REFERAT Infeksi Gram Positif
REFERAT Infeksi Gram Positif
Referat ini di buat untuk melengkapi persyaratan mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSU. Haji Medan
Pembimbing:
dr. Irwan Fahri Rangkuti Sp.KK
Disusun Oleh:
Reza Rahadian Yusuf Daen
20360104
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan referat ini
dengan judul “Infeksi Bakteri Gram Positif yang Berhubungan Dengan Produksi
Toksin”. Penyelesaian referat ini banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu
adanya kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sangat tulus
kepada dr. Irwan Fahri Rangkuti Sp.KK selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan memberi kesempatan kepada kami untuk
menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini tentu tentu tidak lepas dari kekurangan
karena kebatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Maka sangat diperlukan
masukan dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua kondisi yang disebabkan oleh infeksi bakteri gram-positif relatif jarang
tetapi memiliki morbiditas tinggi, dan beberapa memiliki mortalitas yang cukup besar.
lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dan bayi kurang dari 1 tahun, tetapi juga dapat
mengenai anak-anak. Impetigo bulosa terutama terjadi pada bayi baru lahir, walaupun
dapat juga terjadi pada semua umur. Impetigo bulosa tipe neonatus merupakan tipe
yang sangat mudah menular, dengan area tersering di wajah dan tangan. Kejadian
impetigo nonbulosa sebesar 70% dari kasus pioderma, dapat terjadi pada anak maupun
dewasa, dengan area tersering di wajah, leher, dan ekstremitas (Afif, 2019)
Untuk tingkat kematian untuk Streptococcus Toksik Syok Sindrom (TSS) adalah
30–70%. Morbiditas juga tinggi. Dalam satu seri, 13 dari 20 pasien menjalani prosedur
pembedahan besar, seperti fasciotomy, debridement, laparotomi, amputasi, atau
histerektomi. Tingkat kematian untuk STSS menstruasi terkait telah menurun dari 5,5%
pada tahun 1980 menjadi 1,8% pada tahun 1996. (Arifin, 2014)
B. Tujuan
A. Definisi
Infeksik gram-positif yang berhubungan dengan produksi toksin merupakan infeksi kulit
dengan bakteri Gram positif Staphylococcus aureus dan grup A streptococcus
(Streptococcus pyogenes) merupakan sumber morbiditas dan bahkan mortalitas yang
penting. Bakteri ini menghasilkan racun yang dapat menyebabkan sindrom khas, termasuk
sindrom kulit melepuh stafilokokal (SSSS) dan sindrom syok (TSS). Selain itu, produksi
racun ini diduga mendasari kemampuan infeksi bakteri ini untuk memulai dan atau
menyebabkan penyakit kulit inflamasi.
B. Epidemiologi
Semua kondisi yang disebabkan oleh infeksi bakteri gram-positif relatif jarang tetapi
memiliki morbiditas tinggi, dan beberapa memiliki mortalitas yang cukup besar. lebih
sering terjadi pada bayi baru lahir dan bayi kurang dari 1 tahun, tetapi juga dapat mengenai
anak-anak. Impetigo bulosa terutama terjadi pada bayi baru lahir, walaupun dapat juga
terjadi pada semua umur. Impetigo bulosa tipe neonatus merupakan tipe yang sangat mudah
menular, dengan area tersering di wajah dan tangan. Kejadian impetigo nonbulosa sebesar
70% dari kasus pioderma, dapat terjadi pada anak maupun dewasa, dengan area tersering di
wajah, leher, dan ekstremitas (Afif, 2019).
Untuk tingkat kematian untuk Streptococcus Toksik Syok Sindrom (TSS) adalah 30–
70%. Morbiditas juga tinggi. Dalam satu seri, 13 dari 20 pasien menjalani prosedur
pembedahan besar, seperti fasciotomy, debridement, laparotomi, amputasi, atau
histerektomi. Tingkat kematian untuk STSS menstruasi terkait telah menurun dari 5,5%
pada tahun 1980 menjadi 1,8% pada tahun 1996. (Arifin, 2014)
C. Etiologi
Disebabkan oleh bakteri gram-positif yaitu Stafilococcus Aureus dan
Streptococcus grup A (Streptococcus Pyogenes)
Tabel 2.1 Penyebab infeksi oleh bakteri gram-positif
D. Klasifikasi
1. Penyakit yang disebabkan oleh Toksin Eksfoliatif
a. Stafilococcal Scalded-Skin Syndrome (SSSS)
Stafilococcal Scalded-Skin Sindrom (SSSS) ditandai dengan pembelahan
intraepidermal dengan pembelahan di bawah dan di dalam stratum granulosum.
Ruang pembelahan mungkin berisi sel-sel acantholytic yang sebagian atau
seluruhnya tidak terikat. Namun, sisa dari epidermis biasanya tidak dapat
ditandakan, dan dermis mengandung sedikit sel inflamasi.
Gejala awal timbulnya eritema pada wajah, pungung dan dada yang setelah
24 jam menjadi menyeluruh, setelah 24-48 jam eritem berubah menjadi bula.
Setelah itu bula tersebut pecah dan mengerut lalu mengering. Terjadinya proses
deskuamasi pada hari ke 10.
SE
A B
BU
AH
Gambar 2.1 Penderita SSS pada 24 jam pertama (A), Penderita SSSS sudah
terjadinya proses deskuamasi setelah 10 hari.
b. Impetigo bullosa
Impetigo termasuk salah satu pioderma superfisial, yang terdiri dari 2 tipe,
yaitu impetigo bulosa dan impetigo nonbulosa/krustosa/kontagiosa. Impetigo
bulosa merupakan infeksi bakteri lokal di lapisan epidermis kulit dengan
manifestasi utama berupa bula dan bula hipopion, Jika bula tersebut pecah akan
menimbulkan dasar yang eritem. (Afif, 2019).
TSS adalah respon inflamasi yang ditandai dengan demam, ruam, hipotensi,
dan keterlibatan multiorgan yang mewakili ujung spektrum penyakit yang
dimediasi supernantigen yang parah. Meskipun pertama kali dijelaskan pada
tahun 1978 dalam serangkaian anak-anak dengan infeksi S. aureus, TSS menjadi
lebih dikenal secara luas dengan laporan epidemi yang terkait dengan
penggunaan tampon yang sangat menyerap pada wanita yang sedang menstruasi
pada awal 1980-an, tampon tersebut berfungsi sebagai sumber untuk infeksi:
darah menambahkan protein dan menetralkan pH vagina yang asam yang fungsi
normalnya sebagai bakteriosidal. Sejak uraian pertama penyakit ini, TSS telah
terbukti berhubungan dengan toksin yang ditimbulkan oleh banyak jenis infeksi
stafilokokus dan streptokokus.
Gambar 2.3 Pasien TSS dengan bula yang sudah pecah disertai eritema
D. Gejala Klinis
I. Pencegahan
Pencegahan yang perlu dilakukan pada infeksi bakter gram-positif dapat berupa
menjaga higenitas yang baik, kontrol faktor predisposisi agar menghindari terjadinya
suatu komplikasi, dan penanganan yang tepat pada infeksi kulit yang terjadi agar tidak
menimbulkan infeksi sekunder.
J. Prognosis
Impetigo bulosa dan nonbulosa dapat sembuh tanpa pengobatan dalam 2–3
minggu tanpa sekuele. Walaupun demikian, pemberian terapi pada kasus impetigo
bulosa akan mempercepat penyembuhan pasien dan menurunkan risiko penyebaran
infeksi. Pada SSSS dan TSS perlu dilakukan pemberian cairan yang cukup guna
untuk menghindari terjadinya dehidrasi akibat keluarnya cairan tubuh dari bula yang
pecah agar prognosis membaik. (Afif, 2019).
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Afif N, Damayanti, dan Maylita. Buku Seri Dermatologi dan Venereologi : Infeksi
Bakteri di Kulit. Universitas Airlangga. Surabaya. 2019
Arifin Johan. Toxic Shock Syndrome. Jurnal Medica Hospitalia 2014;Vol 2 (3)