Anda di halaman 1dari 3

Nama : Christenia Elfalsa Montolalu

NIM : 19081102037

Mata Kuliah : Manajemen Strategi

Teori Dimensi Budaya Menurut Geert Hofstede


Teori Dimensi Budaya Hofstede, yang dikembangkan oleh Geert Hofstede, adalah
kerangka kerja yang digunakan untuk memahami perbedaan budaya antar negara dan untuk
membedakan cara bisnis dilakukan di budaya yang berbeda. Dengan kata lain, kerangka kerja
digunakan untuk membedakan antara budaya nasional yang berbeda, dimensi budaya, dan
menilai dampaknya terhadap pengaturan bisnis Struktur organisasi. Teori Dimensi Budaya
Hofstede diciptakan pada tahun 1980 oleh peneliti manajemen Belanda, Geert Hofstede. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menentukan dimensi variasi budaya. Hofstede mengidentifikasi
enam kategori yang mendefinisikan budaya:
1. Indeks Jarak Kekuasaan
2. Individualisme vs Kolektivisme
3. Indeks Penghindaran Ketidakpastian
4. Feminitas vs. Maskulinitas
5. Orientasi Jangka Pendek vs. Jangka Panjang
6. Pengekangan vs. Pemanjaan

Grafik di atas merupakan gambaran bagaimana Hofstede menggambarkan budaya atau tradisi
yang berada di negara Indonesia dan juga negara-negara lainnya. Sangat terlihat sekali perbedaan
yang menonjol dibeberapa dimensi.
Jarak kekuasaan (power distance) - PDI
Indonesia mendapatkan indeks paling tinggi di dimensi jarak kekuasaan (power
distance) – PDI, yaitu 78. Ini berarti bahwa Indonesia mempunya budaya yang sangat
bergantung kepada hierarki, ketidaksetaraan hak antara pemegang kekuasaan dan rakyat biasa,
pemimpin bersifat direktif, berkuasa penuh dan mengontrol segalanya, haus akan hormat. Hal ini
juga berlaku seperti gambaran di dunia Pendidikan, guru tahu segalanya dan murid hanya diam
menerima.
Individualisme (Individualism) - IDV
Indonesia merupakan masyarakat yang kolektivis. Nilai empat belas terlihat pada
dimensi Individualism – IDV. Individu dalam masyarakat dapat menyesuaikan dengan baik apa
yang menjadi tujuan bermasyarakat.
Hal ini juga tercermin pada aspek keluarga, contohnya jika laki-laki Indonesia ingin
menikah dengan wanita Indonesia, diharuskan berkenalan terlebih dahulu dengan keluarga dari
pihak wanita.
Contoh lain yaitu, hubungan antara orang tua dan anak. Anak yang telah tumbuh dewasa
akan merawat dan menjaga orang tua mereka hingga mereka tidak ada dibandingkan dengan
memberikan ke panti sosial.

Penghindaran ketidakpastian (uncertainly avoidance)- UAI


Nilai empat puluh delapan (48) dianggap sebagai preferensi yang rendah untuk
menghindari kepastian. Bisa dikatakan bahwa budaya Indonesia memendam atau tidak
menunjukkan segala perasaan (terlebih amarah dan kekesalan).
Contohnya, dapat dilihat di adat Jawa yang selama ini melekat, mereka selalu memendam
segala amarah yang ada, mungkin hal ini bertujuan untuk mengurangi perselisihan (terutama di
dunia kerja).
Aspek lain yang tercermin dari dimensi ini adalah bisa dilihat dari cara menyelesaikan
konflik. Komunikasi langsung menjadi satu cara yang mengancam atau tidak nyaman bagi
masyarakat. Cara yang lebih mengena adalah dengan menggunakan perantara atau orang ketiga
dalam penyelesaian masalah.
Orientasi jangka panjang (long term orientation) -LTI
Nilai enam puluh dua (62) didapatkan untuk orientasi jangka panjang masyarakat
Indonesia – masyarakat yang pragmatis. Mereka percaya bahwa kebenaran sangat bergantung
kepada konteks, waktu dan situasi. Mereka dapat menyesuaikan dengan mudah yang yang
dinamis (berubah-ubah), kecenderungan yang kuat akan menabung dan investasi yang dilakukan
dengan tekun untuk mencapai tujuan.
Tingkat kesenangan/kepuasan (indulgence) - IDI
Masyarakat dengan skor rendah dalam dimensi ini memiliki kecenderungan masyarakat
pesimis dan sinis. Budaya pengekangan sangat lekat dan menempel pada masyarakat Indonesia.
Masyarakat dengan orientasi ini memiliki persepsi bahwa tindakan mereka dikekang oleh norma-
norma masyarakat.
Bagaimana dengan etnis di Indonesia?
Secara pribadi, jika kita lebih melihat lebih teliti metodologi yang dilakukan oleh
Hofstede. Tujuan penelitiannya berfokus kepada budaya nasional secara umum, tidak melihat
secara keseluruhan ciri khas suatu negara, seperti Indonesia yang merupakan negara kepulauan.
Sebagian besar sample yang diambil oleh Hofstedeg didominasi oleh etnis grup jawa, sedangkan
Indonesia bermacam-macam etnis.
Beberapa penelitian yang lebih mengkhususkan pada etnis grup di Indonesia dengan
menggunakan nilai Hofstede menyimpulkan bahwa penelitian Hofstede masih relevan jika
diterapkan di Indonesia, namun hanya untuk beberapa etnis grup saja, seperti etnis grup Jawa dan
Sunda.
Untuk etnis grup lainnya seperti etnis grup Batak, Minangkabau, Cina – Indonesia
memiliki beberapa perbedaan di enam dimensi Hofstede , terutama dimensi penghindaran
ketidakpastian (uncertainly avoidance)- UAI dan Masculinity – Femininity – MAS.
Tabel di bawah menunjukkan adanya perbedaan dibeberapa dimensi dari beberapa etnis
grup di Indonesia. Dimensi UAI memberikan gambaran bahwa etnis grup Minangkabau (nilai
indeks 61) dan Cina-Indonesia (nilai indeks 67) memiliki sifat yang langsung mengemukakan
pendapat, tidak takut akan ketidakpastian. Di lain pihak, dimensi MAS memberikan gambaran
bahwa etnis grup Cina – Indonesia dan Batak termasuk ke dalam masyarakat yang maskulin.

Anda mungkin juga menyukai