RM
konsep
ini
Sebagai
seorang
panglima
perang,
masih
terselubung
atau
mengandung
Wiraguna
jaya
di
medan
laga.
Para
pra-‐
nuansa
yang
harus
ditafsirkan
lebih
lan-‐ jurit
Mataram
menjulukinya
sebagai
jut
dengan
olah
pikir
budaya
Jawa
yang
226
ATAVISME,
Vol.
17,
No.
2,
Edisi
Desember
2014:
218—231
227
Rara
Mendut
dari
Sastra
…
(Trisna
Kumala
Satya
Dewi)
dihadapannya
selaku
istri
atau
selir
taklukannya
itu
pantai.
Gunung
letaknya
seperti
Bimo
kandatipun
tak
sengaja.
di
atas,
sedangkan
pantai
di
bawah.
Oleh
Tidak!
Ti-‐dak
sama
lakon
Bismo
–
sebab
itu,
pantai
harus
selalu
takluk
de-‐
Ambika
–
Srikandi
dengan
Wiraguna
ngan
gunung.
Pati
harus
takluk
dengan
dengan
Rara
Mendut.
Namun,
entahlah,
Mataram
dan
setiap
saat
siap
mengirim
hati
Wiraguna
belum
dapat
tenteram”
(Mangunwijaya,
1983:87).
upeti
sebagai
persembahan
daerah
tak-‐
lukan
kepada
Sang
Penakluk,
yaitu
Sul-‐
Namun,
ternyata
benar
filsafat
tan
Agung.
Dalam
hal
ini
upeti
termasuk
Wiraguna;
sang
panglima
yang
jaya
di
juga
persembahan
para
putri
boyongan
medan
laga
itu
terombang-‐ambing
anta-‐ untuk
klangenan
Sang
Penguasa.
ra
kewibawaan
dan
perasaannya.
Sesuai
Berkaitan
dengan
hal
tersebut
pelarian
yang
amat
melelahkan
itu,
Gramsci
(Gufron,
2000:2)
berpandangan
Pranacitra
tewas
di
ujung
keris
bahwa
negara
merupakan
sebuah
ins-‐
Wiraguna,
dan
tanpa
diduga
oleh
trumen
terpenting
bagi
ekspansi
keku-‐
Wiraguna,
Rara
Mendut
pun
menyam-‐ atan
kelas
yang
dominan
dan
sebuah
ke-‐
but
ujung
kerisnya.
Rara
Mendut
pujaan
kuatan
koersif
yang
membuat
kelompok
hati
sang
Tumenggung
tewas
di
ta-‐ subordinat
tetap
lemah
dan
tidak
ter-‐
ngannya
sendiri
(lihat
Mangunwijaya,
organisasi
sehingga
kelas
penguasa
tetap
1983:385—397).
dapat
mempertahankan
kekuasaannya6.
Dalam
rangka
mencapai
tujuan
itu,
nega-‐
Perlawanan
terhadap
Kekuasaan
ra
sering
menempuh
dua
cara,
yaitu
do-‐
Kekuasaan
dan
negara
merupakan
dua
minasi
(penindasan)
dan
kepemimpinan
hal
yang
tidak
dapat
dipisahkan.
Negara
intelektual
dan
moral
(hegemoni).
De-‐
baru
dirasakan
kehadirannya
oleh
indi-‐ ngan
demikian
rakyat
harus
patuh
kepa-‐
vidu
manakala
ia
berbenturan
dengan
da
Sang
Penguasa
(Raja),
namun
berbe-‐
kekuasaan;
ada
realitas
kekuasaan,
ada
da
yang
terjadi
dalam
diri
Rara
Mendut
–
realitas
kekuasaan
di
luar
individu
itu
gadis
pesisir
pantai
yang
lugu
tetapi
te-‐
yang
cukup
berpengaruh
terhadap
kehi-‐ lah
berani
membela
martabat
dan
harga
dupannya
sehari-‐hari
(Ghufron,
2000:1).
dirinya.
Demi
membela
harga
dirinya
Inilah
realitas
kekuasaan
dalam
masya-‐ dan
panggilan
hati
nuraninya
Rara
rakat.
Berkaitan
dengan
hal
tersebut
Mendut
dengan
tegas
telah
menolak
la-‐
konsep
tentang
kekuasaan
negara
men-‐ maran
Tumenggung
Wiraguna
seorang
jadi
perdebatan
di
antara
pemikir-‐pemi-‐ bupati
dan
panglima
perang
kesayangan
kir
Yunani
Kuna.
Plato
dan
Aristoteles
Kanjeng
Sultan
Agung.
menyatakan
bahwa
negara
memerlukan
Gramsci
(dalam
Faruk,
1994:61)
kekuasaan
yang
mutlak
untuk
mendidik
berpendapat
bahwa
dunia
gagasan,
ke-‐
warganya
dengan
nilai-‐nilai
moral
yang
budayaan,
superstruktur
bukan
hanya
rasional
(Budiman,
1993:6).
sebagai
refleksi
atau
ekspresi
dan
struk-‐
Dalam
cerita
Rara
Mendut
jelas
bah-‐ tur
ekonomik
atau
infrastruktur
yang
wa
rakyat
yang
dominan
merupakan
da-‐ bersifat
material,
melainkan
sebagai
sa-‐
erah
taklukan
Mataram
dan
di
bawah
lah
satu
kekuatan
material
itu
sendiri.
kekuasaan
Mataram
sangat
Sebagai
kekuatan
material
itu,
dunia
mempengaruhi
kehidupan
sehari-‐hari.
gagasan
atau
ideologi
berfungsi
mengor-‐
Bagaimanapun
juga
daerah
taklukan
ganisasi
massa
manusia,
menciptakan
(Pati)
harus
tunduk
pada
Mataram.
Y.B.
suatu
tanah
lapang
yang
di
atasnya
ma-‐
Mangunwijaya
dalam
Rara
Mendut
nusia
bergerak.
Jadi,
kekuatan-‐kekuatan
(1983)
mengibaratkan
Mataram
adalah
material
merupakan
isi,
sedangkan
ideo-‐
gunung,
sedangkan
Pati,
daerah
logi
merupakan
bentuknya.
Dalam
cerita
228
ATAVISME,
Vol.
17,
No.
2,
Edisi
Desember
2014:
218—231
229
Rara
Mendut
dari
Sastra
…
(Trisna
Kumala
Satya
Dewi)
230
ATAVISME,
Vol.
17,
No.
2,
Edisi
Desember
2014:
218—231
Rosidi.
Ayip.
1985.
Roro
Mendut.
Jakarta:
dan
Penyebarannya.
Jakarta:
Balai
Gunung
Agung.
Pustaka.
Teeuw,
A.
1982.
Khazanah
Sastra
Indo-‐
nesia:
Beberapa
Masalah
Penelitian
231