Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

BRONKOPNEUMONIA

OLEH :

NI PUTU CINTHYA NAOMI HARTANTI

209012418

PROGRAM STUDI NERS (PROFESI)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN DIAGNOSA MEDIS BRONKOPNEUMONIA

A. KONSEP TEORI
1. DEFINISI
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di
dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya
(Ngemba,2015). Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu
suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya
mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering
menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri,virus,jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah
penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. (Rahayu,2012).
Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yang
meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada
jaringan paru melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan
atau melalui hematogen sampai ke bronkus (Tyastuti,2015).
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru pada bagian lobularis yang
ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh agen
infeksius seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang 6 ditandai
dengan gejala demam tinggi, gelisah, dispnoe, napas cepat dan dangkal
(terdengar adanya ronkhi basah), muntah, diare, batuk kering dan produktif
(Saputri,2008 dalam Dicky, 2017).
2. ETIOLOGI
Bronchopneumonia pada umumnya disebabkan oleh penurunan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen.
Penyebab bronchopneumonia yang biasa ditemukan antara lain (Padila,
2013) :
a. Bakteri
Bakteri yang menyebabkan terjadinya bronchopneumonia adalah:
streptococcus pneumonia, streptococcus aerous, streptococcus
pyogenesis, haemophilus influenza, klebsiella pneumonia,
pseudomonas aeruginosa.
b. Virus
Virus yang menyebabkan terjadinya bronchopneumonia adalah
virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet.
Penyebab utama pneumonia virus adalah Cytomegalo virus.
c. Jamur
Jamur yang menyebakan terjadinya infeksi adalah histoplasmosis
yang menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung
spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah, dan
kompos

3. KLARIFIKASI
Hariadi (2010) membuat klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan
epidemilogi serta letak anatomi.
a. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi
1. Pneumonia Komunitas (PK) adalah pneumonia infeksius pada
seseorang yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit.
2. Pneumonia Nosokomial (PN) adalah pneumonia yang diperoleh selama
perawatan di rumah sakit atau sesudahnya karena penyakit lain atau
prosedur.
3. Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari
lambung, baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada
paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena
bahan teraspirasi mungkin mengandung bakteri aerobic atau penyebab
lain dari pneumonia.
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia
yang terjadi pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah.
b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi
1. Pneumonia lobaris
Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu
atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai
pneumonia bilateral atau “ganda”.
2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) Bronkopneumonia terjadi
pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen
untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada
didekatnya.
3. Pneumonia interstisial Proses implamasi yang terjadi di dalam dinding
alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular
(Wong, 2004).

4. EPIDEMIOLOGI/ INSIDEN KASUS


Anak dengan daya tahan atau imunitas terganggu akan menderita
bronkopneumonia berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu
mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor
istrogen juga memicu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru,
anastesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna. 2 Insiden
penyakit ini pada negara berkembang termasuk indonesia hampir 30% pada
anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko kematian yang tinggi,
sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh
penyakit pada anak di bawah umur 2 tahun. Insiden pneumonia pada anak ≤5
tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara
berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih
dari 5 juta kematian pertahun pada anak balita dinegara berkembang.

5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari bronchopneumonia yaitu (Riyadi & Sukarmin,
2009):
a. Biasanya didahului dengan infeksi saluran pernafasan atas selama
beberapa hari
b. Demam (39o-40oC) kadang-kadang disertai dengan kejang karena
demam yang tinggi
c. Anak sangat gelisah, adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang
dicetuskan oleh bernafas dan batuk
d. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut
e. Kadang-kadang disertai muntah dan diare
f. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi
6. PATOFISIOLOGI
Bronchopnuemonia adalah infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh
virus, jamur, bakteri penyebab bronchopneumonia yang masuk ke saluran
pernafasan sehingga terjadi peradangan pada bronkus, alveolus, dan jaringan
sekitarnya. Peradangan pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif, mual dan muntah,
setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu (Wijayaningsih, 2013):
a. Stadium I/Hiperemia (4-12 jam pertama/kongesti)
Hiperemia, mengacu pada respon perdangan permulaan yang berlangsung
pada daerah yang baru terinfeksi. Hiperemia di tandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia terjadi
akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan, edema antara kapiler dan alveolus.
b. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Hepatisasi merah, terjadi ketika alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh pejamu (host) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit, dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli
tidak ada atau sangat minimal yang mengakibatkan anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3-8 hari)
Hepatisasi kelabu terjadi ketika sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi. Endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositostis sisa-sisa sel. Pada tadium ini eritrosit di
dalam alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin
dan leukosit, warna menjadi pucat kelabu serta kapiler darah tidak lagi
kongesti.
d. . Stadium IV/ Resolusi (7-12 hari)
Stadium resolusi terjadi ketika respon imun dan peradangan mereda,
sisasisa sel fibrin dan eksudat lisis diabsorbsi oleh magrofag sehingga
jaringan kembali ke struktrunya semula. Peradangan pada bronkus di
tandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk
produkif, ronchi positif, mual dan muntah, bila penyebaran kuman sudah
mencapai alveolus maka akan terjadi komplikasi kolaps alveoli, fibrosis,
empisema dan atelectasis.
7. PATHWAY
Faktor Penyebab
(Virus, bakteri, jamur)

Masuk ke saluran pernafasan

Peradangan pada bronkus

Invasi saluran pernafasan Infeksi saluran nafas bawah

Mucus di bronkus ↑ Penumpukan secret pada bronkus
Dilatasi pembuluh darah

Bau mulut tidak Eksudat masuk ke alveoli
sedap Demam Bersihan Jalan Nafas Tidak
Efektif
PCO2 meningkat/menurun
Anoreksia Hipertermia
PCO2 meningkat/menurun
BB menurun
PO2 menurun
Defisit Nutrisi Suplai O2 dalam
darah ↓ Gangguan difusi gas

Nafas cuping hidung


Hipoksia

Gangguan Pertukaran
Intoleransi Dyspnea Gas
Aktivitas

Pola Nafas
Tidak Efektif
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada anak balita dengan bronchopneumonia antara lain
(Riyadi & Sukarmin, 2009):
1). Pemberian penisilin 50.000 U/kg BB/hari, ditambah dengan
kloramfenikol 50- 70 mg/kg BB/hari atau diberikan obat antibiotik yang
mempunyai spektrum luas seperti obat ampisilin. Pengobatan ini
diteruskan sampai anak bebas demam yaitu 4-5 hari. Tujuan dari
pemberian obat kombinasi adalah untuk menghilangkan penyebab
infeksi yang kemungkinan lebih dari 1 jenis dan untuk menghindari
resistensi obat antibiotik.
2). Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian asam basa dengan
pemberian oksigen dan pemberian cairan intravena, biasanya diperlukan
adanya campuran glukosa 5% dan Nacl 0,9% dalam perbandingan 3 : 1
ditambah larutan Kcl 10 mEq/500/l botol infus.
3). Sebagian besar anak balita dengan bronchopneumonia mengalami
asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat
diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri.
4). Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang nasogatrik pada
penderita yang sesak nafasnya sudah berkurang.
5). Pemberian inhalasi dengan salin normal serta beta agonis untuk
memperbaiki transport mukosilier seperti pemberian terapi nebulizer
dapat diberikan jika sekresi lendir yang berlebihan, yang bertujuan untuk
mempermudah mengeluarkan dahak dan meningkatkan lebar lumen
pada bronkus.
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer Arif 2000, pemeriksaan penunjang dari Bronkopnemonia
adalah :
1). Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan predominan
polimorfonuklear atau dapat ditemukan leukopenia yang menandakan
prognosis buruk. Dapat ditemukan anemia ringan atau sedang.
2). Pemeriksaan radiologi memberi gambaran bervariasi: - Bercak
konsolidasi merata para bronkopneumonia. - Bercak konsolidasi satu
lobus pada pneumonia lobaris. - Gambaran pneumonia difus atau infiltrat
interstisialis pada pneumonia stafilokokus.
3). Pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap tenggorok, sekresi
nasofaring, bilasan bronkus atau sputum, darah, aspirasi trakea, pungsi
pleura atau aspirasi paru.
10. THERAPHY
Menurut Mansjoer Arif 2000, penatalaksanaan medis bronkopneumonia
adalah:
a. Oksigen 1-2 liter
b. IVFD dextrose 10%; NaCl 0,9%=3:1, +KClL 10mEq/500ml cairan.
c. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan
d. an enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feading drip.Jika
sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transfor mukosilier.
e. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
f. Anti biotik sesuai dengan hasil biakan atau berikan:
11. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada bronchopneumonia adalah (Wijaya & Putri,
2013):
a).Atelektasis Atekektasis merupakan pengembangan paru-paru yang tidak
sempurna atau kolaps paru akibat kurangnya mobilasi atau reflek batuk
hilang
b). Empisema
Empisema merupakan keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau terdapat pada seluruh rongga pleura
c).Otitis Media Akut
d). Meningitis
Meningitis merupakan infeksi yang menyerang selaput otak
12. Faktor Risiko Penyebab
Faktor risiko penyebab timbulnya bronchopneumonia adalah (Wijayaningsih,
2013):
a. Faktor predisposisi
1). Usia atau umur
2). Genetik
b. Faktor pencetus
1) Gizi buruk atau gizi kurang
2) Berat badan lahir rendah (BBLR)
3) Tidak mendapatkan ASI yang memadai
4) Imunisasi yang tidak lengkap
5) Polusi udara
6) Kepadatan tempat tinggal
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Identitas pasien
Pada identitas yang perlu dikaji meliputi nama, nomor rekam medis,
jenis kelamin, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, status, agama, dan umur pasien
b) Keluhan utama
Keluhan utama pada anak balita bronchopneumonia dengan defisit
nutrisi adalah penurunan nafsu makan, mual, muntah, dan diare.
c) Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh naik
sangat mendadak sampai 39o- 40oC dan kadang disertai kejang
karena demam yang tinggi.
2) Riwayat penyakit dahulu
Anak dengan bronchopneumonia sebelumnya pernah menderita
penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun seperti,
bronchopneumonia
d) Pengkajian Nutrisi
Pengkajian nutrisi meliputi A (antropometric measurement)
pengukuran antropometri, B (biochemical data) data biomedis, C
(clinical sign) tanda-tanda klinis status gizi, D (dietary) tentang diet.
e) Pemeriksaan Fisik
1. Stasus penampilan kesehatan : lemah
2. Tingkat kesadaran kesehatan : kesadaran normal, letargi, strupor,
koma, apatis tergantung tingkat penyebaran penyakit.
3. Tekanan Darah
4. Frekuensi nadi : takikardia
5. Frekuensi napas : takipnea, dispnea progesif pernapasaan dangkal,
penggunaan otot bantu pernapasaan dan pelebaran nasal.
6. Suhu tubuh hipertemia akibat penyebaran toksik mikroorganisme
yang direspon oleh hipotalamus.
7. Berat badan dan tinggi badan kecenderungan berat badan anak
mengalami penurunan.
8. Integumen kulit
a). Warna : pucat sampai sianosis
b). Suhu : pada hipertemia kulit terbakar panas akan tetapi
setelah hipertemia teratasi kulit anak akan terba dingin
9. Kepala dan mata kepala
a). Perhatikan bentuk dan kesimetrisan.
b). Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan
yang nyata.
c). Periksa hygiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan
rambut, perubahan warna.
10. Toraks dan paru
a). Inspeksi : terlihat pernapasan cuping hidung, menggunakan
otot bantu napas, napas cepat dangkal, sianosis sekitar
hidung dan mulut.
b). Palpasi : suara redup pada sisi yang sakit, hepar mungkin
membesar, vokal fremitus raba mungkin meningkat pada
sisi yang sakit dan nadi mungkin mengalami peningkatan
(takhicardia ), kadang turgor kulit kembali lebih dari 2
detik serta daerah akral dingin.
c). Perkusi : pekak terjadi bila berisi cairan pada paru,
normalnya timpani ( terisi udara resonansi).
d). Auskultasi: auskultasi sederhana dapat di lakukan dengan
cara mendekatkan telinga ke hidung atau mulut bayi. Pada
anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara 84
dengan stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang,
ronchi halus pada sisi yang sakit, dan ronchi basah pada
masa resolusi. Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofoni,
kadang terdengar bising gesek pleura
f) Pemeriksaan penunjang
1) Rontgen thoraks : terlihat konsolidasi satu dengan beberapa lobus
atau , adanya bercak-bercak infitrat pada satu atau beberapa lobus.
2) Hasil AGD : menunjukkan terjadi asidosis respiratorik dan
metabolik bila dalam keadaan berat.
3) Kultur sputum : positif terhadap kuman penyebab penyakit
4) Leukositosis : 15.000-40.0000/mm3 ( N : 5000-10.000/mm3)
5) Tes serologi
6) LED meningkat ( N : 1-20 mm/jam)
7) Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin turun.
2. Diagnosa
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan
b) Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
c) Gangguan pertukaran gas
d) Defisit nutrisi
e) Hipertermia
f) Diare
3. Recana keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi (SIKI) Rasional


(SLKI)
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan Observasi : Observasi :
nafas tidak efektif keperawatan selama … 1). Monitor pola 1. Untuk mengetahui
x24jam di harapkan napas(frekuensi, perkembangan
bersihan jalan nafas pasien kedalaman, usaha status kesehatan
efektif dengan kriteria napas) pasien
hasil : 2). Monitor bunyi napas 2. Untuk mengetahui
1) Batuk efektif meningkat tambahan suara nafas
2) Produksi sputum 3). Monitor tambahan
menurun sputum(warna, 3. Untuk mengetahui
3) Mengi menurun d. jumlah) warna sputum dan
Gelisah menurun Terapeutik jumlah sputum
4) Frekuensi napas 4). Pertahankan Terapeutik
membaik kepatenan jalan 4. Untuk mengetahui
napas perkembangan
5). Posisikan semi- status kesehatan
fowler atau fowler pasien
6). Berikan minum 5. Agar pasien merasa
hangat nyaman/ sesak
7). Berikan oksigen nafas mengurang
Kolaborasi 6. Untuk
8). Ajarkan teknik batuk mengeluarkan
efektif secret
Kolaborasi 7. Untuk mengurangi
9). Kolaborasi pemberia sesak nafas
bronkodilator, jika Kolaborasi
perlu 8. Agar lebih mudah
untuk
mengeluarkan
dahak
Kolaborasi
9. Agar mengurangi
sesak nafas
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan Observasi : Observasi :
efektif keperawatan selama … 1. Monitor frekuensi 1. Untuk mengetahui
x24jam di harapkan pola napas, kedalaman, frekuensi nafas
jalan nafas pasien efektif dan upaya napas 2. Untuk mengetahui
dengan kriteria hasil : 2. Monitor pola napas status kesehatan
1) Dispnea menurun 3. Monitor kemampuan pasien
2) Penggunaan otot bantu batuk efektif 3. Untuk mengetahui
napas menurun 4. Monitor adanya kemampuan batuk
3) Pemanjangan fase produksi sputum efektif pasien
ekspirasi menurun 5. Monitor adanya 4. Untuk mengetahui
4) Frekuensi napas sumbatan jalan napas adanya sputum
membaik 6. Auskultasi bunyi 5. Untuk mengetahui
5) Kedalaman napas napas adanya sumbatan
membaik 7. Monitor saturasi jalan nafas
6) Kesulitan bernapas oksigen 6. Untuk mengetahui
menurun Terapeutik : adanya/ tidak suara
8. Atur interval nafas tambahan
pemantauan respirasi 7. Untuk mengetahui
sesuai kondisi pasien saturasi oksigen
9. Informasikan hasil pasien
pemantauan, jika Terapeutik :
perlu 8. Agar pasien ;ebih
Edukasi nyaman
10. Jelaskan tujuan dan 9. Agar pasien
proedur pemantauan mengetahui
11. Informasikan hasil kondisinya
pemantauan, jika Edukasi
perlu 10. Agar pasien
mengetahui tujuan
prosedur dilakukan
11. Agar pasien
mengetahui kondisi
keadaannya

3 Gangguan Setelah dilakukan asuhan Observasi Observasi


pertukaran gas keperawatan selama … 15. Monitor frekuensi, 1. Untuk mengetahui
x24jam di harapkan irama, kedalaman, frekuensi, irama,
pertukaran gas meningkat dan upaya napas kedalaman, dan
dengan kriteria hasil : 16. Monitor pola napas upaya napas
1. Tingkat kesadaran baik (seperti bradipnea, 2. Untuk mengetahui
2. Tidak ada dyspnea takipnea, pola nafas pasien
3. Tidak ada bunyi napas hiperventilasi, 3. Untuk mengetahui
tambahan kussmaul, cheyne- kemampuan pasien
4. Pusing (-) strokes, biot, dan untuk batuk efektif
5. Penglihatan kabur (-) ataksik) 4. Untuk mengetahui
6. Diaphoresis (-) 17. Monitor kemampuan adanya produksi
7. Gelisah (-) batuk efektif sputum
8. Napas cuping hidung 18. Monitor adanya 5. Untuk mengetahui
(-) produksi sputum adanya sumbatan
9. PCO2 normal 19. Monitor adanya jalan napas
10. PO2 meningkat sumbatan jalan napas 6. Untuk mengetahui
11. Takikardia (-) 20. palpasi kesimetrisan kesimetrisan
12. pH arteri normal ekspansi paru ekspansi paru
13. sianosis (-) 21. auskultasi bunyi 7. Untuk mengetahui
14. warna kulit tidak pucat napas adanya suara
22. monitor saturasi tambahan napas
oksigen 8. Untuk mengetahui
23. monitor nilai AGD saturasi oksigen
24. monitor hasil x-ray pasien
thorax 9. Untuk mengetahui
Terapeutik nilai AGD
25. Atur interval 10. Untuk mengetahui
pemantauan respirasi hasil x-Ray
sesuai kondisi pasien Terapeutik
26. Dokumentasikan 11. Untuk mengetahui
hasil pemantauan kondisi pasien
12. Untuk mengetahui
Edukasi hasil pemantuan
27. Jelaskan tujuan dan Edukasi
prosedur pemantauan 13. Agar tujuan dan
28. Informasikan hasil prosedur dalam
pemantauan, jika itu pemantuan jelas
perlu 14. Agar informasi
Kolaborasi hasil pemanuat
29. Kolaborasi jelas
penentuan dosis Kolaborasi
oksigen 15. Agar oksigen
30. Kolaborasi diberikan sesuai
penggunaan oksigen yang dianjurkan
saat aktivitas dan 16. Agar oksigen dalam
atau tidur tubuh terpenuhi

4 Defisit nutrisi Setelah dilakukan asuhan Observasi: Observasi:


keperawatan selama … 1. Identifikasi status 1. Untuk mengetahui
x24jam di harapkan status nutrisi status nutrisi
nutrisi membaik dengan 2. Identifikasi alergi 2. Untuk mengetahui
kriteria hasil : dan intoleransi alergi dan
1. Porsi makanan yang makanan intoleransi
dihabiskan meningkat 3. Identifikasi makanan
2. Tidak ada penurunan perlunya penggunaan 3. Agar nutrisi dalam
Berat Badan atau IMT selang nasogastric tubuh terpenuhi
3. Nafsu makan meningkat 4. Monitor asupan 4. Untuk mengetahui
makanan asupan makanan
5. Monitor berat 5. Untuk mengetahui
badan adanya
Terapeutik: penurunan/peningk
6. Lakukan oral atan berat badan
hygiene sebelum Terapeutik:
makan, Jika perlu 6. Agar tidak bau
7. Sajikan makanan mulut
secara menarik dan 7. Agar nafsu makan
suhu yang sesuai pasien meningkat
8. Hentikan 8. Agar makanan bisa
pemberian makanan dirasakan oleh
melalui selang pasien dan nafsu
nasogastric jika makan pasien
asupan oral dapat meningkat
ditoleransi Edukasi
Edukasi 9. menggunakan
9. Anjurkan posisi gravitasi untuk
duduk, jika mampu memudahkan
10. Ajarkan diet yang proses menelan dan
diprogramkan menurunkan resiko
Kolaborasi terjadinya aspirasi.
11. Kolaborasi 10. Agar status nutrisi
dengan ahli gizi untuk pasien terpenuhi
menentukan jumlah Kolaborasi
kalori dan jenis 11. Agar pemenuhan
nutrien yang status nutrisi
dibutuhkan meningkat

5 Hipertermia Setelah diberikan asuhan Observasi Observasi :


keperawatan selama 3x24
1. Identifkasi 1. Untuk mengetahui
jam diharapkan suhu pasien
penyebab hipertermi penyebab
dalam rentang normal pada
(mis. dehidrasi hipertermi
kriteria hasil:
terpapar lingkungan 2. Untuk mengetahui
1.
panas penggunaan perubahan suhu
kemerahan
incubator) tubuh
2.
2. Monitor 3. Untuk mengetahui
normal (36,5oC –
suhu tubuh kaadar elektrolit
37,5OC)
3. Monitor agar tidak
3.
kadar elektrolit terjadinya
4. Monitor hipovelemia
haluaran urine 4. Untuk mengetahui
haluaran urine
Terapeutik
Terapeutik
5. Sediakan
lingkungan yang 5. Agar suhu tubuh
dingin pasien berubah
6. Longgarka 6. Untuk memberikan
n atau lepaskan kehangatan
pakaian sehingga
7. Basahi dan hipotalamus
kipasi permukaan memberikan respon
tubuh dingin
8. Berikan 7. Untuk menurunkan
cairan oral suhu tubuh
9. Ganti linen 8. Untuk mencegah
setiap hari atau lebih timbulnya
sering jika mengalami dehidrasi/ untuk
hiperhidrosis mengganti cairan
(keringat berlebih) tubuh yang hilang
10. Lakukan 9. Agar tidak
pendinginan eksternal timbulnya infeksi
(mis. selimut pada kulit
hipotermia atau 10. Untuk menurunkan
kompres dingin pada suhu tubuh pasien
dahi, leher, dada, 11. Agar mengetahui
abdomen,aksila) respon tubuh pasien
11. Hindari 12. Untuk memenuhi
pemberian antipiretik kebutuhan oksigen
atau aspirin
12. Batasi
Edukasi
oksigen, jika perlu

13. Untuk menurunkan


Edukasi
suhu tubuh
13. Anjurkan
Kolaborasi
tirah baring

14. Untuk mengganti


Kolaborasi
cairan aktif yang
14. Kolaborasi hilang
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

4. Implementasi

Implementasi merupakan suatu proses keperawatan yang dilakukan setelah


perencanaan keperawatan. Implementasi keperawatan adalah langkah keempat dari
proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk membantu pasien
yang bertujuan mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak ataupun
respon yang dapat ditimbulkan oleh adanya masalah keperawatan serta kesehatan.
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat
(Debora, 2013).

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap kelima atau proses keperawatan
terakhir yang berupaya untuk membandingkan tindakan yang sudah dilakukan
dengan kriteria hasil yang sudah ditentukan. Evaluasi keperawatan bertujuan
menentukan apakah seluruh proses keperawatan sudah berjalan dengan baik dan
tindakan berhasil dengan baik (Debora, 2013).

Daftar Pustaka

Ngemba, Hajar Rasmita, Nursalim & Rahmawati Habibu.(2015).Interferensi Sistem


Pendukung Pathway Klinik Asuhan Keperawatan Bronchopneumonia.Seminar
nasional informatika medis(SNIMed)p.2

Rahayu, Mega Putri Budi.(2012).Asuhan Keperawatan Pada An. N Dengan


Gangguan Sistem Pernafasan : Bronkopneumonia di Ruang Flamboyan RSUD
Sukoharjo. http://eprints.ums.ac.id/

Tyastuti, Dwi Aftining, Siti Haryani, & Eka Adimayanti.(2015).Pengelolaan


Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Pada An. M Dengan Bronkopneumonia di
Ruang Anggrek RSUD Kota Salatiga.perpusnwu.web.id

Anda mungkin juga menyukai