Anda di halaman 1dari 8

PENYELESAIAN TRANSAKSI VALUTA ASING

Pendahuluan

Pasar valuta asing merupakan pasar terbesar dan ter likuid di dalam pasar finansial
global. Pasar valuta asing menjadi suatu mekanisme primer dalm proses pembayaran secara
Internasional, pemindahan dana, dan penentuan nilai tukar antara mata uang nasional setiap
perekonomian yang berbeda-beda. Menurut Bank for International Settlement, didapati
bahwa transaksi harian nilai tukar di seluruh dunia yang mencapai USD 5.1 triliyun per hari
dan USD 2,7 triliyun perdagangan per hari untuk OTC interest rate derivatif.
Transaksi yang terjadi di pasar valuta asing akan disertai dengan transfer dana di antara
dua perekonomian. Transfer dana melibatkan agen yang bergerak dalam sistem pembayaran
dan setelmen dari dua negara yang bertransaksi.
Menurut Bank Indonesia, sistem pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup
seperangkat aturan, Lembaga, dan mekanisme yang dipakai untuk melaksanakan pemindahan
dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan kegiatan ekonomi.
Sistem pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan proses pemindahan sejumlah
nilai uang dalam mata uang yang telah disepakati dari satu pihak kepada pihak yang lain.
Dimulai dari pengunaan alat pembayaran yang sederhana sampai pada penggunaan sistem
yang kompleks dan melibatkan berbagai Lembaga seberta aturan main masing masing
Lembaga. Sedangkan setelmen dapat didefinisikan sebagai proses penyelesaian transaksi
atau pembayaran antara pihak terkait dengan waktu yang telah disepakati pada saat
terjadinya transaksi.
Risiko dalam transaksi pasar uang tak bisa luput yang harus dihadapi oleh pelaku pasar
dan institusi penyelenggara trasaksi. Factor resiko ini mejadi sangat penting karna terletak
pada proses penyelenggara setelmen . sistem finansial dunia sangat bergantung pada
keamanan dan efisiensi dalam proses setelmen transaksi valuta asing. Hal ini dikarenakan
saat risiko ini muncuyl dalam proses setelmen akan menimbulkan efek domino ke sistem
finasial (sistemic risk) dan dapat menyebar ke perekonomian yang bersangkutan.
Bank Indonesia selaku pemegang otoritas moneter tertinggi di setiap perekonomian
berfokus untuk menciptakan proses transaksi di pasar valuta asing yang aman sebagai bagian
dalam menjaga dan mendorong kestabilan sistem keuangan. Bank sentral seluruh dunia akan
melakukan Kerjasama dengan semua pelaku pasar untuk meminimalisir risiko keamanan
transaksi di pasar valuta asing. Proses peningkatan keamanan ini akhirnya mendapati
pencapaian baru selaras dengan berdirinya Bank Continuous Linked Settlement (CLS Bank).
Dengan adanya Bank CLC ini dianggap dapat menurunkan risiko yang selama ini terdapat
dalam proses setelmen terutama risiko karena adanya perbedaan waktu (time zone) dalam
proses penyelesaian transaksi setiap jenis mata uang.
Proses Setelmen Konversional

Proses transaksi dan setelmen sebelum berkembangnya CLS dianggap sebagai sebuah
proses konvensional. Proses setelmen ini hanya melibatkan dua bank yang terkait dalam
transaksi di pasar valuta. Proses setelmen konvesional umumnya dilakukan secara bilateral,
hubungan bilateral didefinisikan sebagai hubungan antar bank penerima dan bank pemberi
yang tidak melalui pihak ketiga serta setiap bank memiliki rekening di bank korespondennya.
Diasumsikan dua bank yang melakukan transaksi di pasar valuta asing. Bank A yang
merupakan bank dari Indonesia dan Bank B yang merupakan bank dari Thailand melakukan
transaksi jual-beli mata uang USD terhadap mata uang JPY (Japanese Yen). Transaksi yang
dilakukan Bank A adalah menjual USD dan membeli JPY, dan Bank B sebaliknya.
Dalam transaksi ini, Bank A menjual USD kepada Bank B dan Bank A menerima JPY
sebagai gantinya. Proses transaksi dan setelmen diselesaikan oleh kedua pihak bank melalui
bank account dari bank koresponden di negara masing-masing. Dalam proses setelmen bank
koresponden yang dimiliki Bank A membayar USD kepada bank koresponden dari Bank B.
pada waktu yang sama, bank koresponden dari Bank B juga membayar JPY kepada bank
koresponden dari Bank A. pembayaran mata uang USD diselesaikan oleh bank koresponden
diselesaikan oleh koresponden Bank A dengan sistem pembayaran melalui Bank Sentral
Amerika Serikat (The Federal Reserves) dan pembayaran mata uang JPY diselesaikan
melalui sistem pembayaran di Bank Sentral Jepang (Bank of Japan). Proses setelmen dari dua
bank ini tidak dikoordinasikan satu dengan yang lain.

Koresponden Bank A di Koresponden Bank B di


Amerika Serikat USD Amerika Serikat

Sistem Pembayaran di Amerika Serikat

Bank A Bank B

Di Indonesia Di Thailand

Koresponden Bank A di Koresponden Bank B di


JPY
Jepang Jepang

Sistem Pembayaran di
Jepang
Gambar Alur Transaksi Setelmen Konvensional
Setelmen bilateral memiliki kekurangan berupa tingginya risiko setelmen setelah
transaksi. Sederhananya risiko setelmen adalah kerugian yang didapatkan salah satu pihak
akibat proses transaksi valuta asing, pihak yang sudah membayar valuta asing belum tentu
dapat menerima valuta asing yang ditransaksikan.
Proses Setelmen PvP
Perkembangan sistem setelmen untuk mendukung penyelesaian transaksi valuta asing
mulai beralih dari sistem konvensional. Metode konvensional sangat rentan dengan bebrbagai
risiko terutama risiko gagal bayar. Sistem setelmen baru kemudian diciptakan untuk
meminimalkan risiko tersebut dan menjamin bahwa transaksi final akan terjadi jika dan
hanya jika pembayaran transaksi tersebut sudah terjadi, sistem ini kemudian dikenal dengan
sistem payment versus payment (PvP). Sistem ini mengambil ispirasi dari sistem delivery
versus payment (DvP), seperti yang digunakan dalam setelmen pada transaksi obligasi atau
saham.
Sistem PvP ini adalah hubungan transaksi antarbank yang menggunakan pihak ketiga
atau agen setelmen. Agen setelmen yang dipercaya untuk melakukan transaksi valuta asing
adalah organisasi yang memiliki/diberikan otoritas pengelolaan kredit di perbankan
Internasional. Contoh organisasi tersebut antaralain, NSD (National Settlement Depository)
dan HKMA (Hongkong Monetary Authority).
Contoh yang digunakan hamper sama dengan transaksi USD/JPY sebelumnya, dimana
diasumsikan terdapat dua bank yang melakukan transaksi di pasar valuta asing. Bank A yang
merupakan bank dari Malaysia dan Bank B yang merupakan bank dari Thailand. Transaksi
yang dilakukan adalah Bank A menjual USD dan membeli IDR dari Bank B

PvP
USD USD Korespenden Bank B di
Koresponden Bank A di Settlement
Amerika Serikat Amerika Serikat

Bank A di Malaysia Bank B di


Thailand

Koresponden Bank A di Koresponden Bank B di


Indonesia Indonesia
IDR IDR

Gambar. Alur Transaksi Setelmen PvP


Kondisinya hampisr sama dengan sistem setelmen konvensional. Dalam transaksi di
atas, Bank A di Malaysia menjual USD kepada Bank B di Thailand dan Bank A akan
menerima IDR sebagai gantinya di rekening Bank A di bank yang ada di Indinesia,
mengungat IDR tidak dapat ditransaksikan diluar wilayah Indonesia. Proses transaksi dan
setelmen diselesaikan oleh kedua pihak bank melalui bank account dari bank koresponden di
negara masing-masing. Dalam proses setelmen, bank koresponden yang dimiliki Bank A
membayar USD kepada bank koresponden B kepada agen setelmen. Bank koresponden B
juga membayar IDR kepada bank koresponden A melalui agen setelmen. Agen setelmen ini
berfungsi untuk mengatur proses setelmen antar kedua belah pihak, koresponden Bank A
baru akan mendapatkan IDR yang dikirimkan oleh koresponden Bank B setelah agen
setelmen menerima yang yang dikirimkan oleh koresponden Bank A kepada koresponden
Bank B melalui rekening masing-masing bank di agen setelmen. Pembayaran USD tetap
diselesaikan melalui sistem pembayaran Amerika Serikat dan pembayaran IDR juga
diselesaikan dengan sistem pembayaran di Indonesia.
Jenis Risiko Setelmen
Risiko dari transaksi niali tukar uang dapat dibagi menajdi beberapa kategori
berdasarkan CPSS-BIS, tergantung bagaimana hubungan dari risiko teresebut terhadap
setelmen transaksi nilai tukar. Risiko-risiko tersebut adalah:
1. Risiko Pasar (Market Risk)
Risiko pasar adalah sebuah risiko kerugian yang dialami oleh perusahaan atau pelaku
pasar valuta asing akibat adanya perubahan dalam nilai tukar yang sedang digunakan
transaksi.

2. Risiko Sistematik (Systematic Risk)


Risiko ini terjadi Ketika ketidakmampuan salah satu peserta untuk memenuhi
kewajibannya atau gangguan pada system menyebabkan ketidakmampuan peserta lain
untuk memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo. Kemudian kegagalan
pembayaran tersebut dapat menyebar secara luas sehingga pada akhirnya dapat
membahayakan system atau pasar keuangan.

3. Risiko Hukum (Legal Risk)


Risiko ini terjadi Ketika kerangka hukum yang lemah atau ketidakpastian hukum yang
dapat menyebabkan atau memperburuk risiko kredit dan risiko likuiditas.

4. Risiko Setelmen Valuta Asing (Foreign Exchange Settlement Risk)


Risiko ini terjadi akibat salah satu pihak transaksi todak mendapatkan mata uang yang
dijanjikan dalam transaksi tersebut meskipun pihak tersebut sudah memberikan mata
uang yang lain. (sesuai dalam syarat transaksi). Risiko ini kemudian dikenal sebagai
Herstatt Risk.

5. Risiko Penggantian (Replacement Risk)


Risiko ini dialami akibat salah satu pihak lain tidak melakukan transaksi samapi pada
hari setelmen. Keadaan ini mengakibatkan kurs yang dipakai tidak di-hedge sehingga
terjadi perbedaan dengan harga pasar yang harus di-cover oleh pihak yang dirugikan.

6. Risiko Operasional (Operational Risk)


Risiko ini ditimbulkan oleh factor-faktor operasional seperti tidak berfungsinya secara
tehnis atau kesalahan operasional yang dapat memyebabkan atau memperburuk risiko
kredit dan risiko likuiditas
7. Risiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko kerugian akibat pihak yang melakukan transaksi todak dapat
melunasi kewajibannya secara penuh, baik saat tenor waktu yang ditentukan atau lebih
dari waktu tersebut.

8. Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas adalah risiko Ketika salah satu peserta dalam system pembayaran tidak
memiliki cukup dana untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo meskipun
mungkin waktu pada waktu yang akan datang.
CLS (Continuos Link Settlement)
Continuos Link Settlement adalah system pembayaran Internasional untuk penyelesaian
setelmen dari transaksi di pasar valuta asing global. CLS diluncurkan pada bulan September
2002. CLS merupakan Finacial Market Infrastructure (FMI) baru dalam pasar financial yang
diciptakan untuk mengeliminasi risiko setelmen melalui mekanisme system PvP yang lebih
komprehensif.
System Pembayaran CLS didirikan oelh dua perusahaan. CLS Bank International, bank
terotorisasi sebagai :Edge Corporation” di New York, serta CLS services, organisasi dibawah
hukum pemerintahan Inggris dan Wales. Bank CLS bertanggungjawab dalam mengatur
system setelmen dari transaksi valuta asing. Bank CLS diregulasi dibawah The Federal
Reserve bank of New York. CLS Servuces bertanggung jawab dalam operasional layanan IT,
dan back office untuk system CLS UK Holding Ltd yang dimiliki oleh CLS Group Holding
AG yang berbasis di Swiss.
Negara negara pertama yang mengadopsi system pemabayaran CLS adalah Swiss
dengan Swiss Franc (CHF), diikuti oleh jepang (Yen), Kanada (Canadian Dollar), Amerika
Serikat (USD), Inggris (Poundsterling), Uni Eropa (Euro) dan Australia (Australian Dollar).
System setelmen CLS kini sudah diadopsi hamper oleh lebih dari 17 Negara di seluruh dunia.
Implementasi dari CLS sama seperti PvP yaitu setiap perekonomian yang bertransaksi
diwajibkan memiliki akun di CLS untuk dilakukan verifikasi pembayaran. Kepemilikan akun
bisa bersifat langsung (oleh setiap bank) maupun tidak langsung (tetap melalui agen
setelmen).
Keuntungan dalam menggunakan CLS yang paling penting adalah setelmen dapat
dilakukan dengan menggunakan nilai tukar yang berbeda-beda disaat yang hamper
bersamaan atau tidak ada lagi risiko karena adanya perbedaan waktu setelmen. Ini
dikarenakan CLS memiliki akun setelmen dibeberapa bank sentral di dunia maka dalam hal
ini transaksi dalam nilai tukar bagaiumanapun dapat diselesaikan oleh CLS. System CLS
melakukan setelmen di niali sangat kompleks dengan kompleksnya setelmen nilai tukar di
CLS terdapat beberapa keunggulan utama dari system CLS, diantaranya:
1. Memisahan proses funding dengan setelmen
Sesuai prinsip PvP setelmen dengan melewati CLS dapat dilaksanakan dengan sangat
mudah saat kedua pihak melakukan transaksi valuta asing dan proses setelmen
dilakukan melalui CLS,kemudian CLS melakukan transaksi ke d=kedua belah pihak
tersebut.
2. Proses Setelmen
Setiap nasabah CLS memiliki akun di CLS yang tidak hanya terdiri dari satu akun
untuk proses setelmen satu valutas melainkan juga memiliki beberapa sub akun dalam
beberapa mata uang yang dicatat dalam satu akun besar. Ini menguntungkan bagi
bank sentral atau perbankan yang ingin melakukan transaksi ke beberapa jenis mata
uang dalam waktu yang bersamaan

3. Proses Funding
Agar proses setelmen bisa berjalan dengan lancer maka dibutuhkan adanya jaminan
dana berupa asset perbankan umum yang akan dijual kepada CLS saat dibutuhkan
likuiditas yang besar akibat adanya transaksi yang akan dilakukan oelh salah satu
pihak.
Operasional setelmen di dalam Bank CLS terjadi dalam beberapa tahapan.
1. Nasabah CLC memasukkan transaksi yang akan dilakukan dari jam 00:00-06:30
CET(Central European Time)
2. Dari jam 07:00-09:00 CET, CLS mulai melakukan setelmen dari semua akun akan
dimasukkan transaksi
3. Trasaksi pada 10:00-12:00 CET adalah setelmen terakhir yang sudah dipastikan
oleh CLS diterima oleh kedua belah pihak.
Dalam pengelolaan system setelmen juga harus mengikuti tiga prinsip utama yaitu:
1. Settlement Final
Suatu FMI sebaiknya menyediakan batas akhir setemen yang jelas dan pasti,
minimal pada akhir tanggal transaksi. Pada saat dibutuhkan, FMI sebaiknya dapat
menyediakan setelmen akhir yang bersifat intraday maupun real time.

2. Money Settlement
Suatu FMI sebaiknya mampu menyelenggarakan setelmen dengan mengunakan
bank sentral sehingga likuiditas lebih terjamin dan mudah untuk dilaksanakan.
Apabila likuiditas dana dari bank sentral tidak dapat digunakan, FMI sebaiknya
dapat meminilisir dan melakukan control lebih ketat pada risiko kredit dan
likuiditas yang dapat timbul saat menggunakan dana dari bank umum

3. Physical Deliveries
Suatu FMI sebaiknya dinyatakan dengan jelas kewajiban apa saja yang harus
dilakukan terhadap pengiriman instrument fisik atau komoditas dan sebaiknya
diidentifikasi, dimonitor, dan diatur risiko yang dapat berhubingan dengan
pengiriman instrument tersebut.

Infrastruktur setelmen di Indonesia dikelola oleh Bank Indonesua selaku bank


sentral. Bank Indonesia mengembangkan system setelmen yang dibagi menjadi tiga
jenis:
1. Bank Indonesia, Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) yang merupakan
system transfer dana elektronik antar peserta dalam rupiah, proses setelmennya
dilakukan secara langsung stelah dilakukannya transaksi (Real Time).
2. Bank Indonesia Scriptless Securities Settlement System (BI-SSSS), ini
merupakan system transaksi dengan Bank Indonesia termasuk
penatausahaannya dan penatausahaan surat-surat berharga yang dilakukan
secara elektronik
3. System Kliring Nasional (SKN) merupakan system kliring dilakukan oleh BI
dalam menyelesaikan transaksi antarbank untuk pembayaran, seperti bilyet
giro,cek, transfer kredit antarbank maupun nota kredit lainnya.
RTGS adalah system setelmen yang memproses setiap transaksi secara individual
secara berkesinambungan dan seketika. RTGS dapat dilakukan baik dengan
maupun tanpa fasilitas intrahari, yaitu suatu fasilitas pinjaman pada hari yang sama
yang diberikan bank sentral kepada bank peserta kliring/RTGS apabila terjadi
kekurangan dana pada saat rekeningnya di bank sentral sesuai ketentuan. Beberapa
negara yang menerapkan RTGS dengan fasilitas intrahari anatara lain: Denmark,
Itali,Belanda, Portugal, Swedia,Spanyol, dan Filipina.
Sementara itu negara-negara yang menerapkan RTGS tanpa fasilitas intrahari antara
lain: China, Jerman, Jepang, Korea, dan Swiss. Meskipun tidak menyediakan
fasilitas intrahari pada umumnya system RTGS yang diterapkan memiliki
mekanisme antrian yang canggih. Dalam RTGS setiap transaksi diselesaikan pada
rekening bank yang bertransaksi yang berada di bank sentral secara gross dan
berkesinambungan. Setelmen dalam system RTGS bersifat segera, final dan
irrevocable “tidak dapat dibatalkan”. Selain itu risiko kredit karena adannya tenggat
waktu menjadi tidak ada.
RTGS adalah konsep yang dirancang untuk meminimalkan risiko manajemen pada
setelmen pembayaran antarbank. Implementasi RTGS diseluruh dunia didasarkan
pada kebutuhan bank sentral untuk melembagakan mekanisme untuk
meminimalkan risiko sistematik pada system transfer bernilai besar.
Gambar. Alur Setelmen Rupiah

Koresponden Bank Koresponden Bank B


A Di Indonesia
Di Indonesia

Bank
Indonesia
Sumber : Bank Indonesia (2016)
Gambar.Alur Transaksi Setelmen Menggunakan CLS

USD USD
Koresponden Bank A di Koresponden Bank B di
Amerika Serikat CLS Amerika Serikat
International
PvP
Bank A
Settlement Bank B
Di Malaysia
Di Thailand

Koresponden Bank A di Koresponden Bank B di


IDR IDR
Indonesia Indonesia

Anda mungkin juga menyukai