Alhamdulillah, segala puji senantiasa tercurah kepada Allah SWT yang telah
menjadikan manusia berpasang-pasangan, diciptakan pasangan bagi manusia untuk
menenangkan syahwat mereka dari kejahatannya dan untuk meningkatkan derajat
mereka disisi Allah SWT.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah bersabda, “ nikah adalah Sunnahku, barangsiapa yang cintai fitrahku, maka
bersunnahlah dengan sunnahku”,1 “wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kalian
yang memiliki kemampuan, maka hendaknya ia menikah”2.
Buku kecil ini ditulis ketika saya merasa bahwa ilmu semacam ini sudah sangat
jarang dipelajari. bahkan saya seringkali bertanya kepada orang-orang yang sudah
bertahun-tahun menikah tentang doa berjima‟, hampir 80 % dari mereka tidak ada yang
hapal, bahkan tidak tahu bahwa berjima‟ ada doanya. Terlebih lagi Bagaimana jika saya
tanya tentang fiqh munakahat, tentang talaq, tentang masa iddah, tentang nafkah dll.
sudah pasti mereka lebih tidak tahu lagi.
Dan yang lebih parahnya, banyak dari mereka yang sudah menikah itu sudah
tertalaq secara tidak sadar. Parahnya, mereka masih serumah dan masih satu atap.
Bahkan mereka masih berhubungan badan, padahal manakala seorang perempuan sudah
ditalaq oleh suaminya berulang-ulang kali, dapat dipastikan sudah terjatuh talaq ba‟in
kepadanya, sehingga sang perempuan sudah bukan lagi menjadi istrinya. maka
konskuensinya adalah haram bagi mereka untuk berjima‟ sebab perempuan itu bukan
lagi menjadi istrinya. Dan ketika ada laki-laki dan perempuan yang bukan pasangan
1
HR. Abu Ya’la, dengan sanad yang hasan.
2
HR. Shahih Bukhari (4677) riwayat abdullah bin mas’ud dalam bab nikah.
HR. Muslim (2485 dan 2486) riwayat Abdullah bin mas’ud dalam kitab nikah.
HR. Turmudzi (1083) riwayat Abdullah bin mas’ud dalam kitab nikah.
HR. Sunan an-Nasai (1845) riwayat Abdullah bin mas’ud dalam kitab nikah.
1
suami-istri melakukan suatu hubungan, maka terhitung anak hasil hubungan tersebut
dihukumi sebagai anak hasil zina.
Oleh karnanya, buku ini ditulis dan dikarang seraya mengharapkan ridho Allah
SWT dan Rasulullah SAW Dan agar alfaqir mendapatkan syafaat Rasulullah SAW dihari
kiamat kelak. Dan Semoga apa yang ditulis ini benar dan memberikan manfaat untuk
penulis dan pembaca, dan mengampuni serta memaafkan kesalahan penulis dalam niat
maupun perbuatan . Aamiin
Umumnya, orang-orang yang jauh dari tuntunan agama dan jauh dari majelis
ilmu sangat menyepelekan ilmu ini. Bagi mereka, menikah hanyalah sekedar memenuhi
kebutuhan psikologis manusia sebagaimana umumnya, dan juga sebatas bisa memiliki
orang yang mereka cintai dan memperbanyak keturunan. Padahal, menikah bukan hanya
sebatas itu, Menikah adalah ibadah. Ia sama dengan shalat, zakat, puasa dan haji.
Bahkan, ibadah menikah itu adalah ibadah terpanjang dan terlama jika dibandingkan
dengan ibadah lain, sebab waktunya adalah sepanjang usianya atau sepanjang masa
pernikahannya.3
Jika shalat fardhu yang waktunya hanya 5 kali sehari semalam, zakat yang
waktunya ketika jauh nishab dan haul, haji yang hanya dilakukan beberapa hari saja
harus dilandasi dengan ilmu, maka sudah sangat pasti pernikahan yang merupakan
ibadah juga harus didasari dengan ilmu.
3
Didalam Madzhab al-Imam as-Syafi’i, dalam Qaul ashoh, bahwa menikah hukumnya mubah. Bahkan
dalam madzhab Syafi’i menikah bukanlah ibadah melainkan adalah sebuah perkara duniawiyyah, Ia
seperti jual beli atau akad-akad yang lain. Dengan dalil bahwasanya orang kafir bisa dianggap sah
pernikahannya. Sekiranya pernikahan itu ibadah, maka orang kafir tidak akan sah pernikahannya. Sebab,
tujuan dari pernikahan adalah memenuhi kebutuhan syahwat diri sendiri. Sedangkan amal ibadah itu
ditujukan pasti untuk Allah bukan untuk diri sendiri. (Fiqh Islam Wa adillatuhu- Wahbah Zuhaili). Akan
tetapi, jika seseorang yang menikah itu berniat dengan nikahnya untuk menjaga kesucian diri,
menghasilkan keturunan maka menjadi sunnah. (al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah).
2
Namun sangat disayangkan, banyak sekali muda-mudi yang menikah namun
mereka tidak memiliki ilmu yang memadai untuk mengarungi bahtera rumah tangga,
sehingga mereka gagal dalam rumah tangganya. Maka sebab itulah ada beberapa
persiapan yang harus disiapkan sebelum kita masuk kedalam jenjang pernikahan.
4
Kitab Matan Rujukan dalam Madzhab aS-Syafi’i :
1. Safiinah an-Najaa - Salim bin Sumair al-Hadromi (1271 H)
2. Safiinah as-Shalah - Abdullah bin Umar al-Hadromi (1265 H)
3. Matan Ghayah wa Taqriib - Abu Syuja' (593 H)
4. Qurrotul 'ain bin Muhimmah ad-Din - al-Malibari (1028 H)
5. Risalah al-Jaami'ah - Ahmad bin Zein al-Habsyi (1145 H)
6. Muqoddimah Hadromiyyah - Abdullah bin Abdurrahman Bafadhl (918 H).
7. Riadhul Badi'ah - Syaikh Faadhil Muhammad Hasbullah
8. Manhaj at-thullab - Syaikh Zakariya al-Ansori (926 H)
9. Minhaj at-Thaalibin - Yahya bin Syarah an-Nawawi (676 H)
10. Yaquutunnafis - Ahmad bin umar as-Syatiri (1360 H)
3
Persiapan sebelum menikah
Belajar Kitab Thaharah
Jika kita ingin permudah, sebenarnya mempelajari kitab thaharah itu mudah. Kitab
thaharah hanya mencakup beberapa bab :
a. Bab Air
b. Bab Wudhu
c. Bab Tayammum
d. Bab Mandi
e. Bab Istinja
f. Bab Najis
g. Bab yang terkait perempuan secara khusus
a. Haid
b. Nifas
c. Istihadoh
d. Wiladah
Bab-bab ini semua wajib diketahui oleh seorang yang akan menikah. Sebab
didalam pernikahan nanti kita akan dihadapi masalah-masalah yang terkait dengan ini.
Semisal, kita berjima‟ setelah itu kita menjadi berhadats, nah bagaimanakah cara
menghilangkan hadats besar itu jika tidak mempelajari tentang bab Mandi?, contoh lain,
misalnya kita memiliki anak kecil (bayi) yang kencing sembarangan. Bagaimana caranya
kita membersihkan kotoran / najisnya sehingga menjadi suci lagi tempat yang dikencingi
tersebut jika kita tidak belajar ilmu tentang najis dan cara menghilangkannya?, terlebih
masalah haid, nifas dan istihadoh. Ilmu ini sangat wajib dipelajari oleh sang suami, sebab
nanti ia harus mengajari istrinya ilmu tersebut sebagai bentuk hak seorang istri terhadap
suami, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Nawawi5 dalam Uqudulujjain.
5
Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani (bahasa Arab: ًدمحم نووي الجاوي البنتن) (lahir di Tanara, Serang, 1230
H/1813 M - meninggal di Mekkah, Hijaz 1314 H/1897 M) adalah seorang ulama Indonesia bertaraf
Internasional yang menjadi Imam Masjidil Haram. Ia bergelar al-Bantani karena berasal dari Banten,
Indonesia. Ia adalah seorang ulama dan intelektual yang sangat produktif menulis kitab, jumlah karyanya
tidak kurang dari 115 kitab yang meliputi bidang ilmu fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis. Dll.
(Wikipedia)
4
Maka sebab itu, buku yang singkat ini membahas tentang masalah yang terkait
thaharah agar seorang suami memahami betul tentang cara-cara yang benar dalam
wudhu, mandi, thaharah dan lain-lainnya. Dan Kita akan membahas satu persatu dari
tiap-tiap bab dengan singkat, jelas dan padat.
BAB AIR
Dalam kitab matan ghayah wa taqrib6 yang dikarang oleh al-Imam Abu Syuja‟7
disebutkan bahwasanya air mutlak (yang bisa dipakai thaharah) terbagi menjadi 7:
1. Air Hujan
2. Air Es8
3. Air salju
4. Air sungai
5. Mata air
6. Air laut
7. Air Sumur
6
Kitab Al-Ghayah wa At-Taqrib atau yang lebih dikenal sebagai Matan Abu Syuja adalah kitab fikih ringkas
milik mazhab Syafi'i yang dikarang oleh Al-Qadhi Abu Syuja. Kitab ini disebut juga Al-Ghayah al-Ikhtishar
atau Mukhtashar Abu Syuja. Kitab ini banyak dipelajari dipondok-pondok pesantren di Indonesia, karena
kebanyakan mengikuti mazhab fikih Imam asy-Syafi'i.
7
Abu Syuja adalah seorang alim, Ahli fikih, Imam dan Syaikh dari Mazhab Syafi'i. Dia adalah pengarang
kitab matan fikih yang populer di dalam mazhab Syafi'i yang berjudul Al-Ghayah wa At-Taqrib (Matan Abu
Syuja). Namanya adalah Ahmad bin al-Husain bin Ahmad Al-Ashfahani yang dikenal dengan nama Al-
Qadhi Abu Syuja' (Bapak para pemberani). Sebutan dan Kunyah Abu Syuja’ disandangkan kepadanya,
karena dia adalah seorang ulama yang pemberani dalam menegakkan kebenaran dan tidak takut dengan
cacian orang lain di dalam menegakkan keadilan. Ayahnya berasal dari Asfahan, Persia (sekarang Iran)
namun dia dilahirkan di Basrah, Irak pada tahun 433 H. Dia belajar dan mengajar fikih Imam asy-Syafi’i di
Basrah selama 40 tahun kemudian hijrah ke kota Madinah dan wafat disana pada tahun 593 H dalam usia
156 tahun. (Wikipedia)
8
Dalam bahasa arabnya disebut dengan ماء البردlebih tepat diterjemahkan Air es, bukan embun. Syaikh
Nawawi al-Bantani mendefinisikan ماء البردdengan :
وهو النازل من السماء جامدا كالملح ثم ٌنماع على األرض كما ٌوجد فً مكة
“Ia adalah air yang turun dari langit dalam keadaan membeku seperti garam kemudian mencair di atas
permukaan bumi sebagaimana yang ada di Makkah.”
5
Adapun air jika ditinjau dari bisa atau tidaknya dipakai untuk thaharah terbagi
menjadi 49 :
1. Thohir Mutohhir (suci mensucikan). Contohnya adalah air mutlak.
2. Thohir Muthohir makruh (suci mensucikan namun makruh), contohnya Air
Musyammas (air yang terkena langsung oleh sinar matahari yang ada diwadah yang
terbuat dari timah atau tembaga yang mana iklim negara itu panas seperti
Hadramaut dll).
3. Thohir ghairu mutohhir (suci tapi tidak mensucikan).
a. Air musta‟mal (air yang sudah dipakai bekas Tharahah Wajib seperti Wudhu
atau mandi).
b. Air Mukhltalath (Air suci yang kecampuran benda suci), seperti Air kopi, Air
gula, Air jus dll.
4. Ma‟un Najis / Mutanajjis (air najis atau air yang kejatuhan najis).
BAB WUDHU
Sunnah berwudhu :
1) membaca basmalah
2) Bersiwak (sebelum membasuh tangan)
3) Membasuh pergelangan tangan
9
Taqrirat as-Sadidah, Jilid 1, Hal. 57
10
Qaul mu’tamad dalam madzhab as-Syafi’i, Al-Mu’tamad Fi Fiqh as-Syafi’i, Jilid 1, Hal 69.
6
4) Berkumur (dengan tangan kanannya)
5) Istinsyaq (menghisap air kehidung dengan tangan kanan) & Istintsar
(mengeluarkannya dengan tangan kiri).
6) Memulai basuhan wajah dari atas
7) Mengambil air dengan kedua tangan
8) Membersihkan bagian-bagian yang terlupakan diwajah
9) Membasuh kedua telinga
10) Memanjangkan basuhan melebihi yang wajib
11) Menggosok-gosoknya
12) Menyela-nyela jenggot
13) Mendahulukan yang kanan
14) Bersambung (muwalah)
15) Membasuh seluruh kepala
16) Membasuh telinga
1. Setiap apa yang keluar dari salah satu dari 2 jalan, baik itu buang air kecil atau
besar, baik itu darah maupun angin. Kecuali air mani.
2. Tidur dalam posisi yang tidak menetap
3. Hilangnya akal dengan sebab mabuk, ighma (pingsan), sakit (koma) atau gila
4. Seorang lelaki menyentuh istrinya atau perempuan yang bukan mahromnya
(ajnabi).
5. Menyentuh kemaluan atau dubur dengan perut jarinya.
11
Al-Mu’tamad Fi Fiqh as-Syafi’i, Jilid 1, Hal 85.
7
Hal-hal yang makruh dalam berwudhu :
12
Al-Fiqh al-Manhaji fi Madzhab al-Imam as-Syafi’i, Jilid 1, Hal. 16
8
BAB TAYAMMUM
1. Tidak ditemukannya air, baik dalam keadaan safar (berpergian) atau adanya air
namun air tersebut dibutuhkan untuk minum.
2. Airnya ada dengan yakin, namun jarak yang ditempuh sangat jauh seperti 2,5 kilo
meter.
3. Sulitnya menggunakan Air, baik secara kasat mata seperti sumber airnya dekat,
namun didekat situ terdapat musuh yang ditakuti. Atau secara syara‟ seperti jika
ia memakai air maka akan timbul penyakit, atau bertambah sakit atau
penyakitnya semakin lama sembuhnya.
4. Cuaca yang sangat dingin dan ia tidak mampu untuk menghangatkannya.
Syarat tayammum14
13
Al-Fiqh al-Manhaji fi Madzhab al-Imam as-Syafi’i, Jilid 1, Hal. 93.
14
Al-Fiqh al-Manhaji fi Madzhab al-Imam as-Syafi’i, Jilid 1, Hal. 93.
9
Rukun tayammum
2. Mengusap wajah dan tangan sampai siku (madzhab syafii & hanafi)
b. Jika wajib juga menyela-nyela jari dengan cara tasybik (madzhab Syafii).
c. wajib meratakan keseluruh wajah sampai kejenggot tetapi tidak
memasukkannya kesela-sela jenggot dan kumis.
d. Jika memakai cincin maka wajib untuk melepaskannya
3. Tertib
15
HR. Bukhari, No. 338, bab Tayammum.
16
Al-Fiqh al-Manhaji fi Madzhab al-Imam as-Syafi’i, Jilid 1, Hal. 97
10
BAB MANDI
Pembagian mandi :
1. Mandi wajib, sebab 6 perkara : Haid, Nifas (Wiladah), Mati, Keluar mati, Jima‟,
masuk islam.17
2. Mandi sunnah, seperti :
a. Mandi dihari jumat
b. Mandi di 2 hari raya
c. Mandi untuk shalat gerhana matahari dan bulan
d. Mandi untuk shalat istisqo
e. Mandi karena setelah memandikan mayyit
f. Mandi karena ihram
g. Mandi ketika hendak memasuki kota makkah
h. Mandi ketika wuquf diarafah
i. Mandi untuk melempar jumrah
j. Mandi ketika hendak masuk kota madinah
3. Mandi mubah, yaitu mandi untuk kesegaran dan kebugaran, atau untuk bersih-
bersih tanpa ada niat untuk ibadah.18
4. Mandi makruh, yaitu mandi dengan cara berendam bagi orang yang berpuasa
5. Mandi haram sah, yaitu mandi dengan air ghosob19
6. Mandi haram tidak sah, yaitu orang yang masih keluar darah nifas akan tetapi dia
malah mandi wajib dengan niat mandi wiladah. Ini termasuk mandi yang haram,
karena mandi wiladah itu lakukan, jika ketika setelah melahirkan tidak keluar
darah sama sekali, barulah diwajibkan mandi wiladah. Namun, jika setelah
melahirkan masih keluar darah nifas, baik itu keluar 1 minggu, 40 hari atau 60
hari, maka selama ia keluar darah nifas, haram mandi dengan niatan mandi wajib
(mandi wiladah).20
17
Al-Mu’tamad Fi Fiqh as-Syafi’i, Jilid 1, Hal 127.
18
Taqrirat as-Sadidah, Jilid 1, Hal 113
19
Ghasab adalah Suatu tindakan dimana seseorang memakai barang orang lain tanpa seizinnya.
20
Al-Mu’tamad Fi Fiqh as-Syafi’i, Jilid 1, Hal 129. Dengan teks : “dan termasuk nifas, yaitu melahirkan
tanpa basah (darah), maka apabila seorang perempuan melahirkan, kemudian ia tidak melihat darah
sama sekali, maka ia wajib mandi (yakni mandi wiladah), karena anak itu hakikatnya adalah air mani.
11
Penyebab Mandi hadats
Caranya :21
1. Mencuci kedua tangan 3x
2. Membersihkan kotoran yang menempel dibadan
3. Membersihkan kemaluannya
4. Berwudhu dengan sempurna dan adab-adabnya
5. Basuh air kekepala 3x disertai niat mengangkat hadats
6. Siramlah bagian tubuh sebelah kanan 3x
7. Dan siram bagian tubuh yang sebelah kiri 3x
8. Gosoklah badan bagian depan dan belakang
9. Sela-selalah rambut dan jenggot (pangkalnya)
10. Alirkan air keseluruh tempat yang tak terjangkau air seperti bulu2 dll
11. Hindarilah menyentuh kemaluan agar wudhu tak batal, jika tersentuh wajib
mengulangi wudhunya
12. Barulah guyur seluruh badan dan mencuci kedua kaki
21
HR. Muslim, No. 774. Diriwayatkan oleh Siti Aisyah Ra. Dalam bab Sifat Mandi Junub
12
BAB ISTINJA’22
Bab Istibro’
Dianjurkan dengan sangat untuk istibro‟ (membereskan kencing) dengan cara :
1. Kencing duduk (jongkok), dengan cara kaki kanan ditegakkan dan bokong
bertumpu dengan betis kaki kiri.
2. Berdehem dengan memfokuskannya kepada keluarnya sisa kencing
3. Mengurut-ngurut kemaluan agar sisa-sisa kencing keluar
4. Menggoyang-goyangkannya sedikit akan kencingnya tiris
22
Dalam Madzhab as-Syafi’i, istinja hukumnya wajib baik itu karena Buang air besar atau buang air kecil.
23
Al-Fiqh al-Manhaji fi Madzhab al-Imam as-Syafi’i, Jilid 1, Hal. 45
24
Safinatunnaja’ Syaikh Salim bin Sumair al-Hadromi, Hal. 6
13
BAB NAJIS
Najis Terbagi menjadi 325 :
1. Najis Mukhoffafah (najis ringan), yaitu kencing bayi laki-laki yang belum
mengkonsumsi apapun selain susu asi.
2. Najis Mutawassithoh (najis sedang), seperti kencing manusia, darah, muntah,
nanah, kotoran manusia atau hewan dll.
3. Najis Mugholladzoh (najis berat), yaitu najis anjing dan babi. Adapun bulu anjing
atau babi tidak menjadi najis berat jika dipegang dalam keadaan sama-sama
kering. Adapun jika basah barulah berlaku hukum mugholladzohnya. Lain halnya
dengan liur, karena sejatinya liur sudah cairan, maka jika tersentuh wajib
dibersihkan sebanyak 7 kali basuhan.
1. Najis hukmiyah, yaitu yang tidak punya warna, tidak punya bau, dan tidak punya
rasa. Cara mensucikannya: dengan mengalirkan air di tempat najis tersebut.
2. Najis „ainiyyah, yaitu yang mempunyai warna, bau, dan rasa. Cara
menghilangkannya: dibasuh dengan air hingga hilang warna, bau, dan rasanya.
Cara membersihkannya :
1. Jika najisnya mukhoffafah, maka cukup dicipratkan air kepada tempat yang
terkena najis tersebut.
2. Jika najisnya mutawassithoh, maka ada beberapa hal yang perlu kita ketahui :
a. Buang dulu ain najasahnya (air kencingnya atau kotorannya) terlebih
dahulu sampai bersih tak terlihat dengan kasat mata dengan lap atau tisu.
b. Kemudian disiram dengan air yang suci hingga merata ketempat najis.
c. Kemudian keringkan dengan lap yang baru.
d. Jika masih tercium bau maka tidak menjadi masalah.
25
Taqrirat as-Sadidah, Jilid 1, Hal 152
14
3. Jika najisnya mugholladzoh, maka sebagaimana petunjuk Rasulullah SAW adalah
a. Harus dengan 7 kali basuhan
b. Basuhan pertama atau terakhir menggunakan debu atau tanah
c. Tidak sah jika memakai sabun atau yang semisalnya
Benda-benda najis yang dimaafkan adalah darah dan nanah yang sangat sedikit. Juga
binatang kecil yang darahnya tidak mengalir, seperti lalat dan nyamuk (jika jatuh ke
dalam tempat yang beirisi benda cair dan mati di dalamnya, maka binatang tersebut
tidak menyebabkan benda cair itu najis).
1. Dimaafkan jika mengenai baju dan air: yaitu semua najis yang tidak dapat terlihat
oleh mata.
2. Dimaafkan jika mengenai baju, tapi tidak dimaafkan jika mengenai air: seperti
darah yang sedikit.
3. Dimaafkan jika mengenai air, tapi tidak dimaafkan jika mengenai baju: yaitu
bangkai binatang yang tidak mempunyai darah yang mengalir, seperti lalat,
nyamuk, semut, kutu, dan sebagainya.
4. Tidak dimaafkan sama sekali (tetap najis): yaitu semua najis selain yang
disebutkan di atas.
Seluruh macam darah najis, kecuali 10 macam darah dihukumi suci, yaitu 27
1. Hati
2. Minyak misik
3. Limpa
4. Darah yang ada dalam bangkai ikan
26
Taqrirat as-Sadidah, Jilid 1, Hal 103
27
Taqrirat as-Sadidah, Jilid 1, Hal 152
15
5. Darah yang ada dalam bangkai belalang
6. Darah yang ada dalam bangkai yang mati karena tertekan/terjepit
7. Darah yang ada dalam bangkai yang mati karena tertusuk panah.
8. Air mani yang keluar dalam bentuk darah
9. Susu yang keluar dalam bentuk darah
10. Janin (bayi).
Hukum bulu28
Bulu hewan yang bisa dimakan (seperti kambing) setelah lepas dari tubuhnya
adalah suci. Sebaliknya, bulu hewan yang tidak bisa dimakan (seperti kucing) setelah
lepas dari tubuhnya adalah najis. Adapun sebelum lepas dari tubuhnya, maka hukum bulu
tersebut ikut hukum tubuhnya (jika tubuh hewan itu suci maka bulu yang masih
menempel di tubuhnya suci. Demikian juga sebaliknya, jika tubuh hewan itu najis, maka
bulu yang masih menempel di tubuhnya najis).
28
Taqrirat as-Sadidah, Jilid 1, Hal 157
16
BAB HAID, NIFAS DAN ISTIHADOH
1. Sholat, baik Wajib maupun Sunnah. Begitu juga, Sujud tilawah, Sujud Syukur.
2. Puasa, kecuali setelah ia suci.
3. Talak , haram menalak istri dalam kondisi haid dinamakan Talaq bid'i
4. Berhubungan dengan suami.
5. Tawaf, Baik wajib maupun sunnah.
6. Menyentuh Mushaf.
7. Membawa Mushaf
8. Berdiam diri dimasjid, jika khawatir mengotorinya.
9. Membaca al-Qurán dengan niatan membaca saja, namun jika niatnya selain itu
maka tidak haram, seperti menjaga hapalan, dzikir, berdalil, berobat dengan al-
Qurán, memohon perlindungan atau tabarruk. Adapun membaca al-Qurán saja
maka diharamkan dalam madzhab as-Syafii, begitu juga Khalifah Umar, Ali dan
Jabir bin Abdillah. Adapun pendapat yang membolehkannya adalah Daud
Dzhahiri selain itu pendapat ini juga didukung oleh Ibnu Abbas ra, Ibnul
Musayyab, Al-Qadhi, Abu At-Thayyib, BInu Ash-Shabbagh, begitu juga imam
Malik.
29
Safinatunnaja’ Syaikh Salim bin Sumair al-Hadromi, Hal. 6
30
Taqrirat as-Sadidah, Jilid 1, Hal 175
17
Macam-macam darah :
Waktu Haid : Minimal Sehari semalam – Umumnya – 6-7 hari – Maksimal 15 hari
Waktu nifas : minimal Sekejap – umumnya 40 hari – Maksimal 60 hari
31
Uqudulujjain, Syaikh Nawawi al-Bantani, Hal. 13
18
FIQIH SHALAT
WAKTU-WAKTU SHALAT
19
Waktu-waktu yang dilarang untuk shalat (sunnah) ada 532 :
1. Islam
2. Berakal
3. Baligh
4. Suci dari haid dan nifas
5. Selamatnya anggota tubuh (telinga, mata dan mulut)
1. Masuk waktu
2. Menghadap qiblat
3. Suci dari 2 hadats (besar maupun kecil)
4. Sucinya badan, pakaian dan tempat
5. Menutup aurat
6. Ilmu akan perkara shalat (tau yang mana fardhu yang mana sunnah)
7. Tidak meyakini yang fardhu (wajib) itu sunnah
32
Taqrirat as-Sadidah, Jilid 1, Hal 192
33
Taqrirat as-Sadidah, Jilid 1, Hal 195
34
Taqrirat as-Sadidah, Jilid 1, Hal 199
20
Aurat pria terbagi 3 :
1. AURAT SHALAT
Ialah aurat yang wajib ditutupinya saat menjalani shalat yakni anggauta tubuhnya
antara pusat dan lutut dan ini juga auratnya saat bersama sesama pria dan
wanita-wanita mahramnya
2. AURAT NADZRAH
Ialah aurat yang harus ia tutupi dari pandangan wanita lain yakni keseluruhan
tubuhnya dinisbatkan pada wanita lain (bukan mahramnya)
3. AURAT KHALWAH
Ialah auratnya saat ia sendirian yakni dua anggauta cabulnya (kemaluan dan
dubur) menurut pendapat mu‟tamad (yang bisa dijadikan pegangan).
Aurat wanita
1. Bersama suami : Tiada batasan aurat baginya saat bersama suami, semua bebas
terbuka kecuali bagian FARJI (alat kelamin wanita) yang terjadi perbedaan
pendapat di antara Ulama
2. Bersama lelaki lain : Menurut pendapat yang paling shahih seluruh tubuhnya
hingga wajah dan kedua telapak tangannya, menurut pendapat yang lain wajah
dan telapaknya boleh terbuka
3. Bersama lelaki mahramnya dan sesama wanita : Auratnya diantara pusar dan
lutut
4. Di dalam sholat : Seluruh tubuh menjadi auratnya kecuali wajah dan kedua
telapak tangannya
5. Saat sendiri : Menurut Imam Romli dalam Kitab Nihaayah al-Muhtaaj aurat
wanita saat sendiri adalah 'aurat kecil' yaitu aurat yang wajib ditutup oleh
seorang lelaki (antara pusar dan lutut).
21
Rukun shalat ada 1335 :
1. Niat
2. Takbiratul ihram
3. Berdiri bagi yang mampu
4. Membaca surat al-Fatihah
5. Ruku (dengan tuma‟ninah)
6. I‟tidal (dengan tuma‟ninah)
7. Sujud 2 kali (dengan tuma‟ninah)
8. Duduk diantara 2 sujud (dengan tuma‟ninah)
9. Tasyahhud akhir
10. Duduk tasyahhud akhir
11. Membaca shalawat kepada Nabi dan keluarganya
12. Mengucapkan salam
13. Tertib
35
Qaul Mu’tamad, dengan menggabungkan tuma’ninah dengan rukunnya.
22
FIQIH MUAMALAH
Ilmu muamalah adalah salah satu dari kajian fiqih. Ia termasuk ilmu hal bagi
seseorang yang hendak menikah. Sebab tanpa mempelajari ilmu ini, seseorang mau tidak
mau akan jatuh kepada akad-akad fasidah (rusak) dan perkara-perkara yang diharamkan
Allah SWT seperti Riba, Perjudian dan Penipuan. Oleh sebab itu, para ulama mewajibkan
bagi setiap siapa saja yang hendak menikah untuk mempelajari ilmu muamalah ini.
Pada tulisan yang singkat ini, saya akan mencoba untuk memaparkan kepada
pembaca tentang bab-bab apa saja yang ada didalam Ilmu Muamalah. Kurang lebih
pembahasan muamalah membahas perihal akad dan bentuk transaksi yang haram. Kita
akan memulai dari pembahasan tentang masalah akad terlebih dahulu.
Jika ditinjau dari segi ada tidaknya timbal balik maka akad terbagi menjadi 2 :
1. Akad Mu‟awadoh (tukar menukar). Dalam akad ini yang diharapkan adalah
keuntungan. Contoh akad ini seperti akad Jual beli dan sewa
2. Akad Tabarru‟at (akad sosial). Dalam akad ini yang diharapkan adalah pahala dari
Allah SWT. seperti Akad Rahn (Gadai), Akad Wakalah (Perwakilan), Qardh
(pinjaman), Ibra (pembebasan hutang), Wadi‟ah (Penitipan), Kafalah (Jaminan),
Sodaqoh (sedekah), Hadiyyah (hadiah), Waqaf (wakaf). Dll.
1. Maisir (Perjudian/Gambling/untung-untungan)
2. Gharar (penipuan)
3. Riba
4. Bathil (akad-akad bathil)
23
Macam-Macam Akad yang mesti diketahui
Akad adalah kesepatakan dalam suatu perjanjian antara dua belah pihak atau lebih
untuk melakukan dan tidak melakukan suatu perbuatan hukum tertentu.
Rukunnya 437 :
1. Mu‟ir (yang meminjamkan). Dengan syarat :
a. Inisiatip sendiri (bukan paksaan)
b. Merupakan Ahli tabarru‟ (bukan anak kecil, orang gila & safih).
2. Musta‟ir (pihak yang mendapatkan pinjaman). Dengan syarat :
a. Merupakan ahli tabarru‟ (bukan anak kecil, orang gila & safih)
b. Yang dipinjamkan jelas orangnya, maka tidak sah jika yang meminjamkan
berkata, “aku pinjamkan ini kepada salah seorang dari kalian berdua”.
3. Mu‟ar atau Musta‟ar (barang yang dipinjamkan). Dengan syarat :
a. Manfaatnya sesuai dengan maksud dari benda tersebut.
b. Musta‟ir dapat mengambil kemanfaatan dari mu‟ar. Maka tidak sah akad
„ariyah pada barang yang tidak dapat dimanfaatkan seperti keledai
lumpuh.
c. Manfaat Mu‟ar adalah kemanfaatan yang diperbolehkan. Maka tidak sah
akad „ariyah pada barang yang manfaatnya haram seperti alat yang
melalaikan ()آلة اللهو, senjata yang dipinjamkan untuk musuh.
d. Mu‟ar dimanfaatkan dengan membiarkannya tetap dalam kondisi utuh.
Maka tidak sah akad „ariyah pada makanan untuk dikonsumsi atau pada
36
Al-Fiqh al-Manhaji fi Madzhab al-Imam as-Syafi’i, Jilid 2, Hal. 201
37
Fathul Wahhab, Juz 1, Hal. 270.
24
sabun untuk mandi, karena pemanfaatan benda yang dipinjamkan
tersebut dapat menghabiskan fisiknya.
4. Shighot (ijab kabul), dengan syarat :
Suatu ungkapan yang dapat menunjukkan adanya izin untuk
memanfaatkan barang yang dipinjamkan, seperti ,”Aku pinjemin nih!”. Dll.
Dhaman ( الضهاىMenanggung)
Kafaalah ( الكفالةmenjamin)
38
Fiqh as-Syafi’i Muyassar, Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili. Jilid 2, hal. 157.
39
Taqrirat as-Sadidah, jilid 2, hal. 79
25
Syarat Dhamin :
1. Ahli tabarru‟
2. Tidak ada paksaan yang tidak dibenarkan syara‟
3. Mendapatkan izin dan sepengetahuan dari pihak yang ditanggung40
4. Mampu memenuhi tanggung yang dialami oleh madhmun „anhu
Syarat shighotnya :
1. Menggunakan perkataan, tulisan yang disertai niat atau isyarat bagi orang yang
bisu yang memahamkan.
2. Tidak digantungkan (ta‟liq)
3. Tidak dibatasi waktu (ta‟qit)
40
Qaul Ashah dalam madzhab al-Imam as-Syafi’i.
26
Ghasab ( الغصبmengambil hak orang lain)
Ghasab adalah menguasai hak orang lain dengan cara yang tidak benar secara
terang-terangan.41 Bisa juga ghasab itu adalah memakai barang orang lain atau
mengambil manfaatnya tanpa seizin yang memiliki.
Konsekuensi ghasab :
1. Maghshub Utuh
a. Barangsiapa yang mengghasab harta seseorang dan barang tersebut
utuh, meskipun barang tersebut bukan mutaqowwam, maka ia berdosa
dan wajib baginya untuk mengembalikannya pada pemiliknya bil faur
(dengan segera).
b. Barangsiapa yang mengghasab barang yang bisa dimanfaatkan seperti
mobil, motor, rumah dll . Maka ia wajib mengganti rugi kemanfaatan
dari barang yang dighasabnya, seukuran ujrah mitsl (upah standar) yang
tertinggi selama masa ghasab sampai barang ditangan pemilik.
c. Barangsiapa yang mengghasab barang orang lain yang ia mengira itu
adalah barangnya, maka ia tidak berdosa namun wajib
mengembalikannya.
2. Maghshub cacat
a. Cacat hissi (fisik)
Seperti orang yang mengghasab mobil misalnya, dan mobil tersebut
mengalami kecacatan, seperti kacanya spionya patah, dll. maka sang
ghasib berdosa dan wajib baginya untuk mengganti spionnya yang telah
patah itu meskipun secara harga mobil itu tidak mengalami penurunan
harga.
b. Cacat Ma‟nawi (non fisik)
Ketika maghsub berkurang secara nilai (qimah) yang bukan akibat cacat
secara fisik, melainkan karena pengaruh fluktuasi harga. Dalam kasus
41
Fathul Wahhab, Syaikh Zakariya al-Ansori, Hal. 274
27
demikian, ghasib berdosa akan tetapi ia tidak wajib bertanggung jawab
selain mengembalikan barang tersebut.
3. Maghshub rusak
Barangsiapa yang mengghasab dan barang yang dighasab itu hilang atau
rusak secara total, maka ia berdosa dan wajib baginya menggantinya kembali
dengan yang serupa.
a. Jika berupa barang mitsli42 seperti biji-bijian, tembaga, kapas dan
sebagainya maka wajib mengganti dengan barang yang sejenisnya.
b. Jika selain barang mitsli (mutaqawwam)43 seperti kuda, maka wajib
mengganti barang yang dighasab dengan nominal harga pasaran tertingi
dari mulai mengghasab sampai rusaknya barang yang dighasab.
c. Barangsiapa yang mengghasab dan barang yang dighasab adalah barang
yang tidak berharga seperti sesuatu yang najis, atau harta yang tak
berharga maka ia berdosa dan ia tidak wajib mengganti.
4. Maghshub berubah
a. Berubah sendiri , seperti jika seorang ghasib mengghasab telur kemudian
menetas atau mengghasab benih kemudian bertunas, maka jika harganya
berkurang akibat perubahan ini, ghashib wajib ganti rugi. Namun jika
bertambah, ghasib tidak berhak apa-apa dari pertambahan ini.
b. Berubat akibat ulah ghasib tanpa penambahan. Seperti ghasab kayu, lalu
dibuat bahan lemari, atau ghasab kambing lalu disembelih maka ghasib
wajib mengembalikan maghshub yang telah menjadi bahan almari dan
daging tersebut, dan juga wajib membayar selisih qimahnya, jika harga
maghshub justru berkurang setleah menjadi bahan lemari dan daging.
Dan jika harganya bertambah, maka ghasib tidak memiliki hak apapun.
42
Barang yang ada padanannya dalam masalah harga.
43
Mutaqawwam adalah benda yang bernilai.
28
Al-Hajr ( الحجرpencegahan tasharruf)
44
Anak kecil yang dimaksud adalah orang yang belum mencapai usia baligh dalam kondisi rusydu.
Menurut syafi’iyyah rusydu adalah seorang anak memiliki kecakapan dalam aspek keagamaan dan tasaruf
harta. Kecakapan dua aspek ini harus terpenuhi diawal usia baligh. Maka oleh karenanya anak-anak SD
yang belum berusia baligh tidak sah jika melakukan akad jual beli menurut Syafi’iyyyah sebagaimana
disebutkan imam an-Nawawi. Namun, menurut Abu hanifah, sah jika atas seizin wali dan barang yang
dibelinya adalah barang yang nilainya kecil, seperti jajanan dll.
45
Majnun adalah Orang yang kehilangan kemampuan membedakan (tamyiz). Tercegahnya orang gila dari
tasarruf karena orang gila tidak memiliki kecakapan untuk mengelola harta. Bahkan lebih parah dari anak
kecil. Maka secara syar’i, orang gila nyaris sama sekali tidak ada yang diakui segala bentuk tasarufnya, baik
yang bersifat Transaksional (mu’awadhoh) atau ritual (ubudiyyah). Akan tetapi, hal-hal yang berupa
tindakan dalam proses memiliki (tamalluk) seperti mencari kayu bakar, atau proses pengrusakan (itlaf),
seperti menghamili wanita, maka syar’i tetap mengakuinya, sehingga ada konsekuensi. Artinya ketika ia
mencari kayu bakar, maka itu hak miliknya dan apabila ia menghamili istrinya maka itu tetap nasabnya.
Namun jika ia menghamilii yang bukan istrinya, ia tidak dianggap zina. Karena dilakukan diluar batas
kesadaran.
46
Safih adalah orang dewasa yang kurang akalnya. Ia tidak sama dengan gila, orang ini masih memiliki akal
akan tetapi kurang. Ada beberapa tasaruf yang tetap diakui syar’i :
1. Ibadah badaniyah
2. Ibadah Maliyah Wajibah (zakat)
3. Akad Nikah (dengan izin wali)
4. Talaq, rujuk, sumpah dzhihar, sumpah ila’, menafikan nasab melalui sumpah li’an, iqrar dengan
had atau qishah, semua diperbolehkan karena bukan tasaruf maaliyah.
5. Menerima gugatan cerai (khulu’) dari pihak istri.
6. Menerima hadiah.
29
5. Orang sakit kritis (maridh makhuf)48
6. Murtad49
7. Rahin50
47
Muflis adalah orang yang bangkrut. Mengapa hak tasarufnya dibekukan ? karena untuk melindungi hak
pemilik piutang. Dan biasanya orang yang bangkrut ini dipaksa menjual asetnya agar bisa melunasi
hutangnya. Namun jika tidak ada pihak yang dirugikan seperti pemilik piutang, maka hak tasarufnya tidak
dibekukan.
48
Jika seseorang dalam kondisi sakit yang cukup parah, yang umumnya dapat menyebabkan kematian,
maka segala bentuk tasharrufnya yang melebihi sepertiga harta kekayaannya tidak sah selama tidak ada
izin dari ahli waris. Demikian ini karena lebih memprioritaskan hak dari ahli warisnya.
49
Ada 3 hukum berkenaan orang murtad :
1. Seluruh tasharruf yang dilakukan orang murtad dinyatakan batal, bahkan seluruh harta kekayaan
yang dimilikinya beralih menjadi harta fai’ (harta yang alokasinya untuk kemaslahatan kaum
muslimin).
2. Hartanya ditangguhkan, apabila ia kembali memelukk islam, maka hartanya dikembalikan.
Namun jika mati dalam keadaan murtad maka kembali menjadi fai’.
3. Ada juga yang berpendapat bahwa harta orang murtad tetap menjadi miliknya, kecuali ada faktor
yang menghalalkan darahnya.
Menurut Qaul ashah, murtad tidak serta merta dibebukan tasharrufnya tanpa ada penjatuhan hajru dari
pihak hakim, sebab motif hajru murtad sama dengan motif hajru muflis. Sedangkan status mahjur ‘alaih
tidak butuh pencabutan dari pihak hakim, melanikan cukup dengan kembali memeluk islam.
50
Orang yang menggadaikan barang sebagai jaminan atas hutangnya. Dibekukan tasarufnya demi
menjaga maslahat murtahin (pihak penerima barang gadai).
51
Hawalah atau Hiwalah, akan tetapi Hawalah lebih fashih.
30
Rukun Hawalah :
1. Muhil atau orang yang mengalihkan hutang (orang yang berhutang atau si A)
2. Muhal atau orang yang dialihkan hutangnya (orang yang dihutang atau si b)
3. Muhal „alaih atau orang yang menanggung hutang (orang yang padanya hutang
dialihkan, karena si A memiliki hak piutang kepada Si C ini)
4. Muhal bih atau Dainani (hutang)
a. Hutang muhil (si A) kepada Muhal (si b)
b. Hutang muhal „alaih (si c) kepada muhil (si A)
5. Shighot
Manfaat hawalah
Memudahkan pembayaran hutang jika jarak antara muhil dan muhal jauh. Sedangkan si
muhal „alaih lebih dekat kepada muhal
Syarat hawalah :
1. Dalam akad hawalah disyaratkan kerelaan pihak muhil (punya hutang dan
piutang).
2. Penerimaan dari si Muhal (pihak ke-2). Sementara mengenai kerelaan muhal
„alaih, ulama berbeda pendapat. Menurut pendapat yang terkuat tidak
disyaratkan.
3. Haknya harus sudah fix dalam jaminan. (artinya hutang itu masih dalam rencana)
4. Adanya kesesuaian atau kecocokan antara muhil dan muhal „alaih, dari segi jenis,
macamnya, jatuh temponya, penjadwalan ulang tempo,
31
Hibah ( الهبةhadiah)
Hibah adalah pemberian yang tidak didahului adanya sebuah hak dan dapat
bermanfaat bagi orang yang diberi. Ada yang mendefinisikan bahwa hibah adalah
transasksi (ijab dan qobul) pemberian yang tidak wajib kepemilikan barang tanpa
imbalan ketika masih hidup.
52
Syarah Yaqutunnafis, hal 495-502
53
Syarat Wahib :
a. Ia berstatus pemilik barang yang dihibahkan.
b. Memiliki kriteria mutlak at-Tasarruf (tasaruf absolut). Yakni orang ini bebas membelanjakan
hartanya.
54
Syarah mauhub lahu adalah termasuk dalam kategori orang yang dapat memiliki apa yang diberikan
oleh wahib. Maka sah hibah kepada setiap bayi yang telah lahir, orang gila atau anak kecil melalui walinya
masing-masing. Dan tidak sah terhadap bayi yang masih dalam kandungan, karena tidak adanya
kemampuan untuk memiliki barang.
55
Syarat mauhub (barang yang dihibahkan) :
a. Bukan berupa barang najis
b. Bermanfaat menurut pandangan syariat
c. Dapat diserahkan, maka tidak sah menghibahkan burung yang lepas atau barang ghasaban
d. Merupakan milik wahib sendiri
e. Benda yang dihibahkan sesuatu yang muayyan (jelas)
f. Bendanya wujud (ada) pada saat hibah berlangsung
56
Shighat ijab kabul syaratnya :
a. Tidak diselingi dengan pembicaraan yang tidak terkait dengan akad
b. Tidak diselingi dengan diam yang lama
c. Ada keserasian antara ijab dan qabul
d. Tidak bergantung kepada sebuah syarat
e. Tidak dibatasi waktu
32
Hukum meminta kembali barang yang dihibahkan
33
Ijarah ( اإلجارةsewa menyewa)
Menurut jumhur fuqoha definisi ijarah adalah Akad Mu‟awadhoh (tukar menukar)
untuk memberikan suatu kemanfaatan dengan „iwadh (biaya ganti)57
Pembagian ijarah59
1. Ijarah „ain60
adalah ijarah pada manfaat suatu benda tertentu seperti menyewakan apartemen
atau menyewa seseorang untuk mengerjakan sesuatu seperti menjahit pakaian.
2. Ijarah dzimmah61
adalah ijarah pada manfaat barang yang masih dalam tanggungan seseorang.
Seperti menyewa sopir untuk mengantarkan ke suatu tempat tertentu dengan
kendaraan yang ditentukan dalam tanggungan atau menyewa mobil yang
ditentukan dalam tanggungan pada masa tertentu.
57
Fathul Wahhab, hal. 293
58
Fiqh Manhaji, hal. 601
59
Fiqh Manhaji, hal. 642
60
Syart Ijarah ‘ainiyyah
a. Barang yang disewakan telah ditentukan. Maka tidak sah menyewakan salah satu dari dua mobil
yang belum ditentukan.
b. Barang tersebut wujud dan dapat disaksikan oleh kedua belah pihak manakala melakukan akad.
c. Pemanfaatan barang tidak ditangguhkan setelah bertransaksi seperti menyewakan rumah untuk
dimanfaatkan di tahun mendatang.
61
Syarat Ijarah adz-dzimmah
a. Upah tidak ditempo dan diserahkan di tempat transaksi. Karena akad ijarah adalah akad pesan
pada manfaat, sehingga disyaratkan menyerahkan uang muka ditempat transaksi dan
pensyaratan tempo berarti sam halnya tidak ada penyerahan upah.
b. Wajib menjelaskan jenis barang, macam dan sifatnya secara mendetail
34
Iqrar ( اإلقرارPengakuan)
Iqrar adalah pemberitahuan seseorang tentang adanya hak yang wajib bagi
dirinya. 62 didalam pengadilan terdapat salah satu bukti hukum yaitu Iqrar.
Rukunnya 4 63 :
Syarat iqrar :
1. Baligh
2. Akal
3. Ikhtiyar
4. Rusydu )Waras pikiran) jika terkait dengan harta
62
Fathul Wahhab, hal. 510
63
Fathul Wahhab, hal 263
64
Syarat orang yang berikrar :
a. Bebas dalam mengalokasikan harta benda, sekiranya muqir adalah orang baligh, berakal dan
cakap dalam bertransaksi. Maka tidak sah dari anak kecil, orang gila atau orang yang terkena
epilepsi.
b. Berdasarkan inisiatif sendiri tanpa ada unsur paksaan (ikhtiar).
65
Syarat Muqar lahu :
a. Muqar lahu adalah orang yang telah diketahui identitasnya. Maka tidak sah jika muqir berkata, “
aku memilki tanggungan hak kepada salah satu anak turunan adam”.
b. Sah menerima hak yang di iqrarkan (muqor bih). Sehingga mengecualikan muqar lahu yang tidak
sah menerima muqor bih, seperti sapi. Maka tidak sah jika pernyataannya “aku memiliki hutang
satu juta kepada seekor sapi”.
66
Muqor bih terbagi menjadi 2 :
a. Iqrar terhadap hak Allah, seperti iqrar (mengaku) bahwa ia telah berzina. Seperti yang dizaman
Rasulullah SAW ada seorang perempuan mengaku berzina. Namun iqrar ini dicabut oleh dirinya
sendiri. Atau iqrar bahwa ia telah mencuri.
b. Iqrar terhadap hak manusia, seperti iqrar (mengaku) bahwa ia telah berhutang dengan si fulan.
Perbedaannya dengan haqqulloh adalah kalau iqrar terhadap haqqul adami ia tidak boleh
mencabut pengakuannya.
35
Isha’ ( اإلَصاءpesan wasiat)
1. Ada kekhawatiran tersia-sianya anak kecil atau bahaya yang menimpanya jika
tidak memberikan amanat untuk mengurusinya.
2. Meninggalkan isha‟ akan berdampak tersia-sianya hak. 67
67
Al-Fiqh al-Manhaji, Juz hal.261-262.
36
g. Jika berupa wasiat mengurus anak kecil, orang gila atau safih, washi dan
pihak yang diurusi memiliki hubungan yang baik (tidak terdapat
ketegangan diantara keduanya).
3. Musho fihi (hal yang diwashiatkan), syaratnya :
a. Berupa tasarruf harta
b. Berupa tasarruf yang diperbolehkan syariat, sehinga tidak sah wasiat
dengan hal yang berbau kemaksiatan. Seperti membangun tempat
kemaksiatan.
4. Shighot yang mengarah pada wasiat
Cabang masalah :
1. Wasiat dalam bahasa indonesia berbeda dengan wasiat dalam bahasa arab
2. Perbedaannya terletak pada bentuknya, wasiat dalam bahasa indonesia
mencakup segala hal, sedangkan wasiat dalam bab ini hanya mencakup masalah
harta atau tasarruf.
37
Ju’alah ( الجعالةsayembara)
Ju‟alah menurut istilah adalah
ٍ ُض معل ِ
ٍ َ وم َعلَى َع َم ٍل ُم َع
ّي ْ َ ٍ الْتِ َز ُام ع َو
kesepakatan suatu imbalan yang maklum atas pekerjaan tertentu.
Rukun Ju‟alah ada 468
1. عملamalun (pekerjaan)
2. ج ْعل
ُ Ju‟lun (upah)
َ
3. صيغة Shighot
4. „ عاقذانaqidaani (dua orang yang berakad).
68
Fathul Wahhab, Hal 320
38
khiyar ( الخٍارhak opsional)
Dalam akad jual beli, bagi penjual dan pembeli diperkenankan untuk memilih
antara melanjutkan akad atau membatalkannya yang biasa disebut dengan istilah Khiyar.
Pembagian khiyar :
1. Khiyar majlis69
Adalah hak yang memperbolehkan bagi kedua belah pihak untuk membatalkan
akad setelah akad tersebut dinyatakan sah selama keduanya secara umum masih
dikatakan berada ditempat transaksi dan belum berpisah atau keduanya belum
memilih untuk melangsungkan akad. Khiyar majlis sah menjadi milik pembeli dan
penjual semenjak dilangsungkannya akad jual beli hingga keduanya berpisah
selama keduanya tidak menyepakati tidak adanya khiyar. 70
2. Khiyar syarat
Adalah hak pembeli atau penjual, atau keduanya, untuk melanjutkan atau
membatalkan transaksi selama masih dalam masa tenggang yang disepakati
kedua belah pihak. Batasan tenggat waktu khiyar syarat dibatasi selama 3 hari,
sesuai dengan hadist khiyar syarat, yang diriwayatkan oleh Baihaqi dan Ibnu
majjah. “dibolehkan khiyar pada setiap benda yang telah dibeli, selama tiga hari
tiga malam”.
3. Khiyar aib
Adalah hak untuk meneruskan atau membatalkan transaksi apabila setelah akad
berlangsung diketahui ada cacat pada objek jual beli, yang tidak diketahui
pembeli saat akad.
69
Syarat khiyar majelis :
a. Akadnya berupa mu’awadhoh bukan tabarru’at seperti hibah
b. Bukan akad pernikahan, tidak ada khiyar dalam pernikahan
c. Terjadi pada selain akad kemanfaatan. Maka tidak ada khiyar dalam ijarah (sewa).
70
Contoh khiyar majlis : Semisal si penjual ketika telah menjual barangnya ia lupa bahwa barang itu
sebenarnya ingin dihibahkan kepada anaknya, dia berhak menarik kembali barangnya jika belum.
Begitupun pada pembeli. Mereka berdua bisa membatalkan transaksinya selama belum berpisah.
39
Qardhu ( القرضakad hutang)
Hukum arisan :
Diperbolehkan dengan syarat tidak ada unsur penipuan, riba‟ ataupun kecurangan.
71
Fathul Wahhab, Syaikh Zakariya al-Ansori, hal 224
72
Syarahtnya :
a. Kehendaknya sendiri, maka tidak sah akadnya orang yang dipaksa memberikan hutang
b. Punya wewenang untuk memberikan hutang pada harta yang dihutangkan (Ahlu tabarru).
73
Syaratnya :
A. Kehendak sendiri.
B. Bukan termasuk pihak yang tercegah tasarrufnya. Seperti anak kecil, orang gila, dll.
74
Harus benda-benda yang ada ukurannya seperti yang terjadi pada akad salam. Maka tidak sah
menghutangi benda-benda yang tidak dapat dibatasi kadarnya (ghairu mundobith).
40
Rahn ( الرهيgadai)
1. Pada dasarnya barang gadaian itu sama posisinya dengan barang titipan. Tidak
boleh digunakan dan apabila rusak, maka pihak murtahin wajib mengganti jika
kerusakan itu diakibatkan kelalaiannya, seperti meletakkannya ditempat
sembarangan sehingga dicuri atau menggunakannya tanpa seizin rahin.
2. Barang yang digadaikan boleh dimanfaatkan seperti motor, mobil dll dengan
syarat :
a. Tidak disyaratkan diawal
b. Atas seizin dari rahin
3. Ada yang berpendapat bahwa memanfaatkan barang gadai sebagai bentuk riba.
Maka lebih baik untuk kehati-hatian kita menghindarinya.
4. Jika barang gadaian berupa hewan ternak, maka boleh bagi murtahin
memanfaatkan barang gadai tersebut sesuai dengan kerugian biaya perawatan
yang ditanggungnya meskipun tanpa izin dari pihak rajin.
5. Apabila rahin tidak mampu membayar maka boleh dijual demi melunasi hutang si
rahin dengan syarat ia melapor kepada Qadhi dan penjualan tersebut dilakukan
41
oleh Qadhi. Jika hasil penjualannya melebihi dari hutangnya maka ia wajib
memberi sisanya kepada rahin, jika sebaliknya maka rahin wajib menambah agar
tercukupi pembayaran hutangnya.
Riba ( الرباRiba)
Apa itu riba ? secara bahasa riba artinya “ ”الزيادةtambahan. Adapun menurut istilah :
َ َ َ َ َْ َ َْ َْ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ ُ َ َّ ُْ َْ ُ َْ
ني أ ْو أخ ِدٍِْا ْ َّ َْ
ِ ري ٌَعي َ ََ ٌ ْ َ
ِ ى د اْل ِ ٍ ار الَّش ِع خاىث اىعل ِد أو ٌع حأ
يف ِري
خ ِ ٔم اتلٍاذ ِو ِيف ٌِعي ِ ٔص غ
ٍ علد ىلع عِٔ ٍض َمص
“Suatu akad transaksi pada komoditas tertentu yang ketika akad berlangsung tidak diketahui
kesamaannya menurut ukuran syari‟at, atau adanya penundaan penyerahan kedua barang atau
salah satunya.”75
75
Fathul Wahhab, Syaikh Zakariya al-Ansori Hal. 190
42
Pembagian Riba menurut ulama :
b. Riba naasiah : jual beli atau tukar-menukar barang ribawi (dengan sistem
barter) secara kredit tidak tunai.78
2. Riba hutang piutang.
a. Riba Qardh : setiap pemberian pinjaman yang mencantumkan syarat
ketika transaksi tengah berlangsung yang dapat memberikan keuntungan
bagi pihak yang menghutangi.
b. Riba nasiah : tambahan dari denda yang disebabkan terlambatnya
pembayaran.
Rumus riba :
1. Apabila ada pertukaran atau jual beli mata uang yang sama, maka harus cash dan
sama nominalnya.
2. Apabila ada pertukaran atau jual beli antara mata uang yang berbeda maka harus
cash dan tidak mesti sama nominalnya.
3. Apabila ada pertukaran antara komoditas dan mata uang maka tidak disyaratkan
tunai dan sama nominalnya. Yang jadi rujukan adalah kesepakatan antara
keduanya.
76
Riba fadhl itu hanya dikhususkan pada komoditas tertentu seperti emas, perak, gandum, terigu, kurma
dan garam.
77
Contohnya : ketika kita menukarkan uang 100 ribu, kemudian dikembalikan 95 ribu, maka itu termasuk
kedalam riba fadhl.
78
Contohnya : ketika kita menukarkan uang 100 ribu dan ditukar dengan receh 100 ribu namun
dibayarnya tidak cash. Maka tidak itu riba.
43
Wadi’ah ( الوضٍعةTitipan)
Wadi‟ah menurut bahasa adalah barang yang dipasrahkan pada selain pemiliknya untuk
dijaga. Sedangkan menurut istilah adalah : Akad yang dilaksanakan untuk menjaga
sesuatu yang dititipkan.
1. Sunat
Disunnatkan menerima titipan bagi orang yang percaya kepada dirinya bahwa dia
sanggup menjaga benda-benda yang dititipkan kepadanya. Al-Wadi‟ah adalah salah
satu bentuk tolong menolong yang diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur‟an, tolong
menolong secara umum hukumnya sunnat. Hal ini dianggap sunnat menerima benda
titipan ketika ada orang lain yang pantas pula untuk menerima titipan.
2. Wajib
Diwajibkan menerima benda-benda titipan bagi seseorang yang percaya bahwa
dirinya sanggup menerima dan menjaga benda-benda tersebut, sementara orang
lain tidak ada seorangpun yang dapat dipercaya untuk memelihara benda-benda
tersebut.
3. Haram
Apabila seseorang tidak kuasa dan tidak sanggup memelihara benda-benda titipan.
Bagi orang seperti ini diharamkan menerima benda-benda titipan sebab dengan
menerima benda titipan berarti memberikan kesempatan (peluang) kepada
kerusakan atau hilangnya benda-benda titipan sehingga akan menyulitkan pihak
yang menitipkan.
4. Makruh
Bagi orang yang percaya kepada dirinya sendiri bahwa dia mampu menjaga benda-
benda titipan tetapi ia kurang yakin (ragu) pada kemampuannya, maka bagi orang
seperti ini dimakruhkan menerima benda-benda titipan sebab dikhawatirkan dia
79
(Fiqh Islam, Sulaiman Rasyid, 1976, hal. 315)
44
akan berkhianat terhadap yang menitipkan dengan cara merusak benda-benda
titipan atau menghilangkannya.
SYARAT-SYARAT WADI’AH
2. Barang titipan
a. Jelas (dapat diketahui jenis atau identitasnya)
b. Dapat dipegang
c. Dapat dikuasai untuk dipelihara
45
Dan pada saatnya barang titipan tersebut diminta kembali oleh pemiliknya, yang
menjaga barang titipan tersebut harus mengembalikannya dalam keadaan utuh
seperti sediakala. Barang titipan tersebut tidak boleh digunakan atau
dipindahkan kepada pihak lain oleh penjaganya untuk mendapatkan keuntungan.
i. Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh
penerima titipan;
ii. Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan
berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh
memanfaatkannya;
iii. Mengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh
penerima titipan.
i. Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang
menerima titipan;
ii. Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu dapat
menghasilkan manfaat,
46
Wakaf ( الوقفwakaf)
80
Muhammad al-Syarbini al-Khatib, al-‘Iqna fi Hal al-Alfadz Abi Syuza, hal. 319
47
Syarat mauquf „alaih (tujuan wakaf) harus sejalan (tidak bertentangan) dengan
nilai-nilai ibadah sebab wakaf merupakan salah satu perbuatan ibadah. Harta wakaf
harus segera dapat diterima setelah wakaf diikrarkan. Hendaklah ada
lembaga/orang yang menerima harta wakaf.
4. Shighat wakaf (pernyataan wakaf)
a. Syarat-syarat shighat wakaf ialah dengan lisan, tulisan ataupun dengan isyarat.
b. Wakaf dipandang telah terjadi apabila ada pernyataan wakif (ijab), sedangkan
kabul dari mauquf „alaih tidaklah diperlukan.
c. Isyarat hanya boleh dilakukan bagi wakif yang tidak mampu dengan lisan dan
tulisan.
d. Tidak ada shighot penggantungan
e. Menjelaskan masrof wakaf seperti “saya wakafkan barang ini untuk orang
miskin”.
1. Syarat-syarat Nadzir :
a. Memiliki sifat adil secara batin
b. Mampu mentasarufkan mauquf sesuai dengan aturan
2. Tugas Nadzir waqif :
a. Menjaga mauquf
b. Menjaga penghasilan mauquf, mengumpulkannya dan menbagikannya
pada orang yang berhak.
3. Gaji Nadzir
Gaji yang diberikan kepada nadzir adalah upah yang telah disepakati meskipun
melebihi ujrah mitsli (ongkos standar). Kecuali jika nadzir tersebut adalah waqif
itu sendiri, maka tidak boleh melebihi dari ujroh mitsli.
48
Wakalah ( الوكالةPerwakilan)
Rukun-rukun wakalah
81
Fathul Wahhab, Syaikh Zakariya al-Ansori. Hal 527
49
FIQIH MUNAKAHAT
ْ َ ُ َّ ُْ َُ ُ ُ َ ُ َ ُ َ ْ َ َّ ُ َ ََ ُ َ
ِّ ِِني ٌَِ عِتادِك ًْ َوإٌِائ ِك ًْ إِن يكُٔٔا ػل َراء يغِِ ِٓ ًُ اَّلل ٌَِ فظي ِ كدٔا األياَم ٌِِك ًْ َوالص
اِل ِ َُوأ
)23( ًِيٌ اَّلل َواش ٌع َعي
ُ َّ َ
و
ِ
dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian[1035] diantara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-
Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. (an-Nur 32)
َ ْ َ َ َ َّ َ َ َ َّ َّ َ َّ َ َ ْ ََ ْ َ َ
وأثَن, َحِد اَّلل- ً صىل اهلل عييّ وشي- أن اجل ِِب- - ِّ ريض اهلل ع- وعَ أن ِس ة َِ ٌال ٍِم
َّ ُ ْ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ ي َ َ ُ َ ي َ َ َ ُ َ َ ُ ُ َ ُ ْ ُ َ َ َ َ َّ ُ َ ي
ِِ ِب عَ شن ػٍَ رغ, وأحزوج اىنصاء, وأصٔم وأف ِطر, " ىهِِّن أُا أصِّل وأُام/ وكال, ِّ عيي
ْ َ َ ٌ َ َّ ُ ََْ َ ي
ِّ ٌخفق عيي- فييس ٌِِّن
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya bersabda: "Tetapi aku sholat, tidur, berpuasa,
berbuka, dan mengawini perempuan. Barangsiapa membenci sunnahku, ia tidak
termasuk ummatku." Muttafaq Alaihi.
50
Hukum Pernikahan82
a. Wajib : bagi orang yang memiliki kemampuan dan jika khawatir terjatuh pada
yang haram.
b. Sunnah : bagi orang yang memiliki keinginan untuk menikah, dan memiliki
kemampuan untuk nafkah sehari-hari dan mahar. namun tidak khawatir terjatuh
pada perkara yang haram.
c. Mubah : bagi orang yang tidak ingin menikah dan tidak ingin punya anak
d. Makruh : bagi orang yang memiliki keinginan namun tidak memiliki kemampuan
e. Haram : bagi orang yang menikah dengan tujuan menyakiti pasangan.
َ ْ َ ُ َّ َ َ
(اكُج ٌِانح أْو اجلاْييث ىلع أربعث/ أُٓا كاىج/- يض اَّلل عِٓا ِ ر- فروي عَ اعئشث/إذا ذتج ْذا
، ؤْ أن املرأة اىعاْرة اكُج حِصب ىلع ةاةٓا رايث تلعرف أُٓا اعْرة، ٌِانح الرايات/ أخدْا/أكصام
ًٓ ال خياىط، أن الرْع ٌَ اىلتييث أو اجلاخيث اكُٔا جيخٍعٔن ىلع وطء امرأة/ واثلاين.فيأحيٓا اجلاس
أن املرأة اكُج إذا أرادت/ْٔ و، ُكاح االشتِجاب/ واثلاىد.ّ أِلق ةأشتًٓٓ ة.. فإذا جاءت ةٔدل،ًْغري
ً
/ والراةع.ًْ حلهٔن ودلْا نأخد، ةذىج ُفصٓا ىعدة ٌَ فدٔل رجال اىلتائو..أن يكٔن ودلْا نريٍا
َّ َ ْ َ َ ُ َّ َّ َ
83
. » «ودلت ٌَ ُكاح ال ٌَ شفاح/- ًَ صىل اَّلل عيي ِّ َوشي- اذلي كال اجلِب/ْٔ و،اجلاكح الصديح
82
Fiqhul Manhaji, jilid 4, hal 67
83
Al-Bayan fi Madzhab Imam as-Syafi’i, jilid 9 hal. 107
51
benar-benar hamil baru si suami menggaulinya atau kalau tidak ingin menggaulinya
maka si suami membiarkannya sampai si istri melahirkan.
2. Al-Mukhadanah
Pernikahan ini seperti memelihara selir. orang-orang Arab pada masa itu
menganggap aib atas perlakuan zina secara terang-terangan, tetapi tidak dianggap
aib jika hal itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Karena itu, mereka
menyatakan, “Sesuatu yang tidak terlihat terang-terangan, maka tidak apa-apa dan
jika mengabarkan perbuatan yang terang-terangan termasuk cela bagi mereka”.
3. Syighar84
Nikah syighar ialah apabilah seorang laki-laki menikahkan seorang
perempuan dibawah kekuasaanya dengan laki-laki lain, dengan syarat bahwa lelaki
ini menikahkan anaknya tanpa membayar mahar. Nikah syighar adalah nikah
pertukaran. Ilustrasinya adalah bahwa seorang laki-laki memiliki seorang anak
perempuan, lalu ada seorang laki-laki yang ingin menikahi anaknya itu, karena ia
tidak memiliki uang untuk membayar mahar, ia pun menikahkan anaknya tanpa
harus membayar mahar. Oleh karena itu, nikah syighar seperti tukar guling, seorang
wali memberikan anak perempuanya kepada seorang laki-laki untuk dinikahi,
sedangkan seorang laki-laki yang dimaksudkan membebaskan mahar bagi wali yang
telah memberikan anaknya.85
4. Mut’ah
Nikah mut`ah sebagai nikah untuk waktu yang sudah diketahui,
katakanlah satu atau dua hari, atau seminggu atau lebih, hanya untuk pelampias
nafsu dan bersenang-senang dalam sementara waktu belaka. Dalam perkawinan
Muth'ah pihak lelaki tidak diwajibkan membayar maskawin kepada wanita yang
dikawininya, tidak pula wajib memberikan belanja untuk keperluan hidupnya.
84
ص َداق
َ ْس بَ ٌْنَ ُه َما ْ ُعلَى أَ ْن ٌُزَ ّ ِو َجه
َ ٌاآلخ َُر ا ْب َنتَهُ َو َل َّ أ َ ْن ٌُزَ ّ ِو َج: َار
َ ُالر ُجل ا ْبنَتَه ُ شغّ ِ ( َوالMausu’ah fiqhiyyah)
85
Terdapat khilaf yang panjang dalam masalah ini. Silahkan merujuk kepada kitab mausu’ah fiqhiyyah.
52
Dalil yang mengharamkan Mut’ah
53
“Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan kebaikan tabiat yang ia
bawa. Dan aku berlindung dari kejelekannya dan kejelekan tabiat yang ia
bawa.” (HR. Bukhari)
“Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah, jauhkanlah aku dari syaitan dan
jauhkanlah syaitan dari anak yang akan Engkau karuniakan kepada kami.”
(HR. Bukhari-Muslim)
54
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam rumah tangga :
55
hendaknya menjaga harta itu dengan baik dan tidak mengklaim sebagai
miliknya. Jika ia bermasud menggukan sebagian atau seluruh harta itu, maka
harus meminta izin dari istrinya hingga mendapatkan persetujuan.
h. Kedelapan, tidak banyak mendebat. Perdebatan tidak selalu berdampak baik.
Oleh karena itu seorang suami hendaknya dapat menghargai pendapat istri
sekalipun mungkin kurang setuju. Tentu saja hal ini berlaku untuk masalah-
masalah yang memang kurang prinsipil.
i. Kesembilan, mengeluarkan biaya untuk mencukupi kebutuhan istri secara
tidak bakhil. suami-istri jangan pelit satu sama lain sebab hal ini akan
berdampak kurang baik dalam keharmonisan keluarga. Suami dan istri
hendaknya bersikap longgar satu sama lain untuk saling membantu.
j. Kesepuluh, memuliakan keluarga istri. Secara naluri seorang istri umumnya
memiliki hubungan emosional yang sangat kuat dengan keluarganya. Demikian
pula sebaliknya. Oleh karena itu seorang suami hendaknya bersikap baik
terhadap keluarga istrinya dengan menghormati mereka. Sikap sebaliknya
akan melukai perasaan istri.
k. Kesebelas, senantiasa memberi janji yang baik. Menjanjikan sesuatu yang baik
kepada istri adalah baik terutama dalam rangka mendorong kebiasaan yang
baik dalam keluarga. Sebaliknya, sangat sering memberi ancaman-ancaman
tentu tidak bijaksana sebab akan menimbulkan ketakutan-ketakutan yang
berdampak kurang baik.
l. Kedua belas, selalu bersemangat terhadap istri. Kegairahan hidup berumah
tangga harus selalu dirawat dengan baik. Oleh karena itu seorang suami
hendaknya menunjukkan semangatnya dalam berinteraksi dengan istri
termasuk dalam memenuhi nafkah lahir dan batinnya.
Demkianlah kedua belas adab suami terhadap istri sebagaimana nasihat Imam
Al-Ghazali. Nasihat ini sekaligus menepis anggapan bahwa seorang suami boleh berbuat
sesuka hati kepada istrinya. Tentu saja hal ini tidak benar sama sekali karena Islam
sangat menekankan sikap adil. Jangankan kepada istri yang kita cintai, kepada pihak lain
yang mungkin kita tidak suka, kita tetap dituntut bersikap adil.
56
2. Adab istri kepada suami dan hak seorang suami
Dari kutipan di atas dapat diuraikan keenam belas adab istri terhadap suami
sebagai berikut:
57
tidak sebaiknya dikhianati dengan penghambur-hamburan yang tidak perlu.
Apalagi jika harta itu digunakan untuk kemaskiatan yang sudah pasti akan
menimbulkan persoalan yang tidak baik di kemudian hari.
7. Ketujuh, menjaga badan tetap berbau harum. Seorang istri hendaknya menjaga
bau badannya sedemikian rupa sehingga suami merasa nyaman di sampingnya.
Namun demikian hal ini tidak berarti seorang istri harus mandi parfum. Mandi
secara teratur dengan air dan sabun mandi yang wangi merupakan cara paling
mudah untuk menjaga badan tetap segar.
8. Kedelapan, mulut berbau segar dan berpakaian bersih. Tidak hanya terkait
dengan bau badan, tetapi juga bau mulut hendaknya menjadi perhatian istri,
yakni selalu segar. Demikian pula pakaian yang ia kenakan sehari-hari juga harus
bersih. Semua ini adalah agar mereka sama-sama nyaman dalam berinteraksi
baik di dalam maupun di luar rumah.
9. Kesembilan, menampakkan qana‟ah. Seorang istri hendaknya tidak menuntut
lebih dari apa yang mampu diberikan suami kepadanya. Ia hendaknya
menysukuri berapa pun jumlah atau wujud pemberiannya. Namun demikian hal
ini tidak berarti seorang istri tidak boleh mendorong dan mendoakan suami
agar lebih maju lagi dalam bidang ekonomi atau bidang lainnya.
10. Kesepuluh, menampilkan sikap belas kasih. Seorang istri hendaknya bersikap
belas kasih kepada suami atas semua jerih payahnya. Jangan sampai ia bersikap
kasar atau bahkan menindas suami yang kondisinya sedang lemah, seperti
sakit. Apalagi dengan sengaja menyakiti perasaannya dengan hinaan yang
merendahkan dirinya. Bagaimanapun ia harus mengasihi suaminya dengan
sepenuh hati. .
11. Kesebelas, selalu berhias. Seorang istri hendaknya selalu tampil menarik di
depan suami. Banyak manfaat dari hal ini, misalnya suami menjadi lebih betah di
rumah dan tidak terdorong untuk mencari-cari alasan keluar rumah.
12. Kedua belas, memuliakan kerabat dan keluarga suami. Seorang istri hendaknya
selalu sadar bahwa suami umumnya memiliki hubungan emosional yang kuat
dengan para kerabat dan keluarganya. Oleh karena itu seorang istri hendaknya
58
dapat memperlakukan kerabat dan keluarga suami dengan respek tanpa
mempersoalkan status sosial mereka.
13. Ketiga belas, melihat kenyataan suami dengan keutamaan. Apapun keadaan
suami, seorang isri hendaknya dapat menerimanya sebagai kenyataan. Jika
suami keadaannya baik, seorang istri hendaknya mensyukurinya sebagai
kenikmatan. Jika sebaliknya, seorang istri hendaknya bersikap sabar. Syukur dan
sabar merupakan keutamaan dari Allah subhanahu wa ta‟ala.
14. Keempat belas, menerima hasil kerja suami dengan rasa syukur. Berapa pun
penghasilan suami, seorang istri hendaknya dapat mensyukuri. Dengan
mensyukuri nikmat-Nya, Allah akan menambahkan dengan berbagai kenikmatan
yang lain.
15. Kelima belas, menampakkan rasa cinta kepada suami kala berada di dekatnya.
Seorang istri hendaknya senantiasa menunjukkan rasa cintanya kepada suami
terlebih saat berada di dekatnya. Hal ini karena salah satu tujuan dari
pembentukan rumah tangga adalah untuk membentuk keluarga yang saling
mencintai.
16. Keenam belas, menampakkan rasa gembira di kala melihat suami. Kapan saja
dan di mana saja seorang istri bertemu dengan suaminya, hendaknya ia selalu
menunjukkan rasa gembiranya. Hal ini amat penting karena umumnya suami
merasa gembira ketika melihat istrinya bergembira.
59
3. Adab dalam rumah tangga secara umum
60
Hak-hak seorang istri
1. Suami harus memberikan nafkah berupa makan, maksudnya uang belanja sehari-
hari urusan dapur.
2. Suami harus memberikan pekerjaan yang layak dan pantas kepada istrinya.
3. Suami tidak boleh memukul wajah istrinya.
4. Suami tidak boleh memaki-maki istri, termasuk membentah atau memarahi istri nya
kecuali di dalam rumah sendiri.
86
Uqudulujjain fi bayaani huquq zaujain, Hal.3
61
Hak-hak seorang suami
Kewajiban-kewajiban Istri yang harus dilakukan, dan hak yang harus diterima
oleh suami adalah:
1. Isteri wajib taat kepada suaminya terhadap segala apa saja perintah suami, selagi
dalam hal yang dihalalkan menurut perintah Allah SWT dan Rasul-Nya.
2. Istri tidak boleh berpuasa kecuali atas izin suaminya.
3. Istri tidak boleh keluar rumah, kecuali atas izin dan ridla suaminya.
4. Seorang istri harus bersungguh-sungguh mencari ridla suaminya, karena ridla Allah
berada didalam ridho suaminya dan marahnya Allah berada di dalam marah
suaminya.
5. Sekuat mungkin istri wajib berusaha menjauhi yang sekiranya menyebabkan
suaminya marah.
6. Menawarkan diri kepada Suami nya, mau tidur atau dalam hal apakah si Suami
“kerso” pingin berhubungan badan, atau sekedar bercumbu, atau yang sejenisnya
(karena hal ini adalah salah satu dari hak yang harus diterima oleh suami).
7. Istri tidak berkhianat, atau menyimpang ketika suaminya tidak ada di rumah. Baik
terkait urusan ranjang atau tempat tidur, maupun urusan harta suaminya. Apalagi
zaman seperti saat ini, godaan-godaan, baik melalui medsos maupun melalui hal lain,
begitu gencar dan luar biasa masif, sehingga seorang istri harus bisa menjaga diri.
8. Seorang Istri sebaiknya selalu berpenampilan menarik di depan suaminya, baunya
selalu harum dan wangi, menjaga bau mulutnya.
9. Istri juga sebaiknya selalu menjaga performanya, berpenampilan menarik di depan
suaminya. (Bukan malah sebaliknyanya, kalau di depan suaminya berantakan, lusuh,
bau, dan lain-lain, giliran ke luar rumah tanpa bersama suami malah berpenampilan
semenarik mungkin. Ini kurang tepat; setidaknya yang baik, sama-sama
berpenampilan menarik. Apalagi ketika bersama suaminya, tentu harus lebih baik
lagi).
62
Apakah pekerjaan rumah kewajiban istri ?
Tidak ada khilaf diantara para ahli fiqih tentang bahwasanya diperbolehkan bagi
seorang istri melayani suaminya dirumah. Namun mereka berselisih pendapat apakah
khidmah itu wajib ataukah sunnah.
63
6. Jangan memulai hubungan intim tanpa doa
7. Hendaknya tidak langsung berhubungan intim
Rasulullah bersabda, “Siapa pun di antara kamu, janganlah menyamai
isterinya seperti seekor hewan bersenggama, tapi hendaklah ia dahului dengan
perantaraan. Selanjutnya, ada yang bertanya: Apakah perantaraan itu ? Rasul
Allâh SAW bersabda, “yaitu ciuman dan ucapan-ucapan romantis”. (HR. Bukhâriy
dan Muslim).
64
5. Barang siapa yang mendatangi istrinya di malam selasa maka akan menghasilkan
keturunan yang berbakti kepada orang tuanya.
6. Barangsiapa yang berhubungan intim di malam rabu akan menghasilkan
keturunan yang cerdas, banyak akalnya, banyak ilmunya, serta banyak
bersyukurnya.
7. Barangsiapa berhubungan intim di malam kamis akan menghasilkan keturunan
yang iklas.
Seorang ahli ilmu tersebut juga menyatakan untuk jangan bersenggama di malam
hari raya baik itu Idul Fitri maupun Idul Adha karena akan menghasilkan keturunan yang
cacat atau mempunyai enam jari. Dan bagi yang menginginkan mempunyai keturunan
yang cantik dan ganteng serta rupawan berjimaklah dalam keadaan terang.
1. Perbedaan Agama
2. Akhlaq dan Perilaku Yang Buruk
3. Mahram
Bab Mahram
a. Mahram Yang Bersifat Abadi
ii. Mahram Karena Nasab, seperti ayah, ibu, saudara kandung dll.
iii. Mahram Karena Mushaharah, seperti bapak mertua atau ibu mertua.
iv. Mahram Karena Penyusuan, seperti ibu persusuan, saudara sepersusuan.
65
5. Wanita yang sedang ihrom sampai ia tahallul
6. Bibi dari istri
7. Wanita Kafir Selain Ahli Kitab yang belum masuk islam
8. Wanita pezina sampai ia bertaubat dan melakukan istibro‟ (pembuktian
kosongnya rahim)
9. Wanita dijadikan istri kelima sedangkan masih memiliki istri yang keempat
Kriteria pasangan
Tatkala kita mencari pasangan untuk menciptakan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah wa rahmah tidak cukup hanya dilihat dari sebatas keturunan atau kecantikan
saja. akan tetapi kita harus melihat kedalam sisi agamanya dan akhlaqnya. Ada beberapa
alasan yang menjadi faktor seseorang dinikahi, sebagaimana yang disabdakan oleh
Rasulullah SAW :
1. Karena kecantikannya
2. Karena hartanya
3. Karena nasab keturunannya
4. Karena agamanya
1. Benar akidahnya
2. Rajin ibadahnya
3. Dalam ilmu agamanya
66
4. Mulia akhlaqnya
5. Sopan bicaranya
6. Pandai menjaga waktunya
7. Syar‟i pakaiannya
8. Dapat menjaga dirinya dan kehormatannya
9. Berbakti kepada orang tuanya
10. Rajin mengajinya dan baca al-Qur‟annya
11. Dekat dengan ulama dan guru
12. Tidak mau diajak pacaran
Biasanya, istri yang solehah dapat juga tercermin dari keluarganya dan nasabnya.
Semisal, bapak ibunya terkenal shaleh dan wara‟ maka anaknya pun tak jauh dari orang
tuanya, ia pun pasti anak yang solehah karena dididik oleh orang sholeh dan diberikan
makan dari yang halal. Namun jikalau kita mendapat ada keluarga yang soleh namun
anaknya tidak solehah, mengindikasikan ada kesalahan dalam tarbiyah anak tersebut,
atau anak tersebut memang menjadi ujian bagi orang tuanya sebagaimana pada kisah
Kan‟an dan nabi Nuh. Maka tak cukup kita hanya melihat kesolehan orang tua saja, tapi
kita juga perlu melihat bagaimana kesolehan perempuan itu, baik mencari tau sendiri
atau mencari tahu lewat orang lain.
Ada beberapa karakter perempuan yang disebutkan dalam kitab Qurrotul Uyun
yang dilarang oleh Rasululullah SAW untuk dinikahi :
1. الشهبرةSyahbaroh : wanita yang suka berbicara kotor (tak bisa menjaga mulut)
2. اللهبرةal-Lahbaroh : wanita tinggi yang suka bercanda (terlalu gaul)
3. الوهبرةan-Nahbaroh : wanita lemah yang suka membelakangi suami
4. الهوذرةal-Handaroh : wanita yang pendek lagi tercela
5. اللفوتal-Lafut : Wanita yang memiliki anak dari orang selain suaminya
67
Yang Lebih Dianjurkan dalam Memilih Istri
1) Kualitas Agama
2) Diutamakan Perawan
3) Belum Punya Anak
4) Keturunan
5) Kesuburan
6) Kecantikan dan Kepatuhan
7) Berakal dan Berakhlaq Baik
8) Bukan Kerabat Dekat
9) Mahar Yang Seimbang (tidak memberatkan)
10) Bukan Wanita Yang Dicerai
68
Khitbah
Pernyataan keinginan dari seorang lelaki untuk menikah dengan wanita tertentu,
lalu pihak wanita memberitahukan hal tersebut pada walinya. Adakalanya pernyataan
keinginan tersebut disampaikan dengan bahasa jelas dan tegas (sharih) atau dapat juga
dilakukan dengan sindiran (kinayah)
1) Hukum Taklifi
ii. Khitbah Yang Halal adalah khitbah kepada wanita yang hidup single (belum
memiliki suami) dan melajang, yaitu para perawan yang belum pernah
menikah sebelumnya.
iii. Khitbah Yang Haram adalah dalam kondisi yang haram untuk melamar
seperti sedang memakai ihram atau melamar perempuan yang dilarang
untuk dilamar, seperti :
1. Wanita yang haram dinikahi (mahram)
2. Wanita yang bersuami
3. Wanita yang masih dalam masa iddah
4. Wanita yang sudah dikhitbah
69
4) Perbedaan khitbah Gadis dan Janda
a. Cara melamar gadis khitbahnya (lamarannya) ditujukan langsung kepada
wali dari seorang wanita yaitu ayah kandungnya.
b. Cara melamar seorang janda yaitu kepada walinya, namun jika walinya
sudah tiada, maka boleh langsung melamar wanita tersebut.
5) Proses Khitbah
a. Pengajuan Khitbah, konfirmasi sebelum melamar
b. Tukar Menukar Informasi, seperti ta‟aruf, tukar cv dll.
c. Jawaban, artinya pada tahapan ini seorang wali harus memberikan jawaban
kepada yang melamar, apakah diterima atau ditolak.
d. Pembatalan, artinya seorang wali bisa membatalkan lamaran seorang lelaki
manakala terdapat kesalahan informasi atau melanggar perjanjian, seperti
pihak wanita mensyaratkan kepada pihak laki-laki agar segera menikahinya
dalam tempo waktu 2 bulan, ketika masuk bulan ketiga ternyata belum
dinikahi maka batallah lamaran tersebut secara otomatis. Atau sebaliknya.
Rukun Nikah
70
Sunnah-Sunnah Ketika Menikah
1. Didahului Khitbah
2. Khutbah Sebelum Akad
3. Doa Seusai Akad
4. Hari Jumat Sore
5. Diumumkan
6. Penyebutan Mahar
7. Undangan Makan
Wali Nikah
Urutan Wali
a. Ayah kandung
b. Kakek, atau ayah dari ayah
c. Saudara se-ayah dan se-ibu
d. Saudara se-ayah saja
e. Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu
f. Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja
g. Saudara laki-laki ayah
h. Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah
71
Saksi Nikah
Syarat Dasar
a. Beragama Islam
b. Taklif
c. Al-'Adalah
d. Minimal Dua Orang
e. Laki-laki
f. Merdeka
Syarat Teknis
a. Sehat Pendengaran
b. Sehat Penglihatan
c. Mampu Berbicara
d. Sadar atau Terjaga
e. Memahami Bahasa Kedua Belah Pihak
f. Bukan Anak Dari Salah Satu atau Kedua Pengantin
72
Ijab Kabul
1. Satu Majelis
2. Saling Dengar dan Mengerti
3. Tidak Bertentangan
4. Tamyiz
73
Walimatul `Urs
Hukumnya
Hukum mengadakannya adalah sunnah . sebagian ahli fiqih berpendapat bahwa walimah
itu wajib. Akan tetapi madzhab syafii berpandangan sunnah.
Hukum menghadirinya
Terdapat 2 versi :
Waktu pelaksanaannya
74
Menerima ajakan makan
1. Jika dihati kita ada keraguan akan kerelaan pihak yang menawari maka tidak boleh
2. Jika dengan perasaan yakin yang menawarkan itu karena malu, takut, terpaksa atau
basa basi maka tidak boleh
Kewajiban Suami
1. Memberi Mahar
2. Memberi Nafkah
3. Menyetubuhi
4. Bermalam Bersama Istri
5. Menggilir Para Istri
6. Berkhidmat Memberikan Pelayanan
Kewajiban Istri
1. Penyerahan Diri
2. Istimta‟
3. Diberi Pelajaran Waktu Nusyudz
4. Minta Izin Bepergian
5. Tidak Mengizinkan Laki-laki Lain Masuk Rumah
6. Berkhidmat dan Melayani Suami
7. Ikut Suami
75
Mahar
Mahar bisa juga disebut shidaq, mahar, nihlah, thoul, shadaqah, ajrun, faridhoh,
hiba„ طوathiyyah. Memiliki makna yang sama yaitu maskawin. Menurut syara‟ shidaq
adalah sesuatu yang wajib dibayar oleh calon mempelai pria kepada calon mempelai
wanita sebab pernikahan.
Menurut ahli fiqih Mahar adalah sesuatu yang wajib dan menyebutkannya tidak wajib
menurut kesepatakan ulama. Dan mahar bukanlah rukun nikah, namun ia wajib bagi
seorang calon suami.
Hikmah Mahar
76
Nafkah
77
7. Nafkah untuk kedua orang tua itu telah melebihi dari kebutuhan diri anak
dan kebutuhan istrinya selama sehari semalam.
b. Menafkahi anak
1. Anak tidak berstatus sebagai budak.
2. Seorang ayah tidak berstatus budak pula.
3. Anak itu termasuk orang yang terjaga darahnya, artinya dia bukan kafir
harbi, murtad, orang yang suka meninggalkan shalat setelah adanya
perintah dari imam untuk membunuhnya atau termasuk pelaku zina
muhson.
4. Anak itu dalam keadaan faqir atau masih kecil, adapun jika ia sudah baligh
dan dapat mencari nafkah sendiri maka ia tidak wajib dinafkahi. Kecuali
anak yang sudah baligh itu belum bisa mencari nafkah, maka masih tetap
kewajiban seorang orang tua.
5. Anak dalam keadaan lumpuh dan fakir. Maka anak yang dalam kondisi
sehat dan fakir atau lumpuh namun kaya, maka tidak wajib dinafkahi.
6. Anak dalam keadaan gila dan fakir.
1. Diri sendiri
2. Istri dan pembantunya
3. Anak yang belum baligh
4. Ibu
5. Ayah
6. Dan kemudian anak yang telah baligh
Cakupan nafkah
1. Makanan pokok
2. Pakaian
3. Tempat tinggal
4. Lauk-pauk termasuk diantaranya daging
78
5. Alas duduk
6. Alas tidur
7. Penutup kepala
8. Perlengkapan makan, minum dan masak
9. Perlengkapan mandi seperti minyak rambut, sampo, bedak dll
10. Perlengkapan berhias
11. Mempekerjakan pembantu
12. Minuman kopi
13. Lampu dipermulaan malam
14. Air untuk mandi
15. Obat-obatan
1. Makanan pokok
2. Pakaian
3. Tempat tinggal
4. Lauk pauk
5. Biaya hidup pembantu, ongkos dokter dan harga obat-obatan
79
Jima
Hukum
1. Mubah, pada dasarnya hukum jimak adalah mubah oleh pasangan suami istri yan
sah.
2. Sunnah, apabila ada qarinah yang membuatnya menjadi sunnah. Misalnya jimak
yang disertai niat ibadah, taat kepada Allah dan juga menghidupkan sunnah-
sunnah Rasulullah SAW.
3. Wajib, apabila dilakukan dengan pasangan yang sah dan disebabkan khawatir pada
perzinahan atau kemaksiatan.
4. Haram :
a. Jima yang masyru‟ tapi terlarang seperti jima disaat haid, nifas, i‟tikaf, puasa,
ihram dan zhihar.
b. Jima‟ yang diharaman dan tidak masyru‟, seperti zina, liwath, jima‟ pada
dubur, jima dengan mayat dan hewan.
Adab jima
80
Larangan Dalam Jima’ Yang Masyru’
1. Haidh
2. Nifas
3. I‟tikaf
4. Puasa
5. Ihram
6. Zhihar
1. Zina
2. Liwath (sodomi/Gay)
3. Dubur (berhubungan via dubur)
4. Mayat (berhubungan dengan mayit)
5. Hewan
81
Hukumnya KB atau spiral
82
Menikahi Wanita Berzina & Hamil
Pengertian zina
Hubungan seksual yang dialkukan oleh seorang laki-laki dari penduduk darul –
islam kepada seorang perempuan yang haram baginya, yaitu tanpa akad nikah, atau
syibhu akad, atau budak wanita yang dimiliki, dalam keadaan berakal, bisa memilih dan
tahu keharamannya.
83
Bagian Ketiga Terurainya Ikatan Pernikahan
A. Kematian
i. Mati hakiki,
mati yang terlihat jasadnya. Artinya jasadnya secara biologis tidak
menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Pastinya yang meninggal tersebut
tidak bisa kembali lagi dan tidak bisa rujuk dengan suami/ istrinya lagi.
ii. Mati taqdiri
Mati yang dikira-kira atau dengan dugaan yang sangat kuat. Contohnya,
ketika ada sebuah bencana alam. Seorang suami berpisah dengan istrinya
dan salah satunya hilang tidak ada kabarnya dikarenakan bencana alam
tersebut. Setelah sekian lama tidak kembali, maka diputuskan bahwa yang
bersangkutan telah mati. Mati ini bersifat memutuskan dan jasadnya tidak
bisa dilihat (tidak di hadapan mata). Menurut hukum waris juga mengatakan
bahwa kasus seperti ini bisa diputuskan bahwa yang bersangkutan telah
mati. Mati takdiri bersifat dugaan dan ada syaratnya, dan syaratnya sebagai
berikut:
iii. Mati Hukmi
Mati hukmi pada dasarnya sama seperti mati takdiri, tetapi mati hukmi
diputuskan oleh pengadilan. Misalnya seperti kasus di atas. Setelah sekian
lama tidak ada kabar, maka keluarga mendatangi pengadilan dan pengadilan
memutuskan bahwa yang bersangkutan telah meninggal. Mati hukmi
sifatnya lebih formal.
84
B. Talak (cerai)
Rukun Talak
1. Shighat
2. Ahliyah
3. Al-Qashdu
4. Al-Mahal
5. Wilayah
Jenis talak :
1. Talak Raj’i : dimana seorang lelaki masih memiliki hak untuk kembali kepada
istrinya. Setelah terjadinya pengucapan talaq. Selama sang istri masih dalam masa
iddah.
2. Talak ba’in :
1. Talaq ba‟in sughro : yaitu talak yang terjadi kurang dari tiga kali, keduanya
tidak rujuk dalam masa iddah. Akan tetapi boleh dan bisa menikah kembali
dengan akad nikah yang baru. Contoh :
a. Talak karena fasakh yang dijatuhkan oleh hakim dipengadilan agama
b. Talak pakai iwad (ganti rugi) atau talak tebus berupa khulu‟
c. Talak karena belum digauli
2. Talak ba‟in kubro : talak yang terjadi sampai tiga kali penuh. Dan tidak ada
rujuk dalam masa iddah maupun nikah baru. Kedua pasangan itu boleh
menikah kembali dengan syarat si perempuan sudah menikah lagi dengan
orang lain (muhallil) dan bercerai dengan suami keduanya tersebut. Contoh
dari talak ba‟in kubro :
a. Talak li‟an (bersumpah seorang suami menuduh istrinya berzina)
b. Talak tiga
1. Istri Menikah
2. Pernikahan Harus Sah
3. Suami Barunya Harus Sudah Baligh
85
4. Niat Untuk Menikah Selamanya
5. Melakukan Hubungan Seksual
6. Jima‟ Yang Halal
7. Masa Iddah
3. Talak sunni
Talak sunny yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istrinya yang pernah
dicampurinya dan pada waktu itu keadaan istri dalam keadaan suci dan
pada waktu suci belum dicampurinya, sedang hamil dan jelas kehamilannya.
4. Talak bid’i
Talak bid‟iy yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istri yang pernah
dicampurinya dan pada saat itu keadaan istri sedang haid .Dan dalam
keadaan suci tetapi pada waktu suci tersebut sudah dicampuri.
5. Talak Tanjiz
talak yang tidak dikaitkan dengan suatu syarat tertentu, misalnya suami
berkata, “Sekarang juga engkau aku talak”.
6. Talak muallaq
talak yang dikaitkan dengan syarat tertentu. talak ini jatuh apabila syarat
yang disebutkan suami terwujud. Misalnya suami mengatakan, “Engkau
tertalak apabila meninggalkan shalat”, Maka bila istri benar-benar istri
tidak shalat jatuhlah talak.
7. Talak sharih
talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas, dipahami
atau dimaksud sebagai talak pada saat dijatuhkan.
8. Talak kinayah
talak yang menggunakan kata-kata sindiran atau samar-samar yang
ditujukan untuk menjatuhkan talak.
86
C. Fasakh (membatalkan nikah)
Fasakh artinya putus atau batal. Yang dimaksud dengan memfasakh akad nikah
adalah memutuskan atau membatalkan ikatan hubungan antara suami dan istri.
Fasakh bisa terjadi karena tidak terpenuhinya syarat-syarat ketika berlangsung
akad nikah, atau karena hal-hal lain yang datang kemudian dan membatalkan
kelangsungannya pernikahan.
Fasakh karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi ketika akad nikah, yaitu setelah
akad nikah, ternyata diketahui bahwa istri merupakan saudara sepupu atau
saudara sesusuan pihak suami. Sedangkan hal-hal yang datang setelah akad, yaitu :
a. bila salah seorang dari suami istri murtad (keluar dari Islam) dan tidak mau
kembali lagi ke Agama Islam, maka akadnya batal.
b. Jika suami yang tadinya kafir masuk Islam, tetapi istri masih tetap dalam
kekafirannya yaitu tetap menjadi musyrik, maka akadnya batal.
Khuluk yang dibenarkan oleh Islam, berasal dari kata “khala‟assauba” yang
berarti menanggalkan pakaian. Karena perempuan sebagai pakaian laki-laki, dan
87
laki-laki juga sebagai pakaian perempuan. Khuluk juga dinamakan tebusan, karena
istri menebus dirinya dari suaminya dengan mengembalikan apa yang diterimanya.
Rukun Khulu'
1. Al-Mujib
2. Al-Qabil
3. Al-Mu'awwad
4. Al-Iwadh
5. Shighat
88
Rukun Ilaa'
A. Suami
B. Allah
C. Jima'
D. Durasi
Syarat Ilaa'
89
Apabila seseorang menuduh orang lain berzina ,sedangkan saksi yang
cukup tidak ada , maka yang menuduh itu harus atau wajib disiksa (didera) 80
kali. Tetapi kalau yang menuduh itu suaminya sendiri , dia boleh lepas dari
siksaan tersebut dengan jalan li‟an . Berarti suami yang menuduh istrinya
berzina boleh memilih antara dua perkara , yaitu di dera sebanyak 80 kali atau
ia me-li‟an istrinya.
Rukun Li’an
Syarat Li’an
4. Mukallaf
5. Pernikahan Yang Sah
6. Status Istri Orang Yang Terhormat
2. Tidak Ada Saksi
3. Istri Mengingkari Tuduhan
4. Di Depan Sidang Pengadilan
Konsekuensi Lian
90
Apabila seorang laki-laki mengatakan demikian dan tidak
diteruskannya kepada talak ,maka ia wajib membayar kafarat , dan haram
bercampur dengan istrinya sebelum membayar kafarat itu .
H. Riddah (Murtad)
91
'Iddah
Iddah menurut bahasa diambil dari kata al-„Adad yang bermakna “hitungan”.
Sedangkan menurut istilah adalah masa penantian dan masa menahan diri seorang
wanita dari tali pernikahan dengan maksud untuk mengetahui kosongnya rahim, untuk
berkabung atas kematian suami atau sebatas ta‟abbudi.
Pembagian iddah
92
2. Wajib bagi seorang istri untuk selalu berada pada tempat tinggal tersebut
selama tidak ada hajat.
4. Masa iddah sebab ditinggal mati seorang suami :
1. Tidak boleh berhias dan memakai wewangian
2. Wajib bagi seorang istri untuk selalu berada pada tempat tinggalnya selama
tidak ada hajat.
1. Menerima Khitbah
2. Menikah
3. Keluar Rumah
4. Berhias
93
Rujuk
Rukunnya ada 3 :
94
Nusyuz
Nusyuz itu adalah pembangkangan yang dilakukan dari salah satu dari kedua belah
pasangan. Akan tetapi pada umumnya dilakukan oleh perempuan.
Hukum nusyuz : jika terjadi nusyuz dari pihak istri, maka akan berdampak hukum :
1. Menasehatinya dengan penuh kasih sayang terhadap istri bahwa apa yang
dilakukannya adalah dosa besar.
2. Jika nasehat tidak bermanfaat baginya, maka berpisahlah tempat tidur
dengannya. Artinya jangan ajak bicara dan jangan layani ia diranjang.
3. Jika pisah ranjang tak memberi solusi maka langkah terakhir adalah memberikan
hukuman fisik sekiranya tidak menyakitkan seperti menepuk, mencubit dll.
langkah tersebut dilakukan jika ada dugaan istri bisa jera dengan hukuman itu.
Namun jika tidak, maka langkah ketiga ini tidak perlu dilakukan.
95