LP Bronkupneumonia Naomi
LP Bronkupneumonia Naomi
BRONKOPNEUMONIA
OLEH :
209012418
DENPASAR
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN DIAGNOSA MEDIS BRONKOPNEUMONIA
A. KONSEP TEORI
1. DEFINISI
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di
dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya
(Ngemba,2015). Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu
suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya
mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering
menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri,virus,jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah
penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. (Rahayu,2012).
Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yang
meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada
jaringan paru melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan
atau melalui hematogen sampai ke bronkus (Tyastuti,2015).
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru pada bagian lobularis yang
ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh agen
infeksius seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang 6 ditandai
dengan gejala demam tinggi, gelisah, dispnoe, napas cepat dan dangkal
(terdengar adanya ronkhi basah), muntah, diare, batuk kering dan produktif
(Saputri,2008 dalam Dicky, 2017).
2. ETIOLOGI
Bronchopneumonia pada umumnya disebabkan oleh penurunan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen.
Penyebab bronchopneumonia yang biasa ditemukan antara lain (Padila,
2013) :
a. Bakteri
Bakteri yang menyebabkan terjadinya bronchopneumonia adalah:
streptococcus pneumonia, streptococcus aerous, streptococcus
pyogenesis, haemophilus influenza, klebsiella pneumonia,
pseudomonas aeruginosa.
b. Virus
Virus yang menyebabkan terjadinya bronchopneumonia adalah
virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet.
Penyebab utama pneumonia virus adalah Cytomegalo virus.
c. Jamur
Jamur yang menyebakan terjadinya infeksi adalah histoplasmosis
yang menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung
spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah, dan
kompos
3. KLARIFIKASI
Hariadi (2010) membuat klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan
epidemilogi serta letak anatomi.
a. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi
1. Pneumonia Komunitas (PK) adalah pneumonia infeksius pada
seseorang yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit.
2. Pneumonia Nosokomial (PN) adalah pneumonia yang diperoleh selama
perawatan di rumah sakit atau sesudahnya karena penyakit lain atau
prosedur.
3. Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari
lambung, baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada
paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena
bahan teraspirasi mungkin mengandung bakteri aerobic atau penyebab
lain dari pneumonia.
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia
yang terjadi pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah.
b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi
1. Pneumonia lobaris
Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu
atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai
pneumonia bilateral atau “ganda”.
2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) Bronkopneumonia terjadi
pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen
untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada
didekatnya.
3. Pneumonia interstisial Proses implamasi yang terjadi di dalam dinding
alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular
(Wong, 2004).
5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari bronchopneumonia yaitu (Riyadi & Sukarmin,
2009):
a. Biasanya didahului dengan infeksi saluran pernafasan atas selama
beberapa hari
b. Demam (39o-40oC) kadang-kadang disertai dengan kejang karena
demam yang tinggi
c. Anak sangat gelisah, adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang
dicetuskan oleh bernafas dan batuk
d. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut
e. Kadang-kadang disertai muntah dan diare
f. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi
6. PATOFISIOLOGI
Bronchopnuemonia adalah infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh
virus, jamur, bakteri penyebab bronchopneumonia yang masuk ke saluran
pernafasan sehingga terjadi peradangan pada bronkus, alveolus, dan jaringan
sekitarnya. Peradangan pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif, mual dan muntah,
setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu (Wijayaningsih, 2013):
a. Stadium I/Hiperemia (4-12 jam pertama/kongesti)
Hiperemia, mengacu pada respon perdangan permulaan yang berlangsung
pada daerah yang baru terinfeksi. Hiperemia di tandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia terjadi
akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan, edema antara kapiler dan alveolus.
b. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Hepatisasi merah, terjadi ketika alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh pejamu (host) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit, dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli
tidak ada atau sangat minimal yang mengakibatkan anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3-8 hari)
Hepatisasi kelabu terjadi ketika sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi. Endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositostis sisa-sisa sel. Pada tadium ini eritrosit di
dalam alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin
dan leukosit, warna menjadi pucat kelabu serta kapiler darah tidak lagi
kongesti.
d. . Stadium IV/ Resolusi (7-12 hari)
Stadium resolusi terjadi ketika respon imun dan peradangan mereda,
sisasisa sel fibrin dan eksudat lisis diabsorbsi oleh magrofag sehingga
jaringan kembali ke struktrunya semula. Peradangan pada bronkus di
tandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk
produkif, ronchi positif, mual dan muntah, bila penyebaran kuman sudah
mencapai alveolus maka akan terjadi komplikasi kolaps alveoli, fibrosis,
empisema dan atelectasis.
7. PATHWAY
Faktor Penyebab
(Virus, bakteri, jamur)
↓
Masuk ke saluran pernafasan
↓
Peradangan pada bronkus
↓
Invasi saluran pernafasan Infeksi saluran nafas bawah
↓
Mucus di bronkus ↑ Penumpukan secret pada bronkus
Dilatasi pembuluh darah
↓
Bau mulut tidak Eksudat masuk ke alveoli
sedap Demam Bersihan Jalan Nafas Tidak
Efektif
PCO2 meningkat/menurun
Anoreksia Hipertermia
PCO2 meningkat/menurun
BB menurun
PO2 menurun
Defisit Nutrisi Suplai O2 dalam
darah ↓ Gangguan difusi gas
Gangguan Pertukaran
Intoleransi Dyspnea Gas
Aktivitas
Pola Nafas
Tidak Efektif
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada anak balita dengan bronchopneumonia antara lain
(Riyadi & Sukarmin, 2009):
1). Pemberian penisilin 50.000 U/kg BB/hari, ditambah dengan
kloramfenikol 50- 70 mg/kg BB/hari atau diberikan obat antibiotik yang
mempunyai spektrum luas seperti obat ampisilin. Pengobatan ini
diteruskan sampai anak bebas demam yaitu 4-5 hari. Tujuan dari
pemberian obat kombinasi adalah untuk menghilangkan penyebab
infeksi yang kemungkinan lebih dari 1 jenis dan untuk menghindari
resistensi obat antibiotik.
2). Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian asam basa dengan
pemberian oksigen dan pemberian cairan intravena, biasanya diperlukan
adanya campuran glukosa 5% dan Nacl 0,9% dalam perbandingan 3 : 1
ditambah larutan Kcl 10 mEq/500/l botol infus.
3). Sebagian besar anak balita dengan bronchopneumonia mengalami
asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat
diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri.
4). Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang nasogatrik pada
penderita yang sesak nafasnya sudah berkurang.
5). Pemberian inhalasi dengan salin normal serta beta agonis untuk
memperbaiki transport mukosilier seperti pemberian terapi nebulizer
dapat diberikan jika sekresi lendir yang berlebihan, yang bertujuan untuk
mempermudah mengeluarkan dahak dan meningkatkan lebar lumen
pada bronkus.
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer Arif 2000, pemeriksaan penunjang dari Bronkopnemonia
adalah :
1). Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan predominan
polimorfonuklear atau dapat ditemukan leukopenia yang menandakan
prognosis buruk. Dapat ditemukan anemia ringan atau sedang.
2). Pemeriksaan radiologi memberi gambaran bervariasi: - Bercak
konsolidasi merata para bronkopneumonia. - Bercak konsolidasi satu
lobus pada pneumonia lobaris. - Gambaran pneumonia difus atau infiltrat
interstisialis pada pneumonia stafilokokus.
3). Pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap tenggorok, sekresi
nasofaring, bilasan bronkus atau sputum, darah, aspirasi trakea, pungsi
pleura atau aspirasi paru.
10. THERAPHY
Menurut Mansjoer Arif 2000, penatalaksanaan medis bronkopneumonia
adalah:
a. Oksigen 1-2 liter
b. IVFD dextrose 10%; NaCl 0,9%=3:1, +KClL 10mEq/500ml cairan.
c. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan
d. an enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feading drip.Jika
sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transfor mukosilier.
e. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
f. Anti biotik sesuai dengan hasil biakan atau berikan:
11. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada bronchopneumonia adalah (Wijaya & Putri,
2013):
a).Atelektasis Atekektasis merupakan pengembangan paru-paru yang tidak
sempurna atau kolaps paru akibat kurangnya mobilasi atau reflek batuk
hilang
b). Empisema
Empisema merupakan keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau terdapat pada seluruh rongga pleura
c).Otitis Media Akut
d). Meningitis
Meningitis merupakan infeksi yang menyerang selaput otak
12. Faktor Risiko Penyebab
Faktor risiko penyebab timbulnya bronchopneumonia adalah (Wijayaningsih,
2013):
a. Faktor predisposisi
1). Usia atau umur
2). Genetik
b. Faktor pencetus
1) Gizi buruk atau gizi kurang
2) Berat badan lahir rendah (BBLR)
3) Tidak mendapatkan ASI yang memadai
4) Imunisasi yang tidak lengkap
5) Polusi udara
6) Kepadatan tempat tinggal
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Identitas pasien
Pada identitas yang perlu dikaji meliputi nama, nomor rekam medis,
jenis kelamin, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, status, agama, dan umur pasien
b) Keluhan utama
Keluhan utama pada anak balita bronchopneumonia dengan defisit
nutrisi adalah penurunan nafsu makan, mual, muntah, dan diare.
c) Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh naik
sangat mendadak sampai 39o- 40oC dan kadang disertai kejang
karena demam yang tinggi.
2) Riwayat penyakit dahulu
Anak dengan bronchopneumonia sebelumnya pernah menderita
penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun seperti,
bronchopneumonia
d) Pengkajian Nutrisi
Pengkajian nutrisi meliputi A (antropometric measurement)
pengukuran antropometri, B (biochemical data) data biomedis, C
(clinical sign) tanda-tanda klinis status gizi, D (dietary) tentang diet.
e) Pemeriksaan Fisik
1. Stasus penampilan kesehatan : lemah
2. Tingkat kesadaran kesehatan : kesadaran normal, letargi, strupor,
koma, apatis tergantung tingkat penyebaran penyakit.
3. Tekanan Darah
4. Frekuensi nadi : takikardia
5. Frekuensi napas : takipnea, dispnea progesif pernapasaan dangkal,
penggunaan otot bantu pernapasaan dan pelebaran nasal.
6. Suhu tubuh hipertemia akibat penyebaran toksik mikroorganisme
yang direspon oleh hipotalamus.
7. Berat badan dan tinggi badan kecenderungan berat badan anak
mengalami penurunan.
8. Integumen kulit
a). Warna : pucat sampai sianosis
b). Suhu : pada hipertemia kulit terbakar panas akan tetapi
setelah hipertemia teratasi kulit anak akan terba dingin
9. Kepala dan mata kepala
a). Perhatikan bentuk dan kesimetrisan.
b). Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan
yang nyata.
c). Periksa hygiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan
rambut, perubahan warna.
10. Toraks dan paru
a). Inspeksi : terlihat pernapasan cuping hidung, menggunakan
otot bantu napas, napas cepat dangkal, sianosis sekitar
hidung dan mulut.
b). Palpasi : suara redup pada sisi yang sakit, hepar mungkin
membesar, vokal fremitus raba mungkin meningkat pada
sisi yang sakit dan nadi mungkin mengalami peningkatan
(takhicardia ), kadang turgor kulit kembali lebih dari 2
detik serta daerah akral dingin.
c). Perkusi : pekak terjadi bila berisi cairan pada paru,
normalnya timpani ( terisi udara resonansi).
d). Auskultasi: auskultasi sederhana dapat di lakukan dengan
cara mendekatkan telinga ke hidung atau mulut bayi. Pada
anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara 84
dengan stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang,
ronchi halus pada sisi yang sakit, dan ronchi basah pada
masa resolusi. Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofoni,
kadang terdengar bising gesek pleura
f) Pemeriksaan penunjang
1) Rontgen thoraks : terlihat konsolidasi satu dengan beberapa lobus
atau , adanya bercak-bercak infitrat pada satu atau beberapa lobus.
2) Hasil AGD : menunjukkan terjadi asidosis respiratorik dan
metabolik bila dalam keadaan berat.
3) Kultur sputum : positif terhadap kuman penyebab penyakit
4) Leukositosis : 15.000-40.0000/mm3 ( N : 5000-10.000/mm3)
5) Tes serologi
6) LED meningkat ( N : 1-20 mm/jam)
7) Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin turun.
2. Diagnosa
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan
b) Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
c) Gangguan pertukaran gas
d) Defisit nutrisi
e) Hipertermia
f) Diare
3. Recana keperawatan
4. Implementasi
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap kelima atau proses keperawatan
terakhir yang berupaya untuk membandingkan tindakan yang sudah dilakukan
dengan kriteria hasil yang sudah ditentukan. Evaluasi keperawatan bertujuan
menentukan apakah seluruh proses keperawatan sudah berjalan dengan baik dan
tindakan berhasil dengan baik (Debora, 2013).
Daftar Pustaka