Anda di halaman 1dari 18

PROSEDUR PEMERIKSAAN TEKNIK RADIOGRAFI

PANORAMIK DAN SOFT TISSUE

Disusun oleh:

Nama : Fransisca Dyah Septiyani

NIM : 2001087

Kelas : Seeram

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK RONTGEN

FAKULTAS KESEHATAN DAN KETEKNISIAN MEDIS

UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah ini. saya menyadari bahwa, tanpa bantuan
dan masukan dari berbagai pihak pada penyusunan ini sangatlah sulit bagi penulis untuk
menyelesaikannya.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini. Saya mohon
maaf apabila ada kesalahan atas kesalahan yang telah dilakukan baik disengaja maupun
tidak disengaja. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi setiap orang yang
membacanya.

Sragen, 1 Juli 2021


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR ........................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR...........................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS.................................................................................2

BAB III PEMBAHASAN KASUS........................................................................8

BAB IV KAITAN DENGAN TEORI....................................................................10

TEKNIK RADIOGRAFI SOFT TISSUE.............................................................16

BAB V KESIMPULAN.......................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

Pada pemeriksaan panoramik, sering kali ditemukan adanya lesi yang tidak berkaitan
dengan keluhan utama pasien. Jarang adanya laporan kasus yang menyebutkan bahwa lesi
ditemukan secara kebetulan atau dengan kata lain tanpa dilakukan pemeriksaan radiografi.
Banyak kondisi patologis tetap asimtomatik dan diperiksa hanya ketika menyebabkan
ekspansi jaringan lunak dan jaringan keras, serta infeksi sekunder. Adanya keterlambatan
dalam deteksi akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan penyakit
dan pengobatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi pada kasus yaitu dengan
dilakukan pemeriksaan radiografi sebelum perawatan gigi yang akan memberikan gambaran
patologi yang mungkin terjadi untuk mencapai diagnosis dini dan pengobatan yang sesuai.
Pada jurnal ini melaporkan tiga kasus di mana kondisi patologis tetap tidak terdeteksi
bahkan setelah beberapa kunjungan ke dokter gigi berserta dengan diskusi tentang
fleksibilitas dari radiograf panoramik pada screening dan deteksi dini dari banyaknya
masalah klinis.
BAB II

TINJAUAN KASUS

2.1. Kasus 1

Seorang pasien wanita berusia 44 tahun datang ke klinik dengan keluhan nyeri secara
terus menerus selama 2 tahun terakhir. Terdapat 2 gigi yang membusuk dan telah dilakukan
perawatan saluran akar. Karena rasa sakit yang berisifat persisten, pasien dirujuk ke dokter
bedah maksilofasial untuk penanganan terhadap nyeri sendi temporomandibular (TMJ).
Secara klinis, TMJ pasien normal dan pasien dirujuk ke periodontist untuk menangani
jaringan periodontal yang terlibat. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan fraktur pada gigi 25,
gigi 26 dan obliterasi ringan pada vestibulum buccalis kiri rahang atas. Radiografi panoramik
disarankan untuk megetahui perawatan endodontik pada gigi 25 dan 26. Lesi berbatas
tegas dengan campuran radiopak dan radiolusen terlihat dari apikal ke 25 dan 26
mendorong sinus maksilaris superior. Gigi 18 mengalami impaksi horizontal terlihat didalam
tulang alveolar. Lesi berenukleasi dibawah anastesi lokal dan gigi 18 yang impaksi telah
diekstraksi. Hasil pemeriksaan hitopatologi melaporkan bahwa lesi tersebut merupakan
kompleks odontoma.

Gambar 1. Gambaran lesi campuran radiopak dan radiolusen berbatas tegas

pada gigi 25 dan 26


2.2. Kasus 2

Seorang pasien wanita berusia 33 tahun datang dengan keluhan sakit dan bengkak pada
sisi kanan rahang atasnya. Pasien melaporkan bahwa pembengkakan terjadi sebulan lalu
dan mengkonsumsi antibiotik atas saran dokter gigi. 4 tahun yang lalu, gigi pada rahang
bawah pasien pernah diekstraksi, profilaksis oral dilakukan dua tahun yang lalu dan 2
giginya juga ditumpat menggunakan amalgam.

Hasil radiografi panoramik pasien menunjukkan adanya gigi impaksi molar 3 rahang atas
kanan pada sinus maksilaris kanan dekat dengan dinding medial dengan radiolusen yang
berbatas tegas disekitar gigi yang impaksi. Lesi itu berenukleasi bersamaan dengan
ekstraksi gigi yang dilakukan dan berdasarkan laporan histopatologi menegaskan bahwa lesi
itu adalah kista dentigerous.

Gambar 2. Hasil radiografi panoramik ditemukan adanya impaksi pada gigi 28 disertai
radiolusen berbatas tegas di sekitar gigi yang impaksi
2.3. Kasus 3

Seorang pasien wanita berusia 31 tahun datang dengan mobilitas tidak normal pada 2
gigi bawah ( gigi 36 dan 37 ) pada sisi kiri yang pernah direstorasi 5 tahun lalu dan tidak
memiliki riwayat ekstraksi. Gigi molar 3 kiri pasien telah hilang secara klinis. Radiografi
panoramik disarankan untuk mengungkapkan lesi radiolusen multilocular sangat luas
membentang dari premolar kedua sampai kondilus. Resorpsi akar tercatat pada gigi 35, 36
dan 37. Gigi 38 ditemukan dekat dengan prosesus koronoid. Pada biopsi insisi
mengungkapkan ameloblastoma tipe folikuler.

Gambar 3. Gambaran multilokuler radiolusen pada region premolar kedua hingga kondilus
pada sisi kanan mandibula
BAB III

DISKUSI

Gambar radiografi panoramik secara klinis digunakan untuk pasien yang membutuhkan
gambaran yang luas dari rahang, seperti evaluasi terhadap trauma, penyakit gigi atau tulang
yang parah, didiagnosa atau diperkirakan menderita lesi yang besar, menentukan lokasi
molar tiga, evaluasi gigi yang hilang, melihat perkembangan dan status erupsi dari gigi,
melihat retained tooth dan ujung akar pada pasien edentulous, memeriksa keadaan sinus
maksilaris dan gangguan pada sendi temporomandibular serta melihat perkembangan
anomali seperti prognathism dan retrognathism. Gambar panoramik sering digunakan
sebagai evaluasi gambar awal yang dapat memberikan tampilan yang diperlukan dan
membantu dalam menentukan kebutuhan proyeksi lainnya.

Salah satu kelebihan dari gambar panoramik adalah tampilan dari gigi yang lengkap dan
memungkinkan untuk mendiagnosis jumlah, posisi dan anatomi gigi yang mengalami gross
abnormalities. Radiografi panoramik dapat memperlihatkan jarak dari gigi yang mengalami
impaksi dengan struktur vital seperti inferior alveolar canal, dasar dan dinding posterior sinus
maksilaris, maxillary tuberosity dan gigi sebelahnya. Disamping itu semua pasien dapat
dengan mudah memahami gambar yang dihasilkan dari radiografi panoramik dan dapat
berguna sebagi media pembelajaran visual bagi pasien.

Dalam ketiga kasus, pasien telah mengunjungi klinik gigi dengan berbagai masalah yang
terjadi pada giginya dan telah menjalani perawatan gigi secara rutin seperti oral prophylaxis,
restorasi, perawatan saluran akar dan ekstrasi. Jumlah kunjungan berkisar antara tiga
sampai lebih dari sepuluh kali. Tidak ada kasus yang dievaluasi kembali dengan
menggunakan radiografi panoramik bahkan pada pasien dengan kehilangan gigi dan masih
mempertahankan gigi sulung.

Radiografi panoramik dapat menjangkau area yang luas dari tulang wajah dan gigi
dengan dosis radiasi yang rendah. Dosis exposure relatif dari radiografi panoramik
diperkirakan sekitar 6,7 microSv dan 26 microSv dengan resiko terjadinya fatal cancer
sebesar 0,21 dan 1,9 kasus per 1 juta pemeriksaan.

Kerugian utama dari radiografi panoramik adalah gambar yang dihasilkan tidak dapat
menampilkan gambaran anatomi secara detail, tidak seperti radiografi periapikal atau
radiografi bitewing yang dapat menampilkan lesi kasies yang sangat kecil atau lesi
periodontal dan tanda awal terjadinya lesi periapikal. Masalah lainnya adalah pembesaran
yang tidak sama pada gambar serta terjadinya distorsi geometri pada gambar. Keberadaan
ruas tulang belakang pada leher dapat mengaburkan gambar hasil radiografi terutama di
daerah sekitar gigi insisifus. Rushton et al menyarankan beberapa faktor klinis dapat
digunakan untuk menentukan hasil diagnosis dari sebuah perawatan. Kecurigaan klinis dari
gigi dengan kelainan periapikal, erupsi gigi sebagian, lesi karies dengan pembengkakan,
dan dugaan klinis gigi tidak erupsi. Asaumi et al mengamati 12,8% dari 1092 pasien pada
sebuah penelitian retrospektif dengan populasi anak anak dan 47,1% diantaranya memiliki
lesi yang berbeda dari pokok keluhan utama. Radiografi panoramik merupakan alat yang
sangat penting untuk membantu mengidentifikasi permasalahan perkembangan gigi pada
fase geligi campuran. Radiografi panoramik dapat memberikan informasi mengenai
perkembangan gigi, keberadaan leeway space, erupsi gigi permanen, anomali gigi, dan
gangguan perkembangan gigi.

Radiografi panoramik dapat digunakan dalam penentuan panjang akar dan arah sumbu
gigi pada perawatan ortodontik. Pada pengamatan ditemukan bahwa panjang rata-rata
yangdiukur lebih tinggi dari panjang sebenarnya, yaitu 22% untuk gigi rahang atas dan 1%
pada gigi rahang bawah. Terdapat perubahan yang signifikan terlihat kelainan gigi di daerah
premaxillary pada radiografi panoramik dimana perubahan yang terjadi sekitar 23%.
Radiografi panoramik digunakan dalam pengukuran estimasi usia dalam forensik pada
anak-anak, tapi ini harus dikombinasikan dengan hand and collar bone radiografi untuk
akurasi yang lebih baik. Penebalan mukosa dan kista antral mukosa pada sinus maksilaris
sangat sering ditemukan di radiografi panoramik, infeksi gigi sangat berkorelasi dengan
penebalan pada mukosa. Radiografi panoramik mengungkapkan kalsifikasi carotid artery
atheromatous lesions pada pasien diabetes dan membantu dokter gigi dalam memberikan
rujukan yang sesuai untuk perawatan diabetes. Perubahan lebar kortikal dari bagian dalam
mandibula dan bentuk dalam radiografi panoramik pada wanita pasca-menopause
merupakan salah satu penada dari osteoporosis. Akurasi dari diagnostik pada radiografi
panoramik dilihat melalui evaluasi pra operasi dari hubungan antara gigi molar ketiga dan
alveolar inferior canal. Pengamatan yang cermat pada radiografi panoramik bisa
mengungkapkan kelaian sendi temporomandibular seperti kista aneurismal tulang, trauma
kista tulang, dan chondramatosis sinovial dan TMJ arthrosis.
BAB IV

KAITAN DENGAN TEORI

Radiografi dibidang ilmu kedokteran gigi adalah pengambilan gambar menggunakan


radiografi dengan sejumlah radiasi untuk membentuk bayangan yang dapat dikaji pada film.
Hampir semua perawatan gigi dan mulut membutuhkan data dukungan pemeriksaan
radiografi agar perawatan yang dilakukan mencapai hasil optimal. Dalam bidang kedokteran
gigi teknik radiografi yang digunakan terdiri dari dua jenis,yaitu radiografi intraoral dan
ekstraoral. Radiografi ekstraoral adalah pemeriksaan radiografi yang digunakan untuk
melihat area yang luas pada tengkorak kepala dan rahang. Pada radiografi ekstraoral film
yang digunakan diletakan diluar rongga mulut. Radiografi ekstraoral terdiri atas beberapa
tipe, salah satunya adalah radiografi panoramik. Gambaran panoramik adalah sebuah teknik
untuk membuat gambaran tomografik tunggal dari struktur fasial yang melibatkan baik
lengkung gigi pada maksila dan mandibular serta struktur pendukungnya. Gambaran
radiografi panoramik banyak digunakan untuk mendiagnosa gangguan pada rahang yang
membutuhkan cakupan yang lebih luas terutama pada evaluasi trauma, lokasi gigi molar
ketiga,manifestasi penyakit sistemik, lesi yang luas pada rahang, pertumbuhan gigi geligi
dan lain lain.

Prosedur teknik pengambilan gambar panoramik yang direkomendasikan adalah sebagai


berikut:

1. Cuci tangan dan gunakan pakaian pelindung.

2. Jelaskan pada pasien prosedur dan pergerakan alat.

3. Jelaskan pada pasien bite holder yang digunakan dan pemasukan kaset film.

4. Gunakan paparan film yang tepat.

5. Pakaikan pelindung apron pada pasien.

6. Pasien diinstruksikan menutup bibir dan menekan lidah.

7. Pasien harus diposisikan dalam unit dengan tegak dan diperintahkan untuk berpegangan
agar tetap seimbang.

8. Pasien diminta memposisikan gigi edge to edge dengan dagu mereka bersentuhan pada
tempat dagu.

9. Collimator harus digunakan sesuai dengan ukuran yang diinginkan (median sagital dan
gigi anterior).
10. Kepala tidak boleh bergerak dibantu dengan penahan kepala.

11. Jelaskan pada pasien untuk bernafas normal dan tidak bernafas terlalu dalam saat
penyinaran.

12. Paparkan film.

Gambar 4.1 Posisi pasien saat pengambilan gambar panoramik.


Gambar 4.1 Posisi pasien saat pengambilan gambar panoramik.

Keuntungan dan Kerugian radiografi panoramik

Keuntungan Radiografi Panoramik:

1. Semua jaringan pada area yang luas dapat tergambarkan pada film, mencakup tulang
wajah dan gigi.

2. Pasien menerima dosis radiasi yang rendah.

3. Dapat digunakan pada pasien yang tidak dapat membuka mulut.

4. Untuk membuat gambaran panoramik tidak membutuhkan waktu yang lama, biasanya 3-4
menit (termasuk waktu yang diperlukan untuk posisi pasien dan paparan)

5. Gambar mudah dipahami pasien dan media pembelajaran.

6. Kedua sisi mandibula dapat ditampakkan pada satu film, sehingga mudah untuk menilai
adanya fraktur.

7. Gambaran yang luas dapat digunakan untuk evaluasi periodontal dan penilaian
orthodontik.

8. Permukaan antral, dinding depan dan belakang tampak dengan baik.


Kerugian radiografi panoramik:

1. Gambaran tomografi hanya menampilkan irisan tubuh, struktur atau abnormalitas yang
bukan di bidang tumpu tidak bisa jelas.

2. Bayangan jaringan lunak dan udara dapat mengkaburkan struktur jaringan keras.

3. Bayangan artefak bisa mengkaburkan struktur di bidang tumpu.

4. Pergerakan tomografi bersama dengan jarak antara bidang tumpu dan film menghasilkan
distorsi dan magnifikasi pada gambaran.

5. Penggunaan film dan intensifying screen secara tidak langsung dapat menurunkan kualitas
gambar.

6. Teknik pemeriksaan tidak cocok untuk anak-anak di bawah lima tahun atau pasien non-
kooperatif karena lamanya waktu paparan.

7. Beberapa pasien tidak nyaman dengan bentuk bidang tumpu dan beberapa struktur akan
keluar dari fokus.

Berdasarkan teori diatas yang dikaitkan dengan kasus 1, hasil pemeriksaan radiografi
panoramik gigi 18 mengalami impaksi horizontal terlihat didalam tulang alveolar. Lesi
berenukleasi dibawah anastesi lokal dan gigi 18 yang impaksi telah diekstraksi. Hasil
pemeriksaan hitopatologi melaporkan bahwa lesi tersebut merupakan kompleks odontoma.

Etiologi kompleks odontoma tidak diketahui. Ada beberapa teori yang sudah diajukan,
seperti trauma lokal, infeksi, riwayat keluarga dan mutasi genetik, ada pula yang
menambahkan bahwa odontoma diwariskan kemungkinan dari genmutant post natal dengan
kontrol genetik perkembangan gigi.

Odontoma merupakan tumor jinak yang berasal dari odontogenik yang tergabung dari
mesenkimal dan elemen-elemen gigi. Secara histologi, terdiri dari jaringan gigi yang berbeda
termasuk email, dentin, sementum, dan dalam beberapa kasus termasuk jaringan pulpa.
Berdasarkan klasifikasi terbaru dari WHO tahun 2005, odontoma dibagi menjadi 2 jenis yaitu
kompleks odontoma dan compound odontoma.

Odontoma kompleks biasanya ditemukan pada posterior mandibula, biasanya pada gigi
impaksi, dan ukurannya dapat mencapai beberapa sentimeter. Secara radiologi, manifestasi
dari lesi ini ialah massa solid yang radioopak dengan adanya elemen-elemen nodular, dan
dikelilingi oleh zona radiolusen yang tipis. Lesi bersifat unilokular dan dipisahkan dari tulang
oleh garis kortikalisasi. Tidak terlihat struktur seperti gigi. Secara epidemiologi, odontoma
merupakan tumor odontogenik yang paling sering terjadi, dengan insidensi 22-67% dari
seluruh tumor pada rahang atas. Lesi ini lebih sering terjadi pada anak-anak dan remaja, dan
tidak berbeda jauh insidensinya pada laki-laki dan perempuan. Secara klinis, lesi yang
asimptomatik ini sering dihubungkan dengan perubahan pada erupsi gigi susu dan permanen.
Diagnosis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan radiologis (foto panoramik dan intraoral),
atau dalam mengevaluasi penyebab tertundanya gigi erupsi. Pengobatan pilihan ialah dengan
pengambilan lesi secara bedah pada semua kasus, diikuti dengan pemeriksaan secara
histopatologi untuk mengkonfirmasi diagnose.

Pada kasus 2 dilaporkan bahwa seorang pasien wanita berusia 33 tahun datang dengan
keluhan sakit dan bengkak pada sisi kanan rahang atasnya. Setelah dilakukan beberapa
pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan objektif kemudian dilakukan pemeriksaan radiografi
untuk menunjang penegakan diagnosa.

Hasil pemeriksaan radiografi diperoleh gigi molar 3 rahang atas impaksi pada sinus
maksilaris kanan dekat dengan dinding medial dengan radiolusen yang berbatas tegas
disekitar gigi yang impaksi yang dicurigai sebagai kista. Berdasarkan berbagai pemeriksaan
yang telah dilakukan belum dapat ditentukan jenis dari kista tersebut. Oleh karena itu
identifikasi intraoperatif dari lesi kista ini, paling baik dilakukan dengan cara dirujuk ke bagian
Patologi Anatomi untuk dilakukan pemeriksaan histopatologis.

Sebelum dilakukan pemeriksaan histopatologis perlu dilakukan aspirasi jarum untuk


dilakukannya biopsi pada lumen lesi kista yang dicurigai dapat memberikan informasi untuk
keperluan konfirmasi diagnosis. Jika akan dilakukan aspirasi, dapat dilakukan insisi kecil pada
mukosa, diikuti dengan pembuatan lubang kecil melalui korteks bukal untuk dilakukannya
aspirasi menggunakan jarum. Apabila hasil aspirasi terlihat cairan bewarna kekuningan dapat
dan pemeriksaan histopatologis menunjukkan kista dilapisi oleh epitelium stratificatum
squamosum non keratin baru dapat ditegakkan diagnosa kasus tersebut adalah kista
dentigerous.

Kista dentigerous merupakan suatu kista yang terbentuk di sekitar mahkota gigi dan
melekat pada cemento-enamel junction gigi yang tidak erupsi. Kista dentigerous merupakan
hasil pembesaran folikel, berasal dari akumulasi cairan antara reduced enamel epithelium dan
enamel gigi, maka dari itu kista dentigerous disebut juga kista folikular.

Salah satu penyebab timbulnya kista dentigerous adalah gigi impaksi. Gigi impaksi
memiliki potensi untuk erupsi akan menyebabkan penyumbatan aliran venous dan
mengakibatkan transudasi serum dinding - dinding kapiler. Hal tersebut akan menyebabkan
tekanan hidrostatik yang akan memisahkan folikel dari mahkota gigi.
Pada umumnya, kista dentigeous mulai berkembang segera setelah mahkota gigi tumbuh
sempurna, dengan adanya akumulasi carian diantara permukaan enamel dan sekitar kapsul
jaringan lunak dari epiteliumnya. Namun, apabila kista terjadi saat gigi sedang erupsi,
biasanya akan menghalangi proses erupsi atau kista juga memiliki kesempatan untuk
berkembang dan bertambah besar bersamaan dengan tumbuhnya gigi tersebut.

Pada kasus 3, dilaporkan adanya gambaran multilokuler radiolusen pada region premolar
kedua hingga kondilus pada sisi kanan mandibula. Pada biopsi insisi mengungkapkan bahwa
lesi tersebut adalah ameloblastoma tipe folikuler. Diagnosis ameloblastoma dapat ditegakkan
melalui anamnesa, pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiologis, dan pemeriksaan patologi
anatomi yaitu insisi biopsi. Pada umumnya ameloblastoma bersifat asimptomatik dan tumor
jarang ditegakkan pada masa awal perkembangan. Secara klinik pertumbuhan tumor relatif
lambat dan kadang tidak disertai pembengkakakn intraoral. Pada beberapa kasus disertai
keluhan nyeri, gigi yang bergeser, maloklusi, ulserasi, obstruksi nasal dan epistaksis.
Gambaran radiografi ameloblastoma, dengan variasi bentuk, dapat terlihat sebagai berikut:

1. Terdapat rongga seperti kista, radiolusen difuse bulat dengan batas jelas dan tegas,
menyerupai busa atau sarang lebah

2. Mempunyai rongga monolokuler atau multilokuler yang dilapisi ephitelial, kadang kadang
tampak berdampingan dan dapat menyebabkan resorpsi eksternal gigi-gigi yang berdekatan

3. Dapat menghancurkan korteks, menyerang jaringan lunak, dan meluas ke sekitarnya

4. Dapat menyerupai kista dentigereus yang dilapisi epithelial

Diagnosis ameloblastoma tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan radiologi saja.


Secara radiologi, apabila dijumpai gambaran multinodular overlapping akan memberikan
gambaran busa atau sarang lebah. Secara patologi, untuk pemeriksaan awal dapat dilakukan
biopsi aspirasi. Pada sediaan hapus didapatkan sel-sel basaloid dengan inti bentuk bulat atau
spindle yang tersusun dalam gambaran pseudopapiler. Secara makroskopik, massa dapat
berupa solid, kistik atau multikistik dan intraosseus atau ekstraosseus, jarang unikistik. Secara
mikroskopis, ameloblastoma tersusun atas kelompokan sarang-sarang yang berasal dari
epitel ameloblastik yang dipisahkan oleh jaringan ikat. Setelah dilakukan biopsi aspirasi dan
didapatkan gambaran seperti tersebut diatas maka diagnosis ameloblastoma dapat
ditegakkan.8 Pada Gambar 3 hasil radiografi yang mendukung diagnosis ameloblastoma
adalah adanya ada lesi radiolusen multilocular pada regio premolar kedua sampai kondilus
pada sisi kanan mandibula. Lesi ini berbatas tegas, jelas dan menyerupai busa. Terjadi
resorpsi akar pada gigi 35, 36, dan 37. Gigi 38 mengalami disposisi sampai ke daerah
coronoid process.
TEKNIK RADIOGRAFI SOFT TISSUE

TUJUAN

Teknik radiografi soft tissue bertujuan untuk menampakkan :

1. Perbedaan kontrasjaringan lunak yang besar

2. Kalsifikasi yang ada pada jaringan lunak yang menuju ke tulang atau sebaliknya

3. Invaginasi penyakit yang berasal jaringan lunak yang menuju ke tulang atau sebaliknya

PROSEDUR

• Pemilihan kVp dalam teknik radiografi soft tissue sebaiknya bervariasi dalam kondisi
penyinaran yang rendah. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan perbedaan kontras
jaringan dari yang rendah sampai yang tinggi seperti tulang, udara, yang memiliki
berbagai tingkatan kontras subyek.
• Eksposi yang mencukupi merupakan hal penting untuk memastikan bahwa struktur
organ yang diperiksa dapat direkam dengan kontras yang baik (Clark, 1997).
• Pada teknik ini terdapat kecenderungan terjadi underexpose. Hal ini ditandai dengan
gambaran jaringan lunak yang memiliki densitas yang rendah.
• Peristiwa ini terjadi karena tingkat penghitaman jaringan lunak menggunakan 15 kVp
lebih rendah dibandingkan faktor yang digunakan pada tulang (Clark, 1979).
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Radiografi panoramik merupakan sebuah teknik yang dibutuhkan dalam deteksi dini lesi
pada maxillofacial area. Dengan mempertimbangkan dosis radiasi yang terlibat dalam
radiografi panoramik, dan hasil diagnostik, pemeriksaan rutin dengan radiografi panoramik
pada kunjungan klinis awal berguna dalam deteksi dini berbagai macam kondisi patologis.

5.2 Saran

Radiografi panoramik perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosa yang baik, karena
dengan pemeriksaan penunjang seperti penggunaan radiograf panoramik dapat mendeteksi
lesi-lesi yang sulit terdeteksi pada pemeriksaan klinis akibat tidak adanya keluhan dari pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Carver, Elizabeth dan Barry Carver. 2006. Medical Imaging, Techniques, Reflection and
Evaluation. New York : Churchill Livingstone.

2. Pasler FA. Color Atlas of Dental Medicine: Radiology. Rateitschak KH, Wolf HF, editors.
New York: Thieme; 1993. p. 13.

3. Syafriadi Mei, 2008. Patologi Mulut (Tumor Neoplastik dan Non Neoplastik Rongga Mulut).
Jogjakarta: Andi

4. Sudiono janti,2008. Pemeriksaan Patologi untuk Diagnosis Neoplasma Mulut. EGC: Jakarta

5. Cawson, R.A dan Odell, E.W. 2002. Disease of the Oral Mucosa: Non-infective Stomatitis,
Oral Patology abd Oral Medicine. Churchill Livingstone.

6. Alfaro, F. H., Magaz, V. R., Chatakun, P., & Martinez, R. G. 2012. Mandibular
Reconstruction with Tissue Engineering in Multiple Recurrent Ameloblastoma. The
International Journal of Periodontic & Restorative Dentistry.[on line].

http://www.institutomaxilofacial.com/wp-content/uploads/2011/06/prd_32_3_Alfaro_5.pdf

7. Gümgüm, S., & Hosgören, B. 2005. Clinical and Radiologic Behaviour of Ameloblastoma
in 4 Cases. J Can Dent Assoc 2005; 71(7):481–4. [on line].

http://cda-adc.ca/jadc/vol-71/issue-7/481.pdf

8. Prell, Svante R. et all. Fine Needle Aspiration Cytology 4th Ed. Elsevier. 2005, p.52 9.
Oliveira, L. R., Matos, B. H., Dominguete, P. R., & Zorgetto, V. A., & Silva, A. R. 2011.
Ameloblastoma: Report of Two Cases and a Brief Literature Review. In, J. Odontostomat.
5(3):293-299, 2011. [on line].

http://ircmj.com/?page=download&file_id=302

http://catatanradiograf.blogspot.com/2010/08/teknik-radiografi-soft-tissue.html

Anda mungkin juga menyukai