Anda di halaman 1dari 23

ISTI’ARAH DAN EFEK YANG DITIMBULKANNYA

DALAM BAHASA AL-QUR’ĀN SURAH AL-BAQARAH DAN ÂLI MRÂN

R. Edi Komarudin

A. Abstrak
Al-Qur’ân banyak menggunakan isti’arah (gaya bahasa metafora), walaupun
sering dibaca dan ditulis tetap saja kurang dipahami. Al-Qur’ân selalu menarik
untuk dikaji dan diteliti sehingga dari satu teks Al-Qur’ân menghasilkan sekian
banyak interpretasi dan ilmu pengetahuan. Isti’arah dalam surat al-Baqarah dan
Ali ‘Imrân diteliti untuk; (1)mengetahui jenis gaya bahasa metafora yang terdapat
dalam surat al-Baqarah dan Ali Imrân; dan (2) untuk mengetahui efek yang
ditimbulkan dari metafora (isti’ârah) dalam surat al-Baqarah dan Ali ‘Imrân.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, yaitu
menguraikan, menganalisis, mengkategorisasikan, dan mengklasifikasikan ayat-
ayat yang mengandung metafora dalam surat al-Baqarah dan Ali ‘Imrân serta efek
yang ditimbulkannya, sehingga metode ini disebut pula dengan metode analisis isi
(content analisis). Sedangkan pendekatan penelitian ini adalah pendekatan ilmu
al-Balâghah (retorika), lebih tepatnya yaitu ilmu Bayân untuk mengungkap
rahasia metafora.
Hasil penelitian jenis metafora (isti’arah) dan efek yang ditimbulkannya
dalam surat al-Baqarah dan Ali ‘Imrân adalah sebagai berikut: Pertama, Jenis
metafora (isti’ârah) dari perspektif tharfayni-nya dalam surat al-Baqarah dan Ấli
Imrân mencakup isti’ârah makniyah dan tashrihiyah; dan dari perspektifi
musta’âr-nya mencakup isti’ârah taba’iyah dan ashliyah. Kedua, Efek (tujuan)
isti’ârah (metafora) dalam bahasa Al-Qur’ân adalah: (a) dalam surat al-Baqarah
untuk memberikan kesan sangat (mubâlaghah) dan menampakkan yang masih
samar; dan (b) dalam surat Ali Imrân untuk memberikan kesan sangat,
menampakkan yang masih samar; menjelaskan yang tampak tetapi belum begitu
jelas; dan menjadikan yang bukan person menjadi person/personifikasi).
Kata kunci : Isti’arah, Efek, Bahasa Al-Quran

A. Pendahuluan Qur’ān banyak menggunakan gaya


Salah satu seni pengungkapan bahasa isti’ārah, walaupun sering
makna dalam bentuk gambaran dibicarakan dan ditulis, tetap saja
imajinatif yang dikemukakan pada kurang dipahami.
sebahagian ayat-ayat Al-Qur’ān Meski demikian, Al-Qur’ān
adalah menggunakan bentuk selalu menarik untuk dikaji dan
isti’ārah (metafora). al-Isti’ārah diteliti oleh umat muslim, sehingga
adalah bagian dari al-majāz al- dari satu teks Al-Qur’ān
lughawy yang ‘alaqah-nya menghasilkan sekian banyak
musyabbahah (penyerupaan). interpretasi dan disiplin ilmu yang
Menurut Arkoun (1998), karena Al-
Jurnal al-Tsaqafa Volume 14, No. 01, Januari 2017

dianggap sebagai kemukjizatan Al- isi pokok-pokok sebagai berikut: a)


Qur’ān. keimanan dan dalil-dalil serta alasan-
alasan yang membantah orang
Nasrani yang mempertuhankan Nabi
Alasan akademik yang
Isa as; b) hukum musyawarah,
mendorong dilakukan penelitian
bermubahalah, dan larangan
dengan pendekatan ilmu balaghah
melakukan riba; c) kisah keluarga
dalam dua surat di atas adalah
'Imrān; perang Badar dan Uhud dan
sebagai berikut:
hikmahnya; dan d) golongan
Pertama, surat al-Baqarah
manusia dalam memahami ayat-ayat
mengandung isi kandungan sebagai
mutasyābihāt; sifat-sifat Allah; sifat
berikut: a) keimanan dan dakwah
orang-orang yang bertakwa dan yang
Islāmiyah kepada Ahl al-kitāb dan
lain-lain;
orang-orang musyrikîn yang tidak
Dari penjelasan di atas, alasan
sedikit menentang isi kandungan Al-
pemlihan objek kajian ini dapat
Qur’ān; b) hukum-hukum dan
disederhanakan sebagai berikut: 1)
perintah mengerjakan shalat;
isi pokok kedua surat tersebut sangat
menunaikan zakat; hukum puasa;
didominasi oleh hukum atau aturan
hukum haji dan umrah; hukum
selain kisah. Biasanya hukum itu
qishāsh; hal-hal yang halal dan yang
disampaikan dengan bahasa yang
haram; bernafkah di jalan Allah;
lugas dan bahasa denotatif, tetapi
hukum arak dan judi; cara
dalam dua surat tersebut ditemukan
menyantuni anak yatim, larangan
ayat-ayat yang mengandung
ribā; hutang piutang; nafkah dan
metafora (isti’ārah); 2) penggunaan
yang berhak menerimanya; wasiat
gaya bahasa isti’ārah dalam dua
kepada dua orang ibu-bapa dan kaum
surat di atas dan surat yang lain
kerabat; hukum sumpah; kewajiban
dalam Al-Qur’ān pasti memiliki
menyampaikan amanat; sihir; hukum
tujuan tertentu, tujuan tersebut sangat
merusak mesjid; hukum mengubah
dipengaruhi oleh gaya bahasa; dan 3)
kitab-kitab Allah; hukum haidh,
kedua surat di atas ayat-ayatnya
'iddah (masa menunggu bagi
perempuan yang baru ditinggal termasuk madaniyyah dan susunan
suratnya berurutan berdasarkan
suaminya karena meninggal atau
mushhaf Utsmāny, sehingga
cerai), thalaq (perceraian), khulu',
memudahkan penelitian dan dapat
ilā' dan hukum menyusui, hukum
dijadikan pijakan awal oleh peneliti
melamar, mahar (mas kawin),
atau peneliti lainnya untuk
larangan mengawini wanita musyrik
melanjutkan penelitian dengan
dan sebaliknya; hukum perang; c)
menggunakan pendekatan balāghah,
kisah penciptaan Nabi Adam as.,
sehingga teori kemukjizatan Al-
kisah Nabi Ibrāhim as.; kisah Nabi
Qur’ān dari segi bahasa dan
Musa as. dengan Bani Isrā’īl; dan d)
sastranya dapat dibuktikan, diterima,
sifat-sifat orang yang bertakwa; sifat
dan diperkuat kebenarannya.
orang-orang munafik; sifat-sifat
Allah; perumpamaan-perumpamaan; Berdasarkan latar belakang
kiblat, dan kebangkitan sesudah mati masalah yang dikemukakan di atas,
(al-Itqan, tt : 77); maka penelitian ini akan
Kedua, surat Āli Imrān yang menitikberatkan pada gaya bahasa
terdiri dari 200 ayat ini adalah surat (uslūb) ayat-ayat Al-Qur’ān yang
madaniyyah. Surat ini mengandung terdapat dalam Surat al-Baqarah dan

214
Isti’arah dan Efek yang ditimbulkannya
dalam Bahasa al-Qur’ān Surah al-Baqarah dan Âli Imrân

Ấli ‘Imrān. Uslūb ayat-ayat dalam dan dijadikan sumber rujukkan oleh
surat tersebut dijadikan objek umat muslim terdahulu dengan
penelitian dan akan dikaji untuk penelitian i’jāz Al-Qur’ān yang ada
mengungkap kemukjizatannya. Salah dan dijadikan rujukkan oleh umat
satu bentuk kemukjizatan bahasa Al- muslim dewasa ini.
Qur’ān tersebut adalah ungkapan a) C.
yang mengandung metafora (majāz Kajian Teori
isti’ārah) dan efeknya dalam struktur Balāghah menurut Ali al-
bahasa yang digunakan oleh Al- Jarimi (1957) termasuk ilmu bahasa
Qur’ān. Pendekatan yang digunakan yang memperhatikan berbagai
dalam penelitian ini adalah ungkapan yang disesuaikan dengan
pendekatan ilmu balāghah, lebih
tuntutan keadaan (muqtadha al-hal).
tepatnaya adalah pendekatan ilmu Ilmu ini dibangun dengan logika dan
Bayān. alur pemikiran ilmiah dan berperan
Tujuan utama dari penelitian dalam ragam karya sastra termasuk
ini adalah untuk (2) mengetahui jenis dalam struktur uslūb bahasa Al-
metafora (isti’ārah) yang terdapat Qur’ān. Pendapat Syihabuddin
dalam surat al-Baqarah dan Ali Qoalyubi (1997), unsur yang paling
‘Imrān; dan (2) mengetahui efek dominan adalah retorika, yaitu
yang ditimbulkan dari metafora bagaimana agar ucapan dapat sesuai
(isti’ārah) dalam surat al-Baqarah dengan nalar lawar bicara.
dan Ali ‘Imrān. Balāghah (retorika)
Adapun nilai guna yang dipandang sebagai suatu cara
diharapkan dari penelitian ini adalah penggunaan bahasa untuk
sebagai berikut: (1) Ikut memperoleh efek estetis. Ia diperoleh
berpartisipasi dalam mengatasi melalui kreativitas pengungkapan
kekurangan leteratur yang membahas bahasa, yaitu bagaimana penutur
i’jāz Al-Qur’ān dari aspek uslūb menyiasati bahasa sebagai media
isti’ārah, mengingat pesan untuk mengungkapkan gagasannya.
maknanya sebagai petunjuk bagi Ungkapan sebuah bahasa
umat muslim; (2) sebagai sumbangan mrncerminkan sikap dan perasaan
pemikiran pada masyarakat, penutur, sekaligus juga dimaksudkan
khususnya masyarakat akademik, untuk mempengaruhi sikap dan
yang memiliki minat memperdalam perasaan pembaca yang tercermin
tentang i’jāz Al-Qur’ān dari dalam nada. Dengan demikian,
kebalāghahan uslūb, khususnya pengungkapan bahasa harus efektif.
kebalāghahan uslūb isti’ārah dan Yang dimaksud efektif menurut
permasalahannya dalam Al-Qur’an, Syihabuddin Qalyubi (1997) adalah
setidaknya memperkaya informasi mampu mendukung gagasan secara
pelengkap dari hasil kegiatan tepat sekaligus mengandung estetis
penelitian tentang i’jāz Al-Qur’ān sebagai sebuah karya seni.
yang pernah ada; dan (3) sebagai Balāghah terbagi tiga kajian,
data banding bagi penelitian bahasa yaitu; ma’āni, bayān, dan badī’.
Al-Qur’ān yang ada dalam lintasan Bayān merupakan seni
sejarah tentang i’jāz Al-Qur’ān, pengungkapan makna dengan
khususnya yang membicarakan berbagai gaya ekspresi yang indah.
tentang kebalāghahan uslūb isti’ārah
Ma’ani adalah ilmu yang membahas
215
Jurnal al-Tsaqafa Volume 14, No. 01, Januari 2017

tentang kesesuaian ujaran atau Isti’ārah tadak harus


ungkapan dengan situasi dan kondisi menduduki fungsi sebagai predikat,
dengan lawan bicara (komunikan). tetapi dapat juga menduduki fungsi
Ilmu badī’ yang membahas tentang seperti subjek, objek, dan sebaginya.
keindahan ungkapan bahasa setelah Dengan demikian isti’ārah dapat
diekspresikan dengan gaya bahasa berdidri sendiri sebagai kata, lain
yang indah dan disesuaikan dengan halnya dengan tasybīh. Sehingga
konteks wacana. Dari tiga bidang makna isti’ārah dibatasi oleh sebuah
yang terdapat dalam ilmu balāghah konteks.
yang dijadikan “pisau analisis” Penelitian terhadap struktur
dalam penelitian ini hanya ilmu ayat-ayat Al-Qur’ān dalam surat al-
bayān saja. Itupun hanya
Baqarah dan Ali Imrān dengan
dititikberatkan pada salah satu gaya menggunakan “pisau analisis” ilmu
bahasa (uslūb), yaitu gaya bahasa balaghah saja. Dengan sudut
isti’ārah (metafora) saja. pandang tersebut, maka
Isti’ārah (metafora) kemukjizatan Al-Qur’ān dari aspek
didefinisikan oleh Ahmad al- uslūb akan dapat diketahui maksud
Hasyimi (1978) sebagai gaya dari aya-ayat Al-Qur’ān dengan
perbandingan yang bersifat tidak jelas, efek yang ditimbulkannya akan
langsung dan inplisit. Hubungan terungkap, dan makna ayat akan
antara sesuatu yang dinyatakan menjadi petunjuk (hudan) bagi
pertama dengan yang kedua hanya ummat manusia tidak lagi terhalang
bersifat sugestif, tidak ada kata-kata oleh bungkus struktur uslūb
petunjuk perbandingan eksplisit. isti’ārah.
Isti’ārah menurut al-Hāsyimi, tasybīh 1. Metode Penelitian
(simile) yang dibuang salah satu
tharfaynnya, yaitu musyabbah atau Metode penelitian yang
musyabbah bih-nya yang dibuang. digunakan adalah metode deskriptif
Sedangkan menurut Gorys Keraf analisis, yaitu menguraikan,
(2002), ia menyebutnya dengan menganalisis, mengkategorisasikan,
istilah metafora, metafora adalah dan mengklasifikasikan ayat-ayat
semacam analogi yang yang mengandung metafora dalam
membandingkan dua hal secara surat al-Baqarah dan Ali ‘Imrân serta
langsung tetapi dengan bentuk yang efek yang ditimbulkannya, sehingga
singkat. Isti’ārah sebagai metode ini disebut pula dengan
perbandingan langsung tidak metode analisis isi (content analisis).
mempergunakan adat al-tasybîh, Sedangkan pendekatan penelitian ini
seperti kata; bagaikan, seperti, bak, adalah pendekatan ilmu al-Balâghah
bagai, dan sebagainya. Sehingga (retorika), lebih tepatnya yaitu ilmu
pokok pertama langsung Bayân untuk mengungkap rahasia
dihubungkan dengan pokok kedua. metafora.
Proses terjadinya sama dengan
tasybīh (simile) tetapi secara
berangsur-angsur keterangan
mengenai persamaan dengan pokok
pertama dihilangkan.
2. Langkah-langkah Penelitian

216
Isti’arah dan Efek yang ditimbulkannya
dalam Bahasa al-Qur’ān Surah al-Baqarah dan Âli Imrân

Adapun langkah-langkah mengklasifikasi jenis isti’ārah


yang akan ditempuh dalam penelitian dalam dua surat tersebut.
ini adalah: d. Data yang telah terkumpul dan
tersusun, kemudian dipilah-pilah
a. Sumber data dalam penelitian ini
berdasarkan kelompok ayat dan
terbagi dua bagian, yaitu sumber
surat, setelah ayat
data primer dan sumber data
dikelompokkan, kemudian
sekunder. Sumber data primer
dipilah lagi untuk menentuka
dalam penelitian ini adalah Al-
kata-kata isti’ārah yang terdapat
Qur’ān al-Karīm atau mushhaf
dalam teks-teks ayat berdasarkan
utsmāny. Adapun sumber data
susunan surat al-Baqarah dan Ali
sekundernya adalah kamus-
Imran. Untuk mengetahui
kamus (al-ma’ājim), buku-buku
kemukjizatan Al-Qur’ān ditinjau
tentang i’jāz Al-Qur’ān, buku-
dari struktur uslūb bahasa, maka
buku yang menjelaskan uslūb
digunakan pendekatan ilmu al-
isti’ārah, dan buku-buku yang
balāghah (retorika) atau tepatnya
ada relevansinya dengan
ilmu bayān. Pendekatan ini
penelitian ini baik secara
digunakan untuk mengetahui
langsung maupun hanya berupa
isti’ārah yang berada dalam dua
teoretis.
surat di atas.
b. Data dalam penelitian ini adalah
e. Merumuskan simpulan. Simpulan
teks-teks ayat Al-Qur’ān dalam
merupakan akhir dari kegiatan
surat al-Baqarah dan Ấli Imrān
penelitian sebagai jawaban dari
yang dalam susunan kalimatnya
permasalahan yang terdapat
terdapat kata dan kalimat yang
dalam rumusan masalah.
mengandung kata isti’ārāh.
c. Dalam pengumpulan data
penelitian digunakan teknik D. Metafora dan Efek yang
kepustakaan. Karena penelitian Ditimbulkannya dalam Surat
ini bersifat penelitian kualitatif. al-Baqarah dan Ấli Imrān
Penelitian yang bersifat kualitatif,
1. Metafora (Isti’ārah) dalam
data yang diperoleh adalah data
Surat al-Baqarah
deskriptif, berupa data tertulis
atau lisan dari sejumlah orang Isti'ārah dalam surat al-
dan prilaku yang dapat Baqarah terdapat dalam 19 ayat.
dipahamii.( Dadang Kahmad, Berikut analisis dan penjelasan atau
2000 : 97). Hanya saja dalam uraiannya:
penelitian ini, data yang mungkin
diperoleh adalah data tertulis Pada ayat 7 hati orang-orang
saja. Karena penelitian ini berupa kafir, beserta pendengaran dan
penelitian teks. Data-data tersebut penglihatan mereka, saking
diperoleh dengan langkah- tertutupnya untuk menerima hidayah
langkah: 1) membaca kedua surat disamakan dengan sebuah wadah
di atas dalam Al-Qur’ān ayat yang tertutup. Kata 'khatama' yang
demi ayat; 2) menandai ayat yang berarti menutup sebuah wadah
didalamnya mengandung gaya merupakan isti'ārah dari mengunci-
bahasa isti’ārah; dan 3) mati. ( Abu al-Qasim, 2003:25).
menginpentarisasi, menganalisis, Ditinjau dari perspektif tharfay at-
tasybīh, isti’ārah di atas termasuk
217
Jurnal al-Tsaqafa Volume 14, No. 01, Januari 2017

isti’ārah tashrihiyah,(Az-Zuhaili, aktivitas jual beli. Maka dari itu kata


tt:77) karena menyebutkan Allah fa mā rabihat tijāratuhum.
musyabbah bih dan menyebutkan Ditinjau dari perspektif tharfay at-
sifatnya dari hati, penglihatan, dan tasybīh, isti'ārah di atas menurut
pendengaran dibuang. Sementara Wahbah az-Zuhaili (1991) termasuk
ditinjau dari lafazh musta'ār-nya, tashrīhiyyah, karena yang disebutkan
isti’ārah di atas termasuk isti’ārah musyabbah bih dan tidak
taba’iyyah, karena lafzh yang menyebutkan musyabbah. Pendapat
digunakan dari kata kerja (fi’l), yaitu tersebut sama dengan pendapat ash-
kata khatama. Shābuni dalam kitab tafsīrnya,
Shafwah at-Tafāsîr. Sementara
Struktur yukhādiūnallaha pada ditinjau dari musta'ār-nya, isti’ārah
ayat 9, menurut Wahbah az-Zuhaili tersebut termasuk taba'iyyah, karena
(1991) termasuk isti’ārah lafazh yang digunakan dari kata kerja
tamtsiliyah. Sebagai bahan (fi’l), yaitu kata isytarawu.
bandingan (comparative) tentang
pendapat ini, dikutif pula dari Perjanjian disamakan dengan
pernyataan Muhammad ‘Ali al- tali/ikatan. Tapi kata 'tali' dibuang
Shābuni (1999) dalam kitab Shafwah dan digantikan dengan sesuatu yang
at-Tafāsîr, menurutnya kata lazim baginya, yaitu kata
yukhādi'ūnallaha tersebut temasuk 'yanqudhūna' (memutuskan). Karena
isti’ārah tamtsīliyah pula. Artinya kata 'yanqudhūna' pada ayat 27
yukhādi'ūnallah adalah mereka orang lazimnya mengarah pada tali.
munafik hendak menipu Allah Ditinjau dari perspektif tharfay at-
sebagaimana mereka menipu tasybīh, isti’ārah di atas termasuk
sultan/penguasa. Menurut Abu al- makniyyah. Sementara ditinjau dari
Qasim (2003), orang-orang munafiq musta’ār-nya, isti’ārah di atas
yang menipu Allah digambarkan termasuk isti’ārah taba'iyyah, karena
seolah-olah mereka menipu lafazh yang digunakan dari kata kerja
penguasa, yakni secara sembunyi- (fi’l), yaitu kata yanqudhu.
sembunyi dan perlahan-lahan.
Ditinjau dari perspektif tharfay at- Kata 'tasytarū' pada ayat 41
tasybīh, isti’ārah di atas termasuk yang berarti membeli lumrahnya
makniyyah, lazim-nya kata berlaku dalam aktivitas jual beli.
yukhādi'ūna. Sementara ditinjau dari Dalam ayat ini kata tersebut
musta'ār-nya, isti’ārah di atas merupakan isti’ārah dari
termasuk taba'iyyah, karena lafazh 'menukarkan' ayat-ayat Allah dengan
yang digunakan dari kata kerja (fi’l), harga yang sedikit. Karena perbuatan
yaitu kata yukhādi'ūna. tersebut dianggap biasa oleh mereka
maka seolah-olah mereka melakukan
Kata 'isytarau' pada ayat 16 aktivitas jual beli. Ditinjau dari
yang berarti “membeli” lumrahnya perspektif tharfay at-tasybāh,
berlaku dalam aktivitas jual beli. isti’ārah di atas termasuk
Dalam ayat ini kata tersebut tashrīhiyyah. Sementara ditinjau dari
merupakan isti’ārah dari musta'ār-nya, isti’ārah di atas
'menukarkan' petunjuk dengan termasuk taba'iyyah, karena lafazh
kesesatan. Karena perbuatan tersebut yang digunakan dari kata kerja (fi’l),
dianggap biasa oleh mereka, maka yaitu kata 'tasytarū'.
seolah-olah mereka melakukan

218
Isti’arah dan Efek yang ditimbulkannya
dalam Bahasa al-Qur’ān Surah al-Baqarah dan Âli Imrân

Kata 'yasūmūnakum' pada dan digantikan dengan sifat yang


ayat 49 pada asalnya menawarkan lazim untuknya, yaitu kata 'usyribu'
sebuah barang dalam aktivitas jual yang arti asalnya diminum. Sehingga
beli. Tapi dalam ayat ini maksudnya diterjemahkan anak sapi dijadikan
menimpakan, karena selanjutnya ada sesuatu yang meresap ke dalam hati
su`al-'adzāb. Ditinjau dari perspektif mereka seperti halnya minuman yang
tharfay at-tasybīh, isti’ārah di atas enak dan menyegarkan. Ditinjau dari
termasuk isti’ārah tashrīhiyyah. perspektif tharfay at-tasybīh,
Sementara ditinjau dari musta'ār- isti’ārah di atas termasuk makniyyah.
nya, isti’ārah di atas termasuk Sementara ditinjau dari musta’ār-
taba'iyyah, karena lafazh yang nya, isti’ārah di atas termasuk
digunakan dari kata kerja (fi’l), yaitu taba'iyyah, karena lafazh yang
kata 'yasūmūna. digunakan dari kata kerja (fi’il),
yaitu kata usyribu.
Kata 'qasat' pada ayat 74
yang berarti menjadi keras, Agama disamakan dengan
seharusnya dikenakan pada batu. 'shibghah' atau celupan pada ayat
Dalam hal ini dikenakan kepada hati, 138. Karena keduanya sama-sama
karena tidak menerima peringatan menampakkan hasilnya dan terlihat
dari Allah Swt. Sehingga seolah-olah dari luar dengan jelas. Agama
mengeras seperti batu. Ditinjau dari memperlihatkan bekas ajarannya,
perspektif tharfay at-tasybīh, dan demikian juga celupan
isti’ārah di atas termasuk makniyyah, memperlihatkan bekas celupannya.
lazim-nya kata qasat. Sementara Maksudnya adalah menyucikan
ditinjau dari musta'ār-nya, isti’ārah Allah, karena iman menyucikan jiwa.
di atas termasuk taba'iyyah, karena Ditinjau dari perspektif tharfay at-
lafazh yang digunakan dari kata kerja tasybīh, isti’ārah di atas termasuk
(fi’il), yaitu kata qasat. tashrīhiyyah. Sementara ditinjau dari
musta’ār-nya, isti’ārah di atas
Kata 'ahathat' pada ayat 81 termasuk ashliyyah. Keluar dari
biasanya dikenakan pada sebuah Islam disamakan oleh Allah dengan
pasukan yang mengepung sasaran 'yanqalib 'ala 'aqibayhi' pada ayat
dari berbagai penjuru. Dalam ayat pada ayat 143; kembali pada dua
ini, kata 'ahathat' digunakan pada tumitnya. Karena sama-sama
kesalahan yang mengepung kebaikan kembali ke belakang, kembali
sehingga mampu mengalahkannya. kepada masa sebelumnya. Ditinjau
Ditinjau dari perspektif tharfay at- dari perspektif tharfay at-tasybīh,
tasybīh, isti’ārah di atas termasuk isti’ārah di atas termasuk
makniyyah, lazim-nya kata ahāthat. tashrīhiyyah. Sementara ditinjau dari
Sementara ditinjau dari musta’ār- musta’ār-nya, isti’ārah di atas
nya, isti’ārah di atas termasuk termasuk taba'iyyah.
taba'iyyah, karena lafazh yang
digunakan dari kata kerja (fi’il), Kata 'khuthuwāt' pada ayat
yaitu kata ahāthat. 168 lumrahnya dikenakan kepada
langkah seseorang yang berkaki, dan
'al-'Ijl' pada ayat 93 atau anak jumlahnya banyak. Dalam ayat ini,
sapi disamakan dengan minuman yang dimaksud adalah godaan-
yang melezatkan. Tapi kemudian ia godaan syetan. Disamakan dengan
dibuang (sebagai musyabbah bih)
219
Jurnal al-Tsaqafa Volume 14, No. 01, Januari 2017

'khuthuwāt' karena godaan syetan termasuk isti’ārah taba'iyyah, karena


banyak dan membekas. Kita selaku lafazh yang digunakan dari ism
manusia agar jangan pernah sekali- musytaqq, yaitu kata libās.
kali mengikuti jejak langkah mereka. Selanjutnya, kata 'al-khaithul-abyadl'
Ditinjau dari perspektif tharfay at- yang berarti garis putih dan 'al-
tasybīh, isti’ārah di atas termasuk khaythul-aswad' yang berarti garis
tashrīhiyyah. Sementara ditinjau dari putih merupakan isti’ārah dari
musta’ār-nya, isti’ārah di atas cahaya putih dan warna hitam.
termasuk taba'iyyah, karena lafazh Cahaya putih yang dimaksud cahaya
yang digunakan dari kata benda fajar, dan warna hitam yang
bentukan (ism muaystaqq), yaitu kata dimaksud adalah gelapnya malam.
khutuhwāt. Hubungan di antara keduanya sama-
sama memanjang seperti garis dan
Kata 'isytarau' pada ayat 175 sama dalam hal warna. Ditinjau dari
yang berarti membeli lumrahnya perspektif tharfay at-tasybīh,
berlaku dalam aktivitas jual beli. isti’ārah di atas termasuk isti’ārah
Dalam ayat ini kata tersebut tashrīhiyyah, karena yang
merupakan isti’ārah dari disebutkannya musyabbah bih, yaitu
'menukarkan' petunjuk dengan frasa 'al-khayth al-abyadh'.
kesesatan. Karena perbuatan tersebut Sementara ditinjau dari musta’ār-
dianggap biasa oleh mereka maka nya, isti’ārah di atas termasuk
seolah-olah mereka melakukan taba'iyyah.
aktivitas jual beli. Demikian juga
mereka menukarkan ampunan Kata 'afrigh' pada ayat 250
dengan siksa. Mereka melepaskan asalnya berarti mencucurkan air.
ampunan Allah, dan menukarkannya Dalam hal ini kesabaran disamakan
dengan siksa. Dalam artian dengan air yang dicucurkan ke
meninggalkan pekerjaan-pekerjaan seluruh badan sehingga meratai luar
yang dapat mendatangkan ampunan- dalam. Dampaknya menyegarkan
Nya dan mengerjakan pekerjaan- dan menenteramkan. Ditinjau dari
pekerjaan yang dapat mendatangkan perspektif tharfay at-tasybīh,
siksa-Nya. Ditinjau dari perspektif isti’ārah di atas termasuk makniyyah,
tharfay at-tasybīh, isti’ārah di atas dan lazim-nya kata afrigh. Sementara
termasuk tashrīhiyyah. Sementara ditinjau dari musta’ār-nya, isti’ārah
ditinjau dari musta’ār-nya, isti’ārah di atas termasuk taba'iyyah.
di atas termasuk taba'iyyah.
Kata 'al-'urwatul-wutsqa' di
Struktur hunna libāsullakum atas disamakan dengan agama.
wa antum libasullahunna pada ayat Dalam artian yang dimaksud olehnya
187 adalah isti’ārah. Salah satu dari adalah agama. Kaitan dalam isti’ārah
suami istri diserupakan atas yang ini adalah sama-sama kuat dan
hubungan kedekatan dan kokohnya. Ditinjau dari perspektif
tanggungjawabnya dengan pakaian. tharfay at-tasybīh, isti’ārah di atas
Ditinjau dari perspektif tharfay at- termasuk tashrīhiyyah. Sementara
tasybīh, isti'ārah di atas termasuk ditinjau dari musta’ār-nya, isti’ārah
isti’ārah tashrīhiyyah, karena yang di atas termasuk ashliyyah.
disebutkannya musyabbab bih, yaitu
kata libās. Sementara ditinjau dari Kata 'az-zhulumāt' pada ayat
musta'ār-nya, isti’ārah di atas 257 dimaksudkan untuk kekufuran,

220
Isti’arah dan Efek yang ditimbulkannya
dalam Bahasa al-Qur’ān Surah al-Baqarah dan Âli Imrân

sementara 'an-nŭr' untuk keimanan. 2. Isti’ārah dalam Surat Āli


Kaitan dalam isti’ārah yang ini ‘Imrān
adalah karena kekufuran
menggelapkan kehidupan seseorang Dalam surat Āli 'Imrān
sehingga tersesatlah ia, sementara ditemukan 21 ayat yang didalamnya
keimanan menerangi kehidupan terdapat isti'ārah. Berikut uraiannya:
seseorang sehingga terpimpinlah ia.
Pada ayat 7 ayat-ayat
Ditinjau dari perspektif tharfay at-
muhkamat disebutkan sebagai ibu
tasybīh, isti’ārah di atas termasuk
kitab, karena posisinya yang
tashrīhiyyah. Sementara ditinjau dari
merupakan pangkal dan pokok dari
musta’ār-nya, isti’ārah di atas
ayat-ayat lainnya. Ibarat posisi
termasuk taba'iyyah.
seorang ibu dari anak-anaknya.
Kata 'naksuha' pada ayat 259 Ditinjau dari perspektif tharfay at-
asalnya berarti memakaikan pakaian. tasybīh, isti’ārah di atas termasuk
Dalam ayat ini difungsikan sebagai isti’ārah tashrīhiyyah, karena yang
isti’ārah untuk daging yang disebutkannya musyabbah bih, yaitu
digunakan sebagai pembungkus prasa umm al-Kitāb. Sementara
tulang, sebagaimana halnya pakaian musyabbah dibuang yaitu, ushul al-
membungkus jasad. Ditinjau dari Kitāb. Sementara ditinjau dari
perspektif tharfay at-tasybīh, musta’ār-nya, isti’ārah di atas
isti’ārah di atas termasuk makniyyah, termasuk ashliyyah, karena lafazh
lazim-nya kata naksuha. Sementara yang digunakan adalah berasal dari
ditinjau dari musta’ār-nya, isti’ārah isim jamid, yaitu kata umm al-Kitab
di atas termasuk taba'iyyah, karena Ali ash-Shābŭni dengan mengutif
lafazh yang digunakan berasal dari pendapat asy-Syarîf ar-Radhî, ia
kata kerja (fi’il) dan pelaku menjelaskan prasa umm al-Kitāb
verbanya, yaitu naksu. Ayat ini sebagai isti’’ārah pula.
masuk kategori isti’ārah
Kata 'ar-rāsikhūna' pada ayat
tamtsīliyyah. Dimana ada sebuah
7 asalnya berarti orang-orang yang
perumpamaan, tapi adat tasybīh dan
teguh di atas bumi saking beratnya.
musyabbah-nya dibuang. Tinggallah
Maksudnya orang-orang yang
musyabbah bih-nya saja. Orang tua
mendalam ilmunya, kokoh tertanam
yang tidak mendapatkan faidah
di dalam hati dan tidak goyah.
sedikit pun dari hasil usahanya di
Ditinjau dari perspektif tharfay at-
waktu genting, yakni di waktu
tasybīh, isti’ārah di atas termasuk
keturunannya membutuhkannya,
isti’ārah tashrīhiyyah, karena yang
merupakan gambaran dari orang
disebutkannya musyabbah bih, yaitu
yang berinfaq dengan riya. kata 'ar-rāsikhūna. Sementara
ditinjau dari musta’ār-nya, isti’ārah
tersebut termasuk isti’ārah
taba'iyyah, karean lafazh yang
digunakan berasal dari kata benda
(ism musytaqq), yaitu kata 'ar-
rāsikhāna'.
Kata 'anbatahā' pada ayat 37
asalnya berarti menumbuhkan
221
Jurnal al-Tsaqafa Volume 14, No. 01, Januari 2017

tumbuhan. Dalam hal ini Maryam dari perspektif tharfay at-tasybīh,


disamakan dengan tumbuhan dari isti’ārah di atas termasuk
segi pertumbuhannya yang bertahap tashrīhiyyah. Sementara ditinjau dari
sedikit demi sedikit. Ditinjau dari musta’ār-nya, isti’ārah di atas
perspektif tharfay at-tasybīh, termasuk ashliyyah.
isti’ārah di atas termasuk makniyyah,
lazim-nya kata 'anbata'. Sementara Kalimat 'syafa hufratin
ditinjau dari musta’ār-nya, isti’ārah minan-nar' pada ayat 103 masih
di atas termasuk taba'iyyah. merupakan isti’ārah tamtsiliyyah.
Tepatnya menggambarkan kondisi
Kata 'ahassa' Pada ayat 52 orang-orang mu`min sewaktu
pada asalnya berarti merasakan. Tapi Jahiliyyah yang hampir dekat dengan
tentunya ini adalah isti’ārah, karena kebinasaan. Seolah-olah berada di
kekufuran tidak dapat dirasakan, tepi jurang neraka. Kehinaan pada
melainkan diketahui dengan akal ayat 112 diserupakan dengan sebuah
lewat informasi dan bukti yang tenda yang dibangun (ditindihkan) di
diterima. Penggunaannya di sini atas tanah. Maksudnya, kehinaan itu
menunjukkan bahwa kekufuran dari ditindihkan dan dibangun pada diri
Bani Israil itu sudah sangat jelas mereka sehingga abadi dan kuat
sekali diketahui oleh Nabi 'Isa. dalam waktu yang lama. Ditinjau
Ditinjau dari perspektif tharfay at- dari perspektif tharfay at-tasybīh,
tasybīh, isti’ārah di atas termasuk isti’ārah di atas termasuk makniyyah,
tashrīhiyyah. Sementara ditinjau dari lazim-nya kata dhuribat. Sementara
musta’ār-nya, isti’ārah di atas ditinjau dari musta’ār-nya, isti’ārah
termasuk taba'iyyah. di atas termasuk isti’ārah taba'iyyah.
Kata 'yasytarūna' pada ayat 'Bithanah' pada ayat 148
77 yang berarti membeli lumrahnya semula berarti sesuatu yang berada di
berlaku dalam aktivitas jual beli. dalam. Yang dimaksud di sini adalah
Dalam ayat ini kata tersebut teman kepercayaan. Karena ia sama-
merupakan isti’ārah dari sama bisa masuk ke dalam dan
'menukarkan' janji dan sumpah dari mengetahui rahasia-rahasia yang ada
Allah dengan harga yang sedikit. di dalam. Ditinjau dari perspektif
Karena perbuatan tersebut dianggap tharfay at-tasybīh, isti’ārah di atas
biasa oleh mereka maka seolah-olah termasuk tashrīhiyyah. Sementara
mereka melakukan aktivitas jual beli. ditinjau dari musta’ār-nya, isti’ārah
Apabila ditinjau dari perspektif di atas termasuk taba'iyyah.
tharfay at-tasybīh, isti’ārah di atas
termasuk tashrīhiyyah. Sementara Orang yang murtad (keluar
ditinjau dari musta’ār-nya, isti’ārah dari Islam) disamakan oleh Allah
di atas termasuk taba'iyyah. dengan 'inqalabtum 'ala a'qabikum
pada ayat 144; kembali pada dua
Kata 'habl' pada ayat 103 tumitnya. Karena sama-sama
merupakan isti’ārah dari al-Qur`an. kembali ke belakang, kembali
Kaitan di antara keduanya, karena kepada masa sebelumnya. Ditinjau
sama-sama mengikat kehidupan dari perspektif tharfay at-tasybīh,
sehingga bisa berjalan sebagaimana isti’ārah di atas termasuk
mestinya, teratur, dan sesuai dengan tashrīhiyyah. Sementara ditinjau dari
yang dikehendaki semula. Ditinjau

222
Isti’arah dan Efek yang ditimbulkannya
dalam Bahasa al-Qur’ān Surah al-Baqarah dan Âli Imrân

musta’ār-nya, isti’ārah di atas tasybīh, isti’ārah di atas termasuk


termasuk taba'iyyah. isti’ārah makniyyah, lazim-nya kata
yusāri'ūna. Sementara ditinjau dari
Mengeluarkan orang Islam musta’ār-nya, isti’ārah di atas
dari agamanya, sama dengan termasuk taba'iyyah, karena lafazh
mengembalikan mereka pada dua yang digunakan berasal dari kata
tumitnya (yaruddūkum 'ala kerja (fi’il), yaitu yusāriŭna.
a'qābikum) pada ayat 149. Karena
sama-sama kembali ke belakang, Kata 'isytarau' pada ayat 177
kembali kepada masa sebelumnya. yang berarti membeli lumrahnya
Ditinjau dari perspektif tharfay at- berlaku dalam aktivitas jual beli.
tasybīh, isti’ārah di atas termasuk Dalam ayat ini kata tersebut
tashrīhiyyah. Sementara ditinjau dari merupakan isti’ārah dari
musta’ār-nya, isti’ārah di atas 'menukarkan' keimanan dengan
termasuk isti’ārah taba'iyyah. kekufuran. Karena perbuatan
tersebut dianggap biasa oleh mereka
Orang yang berjihad di jalan maka seolah-olah mereka melakukan
Allah (musafir) pada ayat 156 aktivitas jual beli. Maksudnya
digambarkan sebagai orang yang mereka melepaskan keimanan dan
berenang di lautan. Gambaran ini menukarkannya dengan kekufuran.
menunjukkan sangat teguh dan Ditinjau dari perspektif tharfay at-
istiqamahnya ia dalam mengamalkan tasybīh, isti’ārah di atas termasuk
perintah Allah Swt. Ditinjau dari tashrīhiyyah. Sementara ditinjau dari
perspektif tharfay at-tasybīh, musta’ār-nya, isti’ārah di atas
isti’ārah di atas termasuk termasuk taba'iyyah.
tashrīhiyyah. Sementara ditinjau dari
musta’ār-nya, isti’ārah di atas Orang munāfiq disamakan
termasuk isti’ārah taba'iyyah. dengan khabīts pada ayat 179,
sesuatu yang jelek. Sementara orang
Orang yang tidak mengikuti mu`min yang ikhlas disamakan
keridlaan Allah Swt pada ayat 162 dengan thayyib, sesuatu yang baik.
diibaratkan sebagai orang yang Ditinjau dari perspektif tharfay at-
pulang membawa kemurkaan dari tasybīh, isti’ārah di atas termasuk
Allah. Karena ia tidak ikut, dan ia isti’ārah tashrīhiyyah. Sementara
dimurkai. Ditinjau dari perspektif ditinjau dari musta’ār-nya, isti’ārah
tharfay at-tasybīh, isti’ārah di atas di atas termasuk isti’ārah taba'iyyah.
termasuk isti’ārah tashrīhiyyah.
Sementara ditinjau dari musta’ār- Kata ta`kuluhu pada ayat 183
nya, isti’ārah di atas termasuk yang asalnya berarti makan hanya
taba'iyyah. berlaku pada makanan, dan yang
memakannya makhluk hidup. Dalam
Kekufuran pada ayat 176 ayat ini diberlakukan pada api yang
diibaratkan sebuah ‘perlombaan’ menyambar hewan kurban, dan
yang diikuti oleh orang-orang kafir. terdapat kaitan persamaan. Yakni
Mereka berlomba-lomba meraih sama-sama menghabiskan. Ayat ini
hadiahnya dan tentunya itu dilakukan berkaitan dengan permintaan Bani
dengan sepenuh hati dan Isrāīl sebagai syarat mempercayai
mencurahkan segenap kemampuan. kepada seorang yang mengaku
Ditinjau dari perspektif tharfay at- Rasul. Permintaan mereka,
223
Jurnal al-Tsaqafa Volume 14, No. 01, Januari 2017

seyogianya bahwa Rasul itu harus menukarkannya dengan imbalan


mendatangkan api dari langit uang yang mereka terima. Ditinjau
kemudian memakannya. Mukjizat dari perspektif tharfay at-tasybīh,
ini, menurut mereka biasa terjadi dan isti’ārah di atas termasuk isti’ārah
sebagai ciri kerasulan dari kalangan tashrīhiyyah. Sementara ditinjau dari
mereka. Ditinjau dari perspektif musta’ār-nya, isti’ārah di atas
tharfay at-tasybīh, isti’ārah di atas termasuk ist’ārah taba'iyyah. Kata
termasuk makniyyah, lazim-nya kata taqallubu arti asalnya bolak-balik.
ta`kuluhu. Sementara ditinjau dari Dimaksudkan kebebasan, karena
musta’ār-nya, isti’ārah di atas memang sama-sama tidak teratur dan
termasuk taba'iyyah. tidak menentu. Jika ditinjau dari
perspektif tharfay at-tasybīh, maka
Dza`iqah pada ayat 185 atau isti’ārah di atas termasuk
merasa pada asalnya berlaku untuk tashrīhiyyah. Sementara ditinjau dari
lidah yang mengecap suatu makanan. musta'ār-nya, isti’ārah di atas
Dalam ayat ini dimaksudkan kepada termasuk isti’ārah taba'iyyah.
setiap jiwa yang merasakan
kematian, karena sama-sama
mengalaminya dengan sebentar dan
sesaat saja. Ditinjau dari perspektif 3. Efek yang Ditimbulkan dari
tharfay at-tasybīh, isti’ārah di atas Struktur Metafora
termasuk makniyyah, lazim-nya kata
a. Efek Isti’ārah dalam Surat al-
dza`iqah. Sementara ditinjau dari
Baqarah
musta’ār-nya, isti’ārah di atas
termasuk isti’ārah taba'iyyah. Efek yang ditimbulkan oleh
gaya bahasa isti’ārah pada ayat 7
Kata nabadzuhu pada ayat
surat al-Baqarah adalah untuk
187 yang arti asalnya melempar,
memberikan kesan hiperbolik
maksudnya sama sekali tidak
(mubālaghah), yaitu ketertutupan
memperdulikannya. Kaitan di antara
orang kafir dalam menerima hidayah.
keduanya, sama-sama
Karena hati orang-orang kafir,
mengacuhkannya. Ditinjau dari
beserta pendengaran dan penglihatan
perspektif tharfay at-tasybīh,
mereka teramat sangat tertutupnya
isti’ārah di atas termasuk
untuk menerima hidayah disamakan
tashrīhiyyah. Sementara ditinjau dari
dengan sebuah wadah yang tertutup.
musta’ār-nya, isti’ārah di atas
Kata 'khatama' yang berarti menutup
termasuk isti’ārah taba'iyyah.
sebuah wadah merupakan isti’ārah
Kata 'isytarau' masih pada dari mengunci-mati.
ayat 187 yang berarti membeli
Efek yang ditimbulkan oleh
lumrahnya berlaku dalam aktivitas
gaya bahasa isti’ārah pada ayat 9
jual beli. Dalam ayat ini kata tersebut
surat al-Baqarah adalah untuk
merupakan isti’ārah dari
menampakkan yang masih samar
'menukarkan' kitab dengan harga
(Izhhār al-khafy), yaitu sifat yang
yang sedikit, atau imbalan uang.
dimiliki oleh orang munāfik yang
Karena perbuatan tersebut dianggap
terkadang mengatakan beriman dan
biasa oleh mereka maka seolah-olah
terkadang mengatakan tidak
mereka melakukan aktivitas jual beli.
beriman. Simbol penampakkan
Mereka melepaskan al-Qur`an dan
tersebut diwakili oleh kata

224
Isti’arah dan Efek yang ditimbulkannya
dalam Bahasa al-Qur’ān Surah al-Baqarah dan Âli Imrân

yukhādi'ūna berarti menipu sultan/ aktivitas jual beli. Dalam ayat ini
penguasa. Orang-orang munāfiq kata “tasytarū’ tersebut merupakan
yang menipu Allah digambarkan isti’ārah dari 'menukarkan' ayat-ayat
seolah-olah mereka menipu Allah dengan harga yang sedikit.
penguasa, yakni secara sembunyi- Karena perbuatan tersebut dianggap
sembunyi dan perlahan. biasa oleh mereka, maka mereka
seolah-olah melakukan aktivitas jual
Efek yang ditimbulkan oleh beli.
gaya bahasa isti’ārah pada ayat 16
surat al-Baqarah adalah untuk Efek yang ditimbulkan oleh
menampakkan yang masih samar gaya bahasa isti’ārah pada ayat 49
(Izhhār al-khafy), yaitu keadaan surat al-Baqarah adalah untuk
aktivitas jual beli dengan menampakan yang masih samar
'menukarkan' petunjuk dengan (Izhhār al-khafy), yaitu penampkkan
kesesatan. Karena perbuatan tersebut apa yang dilakukan oarang kafir
dianggap biasa oleh orang-orang (Fir’aun dan pengikutnya) dengan
munāfik, maka seolah-olah mereka aktivitas dalam jual beli. Tapi dalam
melakukan aktivitas jual beli. ayat ini maksudnya adalah
Menurut M Quraish Syihab (2007) menimpakan, karena selanjutnya ada
ayat ini bermaksud menggambarkan frasa “siksaan yang berat” (sū`a al-
kaum manāfikīn yang bergaul 'adzāb).
dengan orang-orang muslim dengan
menampakan keimanan dan Efek yang ditimbulkan oleh
mengenakan pakaian hidayah, tetapi gaya bahasa isti’ārah pada ayat 74
jika mereka dengan teman-temannya surat al-Baqarah adalah untuk
yang durhaka mereka menukar memberikan kesan sangat
pakaiannya dengan pakaian yang (mubālaghah), yaitu kekerasan hati,
lain, yaitu pakaian kesesatan. sifat kekerasan seharusnya dikenakan
pada batu. Dalam hal ini dikenakan
Efek yang ditimbulkan oleh kepada hati orang kafir, karena hati
gaya bahasa isti’ārah pada ayat 27 mereka tidak menerima peringatan
surat al-Baqarah adalah untuk dari Allah swt. sehingga hati seolah-
menjadikan sesuatu yang abstrak olah mengeras seperti batu.
menjadi sesuatu yang tampak (Ja’lu
ma laisa bi mar’iyyin mar’iyyan), Efek yang ditimbulkan oleh
yaitu perjanjian disamakan dengan gaya bahasa isti’ārah pada ayat 81
tali/ ikatan. Tapi kata 'tali' dibuang surat al-Baqarah adalah untuk
dan digantikan dengan sesuatu yang menjelaskan yang tampak tetapi
lazim baginya, yaitu kata belum begitu jelas (Idhāh al-zhāhir
'yanqudhūna' (memutuskan). Karena laisa bi jaly), yaitu penggambaran
kata 'yanqudhūna' lazimnya kesalahan manusia. Simbol dari
mengarah pada tali. penggambaran tersebut ditandai
dengan kata 'ahāthat'. Kata ini
Efek yang ditimbulkan oleh biasanya dikenakan pada sebuah
gaya bahasa isti’ārah pada ayat 41 pasukan yang mengepung sasaran
surat al-Baqarah adalah untuk dari berbagai penjuru. Tetapi dalam
menampakan yang masih samar ayat ini, kata 'ahāthat' digunakan
(Izhhār al-khafy), yaitu pada kesalahan yang mengepung
penampakkan orang kafir dalam kebaikan sehingga mampu
225
Jurnal al-Tsaqafa Volume 14, No. 01, Januari 2017

mengalahkannya. Maksudnya adalah pada dua tumitnya. Karena sama-


orang yang berada dalam suatu sama kembali ke belakang, kembali
lingkaran yang menjadikannya tidak kepada masa sebelumnya.
dapat melepaskan diri, dan tidak pula
berada dalam aktivitasnya sesutau Efek yang ditimbulkan oleh
yang mendatangkan pahala. gaya bahasa isti’ārah pada ayat 168
surat al-Baqarah adalah untuk
Efek yang ditimbulkan oleh menjadikan yang bukan person
gaya bahasa isti’ārah pada ayat 93 menjadi person atau personifikasi
surat al-Baqarah adalah untuk (Ja’lu ma laisa bi mar’iyyin
memberikan kesan sangat atau mar’iyyan). Maksudnya adalah
hiperbolik (mubālaghah), yaitu godaan-godaan syetan disamakan
penggambaran orang kafir. Untuk dengan 'khuthuwāt' karena godaan
memberikan kesan sangat tersebut syetan banyak dan membekas.
digunakan simbol 'al-'Ijl' atau anak Manusia agar jangan pernah sekali-
sapi yang disamakan dengan kali mengikuti jejak langkah Syetan.
minuman yang lezat. Tapi kemudian Jadi langkah syetan seperti tindakan
kata “anak sapi” dibuang (sebagai yang dapat mempengaruhi person
musyabbah bih) dan digantikan yang lain.
dengan sifat yang lazim untuknya,
yaitu kata 'usyribū' yang arti asalnya Efek yang ditimbulkan oleh
“diminum”. Sehingga diterjemahkan gaya bahasa isti’ārah pada ayat 175
anak sapi dijadikan sesuatu yang surat al-Baqarah adalah untuk
meresap ke dalam hati mereka menampakan yang masih samar
seperti halnya minuman yang enak (Izhhār al-khafy), yaitu gambaran
dan menyegarkan. dalam aktivitas jual beli. Dalam ayat
ini kata isytarau merupakan isti’ārah
Efek yang ditimbulkan oleh dari 'menukarkan' petunjuk dengan
gaya bahasa isti’ārah pada ayat 138 kesesatan. Karena perbuatan tersebut
surat al-Baqarah adalah untuk dianggap biasa oleh mereka, maka
menampakkan yang masih samar seolah-olah mereka melakukan
(Izhhār al-khafy), yaitu penampakan aktivitas jual beli. Demikian juga
agama. Agama disamakan dengan mereka menukarkan ampunan
'shibghah' atau celupan. Karena dengan siksa. Mereka melepaskan
keduanya sama-sama menampakkan ampunan Allah, dan menukarkannya
hasilnya dan terlihat dari luar dengan dengan siksa. Artinya meninggalkan
jelas. Agama memperlihatkan bekas pekerjaan-pekerjaan yang dapat
ajarannya, dan demikian juga mendatangkan ampunan-Nya dan
celupan memperlihatkan bekas mengerjakan pekerjaan-pekerjaan
celupannya. yang dapat mendatangkan siksa-Nya.
Efek yang ditimbulkan oleh Efek yang ditimbulkan oleh
gaya bahasa isti’ārah pada ayat 143 gaya bahasa isti’ārah pada ayat 187
surat al-Baqarah adalah untuk surat al-Baqarah adalah untuk
memberikan kesan sangat menampakan yang masih samar
(mubālaghah), yaitu penggambaran (Izhhār al-khafy), yaitu dengan
orang murtadd (keluar dari Islam) meminjam kata 'al-khayth al-abyadh'
yang disamakan oleh Allah dengan yang berarti garis putih dan 'al-
'yanqalib 'ala 'aqībaihi'; kembali khayth al-aswad' yang berarti warna

226
Isti’arah dan Efek yang ditimbulkannya
dalam Bahasa al-Qur’ān Surah al-Baqarah dan Âli Imrân

hitam. Cahaya putih yang dimaksud yang ini adalah sama-sama kuat dan
adalah cahaya fajar, dan warna hitam kokohnya.
yang dimaksud adalah gelapnya
malam. Hubungan di antara Efek yang ditimbulkan oleh
keduanya sama-sama memanjang gaya bahasa isti’ārah pada ayat 257
seperti garis dan sama dalam hal surat al-Baqarah adalah untuk
warna. Jadi garis dalam isti’ārah menampakan yang masih samar
tersebut dapat dipahami sebagai (Izhhār al-khafy), yaitu dengan cara
aturan atau hukum bagi manusia. meminjam kata 'azh-zhulumāt' yang
dimaksudkan untuk kekufuran,
Efek yang ditimbulkan oleh sementara 'an-nūr' untuk keimanan.
gaya bahasa isti’ārah pada ayat 250 Kaitan dalam isti’ārah yang ini
surat al-Baqarah adalah untuk adalah karena kekufuran
menampakkan yang masih samar menggelapkan kehidupan seseorang
(Izhhār al-khafy), yaitu dengan sehingga ia tersesat, sementara
meminjam kata 'afrigh' yang makna keimanan menerangi kehidupan
asalnya adalah mencucurkan air. seseorang sehingga ia terpimpin.
Dalam hal ini kesabaran disamakan
dengan air yang disalurkan ke Efek yang ditimbulkan oleh
seluruh badan sehingga meratai luar- gaya bahasa isti’ārah pada ayat 259
dalam. Dampaknya, seperti air yang surat al-Baqarah adalah untuk
menyegarkan dan menenteramkan. menampakkan yang masih samar
Maksud dari kata 'afrigh' adalah (Izhhār al-khafy), yaitu dengan
tuangkanlah secara penuh ke dalam menggunkan kata 'naksuhā' pada
jiwa kami, kesabaran dan ketabahan asalnya berarti memakai pakaian.
menghadapi segala macam cobaan Dalam ayat ini difungsikan sebagai
dalam pertempuran, dan kuatkanlah isti’ārah untuk daging yang
kaki kami, sehingga kami tidak lari digunakan sebagai pembungkus
menghadapi musuh, dan tulang, sebagaimana halnya pakaian
kokohkanlah jiwa kami sehingga membungkus jasad atau badan.
tidak dapat merubah pendirian kami,
Efek yang ditimbulkan oleh
dan menangkanlah kami, karena
gaya bahasa isti’ārah pada ayat 266
kemenangan hanya bersumber dari-
surat al-Baqarah adalah untuk
Mu, apalagi kami menghadapi orang-
memberikan kesan sangat
orang kafir, yaitu orang yang
(mubālaghah), yaitu perumpamaan
menutupi kebenaran. Inilah utaian
pekerjaan yang sia-sia. Ayat ini
doa yang dipanjatkan oleh Thālut
masuk kategori isti’ārah
dan tentaranya. tamtsīliyyah, yang mana musyabbah
Efek yang ditimbulkan oleh dan musyabbah bih-nya terdiri dari
gaya bahasa isti’ārah pada ayat 256 simpulan imajinasi. Orang tua yang
surat al-Baqarah adalah untuk tidak mendapatkan faidah sedikit pun
menampakan yang masih samar dari hasil usahanya di waktu genting,
(Izhhār al-khafy), yaitu sesutau yang yakni di waktu keturunannya
dijadikan pegangan. Kata 'al- membutuhkannya, merupakan
'urwatul-wutsq’ (tali) di atas gambaran dari orang yang berinfaq
disamakan dengan agama. Kaitan dengan riya dan penuh pamrih.
antara agama dan tali dalam isti'ārah

227
Jurnal al-Tsaqafa Volume 14, No. 01, Januari 2017

b. Efek Isti’ārah dalam Surat Āli kekufuran tidak dapat dirasakan,


‘Imrān melainkan diketahui dengan akal
lewat informasi dan bukti yang
Efek yang ditimbulkan dari diterima. Penggunaannya di sini
struktur gaya bahasa isti’ārah pada menunjukkan bahwa kekufuran dari
ayat 7 surat Āli ‘Imrān adalah untuk Bani Israil itu sudah sangat jelas
menjadikan yang bukan person sekali diketahui oleh Nabi 'Isa.
menjadi person atau personifikasi
(Ja’lu ma laisa bi mar’iyyin Kata al-hawāriyyūn dalam
mar’iyyan). Ayat-ayat muhkamāt ayat di atas bermakna sangat putih
dalam ayat ini disebutkan sebagai atau cahaya murni. Sahabat-sahabat
Umu al-Kitāb (induk kitab), karena Nabi 'Isa as. dinamai demikian,
posisinya yang merupakan pangkal karena hati mereka sangat tulus,
dan pokok dari ayat-ayat lainnya. putih, bersih tidak ternodai oleh
Ibarat posisi seorang ibu yang selalu kekotoran, lagi tampak pada wajah
dituju oleh anak-anaknya. Kata mereka cahaya keimanan yang amat
“umm’ sendiri mengandung murni. Pertanyaan Nabi 'Isa as.
pengertian yang dituju atau menjadi tentang siapa penolong-penolongnya
arah. (sahabat-sahabatnya), memberi kesan
bahwa ia mencari mereka, karena
Selanjutnya, kata 'ar- jumlahnya tidak banyak di tengah-
rāsikhūna' pada asalnya berarti tengah masyarakat luas yang
orang-orang yang teguh di atas bumi mengingkarinya. Menurut riwayat-
saking beratnya. Maksudnya orang- jumlah sahabat-sahabat setia itu
orang yang mendalam ilmunya, hanya 12 orang.
maka ilmunya akan kokoh tertanam
di dalam hati dan tidak goyah. Efek yang ditimbulkan oleh
gaya bahasa isti’ārah pada ayat 77
Efek yang ditimbulkan dari surat Āli Imrān adalah untuk
struktur gaya bahasa isti’ārah pada menampakan yang masih samar
ayat 37 surat Āli Imrān adalah untuk (Izhhār al-khafy), yaitu gambaran
menjelaskan yang tampak tetapi dalam aktivitas jual beli. Kata
belum begitu jelas (Idhāh al-dzāhir 'yasytarūna' yang berarti membeli.
laysa bi jaly), yaitu pertumbuhan Dalam ayat ini kata tersebut
Maryam. Kata 'anbataha' pada merupakan isti’ārah dari
asalnya berarti menumbuhkan 'menukarkan' janji dan sumpah dari
tumbuhan. Dalam hal ini Maryam Allah dengan harga yang sedikit.
disamakan dengan tumbuhan dari Karena perbuatan tersebut dianggap
segi pertumbuhannya yang bertahap biasa oleh mereka, maka seolah-olah
sedikit demi sedikit. mereka melakukan aktivitas jual beli.
Efek yang ditimbulkan dari Efek yang ditimbulkan oleh
struktur gaya bahasa isti’ārah pada gaya bahasa isti’ārah pada ayat 103
ayat 52 surat Āli Imrān adalah untuk surat Āli Imrān adalah untuk
menampakkan yang masih samar menjadikan yang bukan person
(Izhhār al-khafiy), yaitu tentang menjadi person, personifikasi (Ja’lu
kekufuran Bani Isrāil. Kata 'ahassa' ma laysa bi mar’iyyin mar’iyyan),
pada asalnya berarti merasakan. Tapi yaitu kata 'habl' merupakan isti’ārah
tentunya ini adalah isti’ārah, karena dari Al-Qur`ān. Kaitan di antara

228
Isti’arah dan Efek yang ditimbulkannya
dalam Bahasa al-Qur’ān Surah al-Baqarah dan Âli Imrân

keduanya, karena sama-sama sama kembali ke belakang, kembali


mengikat kehidupan sehingga dapat kepada masa sebelumnya.
berjalan sebagaimana mestinya,
teratur, dan sesuai dengan yang Efek yang ditimbulkan oleh
dikehendaki semula. Kalimat 'syafa gaya bahasa isti’ārah pada ayat 149
hufratin min an-nār' merupakan surat Āli Imrān adalah untuk
isti’ārah tamtsīliyyah. Tepatnya memberikan kesan sangat
menggambarkan kondisi orang-orang (mubālaghah), yaitu perumpamaan
mu`min sewaktu Jahiliyyah yang mengeluarkan orang Islam dari
hampir dekat dengan kebinasaan. agamanya, sama dengan
Seolah-olah berada di tepi jurang mengembalikan mereka pada dua
neraka. tumitnya (yaruddūkum 'ala
a'qābikum). Karena sama-sama
Efek yang ditimbulkan oleh kembali ke belakang, kembali
gaya bahasa isti’ārah pada ayat 112 kepada masa sebelumnya.
Āli Imrān adalah untuk menjadikan
yang tidak jelas menjadi jelas atau Efek yang ditimbulkan oleh
kelihatan atau personifikasi (Ja’lu gaya bahasa isti’ārah pada ayat 156
mā laysa bi mar’iyyin mar’iyyan), surat Āli Imrān adalah untuk
yaitu kehinaan diserupakan dengan memberikan kesan sangat
sebuah tenda yang dibangun (mubālaghah), yaitu orang yang
(ditindihkan) di atas tanah. berjihad di jalan Allah digambarkan
Maksudnya, kehinaan itu ditindihkan sebagai orang yang memukulkan
dan dibangun pada diri mereka sesuatu ke dalam tanah. Saking teguh
sehingga abadi dan kuat dalam waktu dan istiqamahnya dalam
yang lama. mengamalkan perintah Allah Swt.

Efek yang ditimbulkan oleh Efek yang ditimbulkan oleh


gaya bahasa isti’ārah pada ayat 118 gaya bahasa isti’ārah pada ayat 162
surat Āli Imrān adalah untuk surat Āli Imrān adalah untuk
menampakan yang masih samar menjadikan yang bukan person (atau
(Izhhār al-khafy), yaitu dengan yang tidak kelihatan menjadi dapat
meminjam 'Bithanah' semula berarti dilihat/ kelihatan) menjadi person
sesuatu yang berada di dalam. Yang atau personifikasi (Ja’lu ma laysa bi
dimaksud di sini adalah teman mar’iyyin mar’iyyan), yaitu
kepercayaan. Karena ia sama-sama gambaran orang yang tidak
bisa masuk ke dalam dan mengetahui mengikuti dan mengkhiyanati
rahasia-rahasia yang ada di dalam. keridhaan Allah Swt diibaratkan
sebagai orang yang pulang
Efek yang ditimbulkan oleh membawa kemurkaan dari Allah.
gaya bahasa isti’ārah pada ayat 144 Karena ia tidak ikut, maka ia
surat Āli Imrān adalah untuk dimurkai.
memberikan kesan sangat
(mubālaghah), yaitu perumpamaan Efek yang ditimbulkan oleh
orang yang murtad (keluar dari gaya bahasa isti’ārah pada ayat 176
Islam) disamakan oleh Allah dengan surat Āli Imrān adalah untuk
'inqalabtum 'ala a'qābikum; kembali menjadikan yang bukan person
pada dua tumitnya. Karena sama- menjadi person atau personifikasi
(Ja’lu ma laysa bi mar’iyyin
229
Jurnal al-Tsaqafa Volume 14, No. 01, Januari 2017

mar’iyyan), yaitu kekufuran Efek yang ditimbulkan oleh


diibaratkan sebuah perlombaan yang gaya bahasa isti’ārah pada ayat 185
diikuti oleh orang-orang kafir. surat Āli Imrān adalah untuk
Mereka berlomba-lomba meraih menampakkan yang masih samar
hadiahnya dan tentunya itu dilakukan (Izhhār al-khafy); yaitu simbol kata
dengan sepenuh hati dan dza`iqah atau merasa pada asalnya
mencurahkan segenap kemampuan. berlaku untuk lidah yang mengecap
suatu makanan. Dalam ayat ini
Efek yang ditimbulkan oleh dimaksudkan kepada setiap jiwa
gaya bahasa isti’ārah pada ayat 177 yang merasakan kematian, karena
surat Āli Imrān adalah untuk sama-sama mengalaminya hanya
menampakkan yang masih samar sebentar dan sesaat saja.
(Izhhār al-khafy); yaitu kata 'isytarau'
yang berarti membeli lumrahnya Efek yang ditimbulkan oleh
berlaku dalam aktivitas jual beli. gaya bahasa isti’ārah pada ayat 187
Dalam ayat ini kata tersebut surat Āli Imrān adalah untuk
merupakan isti’ārah dari menampakkan kesan sangat
'menukarkan' keimanan dengan (mubālaghah), yaitu dengan
kekufuran. Karena perbuatan meminjam kata nabadzuhu yang arti
tersebut dianggap biasa oleh mereka asalnya melempar, maksudnya sama
maka seolah-olah mereka melakukan sekali tidak memperdulikannya.
aktivitas jual beli. Maksudnya Kaitan di antara keduanya, sama-
mereka melepaskan keimanan dan sama mengacuhkannya. Selanjutnya,
menukarkannya dengan kekufuran. kata 'isytarau' yang berarti membeli,
lumrahnya berlaku dalam aktivitas
Efek yang ditimbulkan oleh jual beli. Dalam ayat ini kata
gaya bahasa isti’ārah pada ayat 179 'isytarau' merupakan isti’ārah dari
surat Āli Imrān adalah untuk 'menukarkan' kitab dengan harga
menampakkan yang masih samar yang sedikit, atau imbalan uang.
(Izhhār al-khafy); yaitu orang Karena perbuatan tersebut dianggap
munafiq disamakan dengan khabits, biasa oleh mereka maka seolah-olah
sesuatu yang jelek. Sementara orang mereka melakukan aktivitas jual beli.
mu`min disamakan dengan thayyib, Mereka melepaskan al-Qur`an dan
sesuatu yang baik. menukarkannya dengan imbalan
uang yang mereka terima.
Efek yang ditimbulkan oleh
gaya bahasa isti’ārah pada ayat 183 Efek yang ditimbulkan oleh
surat Āli Imrān adalah untuk gaya bahasa isti’ārah pada ayat 196
menampakkan yang masih samar surat Āli Imrān adalah untuk
(Izhhār al-khafy); yaitu kata menampakkan kesan sangat
ta`kuluhu yang pada asalnya berarti (mubālaghah), yaitu dengan
makan hanya berlaku pada makanan, meminjam kata taqallubu arti
dan yang memakannya makhluk asalnya bolak-balik. Dimaksudkan
hidup. Dalam ayat ini diberlakukan kebebasan, karena memang sama-
pada api yang menyambar hewan sama tidak teratur dan tidak
kurban, dan terdapat kaitan menentu.
persamaan. Yakni sama-sama
menghabiskan.

230
Isti’arah dan Efek yang ditimbulkannya
dalam Bahasa al-Qur’ān Surah al-Baqarah dan Âli Imrân

E. Simpulan dan Rekomendasi tentang tujuan dari berbagai gaya


bahasa, seperti tujuan gaya
1. Simpulan bahasa isti’ârah, kemudian
aspek-aspek lain dengan disiplin
a. Pengungkapan isti’ârah dari
ilmu bahasa atau disiplin ilmu
perspektif tharfayni-nya dalam
yang lain supaya makna dan
surat al-Baqarah dan Ấli Imrân
keindahan bahasa Al-Qur’ân
mencakup isti’ârah makniyah
benar-benar dapat dinikmati oleh
dan tashrihiyah; dan dari
semua umat muslim.
perspektifi musta’âr-nya
mencakup isti’ârah tabaiyah dan
asliyah;
b. Tujuan atau efek yang
ditimbulkannya dalam bahasa
Al-Qur’ân terutama (a) dalam
surat al-Baqarah mencakup
mubalaghah atau hiperbola,
menampakan yang masih samar;
dan (b) dalam surat Ali Imrân
mencakup mubalaghah
(memberikan kesan sangat);
izhhar al- khafiy (menampakkan
yang masih samar); Idhâhu
dzahir laisa bi jaly (menjelaskan
yang tampak tetapi belum begitu
jelas); Ja’lu ma laisa bi
mar’iyyin mar’iyyan
(menjadikan yang bukan person
menjadi person, personifikasi);

2. Rekomendasi
1. Diharapkan ada peneliti lain yang
melakukan penelitian lanjutan
tentang Al-Qur’ân terutama surat
al-Baqarah dan Ali Imrân dengan
pendekatan yang berbeda dari
pendekatan yang digunakan
penelitian ini. Karena penelitian
ini hanya membahas surat al-
Baqarah dan Ali Imrân dari segi
gaya bahasa isti’ârah dan efek
yang ditimbulkannya saja.
2. Diharapkan peneliti lain
melakukan penelitian bandingan
antara isti’ârah dan tujuannya
pada surat-surat Al-Qur’ân yang
lain untuk melengkapi
kekurangan sumber rujukan

231
DAFTAR PUSTAKA

. Abbas Fadhl Hasan, al-Balaghah Fununuha wa Afnanuha, Amman: Dâr


al- Furqân, 1987.
Abd al-Qadir Husain, Al-Qur’ân wa ash-Shurah al-Bayaniyyah, Cairo: Dâr al-
Nahdhah li al-Thaba’ wa al-Nasyr, tt.
Abd al-Qirus Abu Shalih & Ahmad Tawfiq, Kitab al-Balâghah, Riyadh: Jami’ah
al-Imam, tt
Abdul Hamid Muhammad al-‘Abasi, al-Balâghah: Dzauq wa Manhaj, Qâhirah:
Mathba’ah Hasan, 1985.
Abdul Khamid Zahwan, Qamus al-Kamil, Semarang: Maktabah wa Mathba’ah
Usaha Keluarga, tt.
Abu Hilal al-Askari, Kitab al-Sina'atain, al-Kitdbah wa al-Syi'r, Jeddah, Mahmud
Beik, 1319.
Ahmad Ahmad al-Badawi, Min Balâghah Al-Qur’ân, Cairo: Dâr al-Nahdhah li
al-Haba’ wa an-Nasyr,t.t.
Ahmad al-Hasyimi, Jawahir al-Adab, Cairo: Dâr al-Fikri, 1967
______, Jawahir al-Balâghah: Fi al-Bayân wa al-Ma’âni, wa al-Badî, Beirut: Dâr
al-Fikr, 1978.
Ahmad Musthafa al-Marâgi,’Ulum al-Balâghah, al-Bayan al-Ma’ani al-Badi’ ,
Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1993.
Al-Baqillani, (al-Qadhi Abu Bakar). 1370 H. I”jaz Al-Qur’ân dalam Al-Itqân fi
‘Ulum Al-Qur’ân, karya as-Suyuthi, Cetakan III, Kairo: Mathba’ah
Musthafa al-Babi al-Halabi. Juz I.
Ali al-Jarim dan Musthafa Amin, al-Balâghah al-Wâdhihah, Misr: Dâr al-
Ma’ârif, 1957.
______, al-Muzhir fi ‘Ulum al- Lughah wa Anwa’iha, Ciro: Daar al-Haram li al-
Turats, tt.
Al-Imam Badrudin Muhammad bin Abdullah al-Zarkayi, al-Burhan fi Ulum Al-
Qur’ân, Dâr al-Kitab al-Arabi,1957.
Al-Jurjani, Asrar al-Balaghah, Istambul: 1954
Al-Katib al-Qazwaini, al-Idhâh fi ‘Ulum al-Balâghah, al-Ma’âni wa al-Bayân wa
al-Badi’ , Beirut: Daar al-Kutub al-ilmiyah,t.th
Al-Qur’ân al-Kariim: Departemen Agama Republik Indonesia.
Attabik Ali & A.Zuhdi Muhdlor, Kamus Krapyak Al Ashriy Arab-Indonesia,
Yogyakarta: Multi Karya Grafika, tt.
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: University Press, 2002.
Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama: Perspektif Ilmu Perbandingan
Agama, Bandung: Pustaka Setia, 2000.
Isti’arah dan Efek yang ditimbulkannya
dalam Bahasa al-Qur’ān Surah al-Baqarah dan Âli Imrân

Dawud al-Aththar, Muja ‘Ulum Al-Qur’ân, (Beirut: Muassasah al-A’lami li al-


Mathbuat,1979), trj. Afif Muhammad & Ahsin Muhammad, Perspektif
Baru ‘Ulum Al-Qur’ân , Bandung: Pustaka Hidayah, 1994.
Goris Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: Gramedia, 2002.
Hari Murti Kridalaksana, Kamus Linguistik, Jakarta: Gramedia,1982
Ismail Ibn Umar Ibn Katsir, al-Mishbah al-Munîr fi Tahdzîb Tafsîr Ibn Katsir,
Riyadh: Dâr as-Salâm, 1999.
Ibn Qutaibah, Ta'wîl Musykil Al-Qur’ân, Kairo: 1326.
Imam Akhdhari, Jauhar Maknun, Bandung: Dâr al-Ma’ârif, 1989.
Jalâluddin al-Syuthi, al-Ithqân fi Ulum Al-Qur’ân, Juz 1, Beirut: Dâr al-Fkr, tt.,
Johannes Steen, Metafor in Literary Reception, A Theoretical and Empirical
Study of Understanding Metafor in Literary Discourse, Amsterdam, 1992.
Luis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, Dâr al-Syuruq, Libanon, 1986.
M. Nur Kholis Setiawan, Al-Qur’ân Kitab Sastra Terbesar, (Yogyakarta: Elsaq
Press, 2005.
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’ân: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat
Ilmiah dan Pemberitaan Gaib, Bandung: Mizan,, 2001.
M. Quraish Shihab,, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’ân
Juz 1,2, 3, Ciputat: Lentera Hati, 2007, Cet ke 7.
Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’ân , Riyadh: Mansyurat al-‘Ashr
al-Hadits, 1973.
Muhammad ‘Ali as-Shâbûni, At-Tibyân fi ‘Ulum Al-Qur’ân , Beirut: ‘Alam al-
Kutub,1985
_______, Shafwat al-Tafâsîr juz 1, Beirut: Dâr Al-Qur’ân Al-Karîm, Juz 2, 1999.
Muhammad Arkoun, Lecture du Coran, (G.P. Maisnneuve, Paris, 1982). Trj.
Hidayatullah, Kajian Kontemporer Al-Qur’ân , Bandung: Pustaka, 1998.
Muhammad Ismail Shinni, Al-Arabiyah al-Nâsyiin, Riyadh: Wizarah al-Tarbiyah
al-Mamlakah al-Su’udiyah, 1983.
Naja Ibrahim Muhammad, Fqh al-Lughah al-‘Arabiyah, Cairo: Jamiah al-Azhar
tt
Nasr Hamid Abi Zaid, Mafhum an-Nash Dirasah fi Ulum Al-Qur’ân, Trj. Khoiron
Nahdliyyin, Tekstualitas Al-Qur’ân, Yogyakarya: LKiS, 2003.
Philip Rice & Patricia Waugh, Modern Literary Theory, A Reader, London 1989
Shubhi al-Shalih, Mabâhis fi ‘Ulûm Al-Qur’ân , Beirut: Dâr al-‘Ilm al-
Malayin,1985
Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Al-Qur’ân , Yogyakarta: Titian Illahi Press, 1997.
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’ân, Yogyakarta: Forum Kajian
Budaya dan Agama (FKBA), 2001.

233
Jurnal al-Tsaqafa Volume 14, No. 01, Januari 2017

Wahab Muhsin & T. Fuad Wahab, Pokok-Pokok Ilmu Balâghah, Bandung:


Angkasa, 1991.
Wahbah az-Zuhaili, al-Tafsir al Munir fi al-‘Aqidah wa al-Syari’ah wa al-
Manhaj, Beirut: Dâr al-Fikr,1991.

234

Anda mungkin juga menyukai