Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU – B

SURVEI TRAPPING TIKUS DI PEMUKIMAN

Dosen Penanggung Jawab:

Disusun Oleh:

Nama NIM

Pridan Tunggal Prakoso P07133218030


Elsa Alifya P07133218007
Adha Ayu Paramita Sari P07133218001
Yuni Rulina Novita P07133218042
Dita Asmaningtyas P07133218006
Putri Syifa Maysurah P07133218031
Ismi Ridha P07133218018
Yasminda Ika Wardani P07133218041
Melly Alfina P07133218025
Hesti Siswati P07133218017
Kelompok 1

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN SANITASI LINGKUNGAN
BANJARBARU
2020KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah Arrahman Arrahim atas segala


rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan laporan praktek mata kuliah
Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu – B (PVBP – B) ini dapat
diselesaikan. Laporan ini dapat tersusun dengan baik berkat bantuan, bimbingan,
masukan dan motivasi dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terimakasih yang tinggi kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. H. M. Irfa’I, S.ST.,M.T selaku dosen penanggung jawab mata


kuliah Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu – B (PVBP – B) yang
telah memberikan izin dalam pelaksanaan kegiatan praktikum sehingga
penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang sebelumnya sudah diajarkan.
2. Orang tua serta saudara-saudara tercinta atas do’a, motivasi dan harapannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan praktikum dengan baik.
3. Teman-teman sekalian khususnya Program Studi Sanitasi Lingkungan
Program Sarjana Terapan semester 5 yang selalu memberikan motivasi, dan
masukan baik saat pelaksanaan praktikum maupun dalam menyelesaikan
laporan ini.
Mudah-mudahan amal baik mereka senantiasa mendapat pahala dan balasan
yang setimpal dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Aamiin yaa
robbal a’lamin.

Banjarbaru, 23 September 2020

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Tujuan ......................................................................................... 2
C. Manfaat........................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian Tikus.......................................................................... 3
B. Makanan Tikus............................................................................ 4
C. Indera Penglihatan Tikus............................................................. 5
D. Sarang.......................................................................................... 6
E. Perkembangbiakan Tikus ............................................................ 7
F. Pengendalian................................................................................ 7
G. Jenis – jenis Tikus........................................................................ 8
H. Tanda-tanda keberadaan tikus..................................................... 9

BAB IIIPELAKSANAAN KEGIATAN


A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ................................................. 13
B. Alat dan Bahan ........................................................................... 13
C. Uraian Kegiatan........................................................................... 13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil ........................................................................................... 14
B. Pembahasan................................................................................. 18

ii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................
B. Saran.................................................................................................
.......
DAFTAR PUSTAKA

iii
LAMPIRANBAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemukiman kota yang padat merupakan salah satu masalah yang ada
di suatu negara. Kepadatan disebabkan oleh banyaknya manusia yang
tinggal dan adanya kekurangan lahan untuk bertempat tinggal. Padatnya
tempat ini menimbulkan banyak masalah yang terjadi pada kehidupan
manusia. Penataan ruang yang kurang baik, kekurangan lahan untuk
mendesain rumah, kekurangan lahan menyebabkan tidak adanya lahan yang
seharusnya digunakan semisal jamban dan banyak masalah yang lain.
Faktor lain yang dapat menjadi masalah adalah kesehatan.
Dengan kekurangan lahan inilah masalah kesehatan dapat muncul.
Kekurangan lahan dapat menyebabkan kekurangan tempat menyimpan
sehingga semua diletakkan dalam satu tempat. Ketidakrapian terjadi, dapat
menyebabkan kesemrawutan sehingga banyak vektor senang untuk ikut
bernaung semisal dalam suatu rumah. Serangga dan binatang pengganggu
dapat juga menjadi masalah akibat kekurangan lahan.
Salah satu dari vektor penyebab dari masalah tersebut adalah tikus.
Tikus identik dengan lingkungan manusia yang tidak sehat dan dekat
dengan sawah atau dekat dengan hutan. Tikus merupakan hewan pengerat
yang mengganggu kehidupan manusia dan juga dapat menularkan penyakit.
Penyakit yang ditularkan oleh tikus dilakukan secara tidak sengaja seperti
halnya kuman yang menempel di badan tikus, kutu yang hidup di kulit dan
penyakit yang ada di dalam pencernaan tikus. Hewan ini merupakan hewan
yang menjijikkan menurut manusia disebabkan karena perilakunya yang
mengganggu dan bau yang dihasilkan oleh beberapa jenis tikus.
Tikus dapat dijadikan indikator kesehatan dan baiknya manajemen
suatu tempat. Semisal rumah sakit yang ada beberapa diantaranya hidup
1
banyak tikus. Kebersihan, kenyamanan, dan kesehatan rumah sakit tersebut
terganggu akibat adanya vektor ini. Selain itu di restoran kelas dunia,
kebersihan dapurnya dari adanya tikus menjadi hal penting dan menjadi
tolok ukur manajemen dalam restoran tersebut. Tikus yang selama ini kita
tahu selalu membawa masalah kemudian dengan melakukan praktikum
penangkapan dan identifikasi tikus ini diharapkan kita nanti mampu untuk
mengetahui informasi tentang tikus yang lebih mendalam. Sehingga kita
bisa melakukan pengendalian terhadap tikus yang dapat menyebabkan
masalahmasalah kesehatan dan juga masalah-masalah gangguan yang
dilakukan oleh tikus.

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mempraktekkan bagaimana cara survei trapping rodent di permukiman.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi atau mengetahui ciri-ciri khas dari tikus
berdasarkan jenis dan habitatnya.
2. Untuk mengetahui jenis makanan kesukaan tikus, dalam
mempermudah dalam proses trapping.
3. Untuk mengetahui keberadaan atau habitat tikus.

C. Manfaat
Adapun manfaat praktikum survei tikus di permukiman ini adalah
mahasiswa/mahasiswi dapat mengetahui proses trapping tikus serta
mengetahui ciri-ciri tikus, makanan kesukaan, dan keberadaan habitat tikus.

BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tikus
Ahmad (2011) menyatakan, tikus adalah mamalia yang termasuk
dalam suku Muridae. Spesies tikus yang paling dikenal adalah mencit (Mus
spp.) serta tikus got (Rattus norvegicus) yang ditemukan hampir di semua
negara dan merupakan suatu organisme model yang penting dalam biologi.
Tikus merupakan binatang pengerat yang sudah menjadi musuh masyarakat
karena sebagai faktor penyakitdan identik dengan image kotor. Selain itu
tikus sering merusak properti rumah kita karena sifat pengeratnya
danmenjadi musuh para petani karena sering merusak tanaman/sawah
mereka. Berbagai tindakan sering kita lakukan untukmembasmi tikus ini
seperti dengan jebakan, lem ataupun dengan racun.
Klasifikasi Tikus Dunia: Animalia Filum: Chordata Sub Filum:
Vertebrata Kelas: Mammalia Subklas : Theria Ordo: Rodentia Sub ordo:
Myomorpha Famili: Muridae Sub famili: Murinae Genus: Bandicota,
Rattus, dan Mus Insect dan rodent, baik disadari atau tidak, kenyataanya
telah menjadi saingan bagi manusia. Lebih dari itu insect dan rodent, pada
dasarnya dapat mempengaruhi bahkan mengganggu kehidupan manusia
dengan berbagai cara. Dalam hal jumlah kehidupan yang terlibat dalm
gangguan tersebut, erat kaitanya dengan kejadian/penularan penyakit.hal
demikian dapat dilihat dari pola penularan penyakit pest yang melibatkan
empat faktor kehidupan, yakni Manusia, pinjal, kuman dan tikus.
Beranjak dari pola tersebut, upaya untuk mempelajari kehidupan
tikus menjadi sangat relevan. Salah satunya adalah mengetahui jenis atau
spesies tikus yang ada, melalui identifikasi maupun deskripsi. Untuk
keperluan ini dibutuhkan kunci identifikasi tikus atau tabel deskripsi tikus,
yang memuat ciri–ciri morfologi masing – masimg jenis tikus. Ciri–ciri
morfologi tikus yang lazim dipakai untuk keperluan tersebut di antaranya

3
adalah : berat badan ( BB ), panjang kepala ditambah badan (H&B), ekor
(T), cakar (HF), telinga (E), tengkorak (SK) dan susunan susu (M).
Disamping itu, lazim pula untuk diketahui bentuk moncong, warna
bulu, macam bulu ekor, kulit ekor, gigi dan lain-lain. Insect atau ektoparasit
yang menginfestasi tikus penting untuk diketahui, berkaitan dengan
penentuan jenis vektor yang berperan dalam penularan penyakit yang
tergolong rat borne deseases.

B. Makanan Tikus
Tikus merupakan hewan yang mempunyai preferensi makanan yang
banyak, baik yang berasal dari tumbuhan maupun dari hewan. Walaupun
demikian biji-bijian seperti gabah, beras dan jagung tampaknya lebih
disukai daripada yang lain. Seekor tikus dapat merusak 283 bibit padi per
hariatau 103 batang padi bunting per hari. Setelah itu, tikus juga menyukai
umbi-umbian serperti ubi jalar dan ubi kayu.
Makanan yang berasal dari hewan terutama adalah serangga dan
hewan-hewan kecil lainnya. Makanan dari hewan ini merupakan sumber
untuk pertumbuhan dan untuk memperbaiki bagian-bagian tubuh yang
rusak, sedangkan makanan yang berasal dari tumbuhan dimanfaatkan
sebagai sumber tenaga. Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan
bahwa kebutuhan makanan seekor tikus setiap hari kirakira 10% dari bobot
tubuhnya, tergantung dari kandungan air dan gizi dalam makanannya.
Tikus merupakan hewan yang aktif pada maam hari sehingga
sebagian besar aktivitas makannya dilakukan pada malam hari. Tikus
memiliki sifat “neo-fobia”, yaitu takut atau mudah curiga terhadap benda-
benda yang baru ditemuinya.
Dengan adanya sifat tikus yang demikian, maka makanan akan
dimakan adalah makanan yang sudah biasa ditemui. Dia akan mencicipi
dulu makanan yang baru ditemuinya. Hal ini dapat mempengaruhi
4
keberhasilan pengendalian secara kimia dengan menggunakan umpan
beracun, sehingga harus diusahakan agar umpan yang digunakan adalah
umpan yang disukai oleh tikus dan tempat umpan yang digunakan adalah
benda-benda alami yamg banyak terdapat di alam.
Dan bila makanan yang dimakan tersebut membuat keracunan
dengan cepat maka dia akan mengeluarkan suara kesakitan dan tanda
bahaya kepada teman-temannya. Maka dari itu untuk penggunaan pestida
kimia sebaiknya digunakan pestisida yang membunuh secara perlahan,
dimana tikus tersebut akan mati dalam beberapa hari, sehingga tikus
tersebut tidak merasa kapok dan tidak akan tahu kalau makanan yang
dimakannya ternyata beracun. Dalam mencari makanan, tikus selalu pergi
dan kembali melalui jalan yang sama, sehingga lama-lama terbentuk jalan
tikus.
Hal ini disebabkan tikus akan merasa aman untuk melewati jalan
yang sama, daripada setiap saat harus membuat jalan baru. Jalan yang sama
dapat ditandai dengan gesekan benda-benda di sekitar jalan tersebut dengan
misainya, dan juga karena adanya air seni yang dikeluarkan pada jalan
tersebut yang dapat diciuminya.

C. Indera Penglihatan Tikus


Dilihat dari pengelihatannya menurut para ahli konon tikus ternyata
tikus mempunyai pengelihatan yang jelek, yaitu ternyata tikus adalah hewan
yang buta warna, artinya ia hanya dapat melihat benda-benda berwarna
hitam dan putih. Akan tetapi, tikus tampaknya tertarik pada warna-warna
hijau, kuning dan hitam.
Warna hijau dan kuning diduga merupakan warna daun dan malai
tanaman padi yang merupakan makanan utamanya di lapang. Sedangkan
warna hitam merupakan warna gelap yang terlihat pada malam hari.

5
Kemampuan tikus dalam melihat benda-benda yang ada di depannya dapat
mencapai 10 meter.
Indera penciuman tikus organ penciuman tikus sangat baik, terutama
untuk mencium bau makanannya. Tikus jantan dapat mencium bau tikus
betina yang sedang birahi untuk dikawininya. Tikus betina dapat mencium
bau anaknya yang keluar dari sarang berdasarkan air seni yang dikeluarkan
oleh anaknya.
Indera pendengaran tikus Pendengaran tikus sangat baik. Tikus dapat
mendengar suara-suara dengan frekuensi tinggi, yang tidak dapat didengar
oleh manusia. Berdasarkan suara-suara yang dikeluarkan oleh tikus, dapat
dibagi menjadi beberapa suara, yaitu :
-Suara-suara pada saat akan melakukan perkawinan.
-Suara-suara menandakan adanya bahaya.
-Suara-suara pada saat menemukan makanan.
-Suara-suara pada saat tikus mengalami kesakitan.

D. Sarang
Sarang yang dibuat biasanya mempunyai lebih dari satu pintu, pintu
utama untuk jalan keluar dan masuk setiap hari, pintu darurat yang
digunakan dalam keadaan yang membahayakan, misalnya pada saat dikejar
oleh predator, pintu yang menuju ke sumber air sebagai minumnya. Pintu
darurat ini disamarkan dengan cara ditutupi dengan daun-daunan.
Selain itu, sarang tikus juga terdiri dari lorong yang berkelok-kelok;
semakin banyak anggota keluarga tikus, semakin panjang lorong yang dib
Sarang tikus juga dilengkapi dengan ruangan/kamar yang difungsikan untuk
beranak dan kamar sebagai gudang tempat meyimpan bahan makanan.

6
E. Perkembangbiakan Tikus
Tikus berkembang biak dengan sangat cepat, tikus menjadi dewasa
dalam arti dapat kawin mulai umur 3 bulan, masa bunting tikus betina
sangat singkat, kira-kira 3 minggu. Jumlah anak yang dihasilkan setiap
kelahiran berkisar antara 4 – 12 ekor (rata-rata 6 ekor) tergantung dari jenis
dan keadaan makanan di lapangan. Dan setelah 2-3 hari setelah melahirkan
tikus-tikus tersebut sudah siap kawin lagi.
Jumlah kelahiran tikus dapat dipengaruhi oleh:
-Kondisi Iklim.
-Pakan yang terlimpah.
-Tempat tinggal yang aman.

F. Pengendalian
Pengendalian yang paling sering kita gunakan biasanya
menggunakan metode gropyokan atau dengan memasang umpan, namun
yang palig tepat dilakukan adalah pengendalian terpadu. Kalau kita
menggunakan umpan beracun ada baiknya kita menggunakan umpan yang
tidak langsung membunuh dengan cepat, gunakanlah rodentisida yang
membunuh secara perlahan misal Klerat dan ratikus, karena seperti yang
saya bicarakan diatas tikus bila makan makanan yang beracun cepat reaksi
kematiannya, maka dia akan memberi sinyal suara kesakitan dan tanda
bahaya kepada temannya , sehingga teman-temannya akan waspada
terhadap makanan baru, dan tidak mau makan terhadap umpan yang kita
berikan.
Pemberian umpan tersebut sebaiknya jangan disentuh dengan
tangan sebab indra penciuman tikus sangat tajam terhadap bau yang baru
dan aneh termasuk bau manusia.Lakukan pada saat paceklik pangan bagi
tikus yaitu saat lahan beras (tidak ditanami) sampai pada saat menjelang
produksi pangan (bila pada padi menjelang bunting).
7
G. Jenis – Jenis Tikus
Jenis tikus antara lain:
-Mencit (Mus sp.)
-Tikus rumah (Rattus rattus)
- Tikus got (Rattus norvegicus)
- Tikus sawah (Rattus argentiventer)
- Wirok (Bandicota sp.)
- Tikus Pohon (Rattus Tiomanicus)
- Mencit Rumah (Mus-musculus)
- Mencit Ladang (Mus-Caroli)
- Celurut (shrew),
Yang sering disebut sebagai “tikus”, sesungguhnya bukanlah
termasuk golongan hewan pengerat, melainkan hewan pemangsa serangga
(Insectivora). Tikus rumah (Rattus rattus) adalah hewan pengerat biasa yang
mudah dijumpai di rumah-rumah dengan ekor yang panjang dan pandai
memanjat serta melompat.
Hewan ini termasuk dalam sub suku Murinae dan berasal dari Asia.
Namun demikian, ia lalu menyebar ke Eropa melalui perdagangan sejak
awal penanggalan modern dan betul-betul menyebar pada abad ke-6.
Selanjutnya ia menyebar ke seluruh penjuru dunia. Tikus rumah pada masa
kini cenderung tersebar di daerah yang lebih hangat karena di daerah dingin
kalah bersaing dengan tikus got. Tidak seperti saingannya, tikus got, tikus
rumah adalah perenang yang buruk dan bangkainya sering ditemukan di
sumur-sumur. Namun demikian, ia lebih gesit dan pemanjat ulung, bahkan
berani “terbang”.
Warnanya biasanya hitam atau coklat terang, meskipun sekarang ada
yang dibiakkan dengan warna putih atau loreng. Ukurannya biasanya 15-20
cm dengan ekor ± 20cm. Hewan ini nokturnal dan pemakan segala, namun
menyukai bulir-bulir. Betinanya mampu beranak kapan saja, dengan anak 3-
8
10 ekor/kelahiran. Umurnya mencapai 2-3 tahun dan menyukai hidup
berkelompok.

H. Tanda-tanda Keberadaan Tikus


Tanda dan keberadaan adanya tikus dapat dilihat melalui jejak yang
ditinggalkan. Jejak yang ditinggalkan seperti dropping atau kotoran tikus.
Kotoran tikus mudah dikenal dari bentuk dan warna khasnya. Kotoran tikus
yang masih baru lebih terang dan mengkilap serta lebih lembut (agak
lunak), semakin lama kotoran akan menjadi lebih keras. Selain itu tanda
keberadaan tikus juga dapat dilihat dari bekas gigitan tikus, karena tikus
memiliki kebiasaan menggigit dan membuat lubang. (Hannang, 2005).
Simanjuntak (2006) menyatakan bahwa dalam rangka mencegah
penyakit yang disebabkan oleh tikus, maka perlu memperhatikan kepadatan
tikus. Adanya tikus di lingkungan pemukiman perlu diwaspadai pula
keberadaan ektoparasit terutama pinjal yang berpotensi menularkan
penyakit pes, murine typhus, dan tularemia. Pes merupakan penyakit
bersifat akut. Penyakit Pes dikenal ada 2 macam yaitu Pes bubo ditandai
dengan demam tinggi, tubuh menggigil, perasaan tidak enak, malas, nyeri
otot, sakit kepala hebat, pembengkakan kelenjer (lipat paha,ketiak dan
leher).
Sedangkan Pes pneumonic ditandai dengan gejala batuk hebat,
berbuih, air liur berdarah, dan sesak nafas. Penyakit yang ditimbulkan oleh
vektor diantaranya adalah penyakit pes dan leptospirosis, dalam hal ini
Nurjannah (2011) mengemukakan : - Penyakit Pes (Plague) di dalam siklus
penyakit ini tikus berperan sebagai “host”. Epizootic umumnya terjadi pada
Rattus rattus diardii. Apabila tikus banyak yang mati, pinjal yang dalam
hidupnya memerlukan darah kemudian pindah ke manusia. Bila pinjal-pinjal
tersebut mengandung baksil per yaitu Yersinia (Pasteurella) pestis, maka
bisa menular kepada manusia. Pes ini pada manusia disebut pes bubo
9
”bubonic plague” dan disamping itu ada pula yang disebut pes paruparu
”pneumonic plague atau lung plague” dan pes septichaemia – ”septichaemic
plague”. Bila pes bubo ini dibiarkan saja (tidak diobati), bisa menjalar ke
paru-paru, timbullah pes paru-paru skunder (secondary lung plague) yang
sangat ditakuti, karena bisa menular melalui udara. Pes inilah yang biasanya
menyebabkan epidemi dan menimbulkan banyak korban.
Pada keadaan yang luar biasa dimana baksil pes telah meracuni
seluruh pembuluh darah, bisa menyebabkan pes septichaemi. Penderita bisa
meninggal secara tibatiba dalam keadaan yang sangat mengerikan. Mungkin
inilah yang menyebabkan kenapa penyakit pes zaman dahulu disebut
”penyakit setan atau black death”. Sebelum penyakit pes tersebut pindah ke
manusia melalui perantaraan pinjal tikus (Xenophsylla spp, Nosopsyllus
fasciatus, dan pinjal tikus lainnya) dari ”host”nya yang terkenal (di
Indonesia) yaitu R.r diardi. Di dalam tubuh tikus penyakit pes tersebut dapat
bersiklus secara abadi pada tubuh beberapa jenis binatang lainnya
(”rodent”).
Jenis-jenis binatang pengerat ini tidak semuanya akan mati bila kena
penyakit pes. Binatang tersebut berfungsi sebagai pembawa (”carrier atau
vehicle”) baksil pes. Di Indonesia R. exulans telah diketahui sebagai
pembawa penyakit pes di daerah Boyolali, sedangkan di Amerika dikenal
jenis-jenis lainnya yaitu : Citellus variegates dan C beechevi. Hal inilah
antara lain yang menyebabkan mengapa bidang kesehatan banyak menaruh
perhatian kepada binatang mengerat dan melakukan penelitian-penelitian.
Penyakit pes yang abadi pada berjenis-jenis binatang pengerat di alam
terbuka yang umumnya jauh dari kehidupan manusia disebut “sylvatic
plague” atau “campestral plague”.
Tempat-tempat di alam dimana binatang mengerat selalu
mengandung bibit penyakit disebut “foci” (jamak) atau ”focus” (tunggal).
Mengetahui sumber dan pergerakan penyakit-penyakit tersebut ke manusia
10
sangat menarik bagi para “epidemiologist” sedangkan mengetahui jenis-
jenis binatang yang terlibat beserta situasi habitatnya sangat menarik bagi
para “mammalogist” dan “animal ecologist”.
Pekerjaan untuk mengetahui dimana ada foci tersebut disebut “foci
detection” dan data yang diperoleh sangat berguna untuk melakukan
program pemberantasan penyakit pes. Inilah salah satu kegunaan dari
binatang pengerat tersebut, disamping sebagai binatang percobaan di
laboratorium juga digunakan dalam evaluasi kegiatan di lapangan
(melakukan pooling test).
Leptospirosis penyakit ini di Indonesia pada zaman penjajahan
Belanda banyak menimpa pekerja-pekerja pada tempat-tempat penggalian
tanah, terutama tanah-tanah yang lembab ataupun yang berair, seperti
misalnya got-got dan tambang-tambang. Pada saat itu tikus yang
menularkan penyakit ini adalah R. novergicus. Terakhir penyakit ini
memperlihatkan dirinya kembali di kecamatan Kayu Agung, kabupaten
Ogan Komering Ilir, sekitar tahun 1970. Dengan adanya sistem adanya
”trapping” yang meluas ditemukan banyak R. exulans yang terjangkit
Leptospirosis.
Di Malaysia ”host”nya yang terkenal adalah R. novergicus dan R.
argentiventer. Leptospira berkembang biak pada ginjal tikus. Kemidian
Leptospira ini dikeluarkan melalui urine dan akan tetap hidup untuk
beberapa waktu lamanya di tanah yang lembab/basah ataupun di air.
Penularan kepada manusia terjadi melalui selaput lendir atau luka di kulit.
Pada dewasa ini penyakit tersebut sudah tidak begitu kelihatan lagi namun
diduga penyakit tersebut masih berkembang biak terus di hutan diantara
rodentia liar.

11
BAB III

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Hari tanggal : Selasa, 22 September 2020
Jam : 18.00 WITA – selesai
Tempat : Didalam rumah dan diluar rumah seluruh
anggota Kelompok 1

B. Alat dan Bahan


Alat :
1. Perangkap tikus
2. Kamera
Bahan :
1. Umpan
a) Jagung
b) Ikan asin
c) Kelapa
C. Uraian Kegiatan
1. Lakukan survei keberadaan tikus ( agar mudah menentukan tempat untuk
meletakkan perangkap )
2. Siapkan alat dan bahan
3. Ambil perangkap
4. Pasang umpan pada perangkap dengan hati – hati
5. Letakkan perangkap pada area sekitar sarang tikus dan area tikus mencari
makan
6. Diamkan selama satu malam, cek perangkap keesokan harinya

1
BAB IV

ANALISIS HASIL

A. Hasil

Tabel 4.1 Trap Seluruh Perangkap Yang Diuji

Jenis Umpan
Trapping Pemasangan
ke- perangkap Kelapa Jagung
Ikan Asin
Bakar Manis

Rumah Ayu √
I
Luar Rumah Ayu √

Rumah Dita √
II
Luar Rumah Dita √

Rumah Elsa √
III
Luar Rumah Elsa √

Rumah Hesti √
IV
Luar Rumah Hesti √

Rumah Ismi √
V
Luar Rumah Ismi √

Rumah Melly √
VI
Luar Rumah Melly √

Rumah Pridan √
VII
Luar Rumah Pridan √

Rumah Putri √
VIII
Luar Rumah Putri √

Rumah Yasmin √
IX
Luar Rumah Yasmin √

X Rumah Yuni √

2
Luar Rumah Yuni √

Pada tabel 4.1 Trap Seluruh Perangkap Yang Diuji dapat diketahu
bahwa perangkap dengan umpan kelapa bakar sebanyak 3 perangkap yaitu
dirumah Dita, Ismi dan Mell. Perangkap dengan umpan ikan asin sebanyak 4
perangkap yaitu dirumah Elsa, Hesti, Pridan dan Yasmin. Perangkap dengan
umpan jagung manis sebanyak 3 perangkap dirumah Ayu, Putri, dan Yuni.

Tabel 4.2 Trap Succes keseluruhan

Trapping Trap
No.
ke- Success

1. I 0

2. II 0

3. III 0

4. IV 0

5. V 0

6. VI 0

7. VII 0

8. VIII 0

9. IX 0

10. X 0

Rata – rata 0

Pada Tabel 4.2 Trap Succes keseluruhan dapat diketahui nilai rata –
rata trap success sebanyak Positif 0 (nol) tikus terrtangkap dari traping ke-
I sampai trapping ke-X.

3
Tabel 4.3 Trap Success Berdasarkan Jenis Umpan

Lokasi
Trapping Jenis Trap
Pemasangan Total
ke- Umpan Success
Perangkap

Kelapa Rumah Ayu -


Bakar Luar Rumah Ayu - -

Rumah Ayu -
I Ikan Asin
Luar Rumah Ayu - -

Jagung Rumah Ayu 0


Manis Luar Rumah Ayu 0 0

Kelapa Rumah Dita 0


Bakar Luar Rumah Dita 0 0

Rumah Dita -
II Ikan Asin
Luar Rumah Dita - -

Jagung Rumah Dita -


Manis Luar Rumah Dita - -

Kelapa Rumah Elsa -


Bakar Luar Rumah Elsa - -

Rumah Elsa 0
III Ikan Asin
Luar Rumah Elsa 0 0

Jagung Rumah Elsa -


Manis Luar Rumah Elsa - -

IV Kelapa Rumah Hesti -


Bakar
Luar Rumah
-
Hesti -

Ikan Asin Rumah Hesti 0

Luar Rumah
0
Hesti 0

Jagung Rumah Hesti - -

4
Manis
Luar Rumah
-
Hesti

Kelapa Rumah Ismi 0


Bakar Luar Rumah Ismi 0 0

Rumah Ismi -
V Ikan Asin
Luar Rumah Ismi - -

Jagung Rumah Ismi -


Manis Luar Rumah Ismi - -

Rumah Melly 0
Kelapa
Bakar Luar Rumah
0
Melly 0

Rumah Melly -
VI Ikan Asin Luar Rumah
-
Melly -

Rumah Melly -
Jagung
Manis Luar Rumah
-
Melly -

Rumah Pridan -
Kelapa
Bakar Luar Rumah
-
Pridan -

Rumah Pridan 0
VII Ikan Asin Luar Rumah
0
Pridan 0

Rumah Pridan -
Jagung
Manis Luar Rumah
-
Pridan -

VIII Kelapa Rumah Putri -


Bakar Luar Rumah Putri - -

Ikan Asin Rumah Putri - -

5
Luar Rumah
-
Putri

Jagung Rumah Putri 0


Manis Luar Rumah Putri 0 0

Rumah Yasmin -
Kelapa
Bakar Luar Rumah
-
Yasmin -

Rumah Yasmin 0
IX Ikan Asin Luar Rumah
0
Yasmin 0

Rumah Yasmin -
Jagung
Manis Luar Rumah
-
Yasmin -

Kelapa Rumah Yuni -


Bakar Luar Rumah Yuni - -

Rumah Yuni -
X Ikan Asin
Luar Rumah Yuni - -

Jagung Rumah Yuni 0


Manis Luar Rumah Yuni 0 0

Pada Tabel 4.3 Trap Success Berdasarkan Jenis Umpan diketahui


bahwa tidak ada trap yang sukses berdasarkan jenis umpannya baik dalam
umpan kelapa bakar, ikam asin maupun jagung manis seluruhnya memiliki
nilai positif 0 (nol) tikus tertangkap dari traping ke-I sampai trapping ke-
X.

B. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum penangkapan tikus menggunakan
metode fisik yaitu pemasangan perangkap tikus (trapping), dengan jenis
umpan ikan asin, jagung manis dan kelapa bakar. Dalam praktikum yang

6
dilakukan selama 24 jam mendapatkan hasil positif nol dari masing-
masing lokasi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 50 tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
dan Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
Serta Pengendaliannya, angka kepadatan tikus yaitu <1. Dari perolehan
hasil praktikum kelompok 1 tersebut, lokasi yang menjadi sasaran bebas
dari adanya tikus berdasarkan dengan metode fisik pemasangan perangkap
tikus.
Pemasangan perangkap tikus dilakukan di luar dan di dalam rumah
dengan jumlah 10 perangkap tikus yang digunakan. Dari hasil tersebut
tidak di temukannnya satu spesies tikus. Akan tetapi dari hasil
pengamatan visual yang dilakuan praktikan memperoleh tanda-tanda
keberadaan tikus.
Sebelum pemasangan alat perangkap, pengendalian tersebut
dilakukan secara visual yaitu dengan mengamati tanda-tanda keberadaan
tikus seperti kotoran, gigitan, jejak, lubang dan suara tikus ada di dalam
maupun diluar rumah.
Dilihat dari adanya tanda-tanda keberadaan tikus, kemungkinan
hasil yang didapatkan terjadi karena kegagalan dalam praktik penangkapan
dengan alat perangkap. Hal ini disebabkan karena penempatan lokasi alat
untuk menjebak tikus tidak sesuai, alat yang digunakan tidak efektif,
sehingga kemungkinan tikus bisa keluar dari perangkap karena gigitannya,
atau alat yang digunakan tidak dicuci terlebih dahulu karena alat tersebut
pernah digunakan sebelumnya untuk menangkap tikus karena indera
penciuman tikus sangat tajam sehingga bisa mengenali bau tikus yang
lainnya.
Tikus merupakan binatang mamalia yang bisa menjadi sumber
penularan penyakit, jika jumlah tikus melebihi standar baku mutu,
sebaiknya dilakukan pengendalian, agar populasinya dapat berkurang.
Tikus bukan hanya menjadi sumber penularan penakit, akan tetapi juga
merupakan binatang pengganggu, keberadaan tikus di dalam rumah sangat

7
mengganggu pemilik rumah, mulai dari suaranya, bahkan tikus dapat
menggigit barang-barang seperti kabel, baju dan lain-lain.
Keberadaan tikus di luar rumah seperti disawah dan di kebun juga
dapat merugikan karena dapat merusak tanaman. Satu ekor tikus dapat
melahirkan hingga 20 spesies tikus. Jika tikus tidak dikendalikan maka
populasi tikus akan meningkat. Jika metode fisik dan biologis tidak bisa
mengendalikan populasi tikus maka dilakukan pengendalian secara
kimiawi yaitu dengan menggunakan rodentisida yang bisa dikakukan di
sawah dan dikebun.

BAB V

PENUTUP

8
9
DAFTAR PUSTAKA

Bagaskoro, Alex. Tanpa tahun. Laporan Praktikum Tikus. Diakses pada


https://www.academia.edu/12444060/Laporan_Praktikum_Tikus. Pada 23
september 2020 pukul 09.00 WITA.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2017


tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan
untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya.

Anda mungkin juga menyukai