Anda di halaman 1dari 4

Kelompok A-3

Alfia Sarti Diani, S.Pd


Dian Natalia Olivia Natam,S.Pd.,Gr
Marselinus Manggus, S.Pd.,Gr
Vitus Benno Sutanga, S.Pd.,Gr

1. Apa hal-hal positif yang telah anda pelajari dari pemikiran KHD yang
juga anda lihat pada budaya di daerah Anda?

Setelah berdiskusi, kami sepakat bahwa ada beberapa hal positif dari pemikiran KHD dan berkaitan dengan

budaya daerah Manggarai yakni:

a. Memberikan ruang bagi peserta didik untuk berekspresi dan menyampaikan gagasan yang mereka

miliki. Dalam budaya Manggarai, hal ini sesuai dengan adat Lonto Leok, di mana setiap orang berkumpul

pada sebuah tempat untuk menyampaikan berbagai pikiran sehingga mencapai sebuah tujuan atau

kesepakatan.

Alasan kelompok kami memilih hal positif ini karena dengan menyediakan sebuah wadah dan situasi

belajar yang nyaman, peserta didik akan dengan leluasa menyampaikan ide di bawah tuntunan para guru

dalam pembelajaran.

Berdasarkan pengalaman kami selama ini, tantangan yang dihadapi dalam menerapkan poin ini yaitu

menyiasati keterbatasan daya dukung dalam menyediakan wadah “lonto leok” pada proses pembelajaran.

Untuk mengatasinya, hal yang kami lakukan adalah memanfaatkan metode/media sederhana dan

kontekstual agar pembelajaran tetap berjalan dengan baik dan mencapai tujuan merdeka belajar.

1
Kelompok A-3

Alfia Sarti Diani, S.Pd


Dian Natalia Olivia Natam,S.Pd.,Gr
Marselinus Manggus, S.Pd.,Gr
Vitus Benno Sutanga, S.Pd.,Gr

b. Menuntun peserta didik agar percaya diri, mampu berpendapat berdasarkan ide sendiri dan

menghilangkan kebiasaan plagiarisme. Dalam budaya Manggarai, hal ini senada dengan salah satu

kebijaksanaan lokal yakni “titong kudut jintot ba weki, agu palong du salang lako” yakni menuntun

ke hal/tujuan yang baik dan benar. Lebih lanjut, terdapat sebuah pepatah dalam budaya Manggarai

yakni “Neka Daku Ngong Data” yaitu jangan menghakimi milik orang lain sebagai milikmu atau

dengan kata lain jangan mencuri. Dua kearifan lokal ini memiliki kaitan yang erat dengan hal positif

di atas yakni menuntun peserta didik kearah yang baik dan benar, mampu mengandalkan kekuatan

diri agar tidak memilih jalan pintas dengan “mencuri” karya orang lain.

Alasan Kelompok kami memilih hal positif ini adalah bahwa kemerdekaan berpendapat di dalam

konteks pembelajaran patut dijunjung tinggi. Gagasan dan ide dari setiap peserta didik wajib

dihormati dan dijaga kemurniannya. Kemunculan plagiarisme dalam pendidikan tentu meresahkan.

Dengan demikian guru wajib menuntun siswa agar memiliki rasa percaya diri yang tinggi dalam

mengemukakan pikiran.

Tantangan yang kami hadapi terkait poin ini adalah kesiapan siswa secara mental untuk melepaskan

diri dari kebiasaan plagiarisme. Solusinya adalah, dengan komunikasi yang efektif pada budaya

titong, kami terus berupaya mengingatkan peserta didik untuk berani berdiri di atas kaki sendiri

berdasarkan pemikirannya sendiri.

2
Kelompok A-3

Alfia Sarti Diani, S.Pd


Dian Natalia Olivia Natam,S.Pd.,Gr
Marselinus Manggus, S.Pd.,Gr
Vitus Benno Sutanga, S.Pd.,Gr

c. Pendidikan tidak boleh dimaknai sebagai paksaan, tuntunan tidak boleh dimaknai sebagai

pembatasan kodrat. Kita harus paham bahwa tumbuh dan kembang anak didik itu berada di

luar kehendak guru. Dalam budaya Manggarai terdapat sebuah nasihat “Weri Latung Gok Latung,

Weri Woja Ako Woja” yang maknanya adalah apa yang ditanam, itulah yang dituai. Kaitannya dengan

poin ini adalah bahwa guru tidak boleh bermimpi bahwa peserta didik akan menjadi seperti apapun

yang diinginkan guru, karena setiap anak memiliki kodratnya masing-masing.

Alasan Kelompok Kami memilih hal positif ini yaitu setelah memahami filosofi pendidikan

KHD, kami sadar bahwa terkadang dalam proses pembelajaran, dengan atau tanpa sengaja, kami guru

memaknai pemberian tuntunan kepada peserta didik sebagai “pemaksaan kehendak”. Sehingga hal

positif ini menjadi teguran yang jika dikaitkan dengan nasihat Manggarai, memberikan pesan untuk

menjunjung tinggi kodrat anak. “Menanam benih padi maka akan menuai padi.”

Tantangan yang kami hadapi adalah perubahan pola kebiasaan “lama” dalam pembelajaran

menuju pola yang memerdekakan peserta didik dalam proses pembelajaran membutuhkan komitmen

yang tinggi dan dukungan lingkungan kerja yang gotong-royong dalam melakukan pembaharuan

positif. Sebagai solusi, yang kami lakukan baik secara kolektif maupun individual adalah

meningkatkan kompetensi, belajar dari contoh penerapan merdeka belajar di sekolah lain, saling

sharing untuk memecahkan masalah.

3
Kelompok A-3

Alfia Sarti Diani, S.Pd


Dian Natalia Olivia Natam,S.Pd.,Gr
Marselinus Manggus, S.Pd.,Gr
Vitus Benno Sutanga, S.Pd.,Gr

2. Sepakati satu hal positif dari pemikiran KHD


yang akan diterapkan di kelas/ sekolah Anda?

Sesuai hasil diskusi kelompok, kami sepakat memilih hal positif:

Menuntun peserta didik agar percaya diri, mampu berpendapat berdasarkan ide sendiri

dan menghilangkan kebiasaan plagiarisme.

Alasannya adalah issue plagiarisme yang terjadi hampir di setiap satuan pendidikan saat ini masih

membutuhkan perhatian yang serius. Contoh praktis yang bisa diangkat adalah situasi belajar di

masa pendemi, di mana dalam menyelesaikan tugas mandiri baik melalui daring maupun luring,

ditemukan banyak hasil pekerjaan siswa yang jauh dari ide-ide otentik. Referensi dari sumber

belajar elektronik tidak lagi melalui proses elaborasi tetapi justru dijiplak mentah-mentah.

Oleh karena itu, dengan merefleksikan hal positif di atas, mulai dari ruang kelas, guru mampu

menuntun dan menguatkan peserta didik agar berani mengandalkan kecakapannya untuk

menuangkan ide dalam proses pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai