Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA

SIMULASI IN-VITRO MODEL FARMAKOKINETIKA

Dosen Pengampu:

Yudi Purnomo, MKES., APT

Siti Maimunah, M.Farm, Apt

Disusun oleh:

Nama : Novenda Anden Bimala

NIM : 13670024

Kelas/Kelompok : A/3

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UINVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmakokinetika dapat didefenisikan sebagai setiap proses yang dilakukan


tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Dalam
arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan
konsentrasi dari obat dan metabolitnya di dalam darahdan jaringan sebagai fungsi
dari waktu. Tubuh kita dapat dianggap sebagaisuatu ruangan besar, yang terdiri
dari beberapa kompartemen yang terpisah oleh membran-membran sel.
Sedangkan proses absorpsi, distribusi danekskresi obat dari dalam tubuh pada
hakekatnya berlangsung dengan mekanisme yang sama, karena proses ini
tergantung pada lintasan obat melalui membran tersebut (Tjay dan Rahardja,2002)

Konsep dasar dari farmakokinetika adalah salah satunya


memahami parameter-parameter farmakokinetika, yaitu parameter
farmakokinetika primer meliputi volume distribusi (Vd), klirens (Cl), dan
kecepatan absorbs (Ka), sekunder meliputi kecepatan eliminasi (Ke) dan T1/2 dan
turunan meliputi AUC dan Css. Dengan konsep-konsep tersebut dilakukan
simulasi in vitro dengan menggunakan suatu model farmakokinetika untuk
mengukur parameter-parameter farmakokinetika dan lebih memahami
setiap parameternya. Setelah dibuat suatu model farmakokinetik dalam praktikum
ini dapat digunakan untuk karakteristirisasi suatu obat dengan meniru
suatu perilaku dan nasib obat dalam sistem biologis jika diberikan dengan
suatu pemberian rute utama dan bentuk dosis tertentu

Mempelajari ilustrasi model kompartemen secara teoritis perlu


didukungdengan aplikasi untuk lebih memudahkan pemahaman mahasiswa. Oleh
sebab itu, pada praktikum ini dilakukan praktikum model farmakokinetika dengan
bahan Rhodamin B. Rhodamin diibaratkan sebagai obat yang beredar di dalam
tubuh. Dengan begitu, mahasiswa dapat lebih jelas memahami bagaimana kinerja
obat didalam tubuh sesuai dengan teori model farmakokinetika

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana cara mengetahui perhitungan parameter farmakokinetika berdasarkan


simulasi in vitro model farmakokinetika (kompartemen satu terbuka)?

1.3 Tujuan

Mahasiswa dapat mengetahui perhitungan parameter farmakokinetika berdasarkan


simulasi in vitro model farmakokinetika (kompartemen satu terbuka)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Model farmakokinetik merupakan model matematika yang


menggambarkan hubungan antara dosis dan konsentrasi obat dalam setiap
individu. Parameter dari model menggambarkan faktor-faktor yang dipercaya
penting dalam penentuan observasi dari konsentrasi atau efek obat. Parameter
tersebut antara lain terdiri dari beberapa parameter antara lain parameter primer
yang terdiri dari volume distribusi (Vd); klerens (Cl); dan kecepatan absorbsi
(Ka), parameter sekunder terdiri dari kecepatan eliminasi (K); dan waktu paruh
(T1/2), serta parameter-parameter turunan. Model farmakokinetik tersebut
mempunyai aplikasi langsung untuk terapi obat berkenaan dengan menentukan
aturan dosis yang sesuai (Aiache, 1993).

Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravaskular dan ekstravaskular. Pada


pemberian secara intravaskular, obat akan langsung berada di sirkulasi sistemik
tanpa mengalami absorpsi, sedangkan pada pemberian secara ekstravaskular
umumnya obat mengalami absorpsi (Zunilda,.dkk, 1995).

Untuk mengetahui mekanisme farmakokinetik suatu obat dapat dilakukan


simulasi metode in vivo atau in vitro. Metode In vivo merupakan metode
penentuan suatu efek obat menggunakan hewan percobaan dengan analisis
terhadap organ, urin maupun darah. Sedangkan Metode in vitro adalah proses
metabolisme yang terjadi di luar tubuh hewan uji (Admin, 2014).

Model kompartemen yang sering digunakan adalah model kompartemen


satu terbuka, model ini menganggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam
plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam
jaringan. Tetapi model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap
jaringan tersebut adalah sama dengan berbagai waktu. Disamping itu, obat
didalam tubuh juga tidak ditentukan secara langsung, tetapi dapat ditentukan
konsentrasi obatnya dengan menggunakan cuplikan cairan tubuh (Shargel, 1988)
Model farmakokinetika untuk obat yang diberikan dengan injeksi IV
cepat. D: obat dalam tubuh; Vd; Volume distribusi; K; tetapan laju eliminasi.
Setelah ditentukan nilai Cp dan K, berbagai parameter farmakokinetik obat
yang berkaitan dengan cara pemberian obat secara bolus intravaskuler dapat
dihitung, seperti (Hakim, L, 2014)

• volume distribusi (Vd): volume dalam tubuh di mana obat terlarut,

• klirens (Cl)

• Waktu paruh eliminasi (T1/2)

• Luas di bawah kurva dalam plasma (AUC)

• Bioavalaibilitas (ketersediaan hayati)

Vd – D/Cp

Cl – Vd.Ke

T1/2 – 0,693/K

AUC – (C1+C0) x (t1-t0)

Absorpsi sistemik suatu obat melalui saluran gastrointestinal atau tempat


absorpsi lain tergantung sifat fisiko kimia obat, bentuk sediaan, dan anatomi
fisiologi tempat absorpsi. Factor-faktor seperti luas permukaan saluran
cerna,kecepatan pengosongan lambung, motilitas gastrointestinal, metabolism
oleh mikroflora usus, dana aliran darah di tempat absorpsi, semuanya dapat
mempengaruhi kecepatan dan jumlah obat yang diabsorpsi (Shargel dkk, 2005)

Pada pemberian ekstravaskuler ini terdapat proses absorpsi obat, pada


waktu ke 0 tidak ada obat pada sirkulasi sistemik, dan setelah absorpsi konsentrasi
meningkat dan berkurang setelah eliminasi. Bentuk model yang menerangkan
kinetik obat setelah pemberian ekstravaskuler adalah: (Hakim, L, 2014)
Persamaan yang merangkan perubahan kadar obat dalam darah, plasma,
serum, atau sampel hayati lainnya pada tiap waktu (Ct) adalah: (Hakim, L, 2014)

Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa semakin cepat atau banyak
obat yang diabsorbsi masuk ke dalam sistem sirkulasi atau semakin besar dosis,
maka semakin cepat dan tinggi kadar obat di dalam darah. Demikian sebaliknya,
semakin banyak obat yang terdistribusi ke dalam jaringan, semakin rendah kadar
obat di dalam darah
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Adapun alat-alat yang dibutuhkan pada praktikum ini antara lain:
 Neraca analitik
 Gelas arloji
 Spatula
 Beaker glass 100 ml
 Beaker glass 1 liter
 Labu ukur 100 ml
 Labu ukur 250 ml
 Pipet tetes
 Batang pengaduk
 Pipet ukur 1 ml
 Pipet volume 1,2,3,5 ml
 Bola hisap
 Spektrofotometer
 Tabung reaksi
 Rak tabung reaksi

3.1.2 Bahan
Adapun bahan- bahan yang digunakan yaitu:
 Rhodamin B
 Aquades

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Pembuatan Larutan Baku Kerja
 Pembuatan Larutan Baku Induk Rhodamin B

Rhodamin B 25 mg

Dimasukkan dalam beaker glass 100 ml

Ditambah sedikit aquades ad larut

Dimasukkan ke labu ukur 250 ml


Ditambah aquades
Hasilad tanda batas,
dihomogenkan
 Pembuatan Larutan Baku Kerja 0,25 ppm, 100 ml

Larutan baku induk 0,25 ml

Diambil 1 mldengan pipet ukur

Dimasukkan ke labu ukur 100 ml

Ditambah aquades ad tanda batas,


dihomogenkan

Hasil
 Pembuatan Larutan Baku Kerja 0,5 ppm, 100 ml

Larutan baku induk 0,5 ml

Diambil 1 mldengan pipet ukur

Dimasukkan ke labu ukur 100 ml

Ditambah aquades ad tanda batas,


dihomogenkan

Hasil
 Pembuatan Larutan Baku Kerja 1 ppm, 100 ml

Larutan baku induk 1 ml

Diambil 1 mldengan pipet ukur

Dimasukkan ke labu ukur 100 ml

Ditambah aquades ad tanda batas,


dihomogenkan

Hasil

 Pembuatan Larutan Baku Kerja 2ppm, 100 ml

Larutan baku induk 2 ml

Diambil 1 mldengan pipet ukur

Dimasukkan ke labu ukur 100 ml

Ditambah aquades ad tanda batas,


dihomogenkan

Hasil
 Pembuatan Larutan Baku Kerja 3 ppm, 100 ml

Larutan baku induk 3 ml

Diambil 1 mldengan pipet ukur

Dimasukkan ke labu ukur 100 ml

Ditambah aquades ad tanda batas,


dihomogenkan

Hasil

 Pembuatan Larutan Baku Kerja 5 ppm, 100 ml

Larutan baku induk 5 ml

Diambil 1 mldengan pipet ukur

Dimasukkan ke labu ukur 100 ml

Ditambah aquades ad tanda batas,


dihomogenkan

Hasil
3.2.2 Rute Intravaskuler

Gelas beaker diisi air suling secara kuantitatif untuk nilai


Vd

Ditambah dosis obat dengan pipet volume dengan dosis


yang ditentukan (diambil dari larutan baku induk)

Diambil sampel dari beaker gelas larutan rhodamin (15 x)

Volume di ad kan lagi dengan air suling

Diukur serapan sampel pada panjang gelombang


maksimum yang telah diperoleh

Air suling digunakan sebagai blanko

3.2.3 Rute Ekstravaskuler


Hitung parameter farmakokinetika

Pada percobaan ini dianggap kadar puncak dicapai pada perembesan ke 4-


5 sehingga percobaan dilakukan dengan pemasukan 4-5, tiap kali 1/3 – ¼ dosis
yang digunakan.

Gelas beaker diisi air suling secara kuantitatif untuk nilai


Vd

Ditambah rhodamin B 1/5 – ¼ ke beaker glass sesuai


dengan dosis yang telah ditentukan, dihomogenkan

Diambil sampel larutan rhodamin sebesar nilai cl nya dan


segera ganti volume tersebut dengan air suling
Dilakukan prosedur tersebut secara berulang sampai
rhodamin masuk

Diukur serapan sampel pada panjang gelombang


maksimum yang telah diperoleh

Diukur serapan sampel pada panjang gelombang


maksimal yang telah diperoleh

Hitung parameter farmakokinetika

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.2 Pembuatan Kurva Baku
Penentuan panjang gelombang maksimal ( max) dilakukan pada konsentrasi
2 ppm, hasilnya panjang gelombang maksimal dicapai pada nilai panjang
gelombang sebesar 555 nm dengan absorbansi 0,580.

Tabel nilai absorbansi Rhodamin B pada berbagai kadar untuk pembuatan


kurva baku :
NO KADAR (ppm) ABSORBANSI
1 0,25 0,0507
2 0,5 0,1024
3 1 0,1429
4 2 0,3812
5 3 0,6021
6 5 0,9056
Persamaan kurva baku : Y = 0,185 x + 0,000079

4.1.2 Rute intravaskular (komparetemen satu terbuka)

CUPLIKAN ABSORBANSI KADAR LOG KADAR


1 0,9549 5,16 0,71
2 0,9719 5,25 0,72
3 0,9626 5,2 0,71
4 0,9356 5,05 0,70
5 0,9245 4,99 0,70
6 0,9073 4,90 0,69
7 0,8840 4,77 0,67
8 0,.8545 4,61 0,66
9 0,8222 4,44 0,65
10 0,8188 4,42 0,64
11 0,7740 4,18 0,62
12 0,7536 4,07 0,60
13 0,7522 4,06 0,60
14 0,7405 4,00 0,60
15 0,7289 3,93 0,59
A. Teoritis :
500 ml
dosis= ×100 ppm
 1000 ml
¿ 5 ppm
Cl
K=
 Vd

25 ml
K=
1000 ml

K=0,025

0,693
waktu paruh t 1 =
 ( )
2
K

0,639
¿
0,025

¿ 27,72menit

∞ C0 dosis 5
[ AUC ] 0 = C0 =
 K Vd = 1 =5

5
¿
0,025

¿ 200

B. Persamaan Regresi :
Waktu Sampling Persamaan Regresi Log kadar vs waktu :
Log Kadar y = 0,0102 x + 0,7393
(menit)
K = b x 2,303
1 = 0,0102 x 2,303
0,71 = 0,0234  0,025
2
0,72
0,693 0,693
3 t1/2= = =
0,71 K 0,025
4
0,70 27,72
5
0,70
C0 5,16
6 AUC = =
0,69 K 0,025
7
0,67 = 206,4
8
0,66
9 4.1.3 Rute ekstravaskular (kompartemen
0,65
10 satu terbuka)
0,64
T (MENIT) KADAR LOG KADAR
11
0 0,625,15 0,71
12 10 5,75 0,72
20 0,605,2 0,71
13 30 0,605,05 0,70
14 40 4,99 0,70
50 0,604,90 0,69
15 60 4,913 0,69
70 0,594,897
0,69
80 4,820 0,68
90 4,734 0,67
100 4,573 0,66
110 4,492 0,65
120 4,408 0,64
130 4,359 0,63
140 4,075 0,61

 Hasil regresi fase absorbsi obat


Y = -4,857 x + 0,717
Ka = 2,303 x (-b)
= 2, 303 x 4,857
= 11,186
 Hasil regresi fase eliminasi obat
Y = -0,001 x + 0,758
Ke = 2,303 x (-b)
= 2,303 x 0,001
= 2,303 x 10 -3
K total = Ke + Ka
= 11,186 + 2,303 x 10 -3
= 11,1883

0,693 0,693
 t1/2 = Ke = 0,001 = 693 menit

D0 5 mg
 Vd= = = 0,969
C p0 5,16

C p 0 +C p 10 C p 10+ C p 20
 AUC = x (t 10−t 0) + x (t 20−t 10 ) +
2 2

… … .. dst

= 54,55 + 54,75 + 51,25 + 50,2 + 49,45 + 49,05 + 49,03 + 48,58 +


47,75 + 46,5 + 45,3 + 44,5 + 43,8 + 42,1
= 676,81

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembuatan larutan baku
Praktikum kali ini yaitu percobaan simulasi model in vitro
farmakokinetik obat secara intravena. Percobaan ini bertujuan untuk dapat
menjelaskan proses farmakokinetik obat dalam tubuh setelah pemberian
injeksi bolus secara intravena dan mengetahui profil farmakokinetk obat.
Percobaan ini menggunakan model farmakokinetik secara in vitro Dalam
metode ini, suatu wadah digambarkan sebagai kompertemen tubuh dimana
obat mengalami profil farmakokinetik dari distribusinya hingga eliminasi
obat. Sampel untuk percobaan ini yaitu rhodamin B yang akan di uji
aktifitas farmakokineriknya dengan menggunakan metode model in vitro
secara intravaskuler dan ekstravaskular.
Langkah pertama yaitu membuatan larutan standar atau baku
Rhodamin B dengan konsentrasi bertingkat 0,25; 0,5; 1; 2; 3; 5 ppm
dengan pelarut akuades. Larutan standar tersebut kemudian di uji
spektroskopi untuk menentukan data absorbansinya dan didapatkan
persamaan linier. Selanjutnya yaitu sampel Rhodamin B dimasukkan dalam
beaker gelas 100 ml. Rhodamin B dianggap sebagai zat obat dengan
pemberian secara injeksi bolus intravena. Proses pembuatan dilakukan
dengan cara penimbangan serbuk Rhodamin B sebanyak 25 mg yang
dilarutkan dengan aquades pada suatu wadah beaker glass. Larutan dalam
beaker glass diilustrasikan sebagai volume distribusi obat dalam tubuh.
Volume distribusi (Vd) menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh
dengan kadar plasma atau serum (Setiawati, 2005).
Volume distribusi yang diperoleh mencerminkan suatu
keseimbangan antara ikatan pada jaringan, yang mengurangi konsentrasi
plasma dan membuat nilai distribusi lebih besar, dengan ikatan pada
protein plasma, yang meningkatkan konsentrasi plasma dan membuat
volume distribusi menjadi lebih kecil. Perubahan-perubahan dalam ikatan
dengan jaringan ataupun dengan plasma dapat mengubah volume distribusi
yang ditentukan dari pengukuran-pengukuran konsentrasi plasma (Holford,
1998). Setelah zat Rhodamin B terlarut dalam larutan, dilakukan
pengadukan secara terus menerus yang menggambarkan seperti aliran
darah yang mengalir dalam tubuh dengan kecepatan konstan.

4.2.2 Intravaskuler
Rute intravaskuler ini dilakukan dengan cara melarutkan larutan
baku ke dalam beaker gelas, kemudian di ad kan dalam labu ukur 1000 ml.
Selanjutnya cairan dalam labu ukur diambil sebanyak 25 ml setiap 10
menit (yang dianggap sebagai proses ekskresi renal). Proses ini
disimulasikan sebagai klirens (Cl). Klirens suatu obat adalah suatu ukuran
eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya.
Umumnya jaringan tubuh atau organ dianggap sebagai suatu kompartemen
cairan dengan volume terbatas (volume distribusi) dimana obat terlarut
didalamnya (Shargel, 2005).
Setiap pengambilan cuplikan pada wadah ditambahkan kembali
aquades sebanyak 25 ml untuk menggambarkan proses ekskresi obat dari
dalam tubuh. Tahap selanjutnya yaitu pengukuran konsentrasi setiap
cuplikan dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS untuk
menentukan kadar rhodamin B yang diekskresikan per satuan waktu
.Cuplikan diukur panjang gelombangnya untuk didapatkan absorbansinya
sehingga dapat diketahui konsentrasinya dengan menggunakan data
kalibrasi Rhodamin B standar yang telah diketahui sebelumnya.

CUPLIKAN ABSORBANSI KADAR


1 0,9549 5,16
2 0,9719 5,25
3 0,9626 5,2
4 0,9356 5,05
5 0,9245 4,99
6 0,9073 4,90
7 0,8840 4,77
8 0,.8545 4,61
9 0,8222 4,44
10 0,8188 4,42
11 0,7740 4,18
12 0,7536 4,07
13 0,7522 4,06
14 0,7405 4,00
15 0,7289 3,93

Berdasarkan data yang diperoleh diatas dapat diketahui bahwa


konsentrasi Rhodamin B mengalami penurunan kadar sebanding dengan
selang waktu dari cuplikan yang diambil, namun pada cuplikan 1
konsentrasinya lebih rendah disbanding cuplikan 2, hal ini diduga karena
ada kesalahan pada saat proses spektro. Data menghasilkan grafik menurun
dimulai dari cuplikan 2, karena pada rute ini obat langsung mencapai
konsentrasi 100% dan didistribusikan tanpa adanya tahapan absorbsi obat
Dari pemberian obat melalui intravena dapat diketahui parameter primer
yang menunjukan profil farmakokinetiknya yaitu volume distribusi sebesar
1000 ml dan klerens sebesar 25ml/10menit. Dari parameter primer
didapatkan parameter sekunder berupa t1/2 sebesar 27,72 menit dan harga
K sebesar 0,025 kemudian a pameter turunan salah satunya AUC dari
sample rhodamin B didapatkan nilai sebesar 206,4 mcg.ml/menit. AUC
atau Area Under Curve sendiri adalah permukaan di bawah kurva (grafik)
yang menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari
waktu. AUC dihitung secara matematis dan merupakan ukuran untuk
bioavailabilitas suatu obat. AUC dapat digunakan untuk membandingkan
kadar masing-masing plasma obat bila penentuan kecepatan eliminasinya
tidak mengalami perubahan. Selain itu antara kadar plasma puncak dan
bioavailabilitas terdapat hubungan langsung (Tjay dan Rahardja, 2002).
Hasil perhitungan yang didapat telah dibuktikan secara teori, dan
menunjukkan hasil yang sama. Jadi, model in vitro farmakokinetika
digunakan untuk menguji profil farmakokinetika obat dalam suatu wadah
yang digambaran seperti kompartemen darah dalam tubuh sebagai tempat
didistribusikan dan dieliminasikannya obat. Pemberian obat secara bolus
intravena merupakan model rute pemberian obat dimana obat tidak
mengalami absorbs melainkan langsung didistribusikan sehingga
konsentrasinya dalam plasma pada waktu 0 (Cp0) maksimal dalam darah.

4.2.3 Ekstravakular
Rute ekstravaskuler ini hampir sama dengan rute intravaskuler.
Pertama yang dilakukan yaitu beaker gelas diisi dengan air suling secara
kuantitatif secara Vd. Larutan dalam beaker glass diilustrasikan sebagai
volume distribusi obat dalam tubuh. Kemudian rhodamin B ditambahkan
1/5 – ¼ dosis ke beaker gelas sesuai dengan dosis yang telah ditentukan,
lalu dihomogenkan.Sampel rhodamin diambil sebanyak 25 ml kemudian
diletakkan di tabung reaksi. Sampel yang telah diambil, kemudian
ditambah dengan aquadessebanyak 25 ml juga. Dilakukan terus sampai 15
kali. Selanjutnya yaitu pengukuran konsentrasi setiap cuplikan dengan
menggunakan spektrofotometer UV-VIS untuk menentukan kadar
rhodamin B yang diekskresikan per satuan waktu .Cuplikan diukur panjang
gelombangnya untuk didapatkan absorbansinya sehingga dapat diketahui
konsentrasinya dengan menggunakan data kalibrasi Rhodamin B standar
yang telah diketahui sebelumnya.
Dari parameter primer didapatkan parameter sekunder berupa
t1/2 sebesar 693 menit dan harga K total sebesar 11,1883 dan nilai Vd
sebesar 0,969 kemudian pameter turunan salah satunya AUC dari sample
rhodamin B didapatkan nilai sebesar 676,81 mcg.ml/menit.

BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diambil simpulan


bahwa Simulasi model in vitro farmakokinetika digunakan untuk menguji profil
farmakokinetika obat dalam suatu wadah yang digambaran seperti kompartemen
darah dalam tubuh sebagai tempat didistribusikan dan dieliminasikannya obat.
Dari pengujian rute intravaskuler tersebut diketahui profil farmakokinetika
rhodamin B dari beberapa parameter yaitu parameter primer berupa Vd sebesar
1000ml dan Klerens sebesar 25ml/10 menit. Parameter sekunder yang diketahui
yaitu berupa t1/2 sebesar 27,72 menit dan harga K sebesar 0,025, sedangkan
parameter turunan yaitu AUC dari sample metilen merah didapatkan nilai sebesar
206,4 mcg. ml/menit. Dan pada pengujian rute ekstravaskuler didapatkan hasil
t1/2 sebesar 693 menit, Vd sebesar 0,969, nilai K sebsr 11,1883 dan AUC sebesar
676,81.

5.2 Saran
Sebelum praktikum sebaiknya memahami materi terlebih dahulu agar
dalam pengerjaan selama percobaan dapat maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Aiache, J.M, 1993. Farmasetika 2 Biofarmasi Edisi ke-2. Surabaya: Penerbit


Airlangga University Press.

Hakim, L., 2014. Farmakokinetik. Yogyakarta: Bursa Ilmu

Ritschel, W.A. dan Kearns, G.L.1992. Handbook of Basic


Pharmacokinetics- Including

Clinical Aplications 6th ed., Washington: AphA.

Shargel, Leon.,Yu, Andrew B.C., 2005. Applied Biopharmaceutical


and Pharmacokinetics fifth edition. New York: the McGraw- Hill
companies

Zunida, S.B, dan FD. Suyatna.1995. Pengantar Farmakologi. Dalam Farmakologi


dan Terapi Edisi kelima. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press

Anda mungkin juga menyukai