Anda di halaman 1dari 64

EFEKTIVITAS KULIT NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk)

SEBAGAI ADSORBEN PEMURNIAN MINYAK JELANTAH

SKRIPSI

Karya Tulis sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi dari
Universitas Perjuangan Tasikmalaya

Oleh

Silmi Tafshil An’umillah

NPM 1704010078

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PERJUANGAN
TASIKMALAYA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

EFEKTIVITAS KULIT NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk)


SEBAGAI ADSORBEN PEMURNIAN MINYAK JELANTAH

Oleh:

Silmi Tafshil An’umillah

NPM 1704010078

Disetujui oleh:

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Dr. Ummy Mardiana apt. Lina Rahmawati R, M.Si.


NIDN. 0405027501 NIDN. 1105118801

Diketahui oleh:

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan, Ketua Prodi Farmasi,

dr. H. Kamiel Roesman Bachtiar, M.Si. Drs. apt. H. Eddy Suhardiana, M.M.
NIDK. 8870011019 NIDK. 8865580018
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Silmi Tafshil An’umillah
NIM : 1704010078
Program Studi : Farmasi

Memberikan pernyataan sebagai berikut:

1. Karya tulis skripsi ini, asli belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
sarjana S-1, baik di Universitas Perjuangan Tasikmalaya maupun di
perguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini murni gagasan, dan penelitian sendiri, tanpa bantuan pihak
lain, kecuali arahan pembimbing yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Perjuangan Tasikmalaya.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya /pendapat orang lain, kecuali secara
tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai bahan acuan naskah dengan
disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, jika dikemudian hari terdapat
hal yang tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik yaitu
berupa pencabutan gelar yang diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi
lain sesuai norma yang berlaku di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Perjuangan Tasikmalaya.

Tasikmalaya, 21 Juni 2021


Yang membuat Pernyataan,

(Silmi Tafshil An’umillah)


NIM 1704010078
ABSTRAK

Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan
yang prosesnya dimurnikan dan digunakan untuk menggoreng makanan. Proses
pemanasan tinggi pada minyak menghasilkan asam lemak bebas serta peroksida.
Asam lemak bebas merupakan asam lemak yang tidak terikat atau telah lepas dari
molekul gliserol yang membentuk trigliserida. Bilangan peroksida adalah nilai
untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Tujuan Penelitian
ini untuk menurunkan kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida minyak
goreng bekas (jelantah) dengan dan tanpa pemberian arang aktif (adsorben) dari
kulit nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk). Penentuan kadar asam lemak
bebas dengan metode titrasi Alkali-Asidimetri sedangkan bilangan peroksida
dengan titrasi iodometri. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa pembuatan
arang aktif (adsorben) dari kulit nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) telah
berhasil yang dibuktikan dengan hasil karakterisasi arang aktif setelah diaktivasi
dengan HCl 1 M telah memenuhi syarat yang ditetapkan menurut SNI No. 06-
3730 1995 dengan kadar air 9,13%. Kadar asam lemak bebas tanpa pemberian
adosrben sebesar 0,701% sedangkan untuk hasil pemberian adsorben 2 g dengan
waktu kontak 8, 16 dan 24 jam adalah 0,482 ; 0,470 dan 0,457%, untuk adsorben
4 g dengan waktu yang sama menghasilkan kadar masing – masing 0,294 ; 0,285
dan 0,278% serta untuk adsorben 6 g yaitu 0,266 ; 0,255 dan 0,236%. Adsorben
dengan massa 4 dan 6 g hasilnya sesuai syarat dari SNI-7709 : 2012 yaitu
maksimal 0,3%. Sedangkan untuk bilangan peroksida tanpa pemberian adsorben
yaitu 13,813 Meq/Kg, dan untuk pemberian adsorben menghasilkan 9,916
Meq/Kg ; 9,463 Meq/Kg ; 9,385 Meq/Kg (massa 2 g), 8,928 Meq/Kg ; 8,699
Meq/Kg ; 7,937 Meq/Kg (massa 4 g) dan 7,630 Meq/Kg ; 7,019 Meq/Kg ; 6,867
Meq/Kg (massa 6 g) dengan waktu kontaknya masing – masing 8, 16 dan 24 jam.
Hasil bilangan peroksida tanpa pemberian adsorben arang aktif tidak memenuhi
syarat sedangkan dengan pemberian adsorben arang aktif hasilnya sesuai standar
SNI-7709 : 2012 yaitu maksimal 10 Meq/Kg.

Kata Kunci: Minyak Goreng, Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk), Asam


Lemak Bebas, Bilangan Peroksida
ABSTRACT

Cooking oil is oil derived from plant or animal fat which is purified and used for
frying food. The high heating process of the oil produces free fatty acids and
peroxides. Free fatty acids are fatty acids that are not bound or have been
separated from the glycerol molecule to form triglycerides. Peroxide number is a
value to determine the degree of damage to oil or fat. The purpose of this study
was to reduce levels of free fatty acids and peroxide value of used cooking oil
with and without activated charcoal (adsorbent) from jackfruit skin (Artocarpus
heterophyllus Lamk). Determination of free fatty acid levels by Alkali-Acidimetric
titration method while the peroxide number by iodometric titration. The results of
the study have proven that the manufacture of activated charcoal (adsorbent)
from jackfruit skin (Artocarpus heterophyllus Lamk) has been successful as
evidenced by the results of the characterization of activated charcoal after
activation with 1 M HCl has met the requirements set by SNI No. 06-3730 1995
with a moisture content of 9.13%. The free fatty acid content without adsorbent
was 0.701%, while for the 2 g adsorbent with contact times of 8, 16 and 24 hours,
it was 0.482; 0.470 and 0.457%, for the 4 g adsorbent at the same time resulted in
the levels of 0.294, respectively; 0.285 and 0.278% and for the 6 g adsorbent
0.266; 0.255 and 0.236%. Adsorbents with masses of 4 and 6 g the results are in
accordance with the requirements of SNI-7709: 2012 which is a maximum of
0.3%. Meanwhile, the number of peroxides without the addition of an adsorbent is
13,813 Meq/Kg, and for the addition of an adsorbent it produces 9,916 Meq/Kg;
9.463 Meq/Kg ; 9.385 Meq/Kg (mass 2 g), 8.928 Meq/Kg ; 8.699 Meq/Kg ; 7,937
Meq/Kg (mass 4 g) and 7,630 Meq/Kg ; 7,019 Meq/Kg ; 6,867 Meq/Kg (mass 6 g)
with contact times of 8, 16 and 24 hours, respectively. The results of the peroxide
number without the provision of activated charcoal adsorbents do not meet the
requirements, while with the provision of activated charcoal adsorbents the
results are according to the standard SNI-7709: 2012 which is a maximum of 10
Meq/Kg.

Keywords: Cooking Oil, Jackfruit (Artocarpus heterophyllus Lamk), Free Fatty


Acids, Peroxide Number
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT, Tuhan Yang Maha Esa,
atas berkat dan karunia-Nya sehingga karya tulis skripsi yang berjudul
“Efektivitas Kulit Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) Sebagai Adsorben
Pemurnian Minyak Goreng Bekas” dapat diselesaikan dengan baik. Karya tulis
skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi tingkat
sarjana di Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi Universitas
Perjuangan.

Dalam penyusunan karya tulis skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih


kepada:

1. Allah SWT atas segala limpahan berkah dan karunia-Nya sehingga penulis
mampu menyelesaikan amanah tugas akhir ini.
2. Bapak Rektor Universitas Perjuangan Tasikmalaya Prof. Dr. H. Yus
Darusman, M.Si. yang telah memberikan izin dan fasilitas untuk
penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Perjuangan
Tasikmalaya dr. H. Kamiel Roesman Bachtiar, M.Si. serta Ketua Prodi
Farmasi Universitas Perjuangan Tasikmalaya Drs. apt. H. Eddy
Suhardiana, M.M. yang sudah memberikan izin dalam penyusunan skripsi
ini.
4. Dr. Ummy Mardiana dan Lina Rahmawati R, M.Si., Apt. selaku
pembimbing yang telah memberikan ilmu, bimbingan, pikiran, waktu,
motivasi, dukungan, kepercayaan, saran, kritik, dan nasehat sehingga
penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Richa Mardianingrum, M.Si selaku dosen wali untuk seluruh bantuan dan
dukungan yang telah diberikan.
6. Kedua orang tua tercinta, untuk doa dan dukungan yang tidak pernah
putus.
ii

7. Seluruh civitas akademik Universitas Perjuangan yang secara langsung


maupun tidak langsung telah memberikan ilmu dan masukannya mengenai
penelitian yang dilakukan oleh penulis.
8. Keluarga serta teman-teman yang telah memberikan dukungan dan
semangat kepada penulis untuk menyesaikan penelitian ini.
9. Semua pihak yang turut membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan
karya tulis skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa karya tulis skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karenanya, saran dan kritik dalam perbaikan karya tulis skripsi ini sangat
diharapkan. Semoga karya tulis skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam dunia farmasi dan masyarakat
pada umumnya untuk masa yang akan datang.

Tasikmalaya, Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN
SURAT PERNYATAAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
DAFTAR TABEL................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang Penelitian........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian...................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................4
2.1 Minyak Goreng........................................................................................4
2.1.1 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid/ FFA).................................6
2.1.2 Bilangan Peroksida........................................................................7
2.2 Tanaman Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk)..............................8
2.2.1 Morfologi Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk)...................9
2.2.2 Kandungan dan Manfaat Kulit Nangka (Artocarpus heterophyllus
Lamk)...........................................................................................10
2.3 Pemurnian..............................................................................................11
2.4 Adsorben................................................................................................12
2.4.1 Arang Aktif..................................................................................13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................15
3.1 Kerangka Penelitian...............................................................................15
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian................................................................15
iv

3.3 Metode Penelitian..................................................................................16


3.4 Variabel Penelitian.................................................................................16
3.5 Alat dan Bahan Penelitian.....................................................................16
3.6 Prosedur Penelitian................................................................................17
3.7 Analisis Data..........................................................................................19
3.8 Jadwal Waktu Penelitian........................................................................20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................21
4.1 Hasil Determinasi..................................................................................21
4.2 Preparasi dan Aktivasi Adsorben Kulit Nangka (Artocarpus
heterophyllus Lamk) .............................................................................21
4.3 Uji Fitokimia (Uji Iodine)......................................................................22
4.4 Penentuan Kadar Air Serbuk.................................................................23
4.5 Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)........................................23
4.6 Penentuan Kadar Bilangan Peroksida....................................................26
BAB V SIMPULAN DAN SARAN................................................................32
5.1 Kesimpulan............................................................................................32
5.2 Saran......................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................33
LAMPIRAN.....................................................................................................36
DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Tabel Syarat Mutu Minyak Goreng Sawit...............................................6


3.1 Tabel Sumber Minyak, Asam Lemak dan Berat Molekul.....................19
3.2 Tabel Jadwal Penelitian.........................................................................20
4.1 Kadar Asam Lemak Bebas dalam Minyak Jelantah..............................24
4.2 Kadar Peroksida dalam Minyak Jelantah .............................................29
DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Reaksi Hidrolisis......................................................................................6


2.2 Pohon Nangka..........................................................................................8
3.1 Kerangka Penelitian...............................................................................15
4.1 Hasil Uji Iodine......................................................................................23
4.2 Grafik Kadar Asam Lemak Bebas Waktu Kontak 8 Jam......................25
4.3 Grafik Kadar Asam Lemak Bebas Waktu Kontak 16 Jam....................25
4.4 Grafik Kadar Asam Lemak Bebas Waktu Kontak 24 Jam....................26
4.5 Grafik Kadar Bilangan Peroksida Waktu Kontak 8 Jam.......................30
4.6 Grafik Kadar Bilangan Peroksida Waktu Kontak 16 Jam.....................30
4.7 Grafik Kadar Bilangan Peroksida Waktu Kontak 24 Jam.....................31
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Hasil Determinasi Tanaman....................................................36

Lampiran 2 Alat...................................................................................................37

Lampiran 3 Bahan................................................................................................39

Lampiran 4 Sampel dan Hasil Pengujian.............................................................42

Lampiran 5 Perhitungan.......................................................................................46
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Minyak goreng menjadi salah satu bahan pokok untuk mengolah makanan.
Minyak goreng berasal dari lemak tanaman ataupun hewan yang dimurnikan serta
berwujud cair dalam temperatur kamar. Salah satu sumber minyak goreng adalah
dari kelapa sawit. Minyak kelapa mengandung asam lemak esensial yang tidak
bisa diseintesis oleh tubuh, meliputi asam palmiat, stearate, oleat, serta linoleat.
Minyak goreng befungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, serta
peningkat nilai kalori pada makanan (Sitepoe, 2008). Minyak goreng sangat
berperan penting untuk proses pengolahan makanan. Oleh karena itu, kebutuhan
banyak orang terhadap minyak goreng bertambah. Keadaan tersebut membuat
harga minyak goreng mengalami kenaikan serta membuat mayoritas warga
memakai minyak goreng lebih dari satu kali. Minyak goreng yang digunakan
berulang kali biasanya disebut sebagai minyak jelantah.

Pemakaian terus – menerus minyak goreng menyebabkan terbentuknya


reaksi degradasi sehingga menurunkan kualitas. Proses pemanasan tinggi pada
minyak menghasilkan asam lemak bebas, senyawa karbonil, serta peroksida yang
bisa menimbulkan keracunan pada orang yang mengonsumsinya. Kerusakan
lemak selama proses penggorengan disebabkan oleh kontak antara minyak dengan
udara, pemanasan berlebih, kontak minyak dengan bahan pangan, dan terdapatnya
partikel- partikel yang gosong saat digoreng. Secara fisik kehancuran tersebut bisa
dilihat dari perubahan warna, peningkatan kekentalan, peningkatan asam lemak
bebas, peningkatan peroksida serta penyusutan bilangan iodium (Sartika, 2009).
Kerusakan minyak goreng sangat mempengaruhi kualitas serta nilai gizi dan
penampilan bahan pangan yang digoreng. Perubahan- perubahan ini menjadikan
minyak tersebut tidak layak lagi digunakan. Oleh sebab itu, minyak jelantah
menjadi limbah dari rumah tangga ataupun pabrik industri penggorengan. Minyak
jelantah yang menjadi limbah bisa dimanfatkan kembali untuk media
2

penggorengan dengan proses pemurnian ulang (Naomi, 2013). Pemurnian ini bisa
dicoba dengan berbagai bahan alam ataupun limbah yang terdapat di lingkungan
sekitar.

Beberapa penelitian sebelumnya telah melakukan penelitian pemurnian


minyak goreng bekas menggunakan adsorben dari bahan alami dengan
memanfaatkan produk sampingan atau limbah pertanian, seperti ampas tebu
(Ramdja et al., 2010), sabut kelapa (Yustinah et al., 2011), karbon aktif dari biji
kelor (Dahlan et al., 2013), ampas pati aren dan bentonit (Rahayu et al., 2014) dan
arang aktif kulit salak (Mangallo et al., 2014). Tiap jenis penelitian hanya dengan
memvariasikan larutan aktivasi dan tiap jenis adsorbennya memiliki selektivitas
dalam mengadsorpsi komponen tertentu yang ada dalam minyak goreng bekas.

Buah nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) ialah tumbuhan buah yang


berasal dari India serta menyebar ke wilayah tropis Indonesia. Tanaman ini
memiliki banyak manfaat antara lain daging buah nangka muda dimanfaatkan
sebagai sayur- mayur, tepung biji nangka digunakan untuk bahan baku industri
(bahan makan kombinasi), daun muda bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak,
kayu nangka lebih unggul daripada jati untuk pembuatan meubel, konstruksi
bangunan, tiang kapal, dayung, perkakas, serta pohon nangka bisa dimanfaatkan
sebagai obat tradisional. Kulit nangka ialah sisa yang dihasilkan ketika
mengkomsumsi buah nangka. Kulit nangka kurang dimanfaatkan oleh warga
sebab dikira tidak bisa menjadi bahan yang menjanjikan serta benilai murah. Oleh
sebab itu kulit nangka ialah limbah pertanian yang jadi limbah organik. Kulit
nangka pada dasarnya merupakan material yang tercipta dari polimer- polimer
alami (selulosa, lignin, serta hemiselulosa). (Prahas et al., 2008). Ketiga polimer
ini dikelompokkan dalam senyawa lignoselulosa. Senyawa ini banyak ditemui
dalam limbah- limbah pertanian termasuk kulit nangka. Lignoselusa dalam limbah
petanian memiliki selulosa (35%- 50%), hemiselulosa (20%- 35%), serta lignin
(10%- 25%). Isi bahan lignoselulosa membuat kulit nangka bisa dijadikan sebagai
arang biologi dengan proses pembakaran. Arang hayati dari kulit nangka bisa
3

dimanfaatkan sebagai adsorben terhadap pemurnian minyak goreng bekas juga


logam berat (Saha, 2004).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian


dengan judul “Efektivitas Kulit Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) Sebagai
Adsorben Pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas” dimana kelebihannya dengan
memvariasikan massa adsorben dan variasi lama penyimpanan yang belum
dilakukan penelitian sebelumnya untuk menurunkan kadar asam lemak bebas dan
bilangan peroksida.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan latar belakang di atas, di dapat rumusan masalah:
1. Apakah kulit nangka dapat digunakan sebagai adsorben alami?
2. Apakah waktu kontak dan massa adosrben kulit nangka (Artocarpus
heterophyllus Lamk.) dapat mempengaruhi kadar asam lemak bebas,
dan bilangan peroksida pada minyak goreng?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui efektivitas kulit nangka (Artocarpus heterophyllus
Lamk) sebagai asdorben alami.
2. Untuk mengetahui pengaruh dari waktu kontak dan massa adsorben
kulit nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) terhadap kadar asam
lemak bebas dan bilangan peroksida pada minyak goreng.

1.4 Manfaat Penelitian


a. Teoritis
Mengaplikasikan ilmu pengetahuan kimia dan makanan pada
masyarakat yang berhubungan dengan penggunaan minyak goreng
khususnya ibu rumah tangga.
b. Praktis
Memberikan informasi tentang salah satu alternatif cara untuk
mendaur ulang minyak goreng jelantah.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Goreng


Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan
atau hewan yang dalam prosesnya dimurnikan dan digunakan untuk
menggoreng bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar
panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan
(Sitepoe, 2008).

Minyak goreng diklasifikasikan dalam beberapa kelompok


(Ketaren, 2005):

1. Berdasarkan sifat fisiknya


a. Minyak tidak mengering (minyak zaitun, minyak rape, minyak
hewani).
b. Minyak nabati setengah mengering (minyak biji kapas, biji bunga
matahari).
c. Minyak nabati mengering (Minyak kacang kedelai, biji kapas).
2. Berdasarkan sumbernya
a. Biji - bijian palawija (minyak jagung, biji kapas).
b. Kulit buah tanaman tahunan (minyak zaitun, kelapa sawit).
c. Biji - bijian tanaman tahunan (kelapa, cokelat, inti sawit).
3. Berdasarkan Ikatan ganda dalam struktur molekulnya
a. Minyak dengan asam lemak jenuh
b. Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal
c. Minyak dengan asam lemak trans.

Sifat minyak goreng (Kataren, 2005):

1. Sifat Fisik
a. Warna
b. Kelarutan
5

c. Titik cair dan polymorphism


d. Titik didih
e. Titik lunak
f. Bobot jenis
g. Titik asap
h. Kekentalan
2. Sifat Kimia
a. Hidrolisa, minyak diubah menjadi asam lemak dan gliserol.
b. Oksidasi, terjadi karena kontak antara sejumlah oksigen dengan
minyak.
c. Hidrogenasi, adanya ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak.
d. Esterifikasi, mengubah asam lemak dari trigliserida dalam bentuk
ester.

Minyak goreng biasanya dapat digunakan hingga 3 - 4 kali


penggorengan, apabila digunakan berulang kali maka disebut dengan
minyak jelantah. Saat proses penggorengan, ikatan rangkap yang terdapat
pada asam lemak tak jenuh akan putus membentuk asam lemak jenuh.
Dikatakan minyak yang baik apabila minyak yang mengandung asam
lemak tak jenuh lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam
lemak jenuhnya. Minyak goreng berulang atau minyak jelantah merupakan
minyak goreng biasa dari tumbuhan atau hewani yang pemakaiannya
dilakukan secara berulang hingga mengalami perubahan warna, bau
hingga dapat mempengaruhi komposisi kimia minyak sehingga
menimbulkan senyawa karsinogenik. Penggunaan minyak berulang akan
membuat ikatan rangkap minyak teroksidasi membentuk gugus peroksida
dan monomer siklik. (Hou X, 2007). Minyak jelantah juga berkaitan
dengan peningkatan asam lemak trans. Penggunaan minyak goreng
berulang ternyata dapat menyebabkan kerusakan senyawa. Tanda awal
terjadinya kerusakan yaitu terbentuknya akrolein yaitu yang menyebabkan
gatal pada tenggorokan. (Kataren, 2005).
6

Tabel. 2.1 Syarat Mutu Minyak Goreng Sawit (SNI-7709 : 2012).

KRITERIA UJI SATUAN SYARAT


Keadaan bau, warna dan rasa - Normal
Air % b/b Maks 0,1%

Asam lemak bebas(dihitug sebagai % b/b Maks 0,3%


asam palmiat)
Cemaran Logam:
-Besi (Fe) mg/kg Maks 1,5
-Tembaga (Cu) mg/kg Maks 0,1
-Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,05
-Timbal (Pb) mg/kg Maks 0,1
-Timah (Sn) mg/kg Maks 40,0/250,00**
-Kadmium (Cd) mg/kg Maks 0,2
Arsen (As) mg/kg Maks 0,1
Angka Peroksida MeqO2/Kg Maks 10

Selain itu, minyak goreng mudah mengalami oksidasi. Dimana


minyak jelantah telah mengalami penguraian molekul, sehingga titik
asapnya turun drastis dan bila disimpan dalam waktu lama akan
menimbulkan bau tengik serta pecahnya ikatan trigliserida menjadi
gliserol dan FFA (free fatty acid) atau asam lemak, biasanya disebut
dengan proses hidrolisis. (Ketaren, 2005: 28).

Gambar. 2.1 Reaksi Hidrolisis. (Ketaren, 2005).


7

2.1.1 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid/ FFA)


Asam lemak bebas merupakan asam lemak yang tidak terikat atau
telah lepas dari molekul gliserol yang membentuk trigliserida. Secara umum,
asam lemak bebas didapat dari proses hidrolisis dan oksidasi. Dimana hasil
reaksi hidrolisa dari minyak kelapa sawit yaitu gliserol dan ALB yang dapat
dipercepat dengan faktor panas, air, keasaman dan katalis/ enzim (Ketaren,
1986).

Secara umum, kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam


minyak kelapa sawit biasanya dibawah 1%. Asam lemak bebas terbentuk
karena proses hidrolisis dan oksidasi selama pengolahan dan penyimpanan.
Dalam bahan pangan, kadar asam lemak yang tinggi dapat menyebabkan
racun bagi tubuh apabila dikonsumsi (Ketaren, 1986).

Salah satu cara untuk melihat seberapa besar asam lemak bebas yang
terkandung dalam bahan pangan yaitu dengan titrasi alkalimetri yaitu
penetapan kadar senyawa yang bersifat asam dengan baku basa. Titrasi ini
termasuk kedalam reaksi netralisasi yaitu rekasi antara ion hidrogen yang
berasal dari asam dengan ion hidroksida dari basa untuk menghasilkan air
yang sifatnya netral dan dibantu suatu indikator yang dapat berubah warna
(Rohman, 2007).

2.1.2 Bilangan Peroksida


Bilangan peroksida adalah nilai untuk menentukan derajat kerusakan
pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat meningkatkan
oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida
terbentuk karena adanya pemanasan yang mengakibatkan kerusakan pada
minyak atau lemak. Biasanya angka peroksida menunjukkan ketengikan
minyak akibat proses oksidasi serta hidrolisis. Kerusakan lemak atau minyak
akibat pemanasan pada suhu tinggi (200-250 ̊ C) dapat mengakibatkan
keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit misalnya diarhea,
pengendapan lemak dalam pembuluh darah (artero sclerosis), kanker dan
8

menurunkan nilai cerna lemak. Selain itu, peroksida dapat menyebabkan


destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak (misalnya
vitamin A, C, D, E, K dan sejumlah kecil vitamin B). Peroksida dalam sistem
peredaran darah, mengakibatkan kebutuhan vitamin E meningkat lebih besar.
Padahal vitamin E dibutuhkan untuk menangkal radikal bebas yang ada
dalam tubuh (Aisyah et al., 2010).

Ciri fisik minyak goreng yang mengandung peroksida yaitu, jika


dilihat secara kasat mata cenderung berwarna coklat tua sampai kehitaman,
jika dibandingkan dengan minyak goreng yang kadar peroksidanya sesuai
standar masih berwarna kuning sampai coklat muda. Warna gelap pada
minyak goreng disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tekoferol (vitamin
E). Selain itu, minyak goreng dengan kadar peroksida yang sudah melebihi
standar memiliki endapan yang relatif tebal, keruh, berbuih sehingga
membuat minyak goreng lebih kental dari pada minyak goreng yang kadar
peroksidanya masih sesuai standar. Standar mutu menurut SNI menyebutkan
kriteria minyak goreng yang baik digunakan adalah yang berwarna muda dan
jernih, serta baunya normal dan tidak tengik. Bau minyak goreng yang
memiliki kadar peroksida melebihi standar, baunya terasa tengik, jika dicium,
tingkat ketengikan minyak goreng berbanding lurus dengan jumlah kadar
peroksida. Minyak bekas atau minyak jelantah merupakan minyak yang telah
rusak dan mempunyai angka peroksida tinggi. Apabila dicampurkan dengan
minyak baru maka dapat meningkatkan angka peroksida dari minyak tersebut
(Surahma, 2013).

2.2 Tanaman Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk)


Nangka merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari
India dan menyebar ke daerah lain yang beriklim tropis dan sub tropis
termasuk ke Indonesia. Nangka termasuk dalam keluarga Moraceae
dengan klasifikasi tanaman yaitu: (Rukmana, 1997).
9

Gambar. 2.2 Pohon Nangka (Ahoerstemeier, 2003).

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Morales
Family : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus heterophyllus Lamk.

2.2.1 Morfologi Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk)

Menurut Rukmana (1997), bentuk dan susunan tubuh luar (morfologi)


dari tanaman nangka mempunyai ciri – ciri sebagai berikut:

a. Akar
Struktur akarnya berbentuk bulat panjang dan menembus tanah
cukup dalam sekitar 10 – 15 meter dengan akar cabang serta bulu
akarnya tumbuh mengarah ke segaa arah. Akarnya tunggang dan
kokoh.
b. Daun
Daun yang dimiliki tanaman nangka umumnya daun tunggal,
bertangkai 1 – 4 cm, bagian tepinya rata dengan bentuk bulat telur
memanjang dan ujung pangkal meruncing. Warna dari daunnya
yaitu hijau tua mengkilat untuk bagian atas dan bagian bawahnya
berwarna hijau muda serta kaku.
c. Bunga
10

Bunga dalam tanaman nangka hanya terdapat satu dalam satu


rumah atau dengan kata lain memiliki bunga jantan dan betina.
Dimana bunga jantan berwarna hijau tua khas dan membengkok,
sedangkan untuk bunga betina berbentuk silindris pipih.

d. Buah
Buah nangka merupakan buah majemuk semu dengan buah
berbentuk bulat memnjang berwarna hijau dan kekuningan jika
sudah matang. Buah nangka tumbuh di batang dan percabangan.
Bagian dalam uahnya berwarna kuning pekat.
e. Biji
Memiliki bentuk bulat memanjang dan tidak sedikit berbentuk
bulat telur, memiliki warna keabu – abuan. Bijinya diselimuti
daging tebal, dimana lapisan luarnya tipis dan lapisan dalam tebal
berwarna putih.
f. Kulit
Kulit dari buah nangka memiliki warna rata – rata hijau
kekuningan dan permukaannya kasar serta berduri lunak.

2.2.2 Kandungan dan Manfaat Kulit Nangka (Artocarpus heterophyllus


Lamk)

Kulit nangka merupakan sisa yang dihasilkan ketika mengkonsumsi


buah nangka. Kulit nangka kurang dimanfaatkan oleh masyarakat karena
dianggap tidak dapat menghasilkan suatu bahan sehingga termasuk limbah.

Kulit nangka pada dasarnya merupakan material yang terbentuk dari


polimer – polimer alami seperti lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Dari tiga
polimer tersebut dikelompokkan menjadi lignoselulosa yang mengandung
selulosa (35 – 50%), hemiselulosa (20 – 35%), dan lignin (10 – 25%).
Kandungan tersebut yang membuat kulit nangka dapat dijadikan arang hayati
11

melalui proses pembakaran dan dimanfaatkan sebagai adsorben. Selain itu,


kulit nangka mengandung karbohidrat yang terdiri dari glukosa, fruktosa,
sukrosa, pati serat dan pektin dengan jumlah total 15,87%. Disamping
mengandung karbohidrat, ternyata kulit nangka mengandung protein sebesar
1,30% (Prahas et al., 2008).

Menurut (Jagadeesh et al., 2007), kulit nangka mengandung beragam


kegunaan obat terutama sebagai agen antioksidan, antiinflamasi, antimikroba,
antikanker, antihipertensi dan antijamur.

2.3 Pemurnian
Pemurnian ialah proses pemisahan fisik bahan antara dua zat atau
lebih dari bahan asing atau pencemar untuk mendapatkan suatu zat murni
(Abdullah et al., 2014).

Menurut Raymond Chang (2005), terdapat beberapa cara untuk


pemurnian zat, diantaranya:

a. Pemurnian afinitas merupakan metode memurnikan protein dalam


sebuah kolom dengan memanfaatkan afinitas pada antibodi, enzim atau
reseptor yang telah diimobilisasi pada kolom.
b. Filtrasi adalah metode pemisahan padatan dan cairan atau gas dengan
bantuan alat seperti kain atau kertas berpori dan membiarkan cairan
tersebut melaluinya sehingga didapat filtrat (zat hasil penyaringan).
c. Sentrifugasi adalah proses yang melibatkan gaya sentrifugal untuk
memisahkan partikel dari larutan sesuai dengan ukuran, bentuk,
kepadatan, viskositas sedang, dan kecepatan sehingga partikel halus
yang tidak mengendap akan mengendap.
d. Evaporasi digunakan untuk menghilangkan cairan volatil dari solut non-
volatil yang tidak dapat dilakukan filtrasi karena kecilnya ukuran zat.
e. Ekstraksi cair – cair adalah proses pemisahan atau pemurnian untuk
mengisolasi konstituen campuran air yang melibatkan ekstraksi zat
terlarut dari solut dengan pelarut dan zat terlarut akan larut.
12

f. Kristalisasi adalah teknik pemisahan dimana fase padat dipisahkan dari


larutan induk.
g. Rekristalisasi adalah metode pemurnian dari zat padat atau pencemarnya
dengan membuat atau mengembalikan kembali ke bentuk awal (kristal)
dengan larutan yang sesuai.
h. Adsorpsi adalah proses pemurnian zat ke zat lain dari keadaan berbeda
(seperti gas yang diserap oleh cairan atau cairan yang diserap oleh
padatan).
i. Peleburan merupakan bentuk ekstraksi untuk menghasilkan logam dari
bijhnya dengan menggunakan panas dan zat pereduksi kimia.
j. Pengilangan adalah proses pemisahan atau pemurnian minyak ke fraksi
dengan menentukan kondensasi komponennya.
k. Distilasi adalah teknik untuk mengkarakterisasi bahan dengan melihat
indeks kemurnian serta memisahkan komponen yang dipilih.
l. Pemurnian air yaitu proses memisahkan zat dari pengotornya sehingga
menghasilkan air yang lebih murni.
m. Fraksinasi didefinisikan sebagai proses pemisahan kelompok analit dari
sampel tertentu menurut sifat fisik.
n. Elektrolisis adalah teknik menghilangkan zat yang tidak murni dengan
dialiri arus listrik.
o. Sublimasi adalah metode pemisahan zat dari padat ke gas tanpa melalui
fase cair.

2.4 Adsorben
Salah satu proses pemurnian yaitu adsorpsi. Menurut Atkins
(1999), adsorpsi adalah peristiwa terkumpulnya partikel pada permukaan.
Dimana partikel yang terkumpul dan terserap disebut adsorbat dan
material tempat berlangsungnya adsorpsi disebut adsorben.

Adosrben dibagai menjadi 3 macam (Budilaksono, 2007):


13

a. Adsorben yang mengadsorpsi secara fisik (karbon aktif, silika gel dan
zeolit)
b. Adsorben yang mengadsorpsi secara kimia (calcium cholide, metal
hydride, dan complex salts )
c. Composite adsorben yaitu adsorben yang mengadsorpsi secara kimia dan
fisik.

Menurut Atkins (1999), proses adosorpsi dipengaruhi beberapa faktor,


yaitu:

a. Luas Permukaan Adsorben


Semakin luas permukaan adsorben maka semakin banyak adsorbat yang
teradsorpsi karena semakin banyak bagian-bagian aktif adsorben untuk
kontak dengan adsorbat.
b. Ukuran Molekul Adsorbat
Molekul yang besar akan mudah teradsorpsi daripada molekul yang kecil.
c. Konsentrasi Adsorbat
Konsentrasi tinggi maka menghasilkan daya dorong tinggi.
d. Suhu
Semakin tinggi suhu maka proses adsorpsi semakin cepat.
e. pH
Apabila asam maka akan lebih mudah teradsorpsi pada pH tinggi, jika
basa terjadi pada pH rendah.
f. Waktu pengadukan
Waktu pengadukan yang relatif lama akan memberikan waktu kontak yang
lebih lama terhadap adsorben untuk berinteraksi.

2.4.1 Arang Aktif


Menurut Djatmiko (1985), arang adalah bahan padat berpori hasil dari
proses pembakaran bahan yang mengandung unsur 85-95% karbon. Arang
dihasilkan dari rata – rata pemanasan suhu tinggi yang tidak tercampur udara
sehingga akan terkarbonisasi dan tidak teroksidasi (Achmad, 2001).
14

Arang dapat menyerap kotoran dan racun oleh karbonnya, dimana


daya serap arang karbon lebih baik dari arang biasa jika dilakukan aktivasi.
Aktivasi merupakan proses daya serap dengan cara menambah bahan kimia
tertentu dengan pemanasan pada temperatur atau suhu tinggi (Abadi, 2005).

Tahapan pembuatan arang aktif yaitu (Abadi, 2005):

a. Dehidrasi: proses menghilangkan air dengan bahan baku yang


dipanaskan sampai temperatur 170°C.
b. Karbonisasi: pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon yang
terjadi pada temperatur 400 – 600°C. Dimana temperatur diatas
170°C akan menghasilkan CO, CO2 dan asam asetat. Pada
temperatur 275°C, dekomposisi menghasilkan methanol dan hasil
sampingan lainnya
c. Aktivasi: dekomposisi atau penguraian dari arang dan perluasan
pori-pori, biasanya dilakukan dengan uap atau CO2 sebagai aktifator.

Teknik dan proses pembuatan arang aktif yaitu: (Abadi, 2005).


a. Proses Kimia
Bahan baku arang aktif dicampur dengan bahan kimia. Kemudian
bahan dibentuk menjadi batangan, dikeringkan dan dipotong-potong.
Aktivasi dilakukan dengan temperatur 100°C. Arang aktif yang
dihasilkan, dicuci dengan air selanjutnya dikeringkan pada
temperatur 300°C. Proses kimia ini dapat dilakukan karbonisasi
terlebih dahulu yang selanjutnya dicampur dengan bahan-bahan
kimia tertentu.
b. Proses Fisika
Bahan baku dikarbonisasi. Kemudian arang dihaluskan dan diayak
lalu diaktivasi dengan pemanasan pada temperatur 1000°C yang
15

disertai pengaliran uap. Biasanya pada proses fisika yang digunakan


dalam aktivasi arang yaitu proses briket dan destilasi kering.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Penelitian

Kulit nangka dipotong dan dikeringkan

Uji Fitokimia
Diaktivasi dengan larutan HCl
1M

Dicuci dengan aquadest hingga pH netral,


dikeringkan di oven selama 24 jam

Uji Kadar Air Adosrben


Adsorben Alami

Minyak Goreng Bekas dicampur


dengan adsorben
Variasi Massa
Pemurnian Adsorben &
Waktu Kontak
Disaring, filtrat dianalisis

Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas


dan Penentuan Bilangan Peroksida

Gambar. 3.1 Kerangka Penelitian

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


a. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi dan Kimia Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Perjuangan Tasikmalaya.
16

b. Waktu
Waktu penelitian dimulai dari penyusunan proposal sampai penyusunan
hasil penelitian dimulai dari bulan Maret sampai bulan Juli 2021.

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan melakukan
pengujian terhadap limbah kulit nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) yang
diprediksi dapat memurnikan minyak goreng jelantah 3 kali pemakaian dengan
aktivasi pencampuran larutan kimia juga variasi dari massa adsorben dan variasi
waktu kontak minyak dengan adsorben. Selanjutnya dilakukan penetapan kadar
asam lemak bebas dan penentuan kadar bilangan peroksida dengan titrasi.

3.4 Variabel Penelitian


a. Variabel Bebas
Pemurnian minyak goreng bekas menggunakan kulit nangka (Artocarpus
heterophyllus Lamk) dengan variasi massa adsorben kulit nangka 2g, 4g,
dan 6g serta waktu kontak pemurnian 8, 16, dan 24 jam.
b. Variabel Terikat
Minyak goreng jelantah yang sudah dilakukan pemurnian dengan
menghitung kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida.

3.5 Alat dan Bahan Peneletian


a. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Labu takar,
beaker glass, erlenmeyer, gelas ukur, pipet tetes, pipet volume, corong,
neraca digital, buret, termometer, pH meter/ pH universal, oven,
magnetic stirrer, stop watch, saringan halus (100 mesh), hot plate,
blender, kertas saring, dan desikator.
b. Bahan
Minyak goreng bekas (jelantah), serbuk kulit nangka, asam klorida (HCl)
1 M, etanol 96%, Larutan NaOH, indikator phenolptalin, asam asetat
17

glasial, kloroform, Larutan KI, aquadest, Larutan Na2S2O3 0,1 N, amilum,


Larutan K2Cr2O7, Asam Oksalat, Asam Sulfat.

3.6 Prosedur Penelitian


a. Determinasi Tanaman dan Pengumpulan Bahan Penelitian
Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Biologi
Universitas Galuh Ciamis. Tujuan dari determinasi tanaman ini untuk
membuktikan bahwa identitas tanaman yang digunakan itu benar dan
tidak ada kesalahan dalam nama tanamannya.
Pengumpulan bahan penelitian dilakukan di daerah Cisayong Jawa
Barat. Sampel yang akan digunakan adalah kulit nangka (Artocarpus
heterophyllus Lamk).
b. Preparasi dan Aktivasi Adsorben Serbuk Kulit Nangka (Artocarpus
heterophyllus Lamk)
Kulit nangka dipotong - potong dan dicuci dengan air serta
dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari. Selanjutnya
kulit nangka dihaluskan sampai berbentuk bubuk dengan ukuran 100
mesh. Adsorben diaktivasi dengan larutan HCl 1 M dengan rasio
adsorben: asam klorida (b:v) sebesar 1 : 2 selama 1-2 jam. Kemudian
dicuci dengan aquadest untuk menghilangkan residu asam hingga pH
netral. Adsorben dikeringkan di dalam oven pada suhu 60ºC selama 24
jam dan didinginkan dalam desikator.
c. Uji Fitokimia (Uji Iodine)
Serbuk kulit nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) yang belum
diaktivasi diuji. Serbuk ditetesi dengan larutan HCl 3% kemudian
ditambah beberapa tetes larutan KI. Amati perubahan warna, apabila
cokelat mengandung selulosa, biru amilum dan cokelat merah
glikogen.
d. Penentuan Kadar Air Adsorben Kulit Nangka (Artocarpus
heterophyllus Lamk)
18

Penentuan kadar air mengacu pada Sudarmadji et al., (1997).


Analisa kadar air dilakukan dengan cara cawan porselin kosong
ditimbang terlebih dahulu lalu sampel sebanyak 2g dimasukkan ke
dalam cawan porselin dan timbang. Kemudian keringkan cawan
porselin kosong dalam oven dengan suhu 100ºC selama 20 menit lalu
timbang. Cawan porselin diisi sampel sebanyak 2g lalu panaskan
cawan porselin ke dalam oven dengan suhu 105ºC selama 3 jam,
kemudian dinginkan dalam desikator setelah itu timbanglah cawan
porselin tersebut hingga diperoleh bobot konstan. Kadar air
dihitung dengan rumus:
Berat awal−Berat Kering
Kadar Air (%)= x 100
Berat Awal
e. Proses pemurnian minyak goreng bekas (Mardina et al., 2012)
Sampel minyak goreng bekas 50 mL dimasukkan ke dalam
masing- masing beaker glass kemudian ditambahkan serbuk kulit
nangka ke dalam minyak dengan variasi massa sebanyak 2g, 4g, dan
6g. Variasi waktu perendaman selama 8 jam, 16 jam dan 24 jam.
Selanjutnya dilakukan pengadukan selama 30 menit. Campuran
minyak dan serbuk kulit nangka dipisahkan dengan cara filtrasi dan
filtrat diambil untuk dianalisis asam lemak bebas dan bilangan
peroksida minyak goreng bekas.
f. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) (Ketaren, 2005)
Minyak sebanyak 5g ditimbang dalam erlenmeyer dan
ditambahkan 50 mL etanol 96%. Selanjutnya dipanaskan hingga
mendidih selama 10 menit dan dikocok dengan kuat untuk melarutkan
asam lemak bebas. Setelah dingin kemudian dititrasi dengan 0,1 N
larutan NaOH dan ditambah indikator phenolptalin hingga terbentuk
warna merah muda yang bertahan tidak kurang dari 10 detik. (Dimana
sebelumnya NaOH distandarisasi terlebih dahulu dengan Asam
Oksalat sebelum dilakukan titrasi dengan minyak). Penentuan kadar
19

asam lemak bebas atau Free Fatty Acids (FFA) pada minyak dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
( V NaOH x N NaOH x Berat Molekul Asam Lemak )
%FFA = x 100 %
Berat Sampel x 1000

Tabel. 3.1 Sumber Minyak, Asam Lemak dan Berat Molekul (Departemen
Industri, 1995).

Sumber Minyak Jenis Asam Lemak Berat Molekul


Susu dan Sawit Palmiat 256
Inti Sawit dan Kelapa Lamat 200
Susu dan Jagung Oleat 282
Kedelai, Kacang, dll Linoleat 278

g. Penentuan Kadar Bilangan Peroksida (Ketaren, 2005)


Minyak sebanyak 5g ditimbang dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer, selanjutnya ditambahkan 30 mL campuran pelarut yang
terdiri dari 60% asam asetat glasial dan 40% kloroform. Setelah
minyak larut kemudian ditambahkan 0,5 mL larutan KI jenuh sambil
dikocok. Setelah 1 menit sejak penambahan larutan KI jenuh
ditambahkan 30 mL aquades, sehingga akan terjadi pelepasan iod (I 2).
Iod yang bebas dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N yang sudah
distandarisasi sebelumnya dengan larutan K2Cr2O7. Titasi minyak
dengan Na2S2O3 0,1 N dilakukan hingga larutan berwarna kuning.
Ditambahkan 0,5 mL indikator amilum 1% dan titrasi dilanjutkan
hingga warna biru tepat hilang. Dihitung bilangan peroksida yang
dinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida dalam setiap per
kilogram sampel. Diulangi untuk larutan blanko.
1000 x N x V Na 2 S 2 O3
Angka Peroksida (Meq/kg) =
W
Keterangan:
N : Larutan Standar Natrium Tiosulfat (N)
V: Volume natrium tiosulfat yang digunakan untuk titrasi (mL)
W : Bobot sampel (g)
20

3.7 Analisis Data


Data yang diperoleh berupa kurva yang diolah secara statistik.

3.8 Jadwal Waktu Penelitian


Tabel. 3.2 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Maret April Mei Juni Juli


Minggu ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan
Proposal
2 Pengumpulan
Bahan Baku
3 Pembuatan
Serbuk Kulit
Nangka
4 Aktivasi
Adsorben Serbuk
Kulit Nangka
5 Pemurnian
minyak goreng
bekas
6 Penentuan Kadar
Air, Asam Lemak
dan Bilangan
Peroksida
7 Pengolahan Data
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Determinasi

Determinasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kebenaran dan


keaslian dari tanaman yang akan diteliti dan menghindari kesalahan dalam
pengumpulan bahan serta menghindari kemungkinan kesalahan tanaman yang
akan diteliti. Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas
Galuh Ciamis. Berdasarkan hasil determinasi yang telah dilakukan, bahwa benar
tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah tanaman nangka jenis
(Artocarpus heterophyllus Lamk) suku Moraceae.

4.2 Preparasi dan Aktivasi Serbuk Kulit Nangka (Artocarpus heterophyllus


Lamk)

Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas minyak jelantah


dengan metode adsorpsi menggunakan adsorben arang aktif dari kulit nangka
(Artocarpus heterophyllus Lamk). Proses adsorpsi pada arang aktif terjadi melalui
3 tahap dasar, yaitu zat terserap pada bagian luar, zat bergerak menuju pori – pori
arang dan terserap ke dinding bagian dalam arang (Ketaren, 1986). Penelitian
diawali dengan preparasi serbuk kulit nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk)
sebagai adsorben untuk menurunkan bilangan peroksida dan asam lemak bebas
pada minyak jelantah. Bahan baku untuk preparasi adsorben dalam penelitian ini
adalah limbah kulit nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk).
Langkah awal yaitu kulit nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk)
dipotong dan dijemur di bawah sinar matahari selama 2 hari untuk menghilangkan
kadar air yang terkandung, selanjutnya diayak menggunakan mesh 100 dengan
tujuan memperoleh ukuran partikel serbuk yang seragam sehingga dapat
teraktivasi dan meningkatkan daya adsorptivitas pada proses adsorpsi (Fitriani et
al., 2018).
22

Selanjutnya dilakukan proses aktivasi dengan tujuan untuk memperbesar


pori sehingga serbuk mengalami perubahan fisik maupun kimia dimana luas
permukaan bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorptivitas serta
melarutkan pengotor yang berada pada pori – pori karbon seperti mineral –
mineral anorganik. Aktivasi dilakukan dengan larutan pengaktif HCl 1 M selama
2 jam, kemudian disaring dan dicuci dengan aquadest untuk menghilangkan
residu asam hingga pH netral. Penggunaan HCl sebagai larutan aktivasi, karena
HCl merupakan salah satu asam kuat yang mudah terionisasi sempurna serta
senyawa HCl mempunyai satu ion H+ dan valensinya berjumlah satu sehingga
akan mempercapat proses reaksi aktivasi dibanding larutan asam kuat lainnya .
Gumpalan serbuk yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu 60°C selama
24 jam untuk mengurangi kandungan air. Karakterisasi adosorben arang aktif
dapat dilihat melalui pengujian kadar air (Fitriani et al., 2018).

4.3 Uji Fitokimia Serbuk (Uji Iodine)

Sebelum dilakukan aktivasi, serbuk kulit nangka (Artocarpus


heterophyllus Lamk) dilakukan pengujian fitokimia, yaitu uji iodine. Uji ini
dilakukan untuk menganalisa karbohidrat secara kualitatif. Jenis karbohidrat yang
di uji adalah karbohidrat jenis polisakarida. Polisakarida ditambahkan iodin akan
membentuk warna berbeda sesuai dengan jenis karbohidratnya. Karbohidrat yang
terkandung dalam kulit nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) diprediksi
mengandung selulosa. Cara uji iodine ini yaitu, sampel ditetesi dengan larutan
HCl 3% kemudian ditambah 3 tetes larutan iodine yang berasal dari larutan KI,
kemudian dilihat perubahan warnanya. Hasilnya ketika ditetesi larutan HCl 3%
berwarna putih dan ketika ditetesi larutan KI menjadi warna cokelat. Hal ini
menunjukkan, bahwa kulit nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) mengandung
selulosa mengandung yang tersusun atas gugus hidroksil (-OH) yang bersifat
elektronegatif (basa) dan polar, sehingga dapat berinteraksi dengan gugus asam
karboksilat (-COOH) dari asam lemak bebas yang bersifat elektropositif (asam)
dan polar (Rahayu, et al., 2014). Penambahan HCl pada pengujian karbohidrat ini
berfungsi untuk menghidrolisis polisakarida menjadi monosakarida penyusunnya.
23

Selain itu, warna putih yang ditimbulkan pada saat penambahan HCl karena HCl
bersifat asam sehingga penambahan asam mengakibatkan turunnya pH sampel
dan perubahan warna. Ketika diuji dengan larutan iod dari larutan KI menjadi
warna cokelat. Iodin disini digunakan sebagai indikator yang menunjukkan
perubahan warna pada sampel. Warna yang terbentuk adalah warna cokelat. Hal
ini disebabkan karena adanya reaksi antar selulosa dengan iod. Selulosa
mengalami suasana asam sehingga akan terhidrolisis dan mudah berikatan dengan
iod membentuk warna cokelat (Keenan, 1999).

Gambar. 4.1 Hasil Uji Iodine


4.4 Penentuan Kadar Air Serbuk

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan kadar air arang yang sudah
diaktivasi dengan larutan HCl 1 M kadarnya sebesar 9,13%. Hal ini menunjukkan
bahwa kadar air pada adsorben arang aktif memenuhi standar baku kualitas arang
aktif menurut SNI No. 06-3730 1995 yaitu maksimal 15%. Karakterisasi inilah
yang membuat kulit nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) dijadikan sebagai
adosrben dalam pemurnian minyak jelantah.

4.5 Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)


Salah satu parameter penentu mutu minyak goreng adalah kadar asam
lemak bebas yang dapat ditentukan dengan titrasi alkalimetri. Biasanya asam
lemak bebas terbentuk karena terjadinya reaksi hidrolisis minyak atau lemak.
Reaksi ini menyebabkan terjadinya kerusakan minyak karena adanya sejumlah air
dalam minyak yang dipercepat dengan faktor panas, air, keasaman dan enzim.
Semakin lama reaksi hidrolisis yang berlangsung, maka semakin besar kadar
asam lemak bebas yang terbentuk (Ketaren, 1986).
24

Berikut merupakan hasil kadar asam lemak bebas yang didapat setelah
dilakukan penelitian dengan kelompok kontrol sebagai blanko, dan kelompok
perlakuan yaitu:
Tabel. 4.1 Kadar Asam Lemak Bebas dalam Minyak Jelantah

Kadar Asam Lemak Bebas (%)


Variasi Waktu Kontak Minyak
(Jam) Jelantah Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3
(Kontrol)
0 0,701 - - -
8 - 0,482 0,294 0,266
16 - 0,470 0,285 0,255
24 - 0,457 0,278 0,236
Syarat Mutu Minyak
SNI-7709: 2012 Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat
(Maks. 0,3%)
Keterangan: -Perlakuan 1 = Minyak Jelantah + 2 g Adsorben
-Perlakuan 2 = Minyak Jelantah + 4 g Adsorben
-Perlakuan 3 = Minyak Jelantah + 6 g Adsorben

Jika dilihat dari tabel. 4.1, minyak jelantah tanpa ditambah adsorben
(kontrol) hasil kadar asamnya cukup tinggi yakni 0,701%. Tingginya nilai asam
lemak bebas yang terkandung tersebut karena kerusakan minyak oleh proses
oksidasi dan hidrolisis serta pemanasan berulang pada suhu tinggi (Nurbasnawati,
2015). Namun, setelah pemberian arang aktif kulit nangka (Artocarpus
heterophyllus Lamk) dengan variasi massa serbuk yang sudah diaktivasi serta
variasi waktu kontak antara serbuk dengan minyak mengalami penurunan nilai
asam lemak bebas yaitu, untuk massa 2 g dengan waktu 8 jam, 16 jam dan 24 jam
masing – masing menghasilkan nilai asam lemak bebas sebesar 0,482%, 0,470%
dan 0,457%. Untuk massa serbuk 4 g dengan waktu kontak sama seperti
sebelumnya 8 jam, 16 jam dan 24 jam menghasilkan nilai asam lemak bebas yaitu
0,294%, 0,285% dan 0,278%. Kelompok perlakuan terakhir dengan massa serbuk
6 g dan waktu kontak adosrben dengan minyak selama 8 jam, 16 jam dan 24 jam
menghasilkan asam lemak bebas sebesar 0,266%, 0,255% dan 0,236%.

Berdasarkan dari hasil tersebut, nilai kadar asam lemak dari mulai
kelompok kontrol hingga kelompok perlakuan dengan variasi massa adsorben dan
25

waktu kontak semakin menurun sesuai banyaknya adsorben dan waktu kontak.
Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil grafik, yaitu:

ASAM LEMAK BEBAS


Kadar Asam Lemak Bebas (%)

0.8
0.7
0.6
0.48
0.4 0.29 Waktu Kontak 8 Jam
0.27
0.2
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Massa Adsorben (g)

Gambar. 4.2 Grafik Kadar Asam Lemak Bebas Waktu Kontak 8 Jam

ASAM LEMAK BEBAS


Kadar Asam Lemak Bebas (%)

0.8
0.7
0.6
0.47
0.4 0.29 Waktu Kontak 16 Jam
0.26
0.2
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Massa Adsorben (g)

Gambar. 4.3 Grafik Kadar Asam Lemak Bebas Waktu Kontak 16 Jam

ASAM LEMAK BEBAS


Kadar Asam Lemak Bebas (%)

0.8
0.7
0.6
0.46
0.4 0.28 Waktu Kontak 24 Jam
0.2 0.24

0
0 1 2 3 4 5 6 7
Massa Adsorben (g)

Gambar. 4.4 Grafik Kadar Asam Lemak Bebas Waktu Kontak 24 Jam
26

Dari hasil grafik diatas, asam lemak bebas pada minyak jelantah menurun
setelah diadsorpsi dengan menggunakan serbuk kulit nangka (Artocarpus
heterophyllus Lamk). Penurunan asam lemak bebas tersebut terjadi akibat
penambahan arang yang dapat menyerap molekul asam lemak bebas (Rahayu et
al., 2014).
Dimana semakin banyak massa arang aktif yang diberikan, kadar asam
lemak bebas perlahan – lahan mengalami penurunan. Selain itu, semakin banyak
arang aktif, proses adsorpsi akan berlangsung dengan baik karena luas permukaan
tempat berlangsungnya proses adsorpsi semakin besar sehingga semakin banyak
asam lemak bebas dan asam lemak tidak jenuh yang terserap. Selain itu, waktu
kontak perendaman arang aktif dengan minyak jelantah sangat berpengaruh.
Bahwa semakin lama waktu kontak, asam lemak bebas yang terkandung semakin
menurun. Dibuktikan dari grafik antara waktu kontak 8 jam, 16 jam dan 24 jam
hasilnya semakin menurun dan penurunan yang signifikan berada pada waktu
kontak 24jam. Hal ini terjadi karena semakin lama waktu kontak (perendaman)
antara arang aktif dengan adsorbat maka semakin banyak adsorbat yang mengisi
pori – pori arang aktif (Wenti et al., 2009).
Oleh karena itu, kondisi optimum analisa kadar asam lemak bebas
diperoleh pada kondisi proses adsorpsi minyak jelantah pada massa arang 4 dan 6
g dengan waktu kontak selama 8, 16 dan 24 jam sesuai dengan SNI-7709 : 2012
yaitu maksimal 0,3%. Untuk massa arang 2 g hasilnya tidak memenuhi standar,
hal ini dikarenakan serbuk yang dimasukkan dalam minyak jelantah saat proses
pemurnian terlalu sedikit dibanding minyak jelantahnya. Sehingga tidak
sebanding antara adsorben dan adsorbat, jadi kotoran dan asam lemak bebas yang
terkandung dalam minyak terserap hanya sedikit.

4.6 Penentuan Bilangan Peroksida


Selain asam lemak bebas, parameter lain yang digunakan untuk melihat
kualitas minyak goreng adalah bilangan peroksida. Peroksida adalah senyawa
organik yang tidak stabil yang terbentuk dari trigliserida. Kerusakan minyak atau
lemak karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis, baik enzimatik maupun non
27

enzimatik. Jika angka peroksida suatu minyak cukup tinggi, maka asam lemak
tidak jenuh dari minyak goreng tersebut telah mengalami oksidasi. Uji ketengikan
dilakukan untuk menentukan derajat ketengikan dengan mengukur senyawa-
senyawa hasil oksidasi. Salah satu penentuan derajat ketengikan ini adalah dengan
penentuan bilangan peroksida. Bilangan peroksida ditentukan berasarkan jumlah
iodin yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan Kalium Iodida.
Bilanga peroksida berfungsi sebagai indikator kualitas minyak. (Ketaren, 1986).
Penambahan karbon aktif sebagai adsorben pada minyak goreng bekas
mampu menyerap bilangan peroksida. Adapun proses penyerapan bilangan
peroksida oleh karbon aktif adalah melalui tiga tahap yaitu bilangan peroksida
terjerap pada bagian luar karbon aktif, kemudian bergerak menuju pori-pori
karbon dan terserap ke dinding bagian dalam dari arang aktif. Arang aktif sebagai
adsorben hanya bersifat menyerap, tidak terdekomposisi atau bereaksi setelah
digunakan (Masyithah et al., 2018).
Penentuan bilangan peroksida pada penelitian ini dilakukan dengan
metode iodometri. Proses titrasi yang dilakukan, secara umum melalui proses
yaitu sampel minyak jelantah dilarutkan dalam campuran asam asetat glasial dan
kloroform dengan perbandingan 3:2 berfungsi sebagai pelarut organik yang larut
dalam minyak goreng dan mengandung kalium iodida (KI) sehingga terjadi
pelepasan Iod (I2). Iod yang bebas dititrasi dengan natrium thiosulfat
menggunakan indikator amilum sampai warna biru hilang. Larutan amilum 1%
berfungsi sebagai indikator untuk menentukan titik akhir titrasi. Natrium
thiosulfat harus distandarisasi terlebih dahulu agar konsentrasi larutan selalu
stabil sehingga tidak terjadi kesalahan pada penentuan bilangan peroksida
(Sudarmadji et al., 2007).
Proses adsorpsi antara peroksida dengan arang aktif kulit nangka
(Artocarpus heterophyllus Lamk) dikarenakan adanya perbedaan energi potensial
antara permukaan adsorben dan zat yang diserap, baik itu melibatkan gaya fisika
atau kimia. Interaksi antara peroksida dengan arang aktif kulit nangka
(Artocarpus heterophyllus Lamk) dalam penelitian ini yaitu adsorpsi secara kimia.
Proses adsorbsi kimia adalah interaksi antara adsorbat dengan adsorben
28

melibatkan pembentukan ikatan kimia (Siti Aisyah, 2010). Reaksi lengkap yang
terjadi selama proses titrasi berlangsung dapat dilihat sebagai berikut:
1. Reaksi oksidasi minyak atau lemak oleh oksigen
-(CH2)7 – CH – CH – CH2 – CH = CH – (CH2)4 – CH3 – O2 -CH = CH – CHOOH-
Asam lemak tak jenuh hidroperoksida

2. Reaksi oksidasi KI jenuh menjadi I2 oleh senyawa perosida


RCOO + KIjenuh RCO + H2O + K+ + I2
Hidroperoksida
Penggunaan KI jenuh pada proses penentuan bilangan peroksida agar iodium
tidak bereaksi lagi dengan asam lemak tidak jenuh, sehingga senyawa peroksida
(hasil oksidasi minyak atau lemak) dapat mengoksidasi larutan KI tersebut dan
tentunya iodiumnya akan terlepas secara sempurna. Berdasarkan jumlah iodium
yang terlepas inilah jumlah/banyaknya peroksida dapat ditentukan

3. Reaksi titrasi I2 dengan tiosulfat secara Iodometri


2Na2S2O3 + I2 2NaI + Na2S4O6

Volume thiosulfat yang diukur dari buret untuk proses titrasi akan sama
dengan jumlah iodium yang terbentuk. Dimana banyaknya iodium yang ditirasi
jumlah senyawa peroksida pada minyak atau lemak. Sehingga banyaknya
senyawa peroksida pada minyak dapat diketahui (Ketaren, 1986).
Tabel. 4.2 Kadar Peroksida dalam Minyak Jelantah
Kadar Bilangan Peroksida (Meq/Kg)
Variasi Waktu Kontak Minyak
(Jam) Jelantah Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3
(Kontrol)
0 13,813 - - -
8 - 9,916 8,928 7,630
16 - 9,463 8,699 7,019
24 - 9,385 7,937 6,867
Syarat Mutu Minyak Tidak
SNI-7709: 2012 Memenuhi Memenuhi Syarat
(Maks. 10 Meq/Kg) Syarat
Keterangan: -Perlakuan 1 = Minyak Jelantah + 2 g Adsorben
-Perlakuan 2 = Minyak Jelantah + 4 g Adsorben
-Perlakuan 3 = Minyak Jelantah + 6 g Adsorben
29

Berdasarkan Tabel 4.2, bilangan peroksida yang terkandung dalam minyak


jelantah sebesar 13,813 Meq/Kg untuk kelompok kontrol sedangkan untuk
kelompok perlakuan dengan massa 2 g dengan waktu 8 jam, 16 jam dan 24 jam
masing – masing menghasilkan nilai peroksida sebesar 9,916; 9,463 dan
9,385Meq/Kg. Untuk massa serbuk 4 g dengan waktu kontak sama seperti
sebelumnya 8 jam, 16 jam dan 24 jam menghasilkan angka peroksida yaitu 8,928;
8,699 dan 7,937 Meq/Kg. Kelompok perlakuan terakhir dengan massa serbuk 6 g
dan waktu kontak adosrben dengan minyak selama 8 jam, 16 jam dan 24 jam
menghasilkan nilai peroksida 7,630; 7,019 dan 6,867 Meq/Kg.

Berdasarkan dari hasil tersebut, nilai kadar bilangan peroksida untuk


kelompok kontrol hasilnya sangat tinggi, hal ini terjadi karena tidak adanya
penambahan adsorben arang aktif kulit nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk).
Sehingga menyebabkan tingginya bilangan peroksida. Dibuat kelompok kontrol
ini tujuannya sebagai pembanding antara kelompok perlakuan. Pada kelompok
perlakuan dengan variasi massa adsorben 2, 4 dan 6 g dengan waktu kontak 8, 16
dan 24 jam semakin menurun sesuai banyaknya adsorben dan lamanya waktu
kontak antara adsorben kulit nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) dengan
minyak jelantah. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil grafik, yaitu:

BILANGAN PEROKSIDA
Kadar Bilangan Peroksida (Meq/Kg)

16
14 13.81
12 9.92
10
8.93
8 7.63 Waktu Kontak 8 Jam
6
4
2
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Massa Adsorben (g)

Gambar. 4.5 Grafik Kadar Bilangan Peroksida Waktu Kontak 8 Jam


30

BILANGAN PEROKSIDA

Kadar Bilangan Peroksdia (Meq/Kg)


16
14 13.81
12
9.46
10
8 8.7
7.02 Waktu Kontak 16 Jam
6
4
2
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Massa Adsorben (g)

Gambar. 4.6 Grafik Kadar Bilangan Peroksida Waktu Kontak 16 Jam

BILANGAN PEROKSIDA
Kadar Bilangan Peroksida (Meq/Kg)

16
14 13.81
12
10 9.39
8 7.94
6.87 Waktu Kontak 24 Jam
6
4
2
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Massa Adsorben (g)

Gambar. 4.7 Grafik Kadar Bilangan Peroksida Waktu Kontak 24 Jam

Dari hasil grafik diatas, bilangan peroksida pada minyak jelantah menurun
setelah diadsorpsi dengan menggunakan serbuk kulit nangka (Artocarpus
heterophyllus Lamk).

Sama seperti asam lemak bebas, bilangan peroskida yang terkandung dalam
minyak jelantah dari massa adsorben dan waktu kontak semakin menurun. Hal ini
menunjukkan bawah, penurunan pada setiap pemberian massa serbuk dan waktu
kontak, semakin banyak serbuk adsorben dan semakin lama waktu kontak
perendaman maka semakin rendah angka peroksidanya. Sehingga massa adsorben
dan waktu kontak antara adsorben serta adsorbat sangat berpengaruh dalam proses
penurunan bilangan peroksida. Perubahan nilai peroksida terhadap waktu kontak
31

menunjukkan tahap induksi, dimana terjadinya peningkatan dan penurunan


bilangan peroksida sebagai hasil oksidasi lipid. (Ketaren, 1986).
Disamping itu, hasil yang diperoleh menunjukan bahwa kelompok perlakuan
menghasilkan hasil yang memenuhi syarat mutu yang ditetapkan SNI-7709: 2012
sebesar maksimal 10 Meq/Kg.
Selain itu faktor lain yang memperngaruhi perubahan bilangan peroksida
selain massa adsorben dan waktu kontak pada minyak goreng, yaitu oksigen,
cahaya, suhu tinggi, frekuensi penggunaan minyak goreng, lama pemanasan
minyak goreng (Ketaren, 1986).
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan ini dapat disimpulkan bahwa:


1. Variasi massa adsorben kulit nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) dan
waktu kontak (perendaman serbuk dengan minyak) sangat berpengaruh dalam
penurunan asam lemak bebas dan bilangan peroksida pada minyak jelatah.
2. Pada penentuan asam lemak bebas, hasil yang memenuhi standar mutu SNI
yaitu pada massa adosrben kulit nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) 4
dan 6 g serta waktu kontak serbuk minyak (perendaman) 8, 16 dan 24 jam
dengan nilai masing – masing 0,294%, 0,285% dan 0,278% serta 0,266%,
0,255% dan 0,236%.
3. Untuk hasil angka peroksida memiliki hasil yang sesuai standar mutu SNI
yaitu semua kelompok perlakuan, untuk massa 2 g 9,916; 9,463 dan 9,385
Meq/Kg, untuk massa 4 g 8,928; 8,699 dan 7,937 Meq/Kg serta massa 6 g
7,630; 7,019 dan 6,867 Meq/Kg dengan masing – masing waktu 8, 16 dan 24
jam.

5.2 Saran

Penelitian selanjutnya perlu dilakukan percobaan dengan


menggunakan minyak jelantah lebih dari 3 kali penggorengan, untuk
mengetahui nilai penurunan asam lemak bebas dan angka peroksida yang
lebih signifikan.
DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Nurul. 2005. Pembuatan Arang Aktif dari Serbuk Gergaji Kayu Sengon
dan Penerapannya Untuk Menyerap Zat Warna Tekstil. Semarang: UNNES.
Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Adesya Abdullah, Rahmatunnisa Nur Salikha, Tri Widjaja, Setiyo Gunawan.
2014. Pemisahan Campuran Etanol-Oktanol-Air dengan Metode Distilasi
dalam Structured Packing, Jurnal Teknik Pomits, 3(2), 140.
Achmad H. 2001. Kimia Larutan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Aisyah, Siti, Eny Yulianti, dan A Ghanaim Fasya. 2010. Penunurunan Angka
Peroksida Dan Asam Lemak Bebas (FFA) Pada Proses Bleaching Minyak
Goreng Bekas Oleh Karbon Aktif Polong Buah Kelor (Moringaoliefera)
Dengan Aktivasi NaCl. Jurnal Fakultas Sains. Malang. Vol.1 No.2 Hal 96.
Atkins, P.W., 1999. Kimia Fisika, Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3951-1995 Arang Aktif Teknis.
Jakarta: Departemen Perindustrian.
Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3951-1995 Minyak Goreng Sawit.
Jakarta: Departemen Perindustrian.
Budilaksono M. 2007. Pemanfaatan Kulit Kapok Sebagai Karbon Aktif Untuk
Penyerapan Logam Cu Dan Cr Pada Limbah Elektroplating. Jurnal Teknik
Kimia, 8(2), 91.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Djatmiko, B., S. Ketaren dan S. Setyahartini . 1985. Pengolahan Arang dan
Kegunaannya. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
teknologi Pertanian Institut Pertanian.
Fitriani, Kurniati, T & Hambali. 2017. Penyerapan Ion Logam Pb(II) dari
Larutan Menggunakan Serbuk Daun Puring (Codiaeum Variegatum).
Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA, (8)1, 34-42
Hou X. 2007. Lewis acid-catalyzed transesterification and esterification of high
free fatty acid oil in subcritical methanol. Kor J Chem Eng, 24(2), 30
Jagadeesh, S.L., Reddy, B.S., Swamy, G.S.L., Gorbal, K., Hegde, L. & Raghavan,
G.S.V. 2007. Chemical Composition Of Jackfruit (Artocarpus heterophyllus
Lam) Selections Of Western Ghats Of India. Food Chemistry, 102(1), 361
-365.
34

Keenan, CW. 1999. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-
Press.
Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Edisi pertama. Jakarta: Universitas.
Indonesia.
Mangallo, B. Susilowati, dan Wati, S. I. 2014. Efektivitas Arang Aktif Kulit Salak
Pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Chem Prog, 7(2), 58
M.Hatta Dahlan, Hariman P Siregar, Maswardi Yusra. 2013. Penggunaan Karbon
Aktif Dari Biji Kelor Dapat Memurnikan Minyak Jelantah. Jurnal Teknik
Kimi, (19)3,
Naomi. 2013. Pembuatan Sabun Lunak Dari Minyak Goreng Bekas Ditinjau Dari
Kinetika Reaksi Kimia. Jurnal Teknik Kimia, (9)2, 52
Nurbasnawati, H. 2015. Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas dan Bilangan
Peroksida pada Minyak Goreng yang digunakan Pedagang Gorengan di
Jalan A.W Sjahranie Samarinda. Jurnal Ilmiah Manuntung, (1)1, 25-30
Primata Mardina, Erlyta Faradina, Netty Setiawati. 2012. Penurunan Angka Asam
Pada Minyak Jelantah. Jurnal Kimia (Journal of Chemistry), (6)2, 36-42
Prahas, D., Y. Kartika, N. Indraswati dan S. Ismadji. 2008. Activated carbon
from jackfruit peel waste by H 3PO4 chemical activation: Pore
structure and surface chemistry characterization, Chemical Engineering
Journal, 140, 32-42
Rahayu, L.H., Purnavita, S., dan Sriyana, H. 2014. Potensi Sabut dan Tempurung
Kelapa sebagai Adsorben untuk Meregenerasi Minyak Jelantah. Jurnal
Momentu,. 10(1), 47-53
Ramdja, A Fuad. 2010. Pemurnian Minyak Jelantah Menggunakan Ampas Tebu
Sebagai Adsorben. Jurnal Teknik Kimia Universitas Sriwijaya, 17(1), 7-14
Rukmana, R. 1997. Budidaya Nangka. Yogyakarta: Kanisius.
Saha. 2004. Lignocellulose Biodegradation and Application in Biotechnology. US
Government Work: American Chemical Society.
Sartika, Ratu Ayu Dewi. 2008. Pengaruh Asam Lemak Jenuh Tidak Jenuh dan
Asam Lemak Trans Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional, 2(4), 154-160.
Sitepoe M. 2008. Corat-coret Anak Desa Berprofesi Ganda. Jakarta: Gramedia.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 2007. Prosedur Analisa Untuk Bahan.
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty
35

Surahma, A., M. 2010. Bahaya Minyak Goreng. Yogyakarta: Universitas Ahmad


Dahlan
Yustinah, Hartini. 2011. Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menggunakan Arang
Aktif dari Sabut Kelapa. (Prosiding Seminar). Jakarta: Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
LAMPIRAN 1
Surat Hasil Determinasi Tanaman
LAMPI
RAN 2
Alat
No Nama Alat Gambar

37
38

1 Neraca Analitik

2 Pipet Volume

3 Labu ukur

4 Oven

5 Gelas Kimia

6 Gelas Ukur

7 Buret & Statif


39

8 Desikator

9 Erlenmeyer

10 Corong

11 pH universal

12 Hot Plate

13 Saringan 100 mesh

14 Kertas Saring
Whatman No.42

16 Magnetic Stirer
LAMPIRAN 3

Bahan

No Nama Bahan Gambar


1 Serbuk Kulit Nangka

2 Minyak Jelantah

3 Asam Klorida

4 Etanol 96%

5 Natrium Hidroksida

6 Phenolftalein

39
40

7 Asam Asetat Glasial

8 Kloroform

9 Kalium Iodida

10 Natrium Tiosulfat

11 Amilum

12 Kalium Kromat
41

13 Asam Oksalat

14 Asam Sulfat
LAMPIRAN 4

Sampel dan Hasil Pengujian

Uji Iodine
1 Serbuk Kulit Nangka Sebelum
Diaktivasi

Uji Kadar Air


1 -Cawan Kosong Sebelum
dioven = 34,32 g
-Cawan Kosong Setelah
dioven = 34,27 g
-Cawan + Serbuk Kulit
Nangka Sebelum dioven =
36,40 g
-Cawan + Serbuk Kulit
Nangka Setelah dioven =
36,16 g

Pemurnian
No Sampel Gambar
1 -Minyak jelantah
-Minyak jelantah aktivasi 2, 4
dan 6 g waktu 8 jam

2 Minyak jelantah aktivasi 2, 4


dan 6 g waktu 16 jam

3 Minyak jelantah aktivasi 2, 4


dan 6 g waktu 24 jam

Asam Lemak Bebas


1 Minyak jelantah

42
43

2 Minyak jelantah aktivasi 2 g


waktu 8 jam

3 Minyak jelantah aktivasi 2 g


waktu 16 jam

4 Minyak jelantah aktivasi 2 g


waktu 24 jam

5 Minyak jelantah aktivasi 4 g


waktu 8 jam

6 Minyak jelantah aktivasi 4 g


waktu 16 jam

7 Minyak jelantah aktivasi 4 g


waktu 24 jam

8 Minyak jelantah aktivasi 6 g


waktu 8 jam

9 Minyak jelantah aktivasi 6 g


waktu 16 jam
44

10 Minyak jelantah aktivasi 6 g


waktu 24 jam

Bilangan Peroksida
1 Minyak Jelantah

2 Minyak jelantah aktivasi 2 g


waktu 8 jam

3 Minyak jelantah aktivasi 2 g


waktu 16 jam

4 Minyak jelantah aktivasi 2 g


waktu 24 jam

5 Minyak jelantah aktivasi 4 g


waktu 8 jam

6 Minyak jelantah aktivasi 4 g


waktu 16 jam
45

7 Minyak jelantah aktivasi 4 g


waktu 24 jam

8 Minyak jelantah aktivasi 6 g


waktu 8 jam

9 Minyak jelantah aktivasi 6 g


waktu 16 jam

10 Minyak jelantah aktivasi 6 g


waktu 24 jam
LAMPIRAN 5

Perhitungan

a. Standarisasi NaOH

Volume Asam Oksalat (C2H2O4) Volume NaOH


10 mL 10,1 mL
10 mL 10 mL
Rata – rata = 10,05 mL

V C2H2O4 X N C2H2O4 = V NaOH X N NaOH


10 mL X 0,1 N = 10,05 mL X N NaOH
1 = 10,05 mL X N NaOH
N NaOH = 0,099 N
b. Standarisasi Na2S2O3

Volume Kalium Kromat (K2Cr2O7) Volume Na2S2O3


10 mL 11 mL
10 mL 11,5 mL
Rata – rata = 11,25 mL
V K2Cr2O7 X N K2Cr2O7 = V Na2S2O3 X N Na2S2O3

10 mL X 0,1 N = 11,25 mL X N Na2S2O3

1 = 11,25 mL X N Na2S2O3
N Na2S2O3 = 0,088 N
c. Kadar Air
(A) Cawan Kosong Sebelum dioven = 34,32 g
(B) Cawan Kosong Setelah dioven = 34,27 g
(C) Cawan + Serbuk Kulit Nangka Sebelum dioven = 36,40 g
(D) Cawan + Serbuk Kulit Nangka Setelah dioven = 36,16 g
C – A = 2,08 g
D – B = 1,89 g
Berat awal−Berat Kering
Kadar Air (%)= x 100
Berat Awal
2,08−1,89
= x 100
2,08
= 9,13%
d. Kadar Asam Lemak Bebas

Jenis Minyak Volume Titrasi (mL)

46
47

8 Jam 16 Jam 24 Jam


Minyak Jelantah 15,2 - - -
(Kelompok Kontrol) 15
Rata-
rata: 15,1
Kelompok Perlakuan: - 10,3 10,1 9,7
 Minyak 10,5 10,2 10
Jelantah + 2 g Rata- rata: Rata- rata: Rata- rata: 9,85
Adsorben 10,4 10,15
 Minyak - 6,5 6,3 6
Jelantah + 4 g 6,2 6 6
Adsorben Rata- rata: Rata- rata: Rata- rata: 6
6,35 6,15
 Minyak - 5,8 5,4 5,2
Jelantah + 6 g 5,7 5,6 5
Adsorben Rata- rata: Rata- rata: 5,5 Rata- rata: 5,1
5,75

( V NaOH x N NaOH x Berat Molekul Asam Lemak )


%FFA = x 100 %
Berat Sampel x 1000

 Minyak Jelantah
15,1mL x 0,1 N x 256
%FFA = x 100 %
55,105 g x 1000
= 0,701%
 Minyak Jelantah + 2 g Adsorben 8 Jam
10,4 mL x 0,1 N x 256
%FFA = x 100 %
55,145 g x 1000
= 0,482%
 Minyak Jelantah + 2 g Adsorben 16 Jam
10,15mL x 0,1 N x 256
%FFA = x 100 %
55,205 g x 1000
= 0,470%
 Minyak Jelantah + 2 g Adsorben 24 Jam
9,85 mL x 0,1 N x 256
%FFA = x 100 %
55,175 g x 1000
= 0,457%
 Minyak Jelantah + 4 g Adsorben 8 Jam
6,35 mL x 0,1 N x 256
%FFA = x 100 %
55,155 g x 1000
= 0,294%
 Minyak Jelantah + 4 g Adsorben 16 Jam
6,15 mL x 0,1 N x 256
%FFA = x 100 %
55,165 g x 1000
= 0,285%
48

 Minyak Jelantah + 4 g Adsorben 24 Jam


6 mL x 0,1 N x 256
%FFA = x 100 %
55,145 g x 1000
= 0,278%
 Minyak Jelantah + 6 g Adsorben 8 Jam
5,75 mL x 0,1 N x 256
%FFA = x 100 %
55,135 g x 1000
= 0,266%
 Minyak Jelantah + 6 g Adsorben 16 Jam
5,5 mL x 0,1 N x 256
%FFA = x 100 %
55,155 g x 1000
= 0,255%
 Minyak Jelantah + 6 g Adsorben 24 Jam
5,1mL x 0,1 N x 256
%FFA = x 100 %
55,145 g x 1000
= 0,236%

e. Bilangan Peroksida

Jenis Minyak Volume Titrasi (mL)


8 Jam 16 Jam 24 Jam
Minyak Jelantah 8,9 - - -
(Kelompok Kontrol) 9,2
Rata-
rata: 9,05
Kelompok Perlakuan: - 6,5 6,3 6,3
 Minyak 6,5 6,1 6
Jelantah + 2 g Rata- rata: 6,5 Rata- rata: 6,2 Rata- rata: 6,15
Adsorben
 Minyak - 5,8 5,8 5,3
Jelantah + 4 g 5,9 5,6 5,1
Adsorben Rata- rata: Rata- rata: 5,7 Rata- rata: 5,2
5,85
 Minyak - 5 4,7 4,5
Jelantah + 6 g 5 5,5 4,5
Adsorben Rata- rata: 5 Rata- rata: 4,6 Rata- rata: 4,5

1000 x N x V Na 2 S 2 O3
Angka Peroksida (mekO2/kg) =
W

 Minyak Jelantah
1000 x 0,1 x 9,05
Angka Peroksida (Meq/kg) =
65,515
= 13,813 Meq/kg
49

 Minyak Jelantah + 2 g Adsorben 8 Jam


1000 x 0,1 x 6,5
Angka Peroksida (Meq/kg) =
65,55
= 9,916 Meq/kg
 Minyak Jelantah + 2 g Adsorben 16 Jam
1000 x 0,1 x 6,2
Angka Peroksida (Meq/kg) =
65,515
= 9,463 Meq/kg
 Minyak Jelantah + 2 g Adsorben 24 Jam
1000 x 0,1 x 6,15
Angka Peroksida (Meq/kg) =
65,525
= 9,385 Meq/kg
 Minyak Jelantah + 4 g Adsorben 8 Jam
1000 x 0,1 x 5,85
Angka Peroksida (Meq/kg) =
65,52
= 8,928 Meq/kg
 Minyak Jelantah + 4 g Adsorben 16 Jam
1000 x 0,1 x 5,7
Angka Peroksida (Meq/kg) =
65,52
= 8,699 Meq/kg
 Minyak Jelantah + 4 g Adsorben 24 Jam
1000 x 0,1 x 5,2
Angka Peroksida (Meq/kg) =
65,515
= 7,937 Meq/kg
 Minyak Jelantah + 6 g Adsorben 8 Jam
1000 x 0,1 x 5
Angka Peroksida (Meq/kg) =
65,53
= 7,630 Meq/kg
 Minyak Jelantah + 6 g Adsorben 16 Jam
1000 x 0,1 x 4,6
Angka Peroksida (Meq/kg) =
65,535
= 7,019 Meq/kg
 Minyak Jelantah + 6 g Adsorben 24 Jam
1000 x 0,1 x 4,5
Angka Peroksida (Meq/kg) =
65,53
= 6,867 Meq/kg

Anda mungkin juga menyukai