PROPOSAL
Oleh
1
2
A. Judul
B. Latar Belakang
3
Hasil dari suatu proses penerjemahan umumnya dapat dilihat dari sebuah
karya yang dihasilkan oleh penerjemah, salah satunya berupa karya cetak atau
tulisan. Pada masa ini sudah banyak karya tulis suatu bahasa yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa lainnya, seperti karya tulis dalam bahasa Jepang.
Buku, majalah, artikel dan sebagainya dalam bahasa Jepang banyak diterjemahkan
oleh penerjemah ke dalam bahasa Indonesia. Salah satu bentuknya adalah manga.
Manga merupakan sebutan dalam bahasa Jepang yang berarti komik. Percakapan
yang disajikan dalam manga umumnya merupakan situasi yang terdapat dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang, sehingga konteks bahasa yang
digunakan adalah bahasa kasual. Bahasa kasual merupakan jenis bahasa yang
umum digunakan pada situasi bahasa lisan dan penggunanya memiliki konteks
yang akrab seperti digunakan pada teman sebaya, kerabat, maupun keluarga.
Sebagai salah satu elemen dari struktur kalimat, partikel akhir banyak
digunakan dalam konteks percakapan yang bervariasi di dalam bahasa Jepang,
salah satu bentuk penggunaannya terdapat pada ragam bahasa gender. Bahasa
Jepang memiliki dua jenis ragam bahasa gender yang terbagi menjadi ragam
bahasa pria dan ragam bahasa wanita, dalam bahasa Jepang keduanya disebut
dengan danseigo dan joseigo. Ragam bahasa gender umumnya digunakan pada
4
situasi percakapan kasual atau bisa dikategorikan ragam akrab. Hal tersebut atas
dasar jenis kata dan pola kalimat yang diucapkan cenderung digunakan dengan
bentuk yang santai dan kurang memperlihatkan bentuk kalimat yang sopan. Para
sosiolinguis berpendapat bahwa adanya perbedaan antara bahasa yang dipakai
oleh pria dan wanita, dimana pria umumnya menggunakan bahasa yang terkesan
kasar dan tegas, sedangkan wanita terkesan lebih halus dan sopan daripada
danseigo meskipun digunakan dalam percakapan kasual. Kemudian hubungan
penggunaan partikel akhir pada danseigo dan joseigo juga memiliki perbedaan,
seperti jenis partikel akhir apa yang terdapat pada masing-masing ragam bahasa
tersebut.
5
Penggunaan partikel akhir dalam bahasa Indonesia juga dijelaskan dengan
penyebutan kategori fatis, dengan beberapa ahli menyebutkan maknanya dapat
berarti suatu kata atau ungkapan yang dapat digunakan sebagai bentuk memulai
percakapan, mempertahankan komunikasi, menarik lawan bicara yang umum
digunakan pada situasi lisan untuk menjaga kesinambungan komunikasi antar
pembicara dan lawan bicara. Kemudian kategori fatis pada bahasa Indonesia juga
dapat dipengaruhi dari segi dialek dan sosial pembicara, sehingga kata atau
ungkapan yang dihasilkan menjadi beragam. Namun sebagai pembelajar bahasa
Jepang, kalimat bahasa Jepang dalam bentuk partikel akhir, jika diubah ke dalam
bahasa Indonesia seringkali juga diterjemahkan menjadi partikel akhir. Hal ini
yang menjadi konsentrasi peneliti bagaimana seharusnya partikel akhir tersebut
diterjemahkan termasuk keterkaitannya jika digunakan pada ragam gender.
C. Rumusan Masalah
1. Apa saja bentuk padanan terjemahan dari shuujoshi pada joseigo dan
danseigo dari kalimat percakapan oleh tokoh dalam manga?
2. Apa saja teknik yang dilakukan dalam penerjemahan shuujoshi pada
joseigo dan danseigo dari kalimat percakapan oleh tokoh dalam manga?
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas maka tujuan
yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :
6
E. Manfaat Penelitian
F. Definisi Operasional
7
Terjemahan atau penerjemahan merupakan hal yang lazim digunakan
dalam proses pembelajaran yang berkaitan dengan bahasa asing dan dapat
digunakan sebagai pendekatan kebahasaan. Menurut Catford (1965) dalam
Machali (2000:5) penerjemahan dapat didefinisikan sebagai “the replacement of
textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another
language (TL)”, yang berarti mengganti bahan teks dalam bahasa sumber dengan
bahan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran.
8
fitur-fitur linguistik yang bernilai dalam konteks penerjemahan. “A good
translation is a text which is a translation (i.e.is equivalent) in respect of those
linguistic feautures which are most valued in the given transalation” (2001: 17).
2. Metode Penerjemahan
9
prapenerjemahan pada penerjemahan yang sangat sukar atau untuk
memahami mekanisme BSu.
Contoh penerjemahan kata demi kata dalam teks bahasa Jepang:
BSu: 私は猫が好き。 BSa:
私 watashi saya
は wa (partikel pengantar topik)
猫 neko kucing
が ga (partikel penanda objek)
好き suki suka
Metode penerjemahan ini juga dapat dikatakan menerjemahkan teks
sumber dengan membiarkan susunan kalimat aslinya.
b. Penerjemahan Harfiah
Konstruksi gramatikal BSu dicarikan padanannya yang terdekat dalam
TSa, tetapi penerjemahan leksikal atau kata-katanya dilakukan terpisah
dari konteks.
Contoh hasil dari penerjemahan harfiah dalam teks bahasa Jepang :
BSu: 猫に小判 (Supriatnaningsih dan Nurhayati, 2020)
Neko ni koban
BSa: ‘memberikan hadiah kepada orang lain yang tidak bisa
menghargainya adalah tindakan yang sia-sia’
Secara harfiah jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia artinya merupakan
‘memberikan koin emas kepada kucing’, maksud dari artinya adalah
‘memberikan hadiah kepada orang lain yang tidak bisa menghargainya
adalah tindakan yang sia-sia’.
c. Penerjemahan Setia
Penerjemahan setia mencoba mereproduksi makna kontekstual TSu
dengan masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. Di sini kata-kata yang
bermuatan budaya dialihbahasakan, tetapi penyimpangan dari segi tata
bahasa dan pilihan kata masih tetap dibiarkan.
Contoh hasil penerjemahan setia dalam teks bahasa Jepang :
BSu: 水の音
10
Mizu no oto
Suara air
(Haiku karya Matsuo Basho dalam Supriatnaningsih dan Nurhayati, 2020)
d. Penerjemahan Semantis
Penerjemahan semantis ini lebih luwes daripada penerjemahan setia yang
lebih kaku dan tidak berkompromi dengan kaidah TSa. Penerjemahan
semantis harus pula mempertimbangkan unsur estetika teks BSu dengan
mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran. Kata
yang hanya sedikit bermuatan budaya kemudian dapat diterjemahkan
dengan kata yang netral atau istilah yang fungsional.
Contoh hasil penerjemahan semantis dalam bahasa Jepang :
BSu : 腹がへる (hara ga heru)
‘perutnya berkurang’ (Supriatnaningsih dan Nurhayati, 2020)
BSa : makna yang tepat adalah ‘perutnya kosong’
Penerjemahan ini lebih ditekankan kepada bahasa sasaran dan tidak sekaku
penerjemahan setia. Makna dari terjemahan di atas dapat mengisyaratkan
si pembicara yang maksudnya adalah ‘perutnya lapar’.
a. Adaptasi
Adaptasi merupakan metode penerjemahan yang paling bebas dan paling
dekat dengan BSa. Biasanya metode ini digunakan dalam menerjemahkan
puisi atau drama yaitu yang memperahankan tema, karakter dan alur.
Contoh penerjemahan adaptasi :
BSu : 泣き面に蜂 (nakitsura ni hachi) (Weliantari, 2020)
‘lebah pada wajah menangis’
11
BSa : Sudah jatuh tertimpa tangga
Makna dari hasil penerjemahan ini mengalami perubahan budaya dari BSu
dan BSa. Pada teks BSu, makna ‘lebah pada wajah menangis’ artinya
sudah wajah bengkak, lalu mendapat sengatan lebah. Hal ini sama dengan
peribahasa dalam bahasa Indonesia (BSa) yakni, ‘sudah jatuh tertimpa
tangga’.
b. Penerjemahan Bebas
Metode penerjemahan ini yang mengutamakan isi dan mengorbankan
bentuk teks BSu. Biasanya, metode ini berbentuk sebuah paafrase yang
dapat lebih panjang atau lebih pendek dari aslinya. Metode ini sering
dipakai dikalangan media massa.
Contoh penerjemahan bebas :
BSu : いずれもプログラムを手にしながら、...
Izure mo puroguremu o te ni shinagara
BSa : ‘masing-masing dengan buku acara di tangan’
(Andriani dkk., 2019)
c. Penerjemahan Idiomatik
Metode ini bertujuan mereproduksi pesan dalam teks BSu, tetapi sering
dengan menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak
didapati pada versi aslinya, yang juga padanan istilah, ungkapan dan
idiomnya berorientasi pada BSa.
Contoh penerjemahan idiomatik :
BSu : 猿も木から落ちる (saru mo ki kara ochiru)
BSa : ‘orang yang mahir dalam sesuatu, pasti juga akan menemui
kesalahan’
Jika diartikan secara harfiah, teks BSu maknanya yakni ‘monyet juga jatuh
dari pohon’. Kemudian jika diterjemahkan ke BSa, sama dengan
peribahasa ‘sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga’.
12
d. Penerjemahan Komunikatif
Metode ini mengupayakan reproduksi makna kontekstual yang demikian
rupa, sehingga baik aspek kebahasaan maupun aspek isi langsung dapat
dimengerti oleh pembaca. Metode ini memperhatikan prinsip-prinsip
komunikasi, yaitu khalayak pembaca dan tujuan penerjemahan.
Contoh penerjemahan komunikatif :
BSu : 昆虫類 (konchurui)
BSa : insekta (dalam ilmu biologi) atau serangga (umum)
3. Prosedur Penerjemahan
A. Pergeseran bentuk
Menurut Catford (1965) dalam Machali (2000:63) prosedur yang biasa
dikenal dengan transposisi atau ‘shift’ ini merupakan suatu prosedur
penerjemahan yang melibatkan perubahan bentuk gramatikal dari BSu ke
BSa. Ada empat jenis pergeseran bentuk, seperti dibawah ini :
a. Prosedur penerjemahan dalam pencarian padanan dari BSu ke BSa.
Contoh :
Adjektiva + nomina menjadi nomina + pemberi sifat
TSu : きれい女の子 (Kirei onna no ko)
TSa : Anak kecil (yang) cantik
b. Pergeseran bentuk yang dilakukan jika suatu struktur gramatikal dalam
BSu tidak ada dalam BSa.
Contoh :
13
TSu : おふろ(Ofuro)
TSa : Kamar mandi
Dalam BSa awalan O tidak mendapat padanan karena tidak ada dalam
BSu.
c. Pergeseran yang terjadi apabila suatu ungkapan dalam BSu dapat
diterjemahkan scara harfiah ke dalam BSa melalui cara gramatikal,
tetapi padanannya kaku dalam BSa.
Contoh :
TSu : 普通の男の人は好きじゃありません
(Futsuu no otoko no hito wa suki ja arimasen)
TSa : Saya tidak suka laki-laki yang biasa saja
Jika frase diatas diterjemahkan secara harfiah, maka bunyinya akan
menjadi ‘laki-laki biasa saya tidak suka’, dan frase ini terasa kaku di
dalam bahasa Indonesia.
d. Pergeseran bentuk yang dilakukan dengan maksud mengisi
kesenjangan leksikal (termasuk peranti gramatikal yang mempunyai
fungsi tekstual, seperti /-lah/, /-pun/) dalam BSa dengan menggunakan
suatu struktur gramatikal.
Contoh :
TSu : だからさっきからそう言ってるじゃないか
(Dakara sakki kara sou itteru janai ka)
TSa : Itu lah sebabnya saya mengatakannya sedari tadi
14
TSa : Oohh begitu (ya rupanya..)
b. Modulasi bebas adalah prosedur penerjemahan yang dilakukan karena
alasan nonlinguistik, misalnya untuk memperjelas makna,
menimbulkan kesetalian dalam BSa, mencari padanan yang terasa
alami dalam BSa dan sebagainya.
C. Adaptasi
Adaptasi adalah pengupayaan padanan kultural antara dua situasi tertentu.
D. Pemadanan berkonteks
Pemberian konteks atau contextual conditioning adalah penempatan suatu
informasi dalam konteks, agar maknanya jelas bagi penerima
informasi/berita (Nida (1982) dalam Machali (2000:71)).
E. Pemadanan bercatatan
Apabila semua prosedur penerjemahan tersebut di muka tidak dapat
menghasilkan padanan yang diharapkan, maka langkah pemadanan
bercatatan dapat dilakukan. Misalnya pemberian makna dengan catatan
setelah terjemahan dalam BSa. Prosedur penerjemahan ini juga dapat
berupa seperti catatan kaki.
A. Transferensi
Menurut Newmark (1988:81) prosedur transferensi dalam proses
penerjemahannya mengambil istilah bahasa yang terdapat pada BSu untuk
kemudian dipakai juga dalam BSa. Hal ini dilakukan penerjemah pada saat
tidak ditemukannya padanan pada BSu di dalam BSa. Transferensi dapat
pula digunakan untuk memperkenalkan istilah bahasa asing kepada
pembaca, namun apabila istilah tersebut sudah lazim didengar.
15
Contoh :
TSu : 私は寿司が好きです。(watashi wa sushi ga suki desu)
TSa : saya menyukai sushi.
B. Naturalisasi
Prosedur penerjemahan naturalisasi dapat dikatakan mirip dengan proses
transferensi, dimana prosedurnya mengadaptasi BSu menjadi BSa yang
memiliki pelafalan kata yang serupa. Newmark (1988) juga menjelaskan
prosedur penerjemahan ini digunakan pada istilah bahasa sumber yang
sudah lazim dikenal oleh pembaca.
Contoh :
TSu : 今しゃぶしゃぶをたべる。(ima shabu-shabu o taberu)
TSa: saat ini sedang makan shabu-shabu.
Dalam bahasa jepang kata shabu-shabu berarti bunyi saat menggoyangkan
daging tipis saat dimasak yang terdengar seperti kata ‘shabu-shabu’.
Kemudian orang-orang saat ini mengenal bunyi tersebut sebagai suatu
nama makanan Jepang.
C. Couplet/Triplet/Quadruplet
Menurut Newmark (1988), prosedur penerjemahan ini digunakan dengan
menggabungkan 2 atau lebih jenis prosedur penerjemahan dalam
menerjeahkan kata/frase antara BSu dan BSa.
D. Padanan Budaya
Prosedur penerjemahan ini dilakukan dengan memadankan atau mengganti
unsur budaya yang terdapat pada BSu menjadi padanan yang sesuai
dengan BSa.
E. Kesepadanan Deskriptif
Prosedur penerjemahan deskriptif dilakukan dengan cara menguraikan
padanan dari istilah BSu ke dalam BSa agar menjadi lebih jelas maknanya.
16
4. Teknik Penerjemahan
1. Adaptasi
Teknik adaptasi dilakukan dengan menganti unsur budaya yang terdapat pada
bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Hal ini dilakukan agar teks dalam
BSu dapat mudah dipahami artinya di dalam BSa.
Contoh :
2. Amplifikasi
Contoh :
TSu : はなび (Hanabi)
3. Peminjaman (Borrowing)
17
Teknik ini adalah teknik penerjemahan yang dilakukan dengan meminjam
kata atau ungkapan yang terdapat dari BSu. Peminjaman itu bisa bersifat
natural atau bisa sesuai dengan pelafalan yang seharusnya.
Contoh :
TSu : 東京 (Toukyou)
4. Kalke (Calque)
Contoh :
5. Kompensasi
Teknik penerjemahan dengan penyampaian pesan pada bagian lain dari teks
terjemahan.
Contoh :
6. Deskripsi
Contoh :
TSu : ナット (Natto)
18
TSa: Makanan dari hasil fermentasi kacang kedelai
7. Transposisi
Contoh :
TSu : 上手 (Jouzu)
8. Modulasi
19
dipengaruhi oleh gender itu sendiri, yakni antara bahasa yang digunakan oleh
laki-laki dan perempuan.
A. Pronomina Persona
Pronominal persona memiliki arti lain yakni kata ganti yang dapat
digunakan untuk kata ganti orang, benda, tempat atau arah. Dalam bahasa Jepang
pronomina persona disebut dengan ninshou dameishi. Ninshou dameishi terdiri
dari beberapa macam, sebagai berikut:
20
1. Kata Ganti Orang Pertama
Dalam bahasa Jepang kata ganti orang pertama disebut dengan jishou.
Putri dan Santoso (2015) mengumpulkan beberapa kosakata yang masuk ke dalam
kategori kata ganti orang pertama berdasarkan komik berjudul Chibi Maruko
Chan, yang dapat dibedakan antara pengguna pria dan pengguna wanita, seperti
berikut ini.
Pengguna Bahasa
Danseigo Joseigo Arti Keterangan
Boku - Penggunanya merupakan
Ore - anak laki-laki sampai dewasa
Penggunanya pria berusia 60
Washi/washira - ke atas atau sudah kakek-
Saya
kakek
- Watashi Penggunanya bisa dari anak-
anak perempuan sampai
- Atashi
wanita dewasa
Bahasa Jepang menyebut kata ganti orang kedua dengan kata taishou,
berikut beberapa kata ganti orang kedua dalam bahasa Jepang.
Pengguna Bahasa
Danseigo Joseigo Arti Keterangan
Kamu Cenderung dipakai oleh
Omae - penutur pria dengan intonasi
yang kurang sopan
Kimi Kimi Kamu/anda Keduanya sering digunakan
oleh penutur pria dan wanita,
dapat dengan intonasi yang
Anta Anta Kamu/anda
kasar maupun sopan dalam
konteks keakraban.
21
3. Kata Ganti Orang Ketiga
Tashou dalam bahasa Jepang berarti kata ganti orang ketiga. Menurut Putri
dan Santoso (2015:182) terdapat perbedaan mengenai kata ganti orang ketiga
yang digunakan dalam danseigo dan joseigo, seperti beberapa kata berikut ini.
Pengguna Bahasa
Danseigo Joseigo Arti Keterangan
Kata yang cenderung
Soitsu Dia/orang itu
berintonasi kasar
Digunakan oleh orang yang
Aitsu Dia/orang itu lebih tua/lebih punya status
atau kekuasaan lebih tinggi
Memiliki makna cenderung
Yatsu Dia/orang itu
kasar
Kono hito Orang itu
Ano hito Orang itu Seluruhnya memiliki
Sono hito Orang itu makna/intonasi yang lebih
Dia (laki-
Kare sopan ketika diucapkan
laki)
daripada pada bahasa pria.
Dia
Kanojo
(perempuan)
B. Kandoushi
Pengguna Bahasa
Danseigo Joseigo Arti Keterangan
22
Kata yang sering digunakan
oleh penutur pria dan wanita,
Hora Hora Lihat, tuh/ lihat! digunakan ketika hendak
menunjukkan suatu hal
kepada lawan bicara
Menunjukkan sesuatu seperti
Are Are Hei/loh?
terkejut atau keheranan
Dapat berupa ungkapan
Maa Maa Wah/ yaa../hmm dalam ekspresi terkejut
namun juga kagum
Umumnya digunakan oleh
penutur pria dewasa dan
Hoo - Haa../hah? anak-anak. Digunakan ketika
terkejut dengan sedikit
berfikir
Anak laki-laki banyak
menggunakan kata ini, dan
tidak dalam konteks terkejut
Yai - Wah..
akan tetapi digunakan ketika
dalam bentuk memanggil
lawan bicara
Umumnya digunakan oleh
penutur wanita dan anak laki-
Ooi Ooi Woi!
laki untuk memanggil lawan
bicara
Mennunjukkan ekspresi
terkejut dan lebih sering
- Ara Wah..
diucapkan oleh penutur
wanita
C. Kata Benda/Meishi
23
Pada bentuk pemarkah dalam kalimat danseigo dan joseigo juga terdapat
kata benda yang biasa digunakan oleh kedua ragam bahasa tersebut, beberapa
contohnya dijelaskan sebagai berikut.
Pengguna Bahasa
Danseigo Joseigo Arti Keterangan
Perut Pada danseigo, penutur pria
cenderung lebih
mengucapkan kata ‘Hara
Hara Onaka heta’ daripada ‘Onaka ga
suita’, dan sehingga pada
penutur wanita bahasanya
cenderung lebih sopan
‘sugee’ dan ‘sugoi’ memiliki
makna yang sama, akan
Sugee Sugoi Hebat/bagus tetapi pada penutur pria
pengucapannya terkesan
kasar
‘umai’ dan ‘oishii’ memiliki
makna yang sama, akan
tetapi pada penutur pria
Umai Oishii Enak
pengucapannya terkesan
kasar daripada penutur
wanita
6. Shuujoshi
24
A. Definisi Shuujoshi pada Bentuk Ishi ‘Maksud’ yang Berhubungan
dengan Gender
25
Selanjutnya penggunaan shuujoshi juga berfungsi sebagai ungkapan
gramatikal yang dapat diklasifikasikan sebagai sikap pembicara yang berorientasi
pada pendengar. Menurut Masuoka (1991:48) dalam Aibonotika (2016) partikel
akhir diklasifikasikan dengan sebutan dentatsu-taido no modariti (modalitas
sikap-penyampaian) yang berarti modalitas ini merupakan bentuk
mengungkapkan sikap si pembicara terhadap orang yang mendengarkan kalimat
yang diucapkan oleh penuturnya. Kemudian konteks tersebut biasanya
diugkapkan di dalam suatu kalimat dengan partikel akhir seperti na, yo, sa, zo, ze,
wa dan lain sebagainya. Kemudian makna dari hasil penggunaan partikel akhir
dalam bahasa Jepang tersebut memberikan pengaruh terhadap makna dari partikel
yang digunakan dalam bahasa Indonesia dalam mengartikan shuujoshi yang
dipakai dalam kalimat danseigo dan joseigo.
26
‘maksud’ yang telah ada dipikiran si pembicara akan tetapi belum ada tindakan
yang dilakukan dari pemikiran tersebut (Aibonotika, 2016). Infleksi tersebut
merupakan ciri atau penanda suatu kalimat yang memiliki bentuk ‘maksud’. Dari
bentuk infleksi ini kemudian akan dilihat apakah ada keterkaitan dengan
shuujoshi yang berhubungan dengan danseigo dan joseigo.
Gambar 1
Dari data yang ditampilkan pada tabel di atas, dapat dilihat penggunaan
shuujoshi pada bentuk maksud dapat diklasifikasikan oleh pengguna bahasa pria
dan wanita. Seperti laki-laki yang banyak menggunakan partikel zo, ze dan sa,
sedangkan perempuan menggunakan partikel wa. Data di atas juga menampilkan
penggunaan shuujoshi yang bersifat nondialogis, penggunaan ragam sopan, ragam
27
biasa, adjektiva, bentuk kamus, bentuk perintah, bentuk maksud, dan lain-lain.
Dalam verba bentuk maksud, kecenderungan pengguna bahasa dalam konteks
gender hanya digunakan oleh laki-laki dengan bentuk kalimat yang terdapat
shuujoshi ze.
1. Zo dan ze
a. Partikel zo
28
Menurut Putri dan Santoso (2016:103) partikel zo memiliki makna yang
menyatakan keputusan atau ketidakpastian si pembicara. Selain itu pada situasi
bentuk maksud, partikel zo yang bersifat nondialogis dapat menjelaskan suatu
pemikiran yang diketahui oleh pembicara atau pemahaman yang baru hanya pada
diri sendiri. Dalam konteks tertentu sebagai bentuk ‘meyakinkan’ pemikiran si
pembicara, partikel zo juga digunakan oleh wanita dalam mengungkapkan
perubahan atau pemahaman dirinya (Noda, 2002:269 dalam Aibonotika, 2016) .
Seperti salah satu contoh berikut:
b. Partikel ze
29
Partikel ze menurut Putri dan Santoso (2016:106) dapat dipakai pada akhir
kalimat yang mendukung ajakan. Seperti yang diungkapkan pada contoh berikut:
「どう?、今から出かけるぜ」
Dou? Ima kara dekakeru ze.
‘Gimana? Saya pergi sekarang nih!’
Pada contoh kalimat di atas, penggunaan partikel ze juga memiliki hubungan yang
serupa dengan partikel zo dalam hal ‘mendesakkan’ sesuatu yang lebih kuat.
Dalam situasi lain, menurut Nitta et al., 2003:248 dalam Aibonotika (2016)
partikel ze digunakan dalam konteks si pendengar diajak mengaktualisasikan
suatu ajakan dengan nuansa ‘pembicara menganggap ajakannya tidak akan ditolak
oleh pendengar’, seperti pada contoh berikut:
「座れよ、一緒に飲もうぜ」
Suware yo, isshoni nomou ze
‘Duduklah, ayo dong minum sama-sama’
2. Wa
30
Makna dari contoh kalimat tersebut dapat berarti si pembicara mengungkapkan
suatu kalimat menjelaskan ketidaktahuannya dengan cara seperti bergumam atau
berbicara sendiri.
3. Sa
Contoh : 「先生が、体に気お付けて、元気で頑張りなさいってさ」
Sensei ga, karada ni kiotsukete, genki de ganbarinasai tte sa
‘Kata (bapak/ibu) guru sih, jaga kesehatan dan bersungguh-sungguh’
(Nitta et al., 2003:251 dalam Aibonotika, 2016)
31
pada kalimat yang menerima pernyataan yang dikemukakan di hadapan pendengar
maupun pembicara, kedua sa yang digunakan untuk menegaskan,
mengkonfirmasi, yang menyatakan penjelasan terhadap pendengar kepada
pembicara.
4. Partikel Kashira
Dari kalimat tersebut pembicara terlihat tidak yakin akan pikiran yang
diungkapkannya. Seperti bertanya-tanya dan tidak tahu bagaimana hasil yang
akan didapatnya.
32
bahasa Indonesia juga memiliki beragam bentuk partikel dan pemakaiannya mirip
dengan partikel akhir bahasa Jepang. Penggunaannya juga dalam bentuk lisan dan
tidak baku yang juga dipengaruhi oleh sifat dialektal.
33
diucapkannya, bahwa sesuatu itu cantik atau bagus. Namun pada penggunaan
partikel ya, maknanya tidak selalu untuk mendapatkan persetujuan. Partikel ya
dapat digunakan seabagai ungkapan yang digunakan oleh pembicara atas rasa
ketidakyakinannya seperti pada kalimat ‘kira-kira bisa tidak ya?’ kemungkinan
kalimat yang diucapkan merupakan bentuk bergumam atau tidak berbicara kepada
lawan bicara.
7. Semantik
Hubungan semantik dan makna dalam penelitian ini adalah semantik dan
makna merupakan elemen penting dalam penelitian penerjemahan dalam ruang
lingkup linguistik. Hal tersebut untuk mengetahui makna kata, makna frasa
maupun makna kalimat agar dapat tersampaikan kepada lawan bicara yang
menjadikan objek semantik dan makna diperlukan.
34
semantik yang objek penelitiannya adalah leksikon dari suatu bahsa, (2) semantik
gramatikal yang merupakan jenis semantik yang objek penelitiannya adalah
makna-makna gramatikal dari tataran morfologi, (3) semantik sintaksikal yang
merupakan jenis semantik yang sasaran penyelidikannya bertumpu pada hal-hal
yang berkaitan dengan sintaksis, (4) semantik maksud yang merupakan jenis
semantik yang berkenaan dengan pemakaian bentuk-bentuk gaya bahasa, seperti
metafora, ironi, litotes, dan sebagainya.
Menurut Wijana (2015: 39) analisis semantik merupakan analisis proposisi
yang terdiri dari predikat dan beberapa nomina lain sebagai argumennya.
Kemudian dalam bahasa Indonesia, predikat itu dapat berupa verba, adjektiva,
numeral, bilangan, adverbia dan frase preposisi.
Semantik berbeda dengan sintaksis, kajian tentang kombinatorik unit
bahasa (tanpa mengacu pada maknanya), dan pragmatik, kajian tentang hubungan
antara simbol-simbol bahasa, makna, dan pengguna bahasa. Semantik juga
dibahas dalam bahasa Jepang. Pembagian semantik ke dalam ilmu bahasa menurut
Ikegami (1991:19) menyebutkan bahwa :
言語における意味の問題は、当然言語学の一部門として意味論の対
象 にな る。 意味 論は 、特 に区 別さ れる とき は「 言語 学的 な意 味論 」
(linguistic semantics)、「哲学的な意味論」(philosophical semantics)、 「一
般意味論」(general semantics)というふうにそれぞれ呼ばれるが、多くはい
ずれの場合対しても「意味論」という名称使われる。
Terjemahan:
Permasalahan arti dalam bahasa yang menjadi objek semantik adalah salah satu
bagian dalam ilmu linguistik. Semantik yang secara khusus dibedakan sesuai
dengan sebutannya menjadi semantik linguistik semantik filosifis, semantik
umum, tetapi sering digunakan nama semantik dalam berbagai macam
kesempatan dengan nama sebutannya.
8. Makna
35
Makna merupakan salah satu elemen penting yang terdapat dalam proses
penerjemahan suatu bahasa. Sebagai tindak komunikasi makna sangat diperlukan
baik dari produsen teks dan penerima atau pembaca agar memahami maksud dari
suatu bacaan.
1. Makna leksikal
36
Makna leksikal merupakan makna satuan-satuan kebahasaan yang dapat
diidentifikasikan tanpa satuan itu bergabung dengan satuan yang lain
(Wijana, 2015:28). Kata leksikal berasal dari kata leksikon yang berarti
kata-kata, merupakan makna sebagaimana yang sering ditemukan dalam
kamus pada umumnya, misalnya dalam kamus bahasa Indonesia-Jepang,
anjing= inu.
2. Makna Gramatikal
Makna gramatikal menurut Wijana (2015:29) adalah penggabungan suatu
lingual dengan lingual lainnya berdasarkan kaidah gramatikal. Makna
gramatikal juga dapat diartikan sebagai makna yang terbentuk akibat
susunan kata-kata dalam frase, klausa, atau kalimat, misalnya makna yang
terbentuk akibat akhiran yang ditambahkan dalam kata ‘meminjam’ yang
dalam bahasa Jepang adalah ‘karimasu.
3. Makna Kontekstual
Makna Kontekstual adalah makna yang didasarkan atas hubungan antara
ujaran dan situasi pemakaian ujaran itu (Depdiknas, 2008:864). Makna
kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada dalam
suatu konteks. Makna kontekstual terbentuk dari hubungannya dengan
kata-kata lain yang digunakan dalam teks ataupun yang berada di luar teks.
4. Makna Sosiokultural
Makna sosiokultural adalah makna yang terbentuk oleh budaya setempat
atau juga mempunyai muatan sosial tertentu. Contohnya kalimat ‘selamat
makan’ yang juga terdapat dalam budaya Jepang dengan ucapan
‘itadakimasu’.
5. Makna Primer dan Sekunder
Makna primer biasa disebut dengan makna referensial, yang berarti adalah
makna dasar atau makna asli yang dimiliki suatu kata. Kemudian makna
sekunder biasa disebut dengan makna konotatif adalah makna yang
mendapat makna tambahan akibat budaya disekitarnya.
37
H. Kerangka Konseptual Penelitian
Bagan 1
Shuujoshi
Teknik penerjemahan
Padanan penerjemahan
Manga
dalam bahasa Indonesia
Bentuk penerjemahan
38
yakni danseigo dan joseigo dan sumber data yang diambil dari judul manga atau
komik yang berbeda dan tidak tertuju pada satu judul saja. Penelitian sebelumnya
juga hanya meneliti beberapa jenis shuujoshi saja, namun dalam penelitian yang
saya teliti akan meneliti semua jenis shuujoshi yang berkaitan dengan danseigo
dan joseigo berdasarkan percakapan yang terdapat dalam manga.
2. Penelitian relevan yang dilakukan oleh Kadek Eva Krishna Adnyani yang
berjudul “Representasi Wanita dalam Joseigo (2013)”. Hasil dari
penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa penggunaan joseigo oleh
masyarakat Jepang merupakan manipulasi yang dibuat oleh pemerintah
sehingga membuat adanya perbedaan kedudukan antara pria dan wanita.
Sehingga membuat joseigo menjadi bahasa yang penggunaannya lebih sopan
daripada bahasa pria.
39
diambil dalam penelitian saya merupakan danseigo dan joseigo sedangkan pada
penelitian terdahulu membahas struktur dan fungsi dari shuujoshi tertentu saja.
J. Metode Penelitian
1. Waktu Penelitian
Tabel 1
No
Kegiatan Penelitian Waktu Penelitian
.
1. Pengajuan Judul November 2019
2. Seminar Proposal Januari 2020
40
Perbaikan Proposal (setelah
3. Januari 2020
seminar proposal)
4. Pengambilan Data Januari 2020
Pengolahan Data dan Penyusunan
5. Januari-Februari 2020
bab 4-5
6. Seminar Hasil Februari 2020
7. Perbaikan Skripsi 1 Maret 2020
8. Seminar Skripsi Maret 2020
9. Perbaikan Skripsi 2 Maret 2020
2. Jenis Penelitian
3. Sumber Data
41
Sumber data yang diambil dalam penelitian kali ini menggunakan
beberapa judul manga yang berbentuk buku/cetak. Pemilihan manga sebagai
sumber data penelitian dengan alasan kalimat percakapan yang disajikan pada
manga merupakan bentuk tertulis beserta gambar yang menampilkan ekspresi
penuturnya. Hal tersebut akan memudahkan peneliti yang bukan merupakan
seorang native speaker. Kemudian manga yang dipilih juga terdapat dalam bentuk
bahasa Indonesia yang telah resmi dikeluarkan oleh penerbit di Indonesia. Bila
dibandingkan dengan menggunakan anime sebagai sumber data, anime akan
tersedia dalam bentuk audio dan video sehingga dalam proses pengumpulan data
akan dirasa kurang efisien apabila harus mendengarkan kalimat yang sesuai
berulang-ulang, selain itu banyak sekali situs anime dengan penerjemahan yang
tidak resmi bahkan bajakan yang sebaiknya peneliti hindari. Berikut ini beberapa
judul manga yang dipilih dengan uraian alasannya.
42
Manga ini merupakan serial manga edisi spesial yang dibuat oleh Gosho
Aoyama dengan genre misteri. Pada manga Detective Conan berbahasa Jepang
volume ke-8, manga ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1999 dengan total
192 halaman. Kemudian volume ke-9 terbit pada tahun 1999 dengan jumlah 193
halaman dan volume ke-10 diterbitkan tahun 2000 dengan total halaman yang
disajikan sebanyak 219 halaman.
Alasan pemilihan manga ini sebagai sumber data untuk penelitian kali ini
adalah karena di dalam manga ini terdapat banyak tokoh yang bervariasi dari segi
usia dan profesi di dalam alur ceritanya. Sehingga hal tersebut membuat ragam
bahasa seperti danseigo dan joseigo dapat muncul dalam percakapan antar tokoh
pada manga Detective Conan ini. Selain itu, akibat beragam profesi berbeda yang
terkadang muncul pada cerita di dalam manga ini, bentuk variasi bahasa seperti
danseigo dan joseigo dalam penggunaan partikel akhir memungkinkan untuk
diteliti. Namun untuk membuat batasan data yang akan diambil maka hanya akan
di teliti dari volume 8, 9 dan 10 saja.
One Piece merupakan sebuah seri manga Jepang yang ditulis dan
diilustrasikan oleh Eiichiro Oda. Manga ini telah dimuat di majalah Weekly
Shōnen Jump milik Shueisha sejak tanggal 22 Juli 1997, dan telah dibundel
menjadi 91 volume tankōbon. Ceritanya mengisahkan petualangan Monkey D.
Luffy, seorang anak laki-laki yang memiliki kemampuan tubuh elastis seperti
karet setelah memakan Buah Iblis secara tidak disengaja. Dengan kru bajak
lautnya, yang dinamakan Bajak Laut Topi Jerami, Luffy menjelajahi Grand Line
untuk mencari harta karun terbesar di dunia yang dikenal sebagai "One Piece"
dalam rangka untuk menjadi Raja Bajak Laut yang berikutnya.
Selain Luffy, ada karakter lain yang juga menjadi pendukung dalam cerita
One Piece ini seperti Rorona Zoro, yang merupakan pemburu bajak laut tiga
pedang yang menjadi kru pertama yang bergabung dengan Kelompok Topi Jerami
dan menjabat sebagai wakil kapten. Kemudian ada Nami, yang berperan sebagai
43
navigator dan pencuri yang dapat mengenali dan menganalisis perubahan sekecil
apapun tentang cuaca. Lalu ada Usopp seorang pembohong, pelukis handal dan
ahli senjata ulung bagi timnya, dan masih banyak tokoh-tokoh lainnya.
Manga dengan genre petualangan dan fantasi ini pada volume ke-8
pertama kali terbit pada tahun 1999 dengan total halaman sebanyak 187 halaman.
Kemudian disusul dengan volume ke-9 dan 10 yang juga terbit pada 1999 dengan
masing-masing total halaman sebanyak 187 dan 205 halaman. Alasan memilih
ketiga volume dengan memulai dari volume ke-8 karena memulai dari volume ini
sudah mulai menampilkan beberapa tokoh baru, sehingga bentuk percakapan yang
digunakan dapat lebih bervariasi daripada volume awal manga.
Manga ini dipilih untuk diteliti karena situasi cerita yang disajikan sangat
menarik karena cara berbicara bajak laut yang terkesan kasar dan lantang,
kemudian situasi keakraban yang kental membuat manga ini dapat
merepesentasikan situasi percakapan dalam danseigo. Banyaknya tokoh pria
dalam manga One Piece ini juga menjadi alasan yang memungkinkan untuk
meneliti bentuk percakapan dan penggunaan partikel akhir (shuujoshi) dari
danseigo dan joseigo. Untuk membatasi jumlah data yang digunakan, manga ini
juga hanya akan diteliti dalam 3 volume saja.
44
penggemarnya dan memberikan tanda-tangannya. Kemudian ada karakter lain
bernama Mikoto Mikoshiba yang merupakan asisten Nozaki dan selalu menjadi
objek inspirasi Nozaki dalam menulis manga. Lalu ada pula karakter bernama
Yuzuki Seo yang merupakan teman akrab Chiyo yang memiliki sifat blak-blakan
dan tomboy namun baik dan pintar di bidan ekstrakurikuler.
Manga ini berlatar belakang situasi sekolah dan memiliki karakter bahasa
yang cenderung akrab. Memiliki tokoh laki-laki dan perempuan yang lumayan
seimbang membuat manga ini menarik untuk diteliti terutama dalam penggunaan
danseigo dan joseigo. Namun karena keterbatasan mendapatkan manga dalam
bentuk cetak maka pengambilan data hanya menggunakan dua volume manga
saja.
Sunadokei diangkat dari serial shojo manga yang berjudul Sand Cronicles
karya Hinako Ashihara. Manga ini bergenre drama romantis dan pertama kali
diterbitkan tahun 2003. Pada tahun 2003 manga Sunadokei pertama kali terbit
dengan volume 1 dan 2, kemudian disusul dengan volume ke-3 yang terbit pada
tahun 2004 dengan masing-masing total halaman sebanyak 187 halaman. Manga
ini bercertita tentang tokoh utama bernama Uekusa An yang harus pindah dari
Tokyo ke kampong halamannya karena ayahnya yang punya utang menumpuk
dan ibunya yang minta cerai. Awalnya An tidak suka tinggal dikampung
halamannya namun kemudian dia menemukan teman-teman baru yaitu kakak
beradik Fujii-Shika yang membuat An senang tinggal dikampung halamannya
setelah kepergian ibunya yang bunuh diri.
45
membatasi jumlah data yang digunakan, manga ini hanya menggunakan 3 volume
saja sebagai sumber datanya.
46
sehingga tokoh yang disajikan pun beragam, seperti ada siswa perempuan, siswa
laki-laki, siswa perempuan yang tomboy dan siswa laki-laki yang keperempuanan.
Pada situasi tersebut memungkinkan peneliti mendapatkan masing-masing
percakapan dan ragam bahasa apa yang para tokoh gunakan. Alasan semacam ini
juga dilakukan dalam pemilihan sumber data manga lainnya.
47
untuk memudahkan peneliti apabila terdapat kata yang terkesan tidak umum atau
tidak sesuai pada manga, maka peneliti akan menerjemahkan kembali kata atau
frase tersebut ke dalam bahasa yang lebih mudah dipahami.
48
K. Daftar Pustaka
Adnyani, Kadek Eva Krishna. 2013. Representasi Wanita dalam Joseigo. Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni: Universitas Pendidikan Ganesha.
(https://ejournal.undiksha.ac.id) Diakses pada 6 Oktober 2020.
Anggito, Albi & Setiawan Johan. 2018. Metode Penelitian Kualitatif. Sukabumi:
CV Jejak. (http://google-scholar) Diakses pada 20 Oktober 2020.
Chaer, Abdul & Leoni Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta.
Dewi, Ni Putu Eka Suwari & Renny Anggraeny. 2018. Teknik dan Metode
Penerjemahan Istilah Artistik dalam Manga Nodame Cantabile Volume 1-
25 Karya Tomoko Ninomiya. Fakultas Ilmu Budaya Unud.
(https://ocs.unud.ac.id/) diakses pada 10 November 2020
Fauziah, Nurul Inayah. 2014. Pemadanan Kata Janaika dan Darou sebagai
49
Pengungkap Modalitas Epistemik ke dalam Bahasa Indonesia. UPI.
(repository.upi.edu) Diakses pada 17 November 2020.
Gosho, Aoyama. 1999. Detective Conan Volume 8. Tokyo: Sanko Printing, Ltd.
Gosho, Aoyama. 1999. Detective Conan Volume 9. Tokyo: Sanko Printing, Ltd.
Gosho, Aoyama. 1999. Detective Conan Volume 10. Tokyo: Sanko Printing, Ltd.
Herfiansyah, M. 2014. Padanan Terjemahan Shuujoshi yo, zo, ze, sa dan wa pada
Komik Doraemon Vol. 6. (Skripsi Program Studi Pendidikan Bahasa
Jepang, Universitas Riau)
Kartika, Ketut Agus, dkk. 2016. Struktur, Fungsi dan Makna Shuujoshi yone, wa
dan kashira dalam Komik School Rumble Volume 1-10 Karya Jin
Kobayashi. Fakultas Ilmu Budaya, UNUD. (https://ojs.
unud.ac.id/) Diakses pada 6 September 2020
Moh. Nazir. 1985. Metode Penelitian Cetakan ke-1. Jakarta: Ghalia Indonesia.
50
Nafinuddin, Surianti. 2020. Pengantar Semantik (Pengertian, Hakikat, Jenis).
(Google Scholar, https://osf.io/b8ws3 ) Diakses pada 7 Desember 2020
Oda, Eiichiro. 1999. One Piece Volume 8. Tokyo: Shueisha Co., Ltd.
Oda, Eiichiro. 1999. One Piece Volume 9. Tokyo: Shueisha Co., Ltd.
Oda, Eiichiro. 1999. One Piece Volume 10. Tokyo: Shueisha Co., Ltd.
Putri, Fransiska Nimas Jayanti &Teguh Santoso. 2015. Bahasa Jepang; Ragam
Bahasa Pria dan Wanita. Jakarta: Morfalingua.
51
Tsubaki, Izumi. 2014. Gekkan Shoujo Nozaki-kun volume 4. Tokyo: Garowa
Graphico.
Wijana, I Dewa Putu. 2015. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Cetakan ke-
2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
52