Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN HASIL BELAJAR MANDIRI

MODUL INTEGRATIF PATOLOGI


SKENARIO 4

DISUSUN OLEH:

Nama : Nuzlan Nuari


NIM : 6130019047

TUTOR:
dr. Renny Novi Puspitasari, M.Si

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN DAN PENILAIAN

No.  Materi yang Dinilai  Presentas Nilai


1.  Ketepatan pemilihan kata kunci dalam peta 25%


konsep

2.  Kesesuaian hubungan kata kunci dengan peta 25%


konsep

3.  Kesesuaian jawaban learning objective dengan 25%


kasus scenario

4.  Pemilihan daftar pustaka dan sitasi  25%

  Dosen Pembimbing 

( dr. Renny Novi Puspitasari, M.Si)

SKENARIO 5 :
Ara adalah mahasiswa semester 4 FK UNUSA yang sedang melakukan kunjungan
RS ke poli umum. Di poli tersebut Ara bertemu dengan seorang perempuan berusia 57
tahun, Ibu Rumah Tangga, dibawa ke poliklinik dengan keluhan nyeri kedua lutut yang
dialami sejak 4 bulan terakhir ini, terutama saat beraktivitas, sulit berdiri dari posisi jongkok.
Bengkak dan kemerahan pada kedua lutut. Nyeri juga emdirasakan pada jari-jari tangan.
Berat badan 65 kg, Tinggi badan 158 cm. akibat nyeri yang terus-menerus pasien mengaku
menjadi sulit tidur, sering berdebar-debar karena mengkhawatirkan penyakitnya yang tak
kunjung sembuh meskipun telah berulang kali minum obat yang dibeli diwarung. Ara
melaporkan hal tersebut kepada dokter penanggung jawab. Dokter tersebut meminta Ara
untuk menjelaskan diagnosis banding, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang
harus dilakukan pada pasien tersebut. Ara juga diminta untuk membuat laporan yang berisi
kerangka pikir dan alur diagnosis lengkap serta pathogenesis yang dapat menjelaskan
kelainan pada pasien tersebut.
MIND MAPPING
Learning Objective
1. Mahasiswa mampu memahami anatomi extremitas superiror dan inferiror serta
histologi tulang hyalin / rawan.
2. Mahasiswa mampu memahami definisi, etiologi dan mekanisme nyeri.
3. Mahasiswa mampu memahami definisi, etiologi dan epidemiologi Osteoarthritis.
4. Mahasiswa mampu memahami patogenensis Osteoarthritis.
5. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi Osteoarthritis.
6. Mahasiswa mampu memahami patologi anatomi pada Osteoarthritis dan diagnosis
bandingnya
7. Mahasiswa mampu memahami farmakokinetik dan farmakodinamik tentang obat
nyeri di warung.
8. Mahasiswa mampu memahami faktor resiko dan manifestasi klinis dari
Osteoarthritis.
9. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang dan komplikasi
Osteoarthritis.
10. Mahasiswa mampu memahami alur diagnosis dan diagnosis banding Osteoarthritis.
11. Mahasiswa mampu memahami tatalaksana Osteoarthritis.
12. Mahasiswa mampu memahami pencegahan Osteoarthritis dalam prespektif medis
dan islam (definitif, simtomatis, suportif dan informatif).
JAWABAN LEARNING OBJECTIVE
1. A. Anatomi Extremitas Superiror dan Inferiror
a) Anatomi Extremitas Superior
 Regio Bahu

(Snell, 2012)
(Snell, 2012)
(Snell, 2012)

 Lengan Atas
(Snell, 2012)

(Snell, 2012)
(Snell, 2012)
 Vaskularisasi
 Arteri
o A. subclavia
o A. axillaris
o A. brachialis
o A. radialis
o A. ulnaris
 Vena
o V. cephalica 
o V. basilica 
o V. axillaris
o V. thoracoepigastrica. (Snell, 2012)

b) Anatomi Extremitas Inferior


 Regio Glutea
(Snell, 2012)

 Tungkai Atas
 Anterior

(Snell, 2012)
 Medial

(Snell, 2012)

 Posterior

(Snell, 2012)
 Regio Poplitea

(Snell, 2012)

 Tungkai Bawah
 Anterior

 Lateral
(Snell, 2012)

 Posterior
(Snell, 2012)

 Regio Telapak Kaki


(Snell, 2012)

 Vaskularisasi
 Vasa femoralis
 Vasa epigastrica superficial
 Vasa circumflexa ilium superficial
 Vasa profunda femoris
 Vasa pudenda interna
 Vasa glutea superior & inferios
 Vasa iliaca externa
 Arteri circumflexa lateralis & medialis
 Arteri poplitea
 Arteri fossa popliteal
 Arteri tibisalis posterior
 Arteri plantaris lateralis
 Vena saphena parva
 Vena saphena magna
 Vena perforans
 Vena marginalis medialis & lateralis. (Sobotta, 2017)
 Klasifikasi Sendi
Hubungan antartulang disebut artikulasi. Agar artikulasi dapat
bergerak, diperlukan struktur khusus yang disebut sendi. Dengan
adanya sendi, membantu mempermudah gerakan. Sendi yang
menyusun kerangka manusia terdapat di beberapa tempat. Terdapat
tiga jenis hubungan antar tulang, yaitu sinartrosis, amfiartosis, dan
diartosis. (Kusmiyati, 2017)
I. Sinartrosis (Suture)
Disebut juga dengan sendi mati, yaitu hubungan antara
dua tulang yang tidak dapat digerakkan sama sekali,
strukturnya terdiri atas fibrosa. Artikulasi ini tidak memiliki
celah sendi dan dihubungkan dengan jaringan serabut.
Dijumpai pada hubungan tulang pada tulang-tulang
tengkorak yang disebut sutura/suture. (Kusmiyati, 2017) 
Terdapat tiga jenis sinartrosis, berdasarkan jenis
jaringan yang memisahkan permukaan tulang. (Mescher,
2018): 
i. Sinostosis, tulang disatukan oleh jaringan tulang dan
tidak ada gerakan yang dapat terjadi. Pada orang
dewasa yang lebih tua, sinostosis menyatukan
tulangtulang tengkorak, sedangkan Pada anak dan
remaja, dipersatukan oleh jaringan ikat padat.
ii. Sinkondrosis, tulang disatukan oleh tulang rawan
hialin. Lempeng epifisis pada tulang yang sedang
tumbuh adalah salah satu contohnya, dan pada orang
dewasa, sinkondrosis menyatukan iga pertama pada
sternum dengan sedikit pergerakan. 
iii. Sindesmosis, yaitu tulang-tulang disatukan oleh suatu
ligamen interoseus jaringan ikat padat atau
fibrokartilago dengan pergerakan yang sangat terbatas.

II. Amfiartosis
Disebut juga dengan sendi kaku, yaitu hubungan antara
dua tulang yang dapat digerakkan secara terbatas. Artikulasi
ini dihubungkan dengan kartilago. Dijumpai pada hubungan
ruas-ruas tulang belakang, tulang rusuk dengan tulang
belakang. (Kusmiyati, 2017)

III. Diartosis
Disebut juga dengan sendi hidup, yaitu hubungan
antara dua tulang yang dapat digerakkan secara leluasa atau
tidak terbatas, terdiri dari struktur synovial. Untuk
melindungi bagian ujung-ujung tulang sendi, di daerah
persendian terdapat rongga yang berisi minyak sendi/cairan
synovial yang berfungsi sebagai pelumas sendi. Contohnya
yaitu, sendi peluru (tangan dengan bahu), sendi engsel (siku),
sendi putar (kepala dan leher) dan sendi pelana (jempol/ibu
jari). Diartosis dapat dibedakan menjadi:
i. Sendi engsel yaitu, hubungan antar tulang yang
memungkinkan gerakan hanya satu arah saja. Dijumpai
pada hubungan tulang Os. Humerus dengan Os. Ulna
dan Os. Radius/sendi pada siku, hubungan antar Os.
Femur dengan Os. Tibia dan Os. Fibula/sendi pada
lutut.
ii. Sendi putar yaitu, hubungan antar tulang yang
memungkinkan salah satu tulang berputar terhadap
tulang yang lain sebagai porosnya. Dijumpai pada
hubungan antara Os. Humerus dengan Os. Ulna dan Os.
Radius, hubungan antar Os. Atlas dengan Os. Cranium.
iii. Sendi pelana/sendi sellari yaitu, hubungan antar tulang
yang memungkinkan gerakan ke segala arah/gerakan
bebas. Dijumpai pada hubungan Os. Scapula dengan
Os. Humerus, hubungan antara Os. Femur dengan Os.
Pelvis
iv. Sendi kondiloid atau elipsoid yaitu, hubungan antar
tulang yang memungkinkan gerakan berporos dua,
dengan gerak ke kiri dan ke kanan; gerakan maju dan
mundur; gerakan muka/depan dan belakang. Ujung
tulang yang satu berbentuk oval dan masuk ke dalam
suatu lekuk yang berbentuk elips. Dijumpai pada
hubungan Os. Radius dengan Os. Carpal.
v. Sendi peluru yaitu, hubungan antar tulang yang
memungkinkan gerakan ke segala arah/gerakan bebas.
Dijumpai pada hubungan Os. Scapula dengan Os.
Humerus, hubungan antara Os. Femur dengan Os.
Pelvis virilis.
vi. Sendi luncur yaitu, hubungan antar tulang yang
memungkinkan gerakan badan melengkung ke depan
(membungkuk) dan ke belakang serta  gerakan
memutar (menggeliat). Hubungan ini dapat terjadi pada
hubungan antarruas tulang belakang, persendian antara
pergelangan tangan dan tulang pengumpil. (Kusmiyati,
2017)

B. Histologi Tulang Hyalin / Rawan


Tulang rawan (cartilago) adalah bentuk khusus jaringan ikat yang juga
berasal dari mesenkim. Serupa dengan jaringan ikat, tulang rawan terdiri atas sel
dan matriks ekstraselular (matrix extracellularis) yang terdiri dari serat jaringan
ikat (fibrae textuum connectivorum) dan substantia fundamentalis (ground
substance). Berbeda dari jaringan ikat, tulang rawan bersifat nonvaskular
(avaskular) dan menerima makanan dengan difusi melalui matriks ekstraselular.
(DiFiore, 2010) 
Tulang rawan memperlihatkan kekuatan regang, membentuk penyokong
struktural yang kuat bagi jaringan lunak, memberikan kelenturan tanpa distorsi,
dan tahan terhadap tekanan. Tulang rawan terutama terdiri dari sel yang disebut
kondrosit (chondrocytus) dan kondroblas (chondroblastus) yang menyintesis
matriks ekstraselular. Terdapat tiga jenis tulang rawan dalam tubuh: hialin,
elastik, dan fibrokartilago. Penggolongannya didasarkan pada jumlah dan jenis
serat jaringan ikat di dalam matriks ekstraselular. (DiFiore, 2010)

(Gartner, 2012)

2. A. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial
yang menyakitkan tubuh serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya.
Ketika suatu jaringan mengalami cedera atau kerusakan mengakibatkan
dilepasnya bahan–bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti
serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin dan substansi P yang
akan mengakibatkan respon nyeri. (Zuraiyahya, 2020)

B. Etiologi Nyeri
Beberapa faktor risiko yang berperan dalam kejadian osteoartritis
diantaranya adalah kadar estrogen rendah, usia, obesitas, jenis kelamin wanita,
ras, genetik, aktivitas fisik yang melibatkan sendi yang bersangkutan misal
berlari, trauma, tindakan pembedahan pada sendi, kepadatan masa tulang, dan
riwayat merokok Berdasarkan penyebabnya osteoartritis dibagi menjadi dua,
yaitu osteoartritis primer dan sekunder. Osteoartritis primer disebut juga
osteoartritis idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada
hubungannya dengan penyakit sistemik, inflamasi ataupun perubahan lokal pada
sendi, sedangkan osteoartritis sekunder merupakan osteoartritis yang disebabkan
oleh beberapa faktor seperti penggunaan sendi yang berlebihan dalam aktivitas
kerja, olahraga berat, adanya riwayat cedera sebelumnya, penyakit sistemik dan
inflamasi. (Zuraiyahya, 2020)

C. Mekanisme Nyeri
Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan
jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius
yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari
perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus dan korteks serebri.
Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser
fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan
jaringan yang rusak. Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk
mempercepat perbaikan kerusakan jaringan. Sensitifitas akan meningkat,
sehingga stimulus non noksius atau noksius ringan yang mengenai bagian yang
meradang akan menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat
kerusakan dan menghilangkan respon inflamasi. (Zuraiyahya, 2020)

3. A. Definisi Osteoarthritis
Osteoarthritis adalah penyakit sendi degeneratif dan inflamasi yang
ditandai dengan perubahan patologik pada seluruh struktur sendi. Perubahan
patologis yang terjadi meliputi hilangnya tulang rawan sendi hialin, diikuti
penebalan dan sklerosis tulang subkondral, pertumbuhan osteofit pada tepi sendi,
teregangnya kapsul sendi, sinovitis ringan dan kelemahan otot yang menyokong
sendi karena kegagalan perbaikan kerusakan sendi yang disebabkan oleh stress
mekanik yang berlebih. Atau Osteoartritis (OA) adalah gangguan sendi yang
bersifat kronis, yang ditandai dengan adanya degenerasi tulang rawan sendi,
hipertrofi pada tepi tulang dan perubahan pada membran sinovial. Gangguan ini
disertai dengan nyeri, biasanya setelah aktivitas berkepanjangan dan kekakuan,
khususnya pada pagi hari atau setelah inaktivitas. (Winangun, 2019)

B. Etiologi Osteoarthritis
Berdasarkan etiopatogenesisnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu,
osteoartritis primer dan osteoartritis sekunder. Osteoartritis primer disebut juga
osteoartritis idiopatik yaitu osteoartritis yang kausanya tidak diketahui dan tidak
ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal
pada sendi. Sedangkan osteoartritis sekunder adalah osteoartritis yang didasari
oleh adanya kelainan endokrin (seperti acromegaly, hyperparathyroidisme dan
hyperuricemia), inflamasi, posttraumatik, metabolik (seperti rickets,
hemochromatis, chondrocalcinosis, dan ochronosis), kelainan pertumbuhan,
herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama. Defek
primer pada osteoartritis idiopatik maupun osteoartritis sekunder adalah
hilangnya kartilago sendi akibat perubahan fungsional kondrosit (sel-sel yang
bertanggung jawab atas pembentukan proteoglikan, yaitu glikoprotein yang
bekerja sebagai bahan seperti semen dalam tulang rawan dan kolagen). OA
merupakan penyakit gangguan homeostasis metabolisme kartilago dengan
kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas
diketahui. (Winangun, 2019)

C. Epidemiologi Osteoarthritis
Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif dengan etiologi dan
patogenesis yang belum jelas. Pada umumnya penderita osteoartritis berusia di
atas 40 tahun dan populasi bertambah berdasarkan peningkatan usia.Osteoartritis
merupakan golongan penyakit sendi yang paling sering menimbulkan gangguan
sendi, dan menduduki urutan pertama baik yang pernah dilaporkan di Indonesia
maupun di luar negeri. Dari sekian banyak sendi yang dapat terserang OA, lutut
merupakan sendi yang paling sering terserang. Osteoartritis lutut merupakan
penyebab utama rasa sakit dan ketidakmampuan beraktivitas dibandingkan
dengan OA pada sendi lainnya. Penelitian epidemiologi dari Joern et al (2010)
menemukan bahwa orang dengan kelompok umur 60-64 tahun yang menderita
OA sebanyak 22%. Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23%
menderita osteoartritis pada lutut kanan, sementara 16,3% sisanya didapati
menderita osteoartritis pada lutut kiri. Berbeda halnya pada wanita yang
terdistribusi merata, dengan insiden osteoartritis pada lutut kanan sebanyak
24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7% dan di beberapa negara eropa sekitar
18-25% laki laki dan 24-40 % wanita antara usia 60-79 tahun pada sekitar
seratus juta penderita OA lutut. (Winangun, 2019)

4. Patogenesis Osteoarthritis
Osteoartritis merupakan gangguan keseimbangan metabolisme kartilago
dengan kerusakan struktur yang penyebabnya belum jelas diketahui. Kerusakan
tersebut diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi yang diikuti oleh
beberapa mekanisme lain sehingga menimbulkan cedera. Mekanisme pertahanan
sendi diperankan oleh pelindung sendi, yaitu kapsula dan ligamen sendi, otot-otot,
saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya . Kapsula dan ligamen sendi memberikan
batasan pada rentang gerak (range of motion) sendi. Untuk mengurangi gesekan
antar kartilago pada permukaan sendi diperlukan adanya cairan sendi (sinovial).
Cairan sendi berupa protein lubricin yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini
akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi.
Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago. (Maulina,
2017)
Kartilago tersusun atas dua jenis makromolekul utama, yaitu kolagen tipe dua
dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul-molekul
aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan
yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago.
Kedua makromolekul ini dipecah oleh metaloproteinase matriks (MMPs) yang
disintesis oleh kondrosit. Selain itu, pada kartilago terdapat matrik yang berisi
elemen yang disintesis oleh kondrosit. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah
matriks, sitokin (IL-1 dan TNF), dan faktor pertumbuhan. Sitokin dapat
menstimulasi pergantian matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu
proses degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis
prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki efek
terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan mempercepat proses
pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis aggrekan dan
meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan. Hal ini berlangsung pada
proses awal timbulnya OA. (Maulina, 2017)
Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan
aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi.
Aggrekan pada kartilago akan sering habis dan jalinan kolagen akan mudah
mengendur. Kegagalan mekanisme pertahanan ini akan meningkatkan kemungkinan
OA pada sendi. Kejadian awal OA tidak secara jelas ditetapkan, tetapi kemungkinan
besar karena sinyal tidak normal yang mengubah fenotip kondrosit untuk mensintesis
protein yang dapat menurunkan matriks. Salah satu teori yang menjelaskan
patogenesis OA adalah teori anabolisme dan katabolisme. Teori anabolisme dan
katabolisme yang diperkuat dengan low synthesis dan high degradation cartilage
dapat menerangkan terjadinya OA. Marker untuk sintesis anabolisme kartilago yaitu
kolagen tipe II A meningkat di sendi OA pada stadium dini, namun menurun di
serum. Sedangkan tipe II C telopeptide merupakan marker degradasi katabolisme.
Umumnya, gambaran klinis osteoartritis berupa nyeri sendi, terutama bila sendi
bergerak atau menanggung beban yang akan berkurang bila penderita beristirahat.
Nyeri dapat timbul akibat beberapa hal, yaitu dari periostenum yang tidak terlindungi
lagi, mikrofaktur subkondral, iritasi ujung-ujung saraf di dalam sinovium oleh
osteofit, spasme otot. (Maulina, 2017)

5. Patofisiologi Osteoarthritis
Sendi yang paling sering terkena adalah sendi-sendi yang harus memikul beban
tubuh, seperti lutut, panggul, vertebra lumbal dan servikal, dan sendi-sendi pada jari.
Pada OA terdapat peningkatan sintesis proteoglikan dan kolagen. Kolagen dan
proteoglikan ini dibentuk di rawan sendi dari kondrosit. Tetapi, substansi ini juga
hancur dengan kecepatan yang tinggi sehingga pembentukan dan kebutuhan tidak
seimbang. Sejumlah kartilago tipe 1 menggantikan kartilago tipe 2 yang normal,
sehingga terjadi perubahan pada diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah
biomekanika dari kartilago. Rawan sendi kemudian kehilangan sifat
kompresibilitasnya. Banyak yang meyakini bahwa penyebab utama hal tersebut
adalah proses penuaan yang berhubungan dengan perubahan-perubahan dalam fungsi
kondrosit, merubah komposisi rawan sendi yang mengarah pada pembentukan OA.
(Price & Wilson, 2006)
Perkembangan OA tergantung pada interaksi antara beberapa faktor dan
kemudian proses ini dipertimbangkan sebagai hasil dari peranan antara sistemik dan
faktor-faktor lokal. Penyakit progresif ini bisa menjadi hasil dari kombinasi faktor
risiko, termasuk penuaan, genetik, trauma, peningkatan muatan biomekanikal
melalui obesitas, densitas tulang yang meningkat, dan ketidakseimbangan proses
fisiologi. (Heidari, 2011)
Alur perubahan struktur sendi ini berawal dari ekspansi tulang subkondral, lesi
sum-sum tulang, robekan menisci, dan tekanan sampai kerusakan pada kartilago
yang akhirnya berujung pada hilangnya kartilago. Temuan radiografik pada X-Ray
merupakan bukti yang menunjukkan tahap akhir dari OA. Banyak bukti yang
mengindikasikan bahwa menisci, ligamen, otot periartikular dan kapsul sendi juga
andil dalam terjadinya OA. Bahkan keluarnya sel-sel imun dari bantalan lemak
infrapatelar pada pasien OA yang mengandung sel-sel inflamasi membuat
vasodilatasi kemudian menyebabkan nyeri di bagian depan lutut. (Heidari, 2011)

6. Patologi Anatomi pada Osteoarthritis dan Diagnosis Bandingnya


A. Osteoarthritis
a) Gross Osteoarthritis
Penampang sagital caput femur menunjukkan erosi permukaan (∇),
kista subkondral (∆ ), dan osteofit (◊). Perubahan osteoarthritis paling
sering dilaporkan oleh pasien sebagai nyeri atau kesulitan dengan gerakan
pada sendi yang terlibat. Gerakan abnormal memperburuk kerusakan sendi
pada sendi yang terlibat dan sendi distal. Osteoartritis “primer”, seperti
halnya keausan akibat penuaan, biasanya hanya mengenai beberapa sendi
(oligoartikular). Osteoartritis “sekunder” mengikuti penyakit yang
mendasari atau fraktur yang tidak sembuh dengan baik dengan
ketidaksejajaran yang sering mempengaruhi tulang yang berdekatan.
(Robbins, 2015)

Seringkali ada kelainan bentuk luar yang minimal dan osteoartritis


menyebabkan sedikit peradangan. Terdapat gambaran kartilago artikular
yang terkikis kasar, eburnated, tidak teratur (∇) yang merupakan khas
osteoartritis. Pada panel kanan terdapat formasi osteofit yang menonjol (∆)
dengan pelebaran margin caput femur. Pada awal patogenesis, cedera
kondrosit menyebabkan proliferasi kondrosit dengan pelepasan mediator
inflamasi dan protease yang merombak matriks dan tulang subkondral,
tetapi ketika bergejala, prosesnya telah berkembang menjadi kondrosit dan
hilangnya matriks dengan kerusakan tulang dan tampilan yang ditunjukkan
di sini. (Robbins, 2015)
b) Mikroskopik Osteoarthritis
Pada gambaran mikroskopik, ditemukan adanya celah vertikal tulang
rawan, penebalan trabekula tulang (fenomena reaktif) karena fibrosis, kista
subkondral (terkait dengan kehilangan tulang rawan), +/- peradangan
ringan (limfosit), +/- villous hyperplasia (sinovium memiliki proyeksi

seperti jari ke dalam ruang sendi, sinovium normal memiliki permukaan


yang rata), osteofit (penonjolan yang mengeras di tepi tulang rawan
artikular (taji tulang)), terlihat juga kalsifikasi tulang rawan tapi itu
dianggap karena penuaan. (Mollinet et al, 2020)

c) Radiografi Osteoarthritis
Panel kiri menunjukkan osteoartritis degeneratif dengan
penyempitan celah sendi (∇) dan pelebaran lateral yang lebih besar ( )
pada sendi distal interphalangeal (DIP) daripada sendi proksimal
interphalangeal (PIP). Ada subluksasi ( ) pada sendi DIP juga, paling
banyak ditandai pada digit kedua. Pangkal ibu jari (∆) telah menandai
osteoartritis. Pelvis di panel kanan menunjukkan penyempitan celah sendi
(∇) dari pinggul kiri dengan osteoarthritis. Sendi pinggul dan lutut
biasanya terlibat karena merupakan sendi yang menahan beban berat.
Perubahan degeneratif ini progresif dengan penuaan, tetapi ankilosis sendi
tidak mungkin terjadi. (Robbins, 2015)
B. Rheumatoid Arthritis
a) Gross Rheumatoid Arthritis
Deviasi ulnaris yang menonjol (◀) pada tangan dan deformitas
hiperekstensi fleksi (leher angsa) (∆) pada jari-jari. Penyakit autoimun ini
menyebabkan peradangan dengan proliferasi sinovial (pembentukan
pannus) yang menyebabkan kerusakan sendi, biasanya dalam pola simetris
yang pertama melibatkan sendi kecil tangan dan kaki, diikuti oleh
pergelangan tangan, pergelangan kaki, siku, dan lutut. Banyak pasien
memiliki alel HLA-DRB1 tertentu, menunjukkan kerentanan genetik.
Paparan agen infeksi dapat memulai respon inflamasi yang berlanjut
sebagai reaksi autoimun ke berbagai jaringan, terutama sinovium, tetapi
juga pembuluh darah dan jaringan lunak. Aktivasi limfosit CD4
menyebabkan produksi sitokin, terutama faktor nekrosis tumor (TNF-α)
dan IL-1. (Robbins, 2015)
b) Mikroskopik Rheumatoid Arthritis
Sinovium ini menunjukkan peradangan kronis yang ditandai dengan
kumpulan limfosit dan sel plasma yang menghasilkan area biru (◊) yang
muncul dalam proliferasi nodular di bawah sinovium (∆). Proses ini
membentuk "pannus" proliferatif yang merusak melalui pelepasan
kolagenase dan menghasilkan erosi tulang rawan artikular yang
berdekatan, akhirnya menghancurkan sendi dan menyebabkan deformitas
dan ankilosis. Peradangan meningkatkan RANKL yang mengaktifkan
osteoklas untuk meningkatkan destruksi tulang. Aspirasi cairan sendi
biasanya menunjukkan peningkatan kekeruhan, penurunan viskositas,
peningkatan protein dan leukositosis dengan dominasi neutrofil. (Robbins,
2015)

Nodul rheumatoid memiliki area sentral dari nekrosis fibrinoid (*)


dikelilingi oleh makrofag epiteloid palisading (∆) dan sel mononuklear
lainnya. Nodul yang keras dan tidak nyeri tekan terjadi pada sekitar
seperempat pasien dengan RA, biasanya mereka dengan keterlibatan yang
lebih parah. Mereka muncul di jaringan lunak di bawah kulit di atas
tonjolan tulang seperti siku. Mereka kadang-kadang muncul di organ
visceral, termasuk paru-paru dan jantung. RA mempengaruhi sekitar 1%
dari populasi. Wanita lebih sering terkena daripada pria. Onset sering pada
dekade kedua hingga keempat, tetapi RA terjadi pada rentang usia yang
luas. Sekitar setengah risiko RA berasal dari kerentanan genetik. (Robbins,

2015)

c) Radiografi Rheumatoid Arthritis


Tangan ini menunjukkan penyempitan celah sendi ( ) dengan erosi
marginal (∆) dan osteopenia, terutama melibatkan sendi PIP proksimal dan
sendi metakarpofalangeal. Tulang karpal hampir tidak dapat dibedakan
dari ankilosis. Pengeroposan tulang terutama juksta-artikular. Limfosit
CD4 yang teraktivasi membantu sel B memproduksi antibodi, terutama
IgM, yang diarahkan pada bagian Fc dari IgG, yang dikenal sebagai faktor
rheumatoid. Antibodi peptida citrullinated anti-siklik sering hadir.
Rheumatoid arthritis (RA) dapat dimulai secara diam-diam dengan
malaise, demam, dan nyeri dan nyeri umum sebelum pembengkakan sendi,
kehangatan, dan nyeri tekan muncul. RA cenderung mengikuti perjalanan
remisi dan eksaserbasi. Kekakuan pagi yang signifikan sering terjadi.
(Robbins, 2015)
C. Gouty Arthritis
a) Gross Gouty Arthritis
Sendi metatarsophalangeal pertama (jari kaki besar), seperti yang
ditunjukkan di sini, paling sering terkena serangan akut yang ditandai
dengan nyeri hebat, pembengkakan (∆) dan eritema pada sendi yang
terlibat, tetapi beberapa sendi mungkin terlibat. Asam urat hasil dari
pengendapan kristal natrium urat di sendi, dan kadang-kadang jaringan
lunak lainnya. Dalam kebanyakan kasus ada hiperurisemia. Asam urat
adalah titik akhir metabolisme purin, dan penurunan hypoxanthineguanine
phosphoribosyltransferase (HGPRT) di jalur penyelamatan purin
meningkatkan produksi jalur de novo urat. Peningkatan pergantian sel
dan/atau penurunan ekskresi asam urat ginjal juga dapat meningkatkan
asam urat serum. (Robbins, 2015)

b) Mikroskopik Gouty Arthritis


Gout tophaceous dihasilkan dari pengendapan kristal MSU yang
berkelanjutan selama serangan gout akut. Kristal MSU memicu respons
inflamasi destruktif di sekitarnya. Area pucat (◊) terlihat di sini adalah
kumpulan kristal urat yang dikelilingi oleh infiltrat inflamasi kronis
limfosit, makrofag, dan sel raksasa benda asing. Tofi paling sering
terbentuk di sekitar sendi, di jaringan lunak, termasuk tendon dan ligamen
dan lebih jarang di organ visceral. Deposisi urat juga dapat terjadi di
ginjal, dan sekitar 20% pasien dengan gout akhirnya dapat mengalami
gagal ginjal. (Robbins, 2015)

Aspirasi cairan sinovial dari sendi pada pasien dengan gout dapat
diperiksa adanya kristal MSU berbentuk jarum. Jika kristal ini diamati di
bawah cahaya terpolarisasi dengan kompensator merah, mereka tampak
negatif birefringent (kuning) mirip dengan ( ) pada sumbu utama
("lambat") dari kompensator dan biru dalam arah tegak lurus yang
berlawanan. Risiko asam urat termasuk peningkatan konsumsi alkohol,
obesitas, obat-obatan seperti tiazid, dan keracunan timbal. (Robbins, 2015)
c) Radiografi Gouty Arthritis
Gout kronis terjadi sekitar 12 tahun setelah serangan akut awal. Hal
ini ditandai dengan pengendapan urat menjadi massa berkapur yang
dikenal sebagai tophus. Tophi dapat muncul di sekitar sendi dan tulang
yang berdekatan, seperti yang terlihat di sini (∆) secara radiografi. Tophus
dapat mengikis dan menghancurkan tulang yang berdekatan. Aspirasi
sendi selama serangan gout akut menunjukkan peningkatan kekeruhan,
penurunan viskositas, dan leukositosis dengan banyak neutrofil. Pada
mikroskop, kristal birefringent monosodium urat (MSU) berbentuk jarum
muncul dalam cairan. Kristal mengaktifkan komplemen dan menarik
neutrofil yang memfagosit kristal dan kemudian melepaskan leukotrien,
prostaglandin, radikal bebas, dan enzim lisosom untuk menghasilkan
peradangan. (Robbins, 2015)

7. A. Farmakokinetika Obat Nyeri di Warung


Asam mefenamat diabsorbsi dengan cepat dari saluran gastrointestinal
apabila diberikan secara oral. Kadar plasma puncak dapat dicapai 1 sampai 2
jam setelah pemberian 2x250 mg kapsul asam mefenamat; Cmax dari asam
mefenamat bebas adalah sebesar 3.5µg/mL dan T1/2 dalam plasma sekitar 3
sampai 4 jam. Pemberian dosis tunggal secara  oralsebesar  1000  mg
memberikan kadar plasma puncak sebesar 10 µg/mL selama 2 sampai 4 jam
dengan T1/2 dalam plasma sekitar  2 jam. Pemberian  dosis ganda memberikan
kadar plasma puncak yang proporsional tanpa adanya bukti akumulasi dari obat.
Pemberian berulang asammefenamat (kapsul 250 mg) menghasilkan kadar
plasma puncak sebesar 3.7 sampai 6.7µg/mL dalam 1 sampai 2.5 jam setelah
pemberian masing-masing dosis. (Departemen  Farmakologi  dan  Terapeutik
UI, 2017)
Asam mefenamat memiliki dua produk metabolit, yaitu hidroksimetil
dan turunan suatu karboksi, keduanya dapat diidentifikasi dalam plasma dan
urin. Asam mefenamat danmetabolitnya berkonjugasi dengan asam glukoronat
dan sebagian besar diekskresikan lewat urin, tetapi ada juga sebagian kecil yang
melalui feces. Pada pemberian dosis tunggal, 67%dari total dosis diekskresikan
melalui urin sebagai obat yang tidak mengalami perubahan atausebagai 1 dari 2
metabolitnya. 20-25% dosis diekskresikan melalui feces pada 3 hari pertama.
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik UI, 2017)

B. Farmakodinamika Obat Nyeri di Warung


Asam mefenamat dapat digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri sedang
dalam berbagai kondisi seperti nyeri otot, nyeri sendi, nyeri ketika atau
menjelang haid, sakit kepaladan sakit gigi. Secara terperinci efek dari asam
mefenamat antara lain: (Katzung, 2018)
1. Nyeri perut ketika masa menstruasi (dysmenorrhoea)
2. Pendarahan yang tidak normal pada saat menstruasi
3. Sakit kepala
4. Penyakit yang disertai dengan radang
5. Nyeri otot (myalgia)
6. Osteoarthritis
7. Nyeri dan inflamasi
8. Nyeri pada saat melahirkan
9. Nyeri ketika dioperasi
10. Sakit gigi.

Karena asam mefenamat termasuk kedalam golongan (NSAID), maka


kerja utama kebanyakan nonsteroidal anti inflammatory drugs (NSAID) adalah
sebagai penghambat sintesis prostaglandin, sedangkan kerja utama obat anti
radang glukokortikoid menghambat pembebasan asam arakidonat. (Katzung,
2018)
Asam mefenamat bekerja dengan membloking aktivitas dari suatu enzim
dalam tubuh yangdinamakan siklooksigenase. Siklooksigenase adalah enzim
yang berperan pada beberapa proses produksi substansi kimia dalam tubuh, salah
satunya adalah prostaglandin. Prostaglandin diproduksi dalam merespons
kerusakan/adanya luka atau penyakit lain yangmengakibatkan rasa nyeri,
pembengkakan dan peradangan. Prostaglandin (PG) sebenarnya bukan sebagai
mediator radang, lebih tepat dikatakan sebagai modulator dari reaksi radang.
Sebagai penyebab radang, PG bekerja lemah, berpotensi kuat setelah
berkombinasi denganmediator atau substansi lain yang dibebaskan secara
lokal, autakoid seperti histamin, serotonin, PG lain dan leukotrien.
Prostaglandin paling sensibel pada reseptor rasa sakit didaerah perifer.
Prostaglandin merupakan vasodilator potensial, dilatasi terjadi pada arteriol,
prekapiler, pembuluh sfingter dan postkapiler venula. Walaupun PG merupakan
vasodilator potensial tetapi bukan sebagai vasodilator universal. Selain PG dari
alur sikooksigenase juga dihasilkan tromboksan. Tromboksan A2
berkemampuan menginduksi agregasi platelet maupun reaksi pembebasan.
(Katzung, 2018)

8. A. Faktor Resiko Osteoarthritis


Kegemukan, faktor genetik dan jenis kelamin adalah faktor resiko umum
yang penting. Selain itu masih banyak lagi beberapa faktor resiko Osteoarthritis,
yaitu:
a. Umur
Dari semua factor resiko untuk timbulnya OA, factor ketuaan adalah
yang terkuat. Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. OA hampir tak pernah pada anak anak, jarang pada
umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun. Akan
tetapi harus diingat bahwa oa akibat ketuaan saja. Perubahan tulang rawan
sendi pada ketuaan berbeda dengan perubahan pada OA.
b. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena oa lutut dan oa banyak sendi, dan lelaki
lebih sering terkena oa paha, pergelangan tangan dan leher. Secara
keseluruhan, di bawah 45 tahun frekuensi oa kurang lebih sama pada laki
laki dan wanita, tetapi di atas 50 tahun, frekuensi OA lebih banyak pada
wanita daripada pria.
c. Suku Bangsa
Prevalensi pada pola terkenanya sendi pada oa nampaknya terdapat
perbedaan diantara masing masing suku bangsa. Misalnya OA paha lebih
jarang diantara orang orang kulit hitam dan Asia daripada kaukasia. OA
lebih sering dijumpai pada orang orang Amerika asli daripada orang orang
kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup
maupun perbedaan pada frekuensi kelainan Kongenital dan pertumbuhan. 
d. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya oa misalnya, pada ibu
dari seorang wanita denga OA pada sendi sendi interfalang distal terdapat
dua kali lebih sering OA pada sendi sendi tersebut, pada anak anaknya
perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering, daripada ibu dan
anak perempuan perempuan dari wanita tanpa doa tersebut. 
e. Kegemukan dan Penyakit Metabolik
Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya
resiko untuk timbulnya oa baik pada wanita maupun pria. Kegemukan
ternyata tak hanya berkaitan denga noa pada sendi yang menanggung
beban, tapi juga denga noa sendi lain. Oleh karena itu disamping factor
mekanis yang berperan, diduga terdapat factor lain yang berperan pada
timbulnya kaitan tersebut. Peran factor Metabolik dan Hormonal pada
kaitan antara oa dan kegemukan juga di Sokong oleh adanya ikatan antara
oa dengan penyakit jantung coroner, Diabetes Diabetes militus dan
hipertensi. Pasien pasien osteoarthritis ternyata mempunyai resiko
penyakit jantung coroner dan hipertensi yang lebih tinggi daripada orang
orang tanpa osteoarthritis.
f. Cedera Sendi, Pekerjaan dan Olahraga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus
menerus berkaitan dengan peningkatan resiko osteoarthritis tertentu.
Demikian juga cedera sendi dan olahraga yang sering menimbulkan cedera
sendi berkaitan dengan resiko osteoarthritis yang lebih tinggi. Peran beban
benturan yang berulang pada timbulnya osteoarthritis masih menjadi
pertentangan. Aktivitas aktivitas tertentu dapat menjadi free disposisi
osteoarthritis cedera traumatic yang dapat mengenai sendi. Akan tetapi
selain saudara yang nyata, hasil hasil penelitian tak menyokong pemakaian
yang berlebihan sebagai suatu factor untuk timbulnya osteoarthritis.
g. Kelainan Pertumbuhan
Kelainan Kongenital dan pertumbuhan paha (misalnya pada penyakit
perthes dan Dislokasi Kongenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya
osteoarthritis paha pada usia muda. Mekanisme ini juga diduga berperan
pada lebih banyaknya osteoarthritis paha pada laki laki dan ras tertentu.
(Sudoyo, 2009)

B. Manifestasi Klinis Osteoarthritis


Beberapa manifestasi klinis yang sering timbul pada pasien Osteoarthritis
adalah sebagai berikut :
a. Nyeri Sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa
pasien ke dokter (meskipun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan
berubah bentuk nya). Nyeri biasanya bertambah dengan Gerakan dan
sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa Gerakan tertentu kadang
kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih disbanding Gerakan yang lain.
Nyeri pada osteoarthritis juga dapat berupa penjalaran atau akibat
radikulopati, misalnya pada osteoarthritis servical dan lumbal. Astro
Artritis lumbal yang menimbulkan stenosis spinal mungkin menimbulkan
keluhan nyeri di betis yang biasa disebut dengan Cloudicatio intermitten.
b. Hambatan Gerakan Sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan pelan
sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
c. Kaku Pagi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah
imobilitas, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup
lama atau bahkan setelah bangun tidur. 
d. Krepitasi
Rasa gemertak (kadang kadang dapat terdengar) pada sendi yang
sakit.
e. Pembesaran Sendi
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendi nya secara
pelan pelan membesar.
f. Perubahan Gaya Berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan passion. Hampir
semua pasien osteoarthritis pergelangan kaki, tumit, lutut atau Panggul
berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi
sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien
osteoarthritis yang umurnya tua. (Sudoyo, 2009)

9. A. Pemeriksaan Penunjang Osteoarthritis


Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk mendiagnosis OA.
Pemeriksaan darah membantu menyingkirkan diagnosis lain dan monitor terapi.
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk klasifikasi diagnosis atau untuk merujuk
ke ortopaedi. (PRI, 2020)

B. Komplikasi Osteoarthritis
Komplikasi yang timbul bergantung pada lokasi sendi yang mengalami
OA dan bagaimana proses perbaikan yang terjadi selama dilakukan terapi.
Beberapa penyulit yang diakibatkan oleh berbagai patologi adalah efusi sinovial,
osteofit dan degenerasi jaringan sekitar sendi. Kerusakan sendi pada OA dapat
mengakibatkan malalignment dan subluksasi. Penyempitan celah sendi asimetris
mengakibatkan varus atau valgus. Fragmentasi permukaan sendi yang terjadi
berupa debris pada kavum sinovial atau osteochondral bodies yang tetap melekat
pada permukan sendi asalnya. Pada sendi lutut, efusi sinovial dapat
menyebabkan timbulnya kista Baker pada fosa poplitea. (PRI, 2020)

10. A. Alur Diagnosis Osteoarthritis


Pada seseorang yang dicurigai OA, direkomendasikan melakukan
pemeriksaan berikut ini : ( IRA, 2014) 
a. Anamnesis
 Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual) 
 Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit,
bila disertai inflamasi, umumnya dengan perabaan hangat, bengkak
yang minimal, dan tidak disertai kemerahan pada kulit) 
 Tidak disertai gejala sistemik
 Nyeri sendi saat beraktifitas
 Sendi yang sering terkena: Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMC I),
Proksimal interfalang (PIP) dan distal interfalang (DIP), dan Sendi
kaki: Metatarsofalang (MTP) pertama. Sendi lain: lutut, V. servikal,
lumbal dan hip.

 Faktor risiko penyakit : 


 Bertambahnya usia
 Riwayat keluarga dengan OA generalisata 
 Aktivitas fisik yang berat 
 Obesitas 
 Trauma sebelumnya atau adanya deformitas pada sendi
yang bersangkutan.

 Penyakit yang menyertai (sebagai pertimbangan dalam pilihan


terapi) : 
 Ulkus peptikum, perdarahan saluran pencernaan, penyakit
liver
 Penyakit kardiovaskular (hipertensi, penyakit jantung
iskemik, stroke 
 Penyakit ginjal
 Asthma bronkhiale (terkait penggunaan aspirin atau OAINs)
 Depresi yang menyertai.

 Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keluhan nyeri dan


fungsi sendi
 Nyeri saat malam hari (night pain) 
 Gangguan pada aktivitas sehari-hari 
 Kemampuan berjalan 
 Lain-lain: risiko jatuh, isolasi social, depresi
 Gambaran nyeri dan derajat nyeri (skala nyeri yang
dirasakan pasien).
b. Pemeriksaan Fisik
 Tentukan BMI
 Perhatikan gaya berjalan/pincang?
 Adakah kelemahan/atrofi otot
 Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi? 
 Lingkup gerak sendi (ROM)
 Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan
 Krepitus
 Deformitas/bentuk sendi berubah
 Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi
 Nyeri tekan pada sendi dan periartikular
 Penonjolan tulang (Nodul Bouchard’s dan Heberden’s)
 Pembengkakan jaringan lunak
 Instabilitas sendi.

c. Pendekatan untuk menyingkirkan diagnosis penyakit lain


 Adanya infeksi
 Adanya fraktur
 Kemungkinan keganasan
 Kemungkian Artritis Reumatoid

d. Pemeriksaan Penunjang
 Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk mendiagnosis OA.
Pemeriksaan darah membantu menyingkirkan diagnosis lain dan
monitor terapi.
 Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk klasifikasi diagnosis atau
untuk merujuk ke ortopaedi.
Secara radiografis, OA didefinisikan menurut kriteria
Kellgren-Lawrence. Sistem ini membagi OA menjadi 5 level dari 0
hingga 4, berdasarkan ada tidaknya osteofit, penyempitan celah
sendi, kista, deformitas, dan sklerosis. (Zaki, 2013) 
Magnetic resonance imaging (MRI) juga merupakan metode
diagnostik visual yang lebih sensitif daripada gambaran radiografis
konvensional. (Zaki, 2013)
Pemeriksaan Radiologi pada penderita OA menggunakan
kriteria penilaian Kellgren-Lawrence Grading Scales sebagai
berikut:
e. Perhatian khusus terhadap gejala klinis dan faktor yang
mempengaruhi pilihan terapi/ penatalaksanaan OA
 Singkirkan diagnosis banding
 Pada kasus dengan diagnosis yang meragukan, sebaiknya
dikonsulkan pada ahli reumatologi untuk menyingkirkan diagnosis
lain yang menyerupai OA. Umumnya dilakukan artrosentesis
diagnosis
 Tentukan derajat nyeri dan fungsi sendi
 Perhatikan dampak penyakit pada status sosial seseorang
 Perhatikan tujuan terapi yang ingin dicapai, harapan pasien, mana
yang lebih disukai pasien, bagaimana respon pengobatannya
 Faktor psikologis yang mempengaruhi. (IRA, 2014)
Pada pasien dengan skor kurang dari 6 dan tidak diklasifikasikan
sebagai AR, kondisinya dapat dinilai kembali dan mungkin kriterianya
dapat terpenuhi seiring berjalannya waktu.

Perbedaan Osteoarthritis dan Rheumatoid Arthritis


b. Gout Arthritis
Diagnosa banding lainnya yang perlu diingat yaitu pada kasus gout
yang merupakan penyakit deposisi kristal urat monosodium di
sendi/sinovium (Gout Arthritis).  Subkomite The American Rheumatism
Association menetapkan bahwa kriteria diagnostik untuk gout adalah:
(Sholihah, 2014)
a) Adanya kristal urat yang khas dalam cairan sendi.
b) Tofi terbukti mengandung kristal urat berdasarkan pemeriksaan
kimiawi dan mikroskopik dengan sinar terpolarisasi. 
c) Diagnosis lain, seperti ditemukan 6 dari beberapa fenomena klinis,
laboratoris, dan radiologis sebagai tercantum dibawah ini: 
 Lebih dari sekali mengalami serangan arthritis akut
 Terjadi peradangan secara maksimal dalam satu hari 
 Serangan artrtis monoartikuler
 Kemerahan di sekitar sendi yang meradang
 Sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki) terasa sakit
atau membengkak
 Serangan unilateral pada sendi tarsal (jari kaki)
 Serangan unilateral pada sendi MTP 1
 Dugaan tophus (deposit besar dan tidak teratur dari natrium
urat) di kartilago artikular (tulang rawan sendi) dan kapsula
sendi
 Hiperurikemia
 Pembengkakan sendi secara asimetris (satu sisi tubuh saja).

Diagnosis pasti dari artritis gout ditentukan hanya dengan


membuktikan adanya kristal asam urat dalam cairan sinovia/bursa atau
tophus. Diagnosis dapat dikonfirmasi melalui aspirasi persendian yang
mengalami inflamasi akut atau dicurigai topus Bila tak ada cairan,
sinovia/bursa atau tophus sebagai bahan untuk diperiksa, maka diagnosis
yang dibuat, adalah sementara dan dasar-dasar kriteria klinik ialah : 
 Serangan-serangan yang khas dari arthritis yang hebat dan periodik
dengan kesembuhan yang nyata diantara serangan
 Podagra
 Tofi
 Hiperurekemia
 Hasil yang baik dengan pengobatan kolkisin. (Sholihah, 2014)

11. Tata Laksana Osteoarthritis


Pengobatan yang dapat menyembuhkan OA sampai saat ini belum ditemukan.
Pengobatan lebih ditujukan pada pengurangan nyeri, menjaga atau mempertahankan
mobilitas dan mencegah terjadinya gangguan fungsi, memperbaiki kualitas hidup dan
mencegah terjadinya efek toksik dari obat. 
Tujuan penatalaksanaan pasien yang mengalami osteoartritis adalah untuk
edukasi pasien, pengendalian rasa sakit, memperbaiki fungsi sendi yang terserang
dan menghambat penyakit supaya tidak menjadi lebih parah. Pengelolaan
osteoartritis berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya osteoartritis
yang diderita. Penatalaksanaan osteoartritis terbagi atas beberapa hal,
yaitu: (Winangun, 2019)
a. Terapi non-Farmakologis
a) Edukasi atau penjelasan kepada pasien 
Edukasi meliputi kodisi pasien, apa yang harus dilakukan agar tak
memperparah atau mencegah terjadinya komplikasi, termasuk edukasi
untuk perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup disini meliputi
penurunan berat badan pada pasien osteoarthritis yang mengalami
overweight ataupun obesitas. Penurunan berat badan tersebut dapat
mempengaruhi keluhan dan keberhasilan penanganan yang diberikan.
Pasien osteaoarthritis dengan BMI > 25 maka ditargetkan untuk
penurunan BMI sebanyak 5% dari berat badan (BMI 18,5-25).
Perubahan gaya hidup lain yang disarankan adalah makan dengan
makanan yang sehat serta seimbang komponennya, istirahat atau
mengurangi risiko-risiko yang membuat terjadinya osteoarthritis. Pasien
osteoarthrtitis yang memiliki pekerjaan atau aktivitas yang berat tentu
harus mengurangi aktivitasnya. Kondisi sendi yang dipaksa untuk
melakukan fungsinya sedangkan kondisinya tidak seperti waktu normal
maka tentu akan semakin memperparah kondisinya. Edukasi sangatlah
penting untuk memotivasi pasien bahwa ia bisa hidup mandiri,
walaupun masih belum ditemukan penanganan yang dapat
menyembuhkan osteoarthtritis.

b) Terapi fisik atau rehabilitasi 


Berfungsi untuk memperkuat otot, dan berguna untuk perbaikan
pergerakan sendi. Keduanya dilakukan oleh semua pasien osteoarthritis
baik yang tidak melakukan bedah ataupun yang telah melakukannya.
Fungsi latihan dan terapi fisik sama-sama untuk segera membuat sendi
dapat berfungsi lebih baik sehingga menuntun pasien untuk menjadi
mandiri, dan dapat menurunkan disabilitas yang terjadi pada pasien
osteoarthritis, salah satu latihan yang bisa digunakan adalah dengan
bersepeda atau berenang. (Sidiq, 2014)

c) Olahraga
Jenis olahraga yang dianjurkan adalah olahraga yang tidak
memberi beban terhadap sendi, seperti olahraga akuatik, jalan cepat, tai
chi dan aerobik. 

d) Penurunan berat badan


Dilakukan pada pasien OA simtomatik dan pasien dengan IMT >
25 kg/m2, dengan target IMT 18,5 – 25 kg/m2.
e) Diet rendah kalori
f) Fisioterapi. dapat dilakukan untuk memperkuat otot dan memperluas
ROM
g) Penggunaan alat bantu gerak
h) Elektroterapi: belum dapat dipastikan dalam beberapa pedoman terapi
internasional
i) Akupuntur: tidak dianjurkan dalam beberapa pedoman terapi, tetapi
dapat dipertimbangkan pada OA lutut.

b. Terapi Farmakologis
Penanganan secara farmakologis yang secara luas dipakai adalah obat
pereda nyeri, karena mampu mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri yang
dirasakan sangat mengganggu kehidupan pasien osteoarthritis. Kombinasi
penanganan farmakologis dan non farmakologis akan lebih efektif.
Pereda nyeri lini pertama yang digunakan adalah acetaminophen,
karena lebih aman untuk pencernaan dan efektif untuk menurunkan nyeri.
Gejala nyeri yang ringan atau sedang dapat menggunakan acetaminophen (<4
gram/hari), atau NSAID. Penggunaan NSAID apabila pengobatan lini
pertama tidak memberikan efek pereda nyeri atau adanya kontraindikasi
untuk acetaminophen. Apabila terdapat kontraindikasi untuk penggunaan
NSAID dapat diganti dengan acetaminophen, NSAID topikal, atau NSAID
oral dengan obat protektor lambung.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dalam penggunaan NSAID dalam
jangka panjang dapat menyebabkan permasalahan pada saluran pencernaan
terutama lambung, ginjal, bahkan pada sitem kardiovaskuler. Derajat nyeri
sedang- berat dengan kondisi sendi yang bengkak, dapat dilakukan tindakan
injeksi glukokortikoid. Pemberian injeksi tersebut untuk jangka pendek (1-3
minggu) selain dari NSAID. NSAID memang sering digunakan untuk nyeri
sedang-berat, namun penggunaannya dimulai dengan dosis paling kecil.
NSAID tidak terbatas pada obat oral sistemik, namun terdapat NSAID
topikal. NSAID topikal banyak baik dalam bentuk krim, balsem, gel, dan
bentuk lainnya, dapat mengurangi rasa nyeri namun hanya terbatas pada
beberapa sendi. Derajat nyeri yang ringan bisa diredakan dengan penggunaan
NSAID topikal, namun hal tersebut dapat menyebabkan kondisi kering pada
kulit. Diclofenac sodium dalam sediaan topikal sering digunakan pada topikal
untuk pereda nyeri, selain itu juga terdapat kandungan capsaicin.
Penangan farmakologis lainnya pun dapat dilakukan seperti misalnya
injeksi kortikosteroid dengan jangka 1-3 minggu dalam pereda nyeri, injeksi
hyaluronan dengan efek lambat namun berfungsi dalam jangka lebih panjang
dibanding dengan injeksi kortikosteroid. Obat oral lainnya sebagai DMOADs
(Disease Modifying Drug For OA) yaitu glucosamin yang fungsinya masih
terus diteliti, dikatakan berfungsi untuk menurunkan rasa nyeri dan harapan
dapat memperbaiki sel-sel pada persendian. (Winangun, 2019)
c. Tindakan Operatif
Tindakan operatif dipertimbangkan pada OA berat, OA ringan dan
sedang yang gagal terapi konvensional, dan pasien dengan kerusakan struktur
tertentu. Beberapa jenis tindakan yang dapat dilakukan:
a) Artroplasti
Artroplasti adalah tindakan yang dilakukan untuk mengganti
sendi yang ada dengan prostesis. Tindakan ini dilakukan apabila
modalitas terapi lain tidak efektif. Pergantian sendi total adalah pilihan
terapi terbaik untuk mengatasi nyeri dan mengembalikan fungsi sendi.
Prostesis yang dapat digunakan berbahan plastik ataupun logam dan
dapat bertahan hingga 10-15 tahun apabila tidak ada komplikasi.
Contoh artroplasti adalah total knee replacement dan total hip
replacement.

b) Osteotomi
Osteotomi adalah tindakan membuang sebagian dari tulang untuk
memperbaiki fungsi sendi dan menghindari/menunda artroplasti.
Ostetomi dilakukan pada pasien < 60 tahun dengan sendi panggul
ataupun lutut yang mengalami kelainan bentuk.

c) Artroskopi
Artroskopi adalah tindakan yang lebih tidak invasif, umumnya
dilakukan pada lutut. Indikasi dilakukan artroskopi adalah kerusakan
ligamen dan meniskus pada lutut. Dalam pengobatan OA sendiri,
artroskopi dinilai kurang memiliki manfaat. (Desiana & Sindy, 2019)

12. A. Pencegahan Osteoarthritis dalam Perspektif Medis


a. Pencegahan Primer
Sebagai pencegahan primer dari OA, hal yang harus diperhatikan
yaitu, mencegah faktor-faktor risiko OA agar tidak berkembang menjadi
kerusakan tulang rawan sendi yang permanen. Adapun faktor-faktor resiko
OA yaitu : (Sujata, 2017)
a) Faktor Resiko Sistemik :
 Genetik : beberapa individu memiliki kelainan genetik dengan
kerusakan tulang rawan sendi yang lebih progresif
dibandingkan individu lainnya.
 Penuaan : dimana kartilago menua, memperlihatkan
berkurangnya selularitas, menurunnya konsentrasi
proteoglycan, dan menghilangnya elastisitas. 
 Jenis kelamin : OA lebih sering ditemukan pada
wanita. (Salter, 1999)
b) Faktor Resiko Lokal :
 Obesitas 
 Cedera/ operasi 
 Cedera stress repetisi 
 Gangguan mekanik akibat adanya kondisi yang
melatarbelakangi (pasca trauma, displasia sendi, pekerjaan,
densitas tulang, obesitas, terkait pekerjaan dengan beban berat,
obesitas, dll). (Salter, 1999)

b. Pencegahan Sekunder
Bagi pasien-pasien yang sudah menderita OA, ada beberapa latihan
dan edukasi yang direkomendasikan untuk mengurangi gejala dan
memperbaiki kualitas hidup, diantaranya adalah : 
a) Latihan terapeutik dengan beban yang ringan direkomendasikan
untuk mempertahankan luas gerak sendi dan menguatkan otot-otot
disekeliling sendi yang mengalami OA. 
b) Untuk OA lutut direkomedasikan penurunan berat badan. Hal ini
berguna untuk mengurangi progresivitas OA sekaligus juga berguna
untuk kesehatan 3. Edukasi pasien untuk dapat memahami kondisi
penyakit mereka, dan menganjurkan untuk terus aktif dan
mempertahankan mobilitasnya, karena bila sendi tidak digunakan
akan dapat menyebabkan imobilitas lebih lanjut. (Usatine et al,
2019)

B. Pencegahan Osteoarthritis dalam Perspektif Islam


Penyakit yang sering dialami lansia adalah penyakit persendian atau
osteoartritis. Sebagian besar lansia mempunyai keluhan pada sendi-sendinya,
misalnya; nyeri, linu, dan pegal. Dzikir sebagai penyembuh terhadap nyeri
diantaranya dengan berdzikir menghasilkan beberapa efek medis dan psikologis
yaitu akan menyeimbangkan keseimbangan kadar serotonin dan neropineprin di
dalam tubuh, dimana fenomena ini merupakan morfin alami yang bekerja
didalam otak serta akan menyebabkan hati dan pikiran merasa tenang
dibandingkan sebelum berzikir. dengan melakukan dzikir khafi merupakan
penggerak emosi perasaan, dzikir ini muncul melalui rasa tentang penzahiran
keagungan dan keindahan allah swt, sehingga akan dapat pula mempengaruhi
pola koping sesorang dalam menghadapi nyeri sebagai sressor, sehingga stres
respon yang bebeda. koping yang adaptif akan mempermudah seseorang
mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan
seseorang mengatasi nyeri. allah berfirman dalam Al-qur’an Surat Al-Rad: 28,
yang berbunyi :
“Orang-orang yang beriman, hati mereka menjadi tentram dengan mengingat
(dzikir) kepada Allah. ingatlah hanya dengan mengingat allah hati menjadi
tentram” (QS.13:28). (Irawan, 2010)

Untuk mengatasi nyeri akibat rematik, pasien memang sebaiknya


berkonsultasi dengan dokter untuk mendapat pengobatan yang tepat. Tetapi kini,
ada cara mudah untuk meringankan rasa nyeri serta mencegah terjadinya
penyakit rematik dengan sebuah metode gerak tubuh yang dikenal dengan nama
senam rematik. “Untuk mencapai hasil maksimal, senam aerobik bisa dilakukan
3 hingga 5 kali dalam seminggu. Namun bila ada tanda radang seperti nyeri,
bengkak, merah atau gangguan gerak, hentikan latihan. Pasien juga harus
bertanya pada dokter kapan boleh dan harus latihan”. Surah Ar-Ra’d ayat 11 :

Artinya : “ Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga


mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” Kita diharuskan
berprasangka baik terhadap Allah dengan cara terus bersyukur, karena kita tidak
pernah tahu bahwa sebenarnya dibalik kegagalan itu tersimpan kebaikan untuk
kita. Dan selanjutnya kita melakukan perubahan strategi dalam hidup, misalnya
jika kita mengidap suatu penyakit janganlah kita selalu mengeluh dan berdiam
diri tanpa berusaha untuk menyembuhkan penyakit tersebut. (Irawan, 2010)
DAFTAR PUSTAKA

Departemen  Farmakologi  dan  Terapeutik UI. 2017. Farmakologi dan Terapi. Edisi
5.Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Desiana, Shinta Melia. Jessica Sindy Sirait. 2019. "EFEKTIVITAS SUPLEMENTASI
GLUKOSAMIN PADA TATALAKSANA OSTEOARTRITIS". Jurnal Farmasetis.
Vol 8. No 2. 59 - 66. ISSN : 2252-9721, ISSN : 2549-8126
Eroschenko, P. Victor. (2010). Atlas Histologi DiFiore dengan Korelasi Fungsional. Edisi
Ke-11. Jakarta: EGC.
Gartner, P. L., James, L. H. (2012). Atlas Berwarna Histologi. Edisi Kelima. Tangerang
Selatan: Binarupa Aksara.
H Panji Irawan. 2010. Atasi Nyeri Sendi. (http://www.suarakarya-
online.com/news.htm/2010/12/16/201596/atasi-nyeri-sendi)
Heidari, (2011). Knee osteoarthritis prevalence, risk factors, pathogenesis and features.
Caspian J Intern Med, 2(2), 205-212.
Isnaini Via Zuraiyahya, H. H. ( 2 Agustus 2020). PENGARUH INTERVENSI ALEVUM
PLASTER (ZIBINGER OFFICINALE DAN ALLIUM SATIVUM) TERHADAP
NYERI SENDI PADA LANSIA DENGAN. Surabaya.
Katzung,B.G.2018. Farmakologi Dasar dan Klinik, ed IV.Jakarta :Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins Basic Pathology. 9th ed. Philadelphia: Elsevier;
2014. p.95-96
Kusmiyati Y, Wahyuningsih HP. (2017) .Anatomi Fisiologi. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Maulina, M. (2017). KERUSAKAN PROTEOGLIKAN PADA OSTEOARTRITIS. Jurnal
Ilmiah Sains, 61-67.
Mochammad Sidiq, Fajar. 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Osteoarthritis
Knee Sinistra Di Rst Dr. Soedjono Magelang. Surakarta. Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Molinet M, Alves N, Vasconcelos A, Deana NF. Comparative study of osteoarthritis
induced by monoiodoacetate and papain in rabbit temporomandibular joints:
macroscopic and microscopic analysis. Folia Morphol (Warsz). 2020;79(3):516-527.
doi: 10.5603/FM.a2019.0104. Epub 2019 Sep 30. PMID: 31565788.
Paulsen, Friedrich., Waschke, Jens. (2017). Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi ke-24.
Singapore: Elsevier.
Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2020. Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis.
ISBN 978-979-3730-24-0
Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Penerbit
Buku Kedokteran. EGC. Jakarta
Salter, Robert B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 3rd Ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 1999
Sholihah, Fatwa Maratus. 2014. Diagnosis and Treatment Gout Arthritis. Lampung : Jurnal
Majority (3) : 7 
Snell, R. S. (2012). Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Dialih Bahasakan oleh Sugarto L.
Jakarta: EGC.
Sudoyo, A. W. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II (5th ed.). Interna Publishing.
Sujata Sovani M Shawn P. Grogan. Osteoarthritis. Detection, Pathophysiology, and Current/
Future Treatment Strategies. 2017
Tim Penyusun Perhimpunan Reumatologi Indonesia ( Indonesia Rheumatology Association/
IRA). 2014. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia Untuk Diagnosis dan
Pengelolaan Artritis Reumatoid
Tim Penyusun Perhimpunan Reumatologi Indonesia (Indonesia Rheumatology Association/
IRA). 2014. Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis. Jakarta : Perhimpunan
Reumatologi Indonesia
Usatine RP, Smith MA, Mayeaux EJ, Chumley H, Tysinger J. 2009. The Color Atlas of
Family Medicine. McGraw Hill
Winangun. 2019. "DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA KOMPREHENSIF
OSTEOARTRITIS". Jurnal Kedokteran. Vol 05. No 01. 125-142. p-ISSN 2460-9749,
e-ISSN 2620-5890.
Winangun. 2019. Diagnosis Dan Tatalaksana Komprehensif Osteoartritis. Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar : Jurnal Kedokteran p-ISSN 2460-9749 Vol.
05 No.01
Zaki, Achmad. 2013. Buku Saku Osteoarthritis Lutut. Cetakan Ke-1, Bandung: Celtics Press

Anda mungkin juga menyukai