Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN BEDAH

“ORTHOPEDI”

Disusun Oleh :

Linda Fitriyana, S.KH (19830006)


Muhamad Farid Abdul, S.KH (19830007)
Johanie Uliartha Fellita, S.KH (19830009)
Putri Indah Geofanny, S.KH (19820015)
Fitalis Badhi, S.KH (19830027)
Giga Akbar Andika Putra, S.KH (19830029)

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


DEPARTEMEN BEDAH RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2021
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur adalah kerusakan jaringan tulang yang mengakibatkan tulang

kehilangan kontinuitas dan keseimbangan. Fraktur os femur dapat terjadi pada

bagian metaphysis, diaphysis dan epiphysis (Tercanlioglu dan Sarierler 2009,

Shiju et al, 2010). Prinsip dasar penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi

anatomis kedua fragmen fraktur melalui fiksasi tertutup atau fiksasi terbuka.,

kemudian mempertahankan posisi tersebut sambil menunggu proses penyembuhan

patah tulang (immobilisasi) agar tulang tersebut dapat tersambung dengan baik dan

benar. Alat fiksasi internal yang sering digunakan dalam penanganan

fraktur antara lain intramedullary pin, plate, screw dan wire (Mafi et al, 2014;

Mwangi and Mande 2012).

Faktor-faktor penting dalam pengobatan fraktur adalah pendekatan bedah

yang tepat, diseksi minimal, perlindungan jaringan lunak dan tulang di daerah

tersebut, reduksi anatomis atau tidak langsung, stabilisasi yang memadai, pemilihan

bahan dan aplikasi yang sesuai, dan perawatan pasca operasi yang tepat. (Johnson,

2013).

Kesembuhan fraktur secara spesifik menghasilkan perbaikan pada struktur

dan fungsi jaringan tulang, berbeda dengan kesembuhan jaringan otot atau kulit, yang

tidak dapat memperbaharui kerusakan tanpa adanya pembentukan jaringan parut

(Dimittriou et al., 2011). Reduksi dan imobilisasi yang tepat dengan teknik reduksi
spesifik menggunakan instrument bedah serta penggunaan implan ortopedi

diperlukan untuk mencapai kesembuhan tulang yang optimal dalam perbaikan fraktur

(Vertenten et al., 2010).

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan dari penulisan laporan ini

adalah untuk mengetahui tentang prosedur orthopedi, dan penangan fraktur.

I.3 Manfaat

Berdasarkan latar belakang diatas maka manfaat dari penulisan laporan ini

adalah untuk mengetahui tentang prosedur orthopedi, dan penanganan fraktur.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dengan atau tanpa perpindahan


fragmen. Hal ini selalu disertai dengan kerusakan jaringan lunak dengan berbagai
tingkat, misalnya pembuluh darah yang robek, otot yang memar, periosteum yang
teriritasi, serta menyerang syaraf. Terkadang ada organ dalam yang terluka dan kulit
yang teriritasi. Trauma yang terjadi pada jaringan lunak harus selalu dipertimbangkan
dan seringkali lebih penting daripada fraktur itu sendiri (Mafi et al. 2014; Mwangi
and Mande 2012).

I.2 Klasifikasi Fraktur

Tipe fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

 Fraktur inkomplit yaitu keadaan dimana tulang belum sepenuhnya kehilangan


kontinuitas. Sebagian tulang masih dalam keadaan utuh.
 Fraktur transversal adalah fraktur yang patahannya berbentuk melintang atau
tegak lurus ke sumbu panjang tulang.
 Fraktur obliq adalah fraktur dengan bentuk patahan miring ke sumbu tulang
yang panjang.
 Fraktur spiral adalah fraktur yang patahannya melintang sepanjang sumbu
tulang. Hal ini disebabkan oleh gaya torsi atau rotasi. Fraktur spiral cenderung
memiliki titik dan tepi yang sangat tajam. yang sering menyertai trauma
jaringan lunak atau fraktur terbuka.
 Fraktur kominutif adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen. biasanya
membentuk tiga garis fragmen yang saling berhubungan. Garis yang dibentuk
kemungkinan spiral, transversal dan obliq. Fraktur kominutif umumnya
disebabkan oleh trauma hebat seperti kecelakaan dan sering ditemukan pada
hewan.
 Fraktur multipel ditunjukkan dengan adanya tiga atau lebih fragmen patahan
dalam satu tulang. Namun tidak seperti fraktur kominutif. dimana garis
patahan yang ada tidak saling berhubungan. Istilah fraktur multipel digunakan
pada fraktur yang tidak saling mempengaruhi dalam satu tulang yang sama
(Perren, 2002).

Gambar 2.1. A, Terbuka. B, Greenstick. C, Fissura. D, Transversal. E, Oblique. F,


Spiral. G, Reducible wedge. H, Nonreducible wedges. I, Multipel atau segmental.

2.2 Metode Fiksasi Tulang / Macam-macam Implan Tulang

External Skeletal Fixation (ESF)


Gambar 2.3. A,
permukaan lateral femur.
B, permukaan medial tibia.
C, permukaan kraniolateral
humerus. D, permukaan
kraniomedial atau medial
radius.

Penggunaan fiksator skeletal eksternal untuk imobilisasi fraktur tulang panjang


memerlukan penyisipan transkutan dua hingga empat pin di masing-masing fragmen
tulang proksimal dan distal, yang kemudian dihubungkan oleh satu atau lebih batang
eksternal. Seluruh peralatan disebut sebagai bidai atau bingkai, sedangkan tulang dan
bingkai yang terpasang disebut konstruksi. Fiksator dapat digunakan pada semua
tulang panjang, rahang bawah, dan untuk menjembatani sendi tetapi tidak dapat
beradaptasi dengan sebagian besar fraktur intraartikular.

Intramedullary Pin

Gambar 2.4. Fiksasi auxilary menggunakan IM pin

Fiksasi intramedullar (IM) pin (atau paku) untuk pengobatan fraktur pada
hewan kecil dimulai pada 1940-an. Perlahan-lahan mendapatkan popularitas sebagian
besar melalui munculnya anestesi umum yang aman, teknik aseptik, antibiotik, dan
kesadaran oleh dokter hewan dan klien bahwa perbaikan yang berhasil dapat dicapai
pada sebagian besar kasus. Terlepas dari keterbatasannya, pemasangan IM pin tetap
merupakan bentuk umum fiksasi internal di seluruh dunia dalam bedah ortopedi
veteriner. Perbaikan dalam pemasangan IM pin telah berkembang dengan
pemahaman yang lebih baik tentang pertimbangan biomekanik yang diperlukan untuk
penyembuhan tulang yang sukses, terutama dalam kombinasi dengan teknik fiksasi
lain, termasuk kawat cerclage, fiksator kerangka eksternal, dan pelat tulang. Elemen
kunci untuk penerapan teknik pinning dan wiring yang berhasil adalah kesadaran akut
akan kekurangannya dalam menstabilkan fraktur. Setelah kekurangan ini dikenali dan
diatasi, pin dapat digunakan dengan sukses pada banyak fraktur rutin, dengan
komplikasi minimal.

Cerclage Wire

Gambar 2.5. Cerclage wire


Istilah cerclage berarti "melingkari" atau "membungkus menjadi satu bundel".
Prosedur ini mengacu pada wire fleksibel yang seluruhnya atau sebagian melewati
lingkar tulang dan kemudian dikencangkan untuk memberikan kompresi statis
antarfragmen pada fragmen tulang. Metode terakhir juga dikenal sebagai
hemicerclage. Cerclage wire atau hemicerclage tidak pernah digunakan sebagai satu-
satunya metode fiksasi pada semua jenis fraktur diaphyseal. Untuk melakukannya
secara rutin menyebabkan fraktur tambahan pada kabel paling distal, yang bertindak
sebagai konsentrator tegangan untuk gaya tekuk.

Sekrup Tulang

Gambar 2.6. Macam-macam sekrup tulang

Ada berbagai jenis sekrup tulang dengan dua tipe dasar: kortikal dan kanselus.
Jenis sekrup baru ketiga adalah sekrup pengunci atau "sudut stabil". Sekrup tulang
kortikal dan kanselus dapat digunakan sendiri sebagai fiksasi utama untuk patah
tulang tertentu dan ketiga jenis tersebut dapat digunakan bersama dengan berbagai
jenis pelat tulang.

Plat Tulang
Salah satu tujuan utama dalam pengobatan patah
tulang adalah mengembalikan fungsi anggota tubuh yang
cedera secara penuh. Plat tulang ideal untuk mencapai
tujuan ini karena mereka memiliki potensi untuk
mengembalikan stabilitas kaku pada tulang retak yang
direkonstruksi ketika diterapkan dengan benar.

Gambar 2.7. Fiksasi plat


dan sekrup

Fiksasi Eksternal dengan Gypsona

Gypsona dapat diterapkan


sebagai satu-satunya metode fiksasi
untuk fraktur stabil pada anjing atau
kucing muda ketika fraktur akan
mempertahankan pengurangan yang
memadai dan sembuh dengan cepat.
Gypsona yang diaplikasikan di atas
potongan perban empuk di sisi lateral
dan medial dan direkatkan bersama,
kadang-kadang digunakan untuk
mendukung fiksasi internal.

Gambar 2.8. Gypsona


BAB III

III. MATERI METODE

A. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam orthopedi

a) Bone Drill
b) Twister wire
c) Wire introducer
d) bone holder
e) Screwdriver

Bahan:

a) Bone screw
b) Bone metal plate (Straight dan Angled Blade)
c) Wire
d) IM (Intramedullary pin)
e) Gypsona
f) Kassa
g) Kapas
h) Plester
i) Air hangat
j) Lem Epoxy
Bone Drill

Bone Drill digunakan untuk melakukan pembuatan lubang pada tulang

yang sudah di design khusus untuk tulang agar tidak menyebabkan kerusakan,

karena bekerja dengan hasil pelubangan bersih dan pas.

Screwdriver

Srewdriver digunakan untuk mengencangkan mur yang telah dipasang pada

tulang.
Bone Holder

Bone holder digunakan untuk memegang tulang dan mereposisi ulang tulang

yang fraktur. juga dapat dijalin untuk membantu mencegah gerakan atau mundur

dari kawat, meskipun itu juga bisa membuat mereka lebih sulit untuk dilepaskan.

Cerclage wire guide

Cerclage wire guide digunakan untuk membantu dalam proses pemasangan

kawat agar mudah dalam melewati tulang, dengan cara melewatkan kawat pada

tulang melalui bagian bawah tulang.


Cerclage Wire Twister Wire Cutter

Cerclage wire twister wire cutter digunakan untuk memutar kawat pada saat

kawat sudah terpasang pada tulang, serta dapat digunakan untuk memotong kawat.

Bone Plate dan Screws

Semi-tubular Plate (1/2 lengkung) Dipakai dengan Cortex Screws 4,5 mm

dan Cancellous Bone Screw 6,5 mm. Digunakan pada tulang radius (tulang lengan
bawah bagian luar) dan tulang fibula (tulang kaki bagian belakang). Narrow Plate

(pelat sempit) Pelat ini dipakai dengan Cortex Screws 4,5 mm. Dipergunakan pada

tulang Tibia (tulang kaki  bagian luar), dan tulang Ulna (tulang lengan bawah bagian

dalam). Pelat ini panjangnya mulai dari 39 mm dengan 2 lubang, sampai 263 mm

dengan 16 lubang. Dalam katalog Synthens Narrow Plate diberi nama 223, sehingga

bila disebut: 223.11, artinya diminta narrow plate yang mempunyai 11 lubang dengan

panjang 183 mm. Begitu juga 223.16  berarti Narrow Plate yang mempunyai 16

lubang.

A. EFS ( External Fixator Scletal)

Pemasangan External Fixator Scletal pada tulang femur

Open reduction external fixator atau reduksi terbuka biasanya dilakukan

pada hewan aves dengan fiksasi internal yang memiliki prinsip dimana tulang di

transfiksasikan diatas dan dibawah bagian tulang yang fraktur, sekrup atau kawat

yang akan digunakan ditransfiksikan ke bagian proksimal dan distal kemudian


dihubungkan dengan satu sama lain menggunakan batang besi yang lainnya.

Fiksasi external dilakukan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan

jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur

kominutif (hancur atau remuk) (gambar 2).

B. Intramedulari Pin

Intramedulari Pin

Intramedulari pin, merupakan metode sederhana pada perbaikan fraktur

tulang. Peralatan yang termasuk untuk fiksasi intramedulari yaitu, Steinmann pin,

Rush pin, Kirschner wire, Kuntscher nail, Interlocking nail. Steinmann pin adalah

salah satu yang paling sering digunakan. Indikasi utama untuk pin ini adalah untuk

pengobatan fraktur stabil, yaitu fraktur transverse atau blunt oblique pada sepertiga

tengah tulang panjang. Pin terletak di dalam rongga meduler dan mampu menahan

tekanan dari arah manapun. Stabilitas fraktur terkait dengan: Kerapatan pin yang pas

di dalam rongga meduler yang menahan rotasi. Saling bertautan dari fragmen, untuk

menahan rotasi. Keadaan otot, yang menciptakan tekanan fungsional.


Pemasangan intramedulari pin pada replikasi tulang femur

Stabilitas dan ketahanan terhadap rotasi dapat ditingkatkan dengan salah

satu dari beberapa cara, Pin intramedullary dapat digunakan bersama dengan

fixator eksternal, Pada fraktur oblique, stabilitas dapat ditingkatkan dengan

cerclage atau kabel hemicerclage. Alih-alih satu pin intramedullary, dua atau

tiga pin yang lebih kecil (multiple pin) dapat ditempatkan di dalam rongga

meduler sehingga dapat meningkatkan jumlah titik fiksasi. Paku Kuntscher yang

berbentuk V atau daun semanggi pada potongan melintang dapat digunakan

sebagai pengganti pin intramedullary.

C. Wire Cerclage
Wire Cerclage

Wire (Kawat) cerclage mungkin merupakan salah satu metode fiksasi

fraktur yang lebih umum digunakan dalam praktik umum. Sementara kawat cerclage

biasanya dianggap sebagai metode fiksasi tambahan yang biasa digunakan dengan IM

pin, juga dapat digunakan dengan ESF, Interlocking nail, dan pelat tulang. Kawat

Kirschner (juga disebut kawat-K) adalah kawat atau pin tipis yang dapat digunakan

untuk menstabilkan fragmen tulang. Kabel ini dapat dibor melalui tulang untuk

menahan fragmen di tempatnya. Mereka dapat ditempatkan perkutan (melalui kulit)

atau dapat dikubur di bawah kulit.

K-wires datang dalam berbagai ukuran, dan saat mereka bertambah besar, mereka

menjadi kurang fleksibel. K-wires sering digunakan untuk menstabilkan tulang yang

patah dan kemudian diangkat di kantor setelah fraktur sembuh.

D. Pemasangan gypsone

 Tempelkan plester pada kaki yang akan dipasar gypsone secara lateral dan

medial
 Lilit kaki menggunakan kapas

 Lalu lilit kembali menggunakan kasa

 Kemudian celupkan gypsone pada air hangat

 Kemudian lilitkan pada kaki yang sudsampai menutupi kapas dan kasa

tersebut
IV. PEMBAHASAN

DeCamp, et al., (2016), pemasangan setiap implan tulang memiliki indikasi


untuk kejadian setiap jenis fraktur.

Indikasi Pemasangan ESF

Pemasangan ESF dapat diaplikasikan dengan beberapa kondisi pasien sebagai


berikut :

1. Fraktur stabil dan tidak stabil


2. Fraktur terbuka
3. Patah tulang karena tembakan
4. Osteotomi
5. Arthrodesis sendi tertentu
6. Stabilisasi sendi tertentu setelah rekonstruksi ligamen atau tendon
Keuntungan dari pemasangan ESF yaitu :
(1) Kemudahan aplikasi,
(2) Kegunaannya dalam mengobati fraktur reducible dengan metode terbuka atau
tertutup,
(3) Minimisasi pendekatan jika diterapkan sehubungan dengan pendekatan terbuka,
(4) Pin fiksasi yang biasanya dapat disisipkan agak jauh dari luka terbuka,
(5) Akses siap untuk membalut luka terbuka,
(6) Kompatibilitasnya untuk digunakan dengan perangkat fiksasi internal lainnya,
(7) Toleransi oleh anjing dan kucing,
(8) Pemindahan tanpa menempatkan hewan di bawah pengaruh bius total dalam
banyak kasus, dan
(9) Biaya yang wajar.
Indikasi Pemasangan IM Pin
1. Fraktur stabil yang tidak memiliki kecenderungan pemendekan atau rotasi aksial,
terutama fraktur tipe A dengan skor pasien fraktur yang tinggi.
2. Pada hewan yang belum dewasa secara kerangka, terutama anak anjing dan anak
kucing yang berusia kurang dari 4 bulan, patah tulang tipe B dan beberapa tipe C
dapat berhasil diobati karena pembentukan kalus yang cepat terlihat pada hewan
ini.

Indikasi Pemasangan Wire


Wire digunakan terutama pada fraktur oblique, spiral, dan kominutatif atau
multiple tertentu di tulang panjang. Mereka digunakan sebagai fiksasi tambahan
dengan IM Pin, ESF, dan pelat tulang. Selain itu, wire digunakan secara intraoperatif
untuk membantu menahan segmen fraktur pada posisi yang dikurangi sementara
fiksasi primer diterapkan.

Indikasi Pemasangan Sekrup Tulang


Fraktur yang difiksasi dengan sekrup tulang biasanya di area metafisis atau
artikular tulang daripada di diafisis. Untuk mencapai kompresi interfragmental,
sekrup cancellous dimasukkan agar ulir sekrup tidak melewati garis fraktur. Sekrup
tidak pernah digunakan sebagai fiksasi utama pada fraktur poros. Mereka selalu
dilengkapi dengan pelat, pin, atau ESF. Fiksasi primer fraktur poros dengan sekrup
selalu mengakibatkan retak pada lubang sekrup atau kegagalan sekrup kecuali
anggota badan diimobilisasi dalam dengan gips eksternal, sehingga meniadakan
keuntungan fiksasi internal.

Indikasi Pemasangan Pelat Tulang


Pelat tulang dapat beradaptasi dengan banyak situasi, sebagai berikut:
1. Sebagian besar patah tulang panjang
2. Fraktur multipel dan kompleks
3. Fraktur pada anjing dan kucing dari semua ukuran. Plat tulang memiliki berbagai
ukuran dan sesuai untuk tulang ras anjing dan kucing terbesar dan terkecil,
sedangkan sistem fiksasi lain mungkin tidak selalu cocok.
V. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa, ketika

terjadi fraktur harus dilakukan penanganan dengan menggunakan pin, wire

atau plat dan screw.


DAFTAR PUSTAKA

DeCamp, Charles E., Johnston, S. A., Déjardin, L. M., Susan L. Schaefer, S. L. 2016.
Brinker, Piermattei, and Flo’s Handbook of Small Animal Orthopedics and
Fracture Repair. ELSEVIER.
Dimitriou R, Tsiridis E, Giannoudis PV. 2005. Current concepts of molecular aspects
of bone healing. Injury. 36 (12): 1392-1404.

Fossum, T. W., Dewey, C. W., Horn, C. V., Johnson, A. L., MacPhail, C. M.,
Radlinsky, MA. G., Schulz, K.S., Willard, M. D. 2012. Small Animal Surgery
4th Edition. ELSEVIER.

Johnson AL. 2013. Management of specific fractures. In: Fossum, T.W. Small animal
surgery. 4th.ed. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier. p.1106-1214.
Mafi R, KhanW, Mafi P, Hindocha S. 2014. Orthopedic approaches to proximal
humeral fractures following trauma. The Open Orthopaedics Journal. 8:
437-441.
Mwangi WE, Mande JD. 2012. Case report: Internal fixation of an oblique femoral
fracture using cerclage wires and bone plate. University of Nairobi.
Shiju MS, Ganesh R, Ayyappan S, Kumar RS. 2010. Incidence of pectoral limb
fractures in dogs: A survey of 331 cases. Tamilnadu Journal of
Veterinary and Animal Sciences. 7(2): 94-96.
Tercanlioglu H, Sarierler M. 2009. Femur fractures and treatment options in
dogs which brought our clinics. Lucrări stiinłifice medicină veterinară.
13(2): 98-101.
Vertenten G., Gasthuys F., Cornelissen M., Schacht E., Vlaminck L,. 2010.
Enhancing bone healing and regeneration present and future perspectives in
veterinary orthopaedics. Schattauer: Vet Comp Orthop Traumatol 2010. 23:
153–162.

Anda mungkin juga menyukai