Anda di halaman 1dari 2

Bacalah cerpen di bawah dengan saksama!

Masjid Kecil di Rumah


Bila hujan deras dan titik-titik air menempel kuat di kaca jendela, aku dekatkan kepala ke lapisan tembus
pandang. Menempelkan hidungku ke sana. Bermain-main dengan uap udara yang keluar dari rongga pernapasan,
lalu terbentuk layar kabut seperti sebuah papan tulis putih. Aku bisa menuliskan huruf-huruf dan gambar dengan
ujung telunjuk. Membentuk gambar yang sama berulang-ulang.
Jendela rumahku berhadapan dengan gang lebar di kampung, tepat di seberang bangunan besar dengan
kubah hijau. Kubahnya sewarna daun jeruk atau daun pepaya yang sudah tua, tapi entah mengapa di mataku ia
tampak menyala-nyala. Terutama ketika hari memasuki senja dan kubah itu seperti memotong langit yang berwarna
keemasan. Persis sepotong pisau membagi agar-agar.
Aku senang bermain ke kubah hijau. Bertemu teman-teman kampung atau orang-orang dari berbagai
daerah yang menumpang sembahyang. Bertemu para pedagang dari seribu satu macam barang yang menumpang
istirahat di sana: penjual sapu keliling, penjual siomay, bakso pikul, tukang sol, penjual balon.
Kadang, anak-anak diberikan jatah jualan sisa hari itu bila hari sudah memasuki Maghrib. Aku sering
pulang membawa seplastik sempol atau pentol: tak banyak, hanya beberapa biji. Rasanya senang sekali. Belum lagi,
Pak Tua penjaga kubah hijau sering mengumpulkan kami dan bercerita kisah nabi-nabi.
“Jangan ke sana!” kata ibu. “Sekarang banyak orang mati kena wabah.”
“Wabah itu apa?” kataku.
“Kalau kamu kena batuk pilek nggak sembuh-sembuh. Makanya jangan rewel! Habiskan makanmu.”
Ibu akan marah besar kalau tahu aku ke sana bersama teman-teman. Tempo hari, karena sudah lama
terpenjara di rumah, aku nekat main ke sana. Pulang-pulang, seluruh tubuhku diguyur air dingin dan dibasuh dengan
sabun hingga lubang hidung dan mataku perih. Ibu terlihat panik.
“Kamu mau mati? Kamu nggak tahu kalau muazin sudah wafat karena wabah? Jangan coba-coba ke sana
lagi!”
Oh, pantas, pikirku. Suara merdu dari kubah hijau itu selama beberapa pekan ini menghilang. Digantikan
suara abang-abang tanggung yang baru akil baligh.
Sekarang kubah hijau itu sepi. Tempo hari, waktu aku nekat main ke sana bersama teman-teman pun, tak
ada keramaian yang dulu. Hanya satu-dua orang yang masih hadir, dengan muka tertutup kain, bersegera
sembahyang lalu pergi. Tidak ada salam-salaman. Tidak ada cerita-cerita antarpengunjung. Bagi-bagi makanan pada
waktu Maghrib sudah tak ada lagi, pun cerita nabi-nabi sudah dihentikan oleh Pak Tua yang biasa kutemui.
Apakah Pak Tua itu ikut meninggal karena wabah, seperti si muazin? Aku belum bertanya kepada ibu.

Kerjakanlah soal berikut!

1. Analisislah unsur-unsur pembangun cerpen “Masjid Kecil di Rumah” tersebut!


2. Bandingkan kemudian simpulkan persamaan dan perbedaan unsur-unsur pembangun cerpen Masjid Kecil di
Rumah” dengan cerpen “Nalea” ke dalam sebuah tabel berikut!

No Unsur Pembangun Cerpen Cerpen Nalea Cerpen Masjid Kecil di Rumah


1. Tema
2. Tokoh
3. Latar
4. Alur
5. Sudut pandang
6. Gaya bahasa
7. Amanat
Simpulan:

(Kerjakan dalam buku tugas kemudian difoto dan dikirim ke guru Mapel: Bu Febri)

Anda mungkin juga menyukai