Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH CORPORATE GOVERNANCE

“Tata Kelola Perusahaan dan Modal Intelektual di Pasar Berkembang”


Joanne V. Mangindaan SE, M.Bus(Acc), Ph.D
Sandra Ingried Asaloei S.Pd, Sab, Mab Aneke Yolly Punuindoong Sab, M.Si

Disusun Oleh:
Kelompok 12

Valentino Eliazar Herol Lengkong 19081102061


Christian Riandy Natanael Daeng 19081102043
Randa Aditya Syahbudin 19081102031
Janne Elisabet Mewengkang 19081102023
Christenia Elfalsa Montolalu 19081102037
Clara Regita Imanuella Ponto 19081102035

PRODI ILMU ADMINISTRASI BISNIS


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karuniaNya
kami dapat menyelesaikan makalah ini meskipun masih banyak kekurangan didalamnya. Dan juga
kami berterima kasih pada Bapak dan Ibu dosen yang telah meluangkan waktunya untuk
menyampaikan materi Tata Kelola Perusahaan dan Modal Intelektual di Pasar Berkembang.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata atapun kata
yang kurang berkenan, Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami
sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang lain, kami
ucapkan terima kasih.

Manado, 11 September 2022

Kelompok 12

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. 1


DAFTAR ISI ................................................................................................................................................ 3
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................................................. 2
1.3. Tujuan ................................................................................................................................................. 2
BAB II ........................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN........................................................................................................................................... 3
2.1. Permasalahan Keagenan (Agency Problem) ...................................................................................... 5
2.2. Voluntary Disclosure .......................................................................................................................... 5
2.3. Teori Upper Eselon............................................................................................................................. 5
2.4. Komponen IC ..................................................................................................................................... 6
2.5. Karakteristik Perusahaan di Emerging Market................................................................................... 6
2.6. Dominasi Corporate Governance di Indonesia................................................................................... 8
BAB III ......................................................................................................................................................... 8
PENUTUP .................................................................................................................................................... 8
3.1. Kesimpulan ......................................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Corporate governance menjadi istilah yang dikenal selama dua dasawarsa (Lukviarman, 2016)
dan menjadikan berita hangat. Garratt (2003) menyatakan bahwa dalam kepopuleran corporate
governance terdapat kecenderungan penggunaan istilah yang berlebihan (overhouse) yang
berakibat pada pengaburan makna dari konsep terminologi corporate governance menjadi
fenomena obat mujarab (Garratt, 2003) atas permasalahan di bidang korporasi ataupun sektor
publik.
Isu corporate governance menjadi isu yang hangat, baik di sektor korporasi maupun di sektor
publik (Lukviarman, 2016) dua dekade akhir. KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance),
komite ini adalah bentukan pemerintah yang menghasilkan kebijakan dan program yang berkaitan
dengan isu governance, komite ini dibentuk dalam upaya untuk efektivitas implementasi
governance di Indonesia. Yang menjadikan isu corporate governance ini menjadi penting adalah
karena memiliki dampak yang luas, komentar atau penilaian negatif, dan kritik terhadap
perkembangan ekonomi dan kesejahteraan sosial (Lukviarman, 2016). Dampak atas komentar atau
penilaian negatif terhadap corporate governance: pertama, menyediakan insentif dan ukuran
penilaian kinerja di dalam mencapai keberhasilan bisnis. Kedua, adanya mekanisme untuk
penilaian dan transparansi dalam menjamin peningkatan kesejahteraan, sebagai akibat dari
peningkatan nilai perusahaan, yang telah dibagikan secara merata dan dapat
dipertanggungjawabkan periode laporan keuangan.
OECD tahun 1999 menegaskan cakupan peranan institusi privat maupun publik sebagai hard
structure di dalam corporate governances. Soft structure adalah kepatuhan hukum,
perundangundangan, regulasi serta peranan regulator public institutions. Dua elemen lunak dan
keras secara bersama sama akan menjaga hubungan antara investor dengan manajer pada sebuah
korporasi dalam ekonomi yang berbasis pasar.
Pada tahun 1967, Lawrence & Lorsch (1967) mengenalkan contingency theory sebagai
pendekatan teori organisasi baru di dalam memahami fenomena organisasi (Lukviarman, 2016).
Teori kontingensi ini diyakini sebagai cara terbaik di lingkungan masing-masing organisasi
(Lawrence & Lorsch, 1967). Argumen bahwa setiap lingkungan organisasi berbeda dan karena itu
kesempurnaan sesuai struktur yang tepat (paling cocok), Lawrence & Lorsch (1967) berkeyakinan
bahwa tingkat volatilitas dan ketidakpastian di lingkungan organisasi akan mempengaruhi: (a)
formalisasi struktur organisasi yang akan diadopsi, (b) tingkat sentralisasi pengambilan keputusan,
(c) jangka waktu organisasi akan fokus pada isu-isu lingkungan, dan (d) bagaimana masing masing
organisasi akan merancang subunit distribusi dalam organisasi dan setiap tugas, masing-masing
sub unit.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana permasalahan keagenan (Agency Problem)?
2. Apa itu voluntary disclosure?
3. Bagaimana teori upper eselon?
4. Apa saja komponen IC?
5. Bagaimana karakteristik perusahaan di emerging market?
6. Bagaimana dominasi corporate governance di Indonesia?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui perasalahan keagenan (Agency Problem)
2. Memahami tentang voluntary disclosure
3. Mengetahui teori upper eselon
4. Mengetahui komponen IC
5. Mengetahui karakteristik perusahaan di emerging market
6. Mengetahui dominasi corporate governance di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

Kemampuan perusahaan untuk mengungkapkan modal intelektual membantu meningkatkan


nilainya, mendapatkan keunggulan kompetitif, meningkatkan kontrol internal, meningkatkan
kemampuan manajemen aset, memperkaya karakteristik informasi yang diungkapkan dan
mengurangi keputusan yang terkait dengan risiko (Al-Sartawi, 2018). Demikian pula, tata kelola
perusahaan yang baik dan informasi berkontribusi pada transparansi dan akuntabilitas manajemen
dalam melakukan bisnis (Al-Sartawi, 2016). Selain itu, pengungkapan informasi tentang modal
intelektual memungkinkan perusahaan untuk mengelola aset kompetitif untuk jangka panjang
dengan meningkatkan investasi berbasis pengetahuan.
Dalam periode sosio-ekonomi berbasis pengetahuan di mana modal intelektual telah menjadi
salah satu faktor produksi, pengukuran kinerja untuk perusahaan mungkin tidak dapat dilakukan
dengan praktik akuntansi tradisional lagi. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk mengembangkan
metode baru dengan memperhitungkan modal intelektual. Investasi modal intelektual (IC) karena
pengetahuan akan menjadi aset yang mempengaruhi keunggulan kompetitif dan pencipta nilai
perusahaan jangka panjang (Cabello-Medina, López-Cabrales, & Valle-Cabrera, 2011; B Lev,
2000; Sardo & Serrasqueiro, 2017). Modal intelektual diperlukan untuk inovasi perusahaan dan
pengembangan manusia dengan pengetahuan (Sardo & Serrasqueiro, 2017), Sekretaris Jendral
WIPO (World Intellectual Property Organization) Francis Gurry ini membahas topik seputar
kekayaan intelektual dan inovasi; Madrid Protocol, soal inovasi, di Asean (Basari, 2017).
Investasi intellectual capital (IC) akan meningkatkan biaya agensi karena dengan adanya
informasi asimetri perusahaan dengan investor eksternal (Baruch Lev, 2004; Sardo &
Serrasqueiro, 2017). Mengkhususkan dalam investasi IC akan memberikan kerugian dalam
seleksi, moral dan perilaku bagi manager (Holland, 2006). Menurut Greco, Ferramosca, &
Allegrini (2014) kepemilikan yang terlalu terkonsentrasi dan kurang untuk berbagi pengendalian
akan mengurangi masuknya manajer yang berkualitas dan terlatih, kehadiran keluarga juga akan
mempengaruhi tujuan perusahaan.
Ekonomi pasar (investopedia, n.d.) yang sedang tumbuh adalah ekonomi suatu negara yang
bergerak menuju kemajuan, seperti yang ditunjukkan oleh beberapa likuiditas di pasar utang dan
ekuitas lokal serta keberadaan beberapa bentuk pertukaran pasar dan badan pengatur. Pasar negara
berkembang tidak semaju negara maju, tetapi mempertahankan ekonomi dan infrastruktur yang
lebih maju daripada negara negara frontier market countries. Emerging Market (Pasar negara
berkembang), EM, yang selalu berinvestasi dalam kapasitas yang lebih produktif. EM menjauh
dari ekonomi tradisional yang mereka gunakan pada pertanian dan belanja bahan mentah. Para
pemimpin negara-negara berkembang ingin menciptakan kualitas hidup yang lebih baik untuk
rakyat mereka. Mereka dengan cepat mengindustrialisasi dan menyesuaikan pasar bebas atau
ekonomi campuran (Amadeo, 2018).
Ekonomi tradisional yang secara tradisional bergantung pada pertanian sangat rentan terhadap
bencana, seperti gempa bumi di Haiti, tsunami di Thailand, atau kekeringan di Sudan. Tetapi
3
bencana-bencana ini dapat menjadi dasar bagi pengembangan komersial tambahan seperti yang
terjadi di Thailand. Pasar negara berkembang lebih rentan terhadap perubahan mata uang yang
bergejolak, seperti yang melibatkan dolar. Mereka juga rentan terhadap perubahan komoditas,
seperti minyak atau makanan. Itu karena mereka tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk
mempengaruhi gerakan-gerakan ini. Ketika para pemimpin pasar yang baru muncul melakukan
perubahan yang diperlukan untuk industrialisasi, banyak sektor penduduk menderita, seperti petani
yang kehilangan tanah mereka. Seiring waktu, ini dapat menyebabkan kerusuhan sosial,
pemberontakan, dan perubahan rezim. Investor dapat kehilangan semua jika industri menjadi
dinasionalisasi atau pemerintah gagal membayar utangnya. Pertumbuhan ini membutuhkan banyak
modal investasi. Tetapi pasar modal kurang matang di negara-negara ini daripada di negara maju.
Itu ciri keempat. Mereka tidak memiliki rekam jejak yang kuat dari investasi langsung asing.
Sering kali sulit untuk mendapatkan informasi tentang perusahaan yang terdaftar di pasar saham
mereka. Itu mungkin tidak mudah menjual utang, seperti obligasi korporasi di pasar sekunder.
Semua komponen ini meningkatkan risiko. Itu juga berarti ada hadiah yang lebih besar bagi
investor yang ingin melakukan penelitian di level ground. EM selanjutnya adalah meningkatkan
pertumbuhan negara berkembang dapat menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi
daripada rata-rata. Itu karena banyak dari negara-negara ini fokus pada strategi yang digerakkan
oleh ekspor. Mereka tidak memiliki permintaan di rumah, membuat mereka memproduksi barang
yang lebih murah untuk pasar negara maju. Perusahaan mendorong tingkat ini lebih banyak. Ini
diterjemahkan menjadi harga tinggi bagi investor. Ini juga berarti lebih dari biaya yang diperlukan
untuk meningkatkan pasar. Layanan yang menciptakan pasar negara berkembang untuk investor.
Tidak ada negara berkembang yang merupakan negara pelarian. Karena itu, EM juga harus
memiliki utang kecil, pasar tenaga kerja yang tumbuh, dan pemerintah yang tidak korup (Amadeo,
2018).

Corporate governance di Indonesia yang masih didorong peran dari OJK (OJK 2014), Sementara
itu, untuk mendorong perusahaan mempraktikkan tata kelola perusahaan yang baik, hal-hal yang
berkaitan dengan praktik tata kelola perusahaan diatur oleh undang-undang dan peraturan.
Misalnya, penerapan praktik tata kelola perusahaan yang baik dari Emiten dan Perusahaan Publik
didasarkan pada peraturan yang dikeluarkan oleh OJK. Penerapan prinsipprinsip tata kelola
perusahaan yang baik oleh Emiten dan Perusahaan Publik didasarkan pada kepatuhan terhadap
peraturan, yang pada akhirnya mendorong mereka untuk menginternalisasi praktik tata kelola yang
baik. Namun, tidak semua aspek tata kelola perusahaan yang baik dapat diubah menjadi peraturan,
karena dapat mengakibatkan beban pelaksanaan yang sangat berat bagi Emiten dan Perusahaan
Publik. Ini karena kemampuan perusahaan untuk menerapkan peraturan bervariasi dan tergantung
pada sektor industri dan ukuran perusahaan. Oleh karena itu, pendekatan terhadap penerapan tata
kelola perusahaan yang baik melalui peraturan menjadi tidak fleksibel.
Penyelesaian memang melalui penerapan tata kelola (OJK, 2014) yang baik oleh Emiten dan
Perusahaan Publik, pendekatan "comply or explain" dapat digunakan. Menerapkan akses ini akan
meningkatkan konfirmasi jika ketentuan tersebut diwajibkan oleh hukum. "comply or explain"
telah menjadi praktik umum di tingkat internasional dalam penerapan tata kelola perusahaan yang

4
baik. Diperlukan, terutama untuk pertama kalinya, digunakan untuk Emiten dan Perusahaan Publik
yang akan menjadi referensi utama untuk pendekatan "comply or explain". Kedua, ada peraturan
yang mewajibkan Emiten dan Perusahaan Publik untuk mengungkapkan kepatuhan tata kelola,
dan jika mereka tidak dapat mematuhinya, mereka harus dapat menjelaskan alasannya (OJK,
2014).
Good corporate governance adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang
menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan (Monks, 2003). Ada dua poin yang
ditekankan dalam konsep ini: pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh
informasi secara tepat waktu dan benar; kedua, kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan
secara akurat, tepat waktu, transparan untuk semua informasi kinerja perusahaan dan pemangku
kepentingan (Kaihatu, 2006).

2.1. Permasalahan Keagenan (Agency Problem)


Menurut Monks and Minow (1995) dalam Wibowo (2010) perusahaan adalah mekanisme yang
memberikan peluang bagi berbagai pihak untuk berkontribusi dalam modal, keahlian, dan tenaga
kerja untuk memaksimalkan keuntungan dalam jangka panjang. Pihak yang berpartisipasi dalam
modal disebut sebagai pemilik (prinsipal), sedangkan mereka yang berkontribusi dalam keahlian
dan tenaga kerja disebut agen (manajer perusahaan). Keberadaan kedua belah pihak (pemilik dan
agen), telah menyebabkan munculnya masalah mengenai mekanisme apa yang harus ditetapkan
untuk menyelaraskan berbagai kepentingan di antara keduanya. Setelah menempatkan modal
mereka, pemilik akan meninggalkan perusahaan tanpa jaminan bahwa modal yang mereka
tempatkan tidak akan disalurkan untuk investasi atau proyek yang tidak menguntungkan. Kesulitan
yang dirasakan oleh pemilik adalah inti dari masalah agensi.

2.2. Voluntary Disclosure


Masalah yang terpisah tetapi terkait adalah apakah pengungkapan sukarela (Francis, Nanda, &
Olsson, 2008) menghasilkan keseluruhan biaya modal keseluruhan yang lebih rendah atau lebih
tinggi bagi perusahaan. Sebagian besar penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa
pengungkapan sukarela yang lebih besar harus mengurangi asimetri informasi dan, oleh karena
itu, mengurangi biaya modal (Diamond & Verrecchia, 1991). Penelitian lain berpendapat,
bagaimanapun, bahwa peningkatan biaya efek modal dapat terjadi jika pengungkapan itu sendiri
mengarah ke lingkungan informasi yang lebih asimetris daripada dalam ketidakhadiran mereka
(Kim & Verrecchia, 1994; Zhang, 2001).

2.3. Teori Upper Eselon


Teori Upper eselon (Al-Musalli & Ismail, 2012) berpendapat bahwa hasil organisasi seperti
kinerja perusahaan, orientasi strategis, inovasi dan kreativitas, dan diversifikasi dipengaruhi oleh
keragaman manajemen puncak seperti pendidikan, gender dan kebangsaan (lihat misalnya Miller
& del Carmen Triana, 2009). Teori ini menunjukkan bahwa keragaman demografis di antara

5
anggota dewan memberikan perspektif yang lebih luas, dan yang meningkatkan efektivitas dan
efisiensi dewan pengambilan keputusan strategis. Ini akan membantu mereka menghasilkan
kualitas tindakan yang diambil oleh perusahaan (lihat Talke, Salomo, & Rost, 2010; Wincent,
Anokhin, & Örtqvist, 2010). Oleh karena itu, keragaman atribut demografi sementara
mempengaruhi hasil organisasi juga harus mempengaruhi kinerja IC perusahaan (Williams, 2000;
Swartz & Firer, 2005). Teoretisi yang bergantung pada sumber daya berpendapat bahwa ICS
(Abeysekera, 2010) pada gilirannya mengarah pada peningkatan kinerja IC.

2.4. Komponen IC
Komponen IC yang diterima secara luas di antara para peneliti, yaitu HC, SC (atau organisasi
kapital) dan hubungan (atau pelanggan) modal (RC) (Bontis et al., 2015; Nimtrakoon, 2015; Wang,
2014). Bontis et al., (2015) menyatakan bahwa IC memiliki tiga komponen: (1) modal manusia,
yang mencakup pengetahuan individu karyawan; (2) modal struktural, yang meliputi budaya arus
informasi dan basis data; dan (3) modal pelanggan, yang merupakan potensi untuk memanfaatkan
hubungan pelanggan yang baik serta perusahaan, jaringan bisnis eksternal.
IC (Nimtrakoon, 2015) telah dilihat sebagai penggerak nilai kunci dari perusahaan yang
beroperasi dalam ekonomi baru dan telah menjadi faktor yang paling kuat bagi
perusahaanperusahaan tersebut dalam meningkatkan kompetensi kompetitif mereka dan mencapai
kesuksesan perusahaan (C. J. Wang, 2008). Kebutuhan dan manfaat dari IC untuk perusahaan di
sektor intensif pengetahuan, termasuk teknologi tinggi dan industri jasa cukup besar; karenanya,
mereka cenderung berinvestasi secara substansial di IC.
Dalam mengintensifkan ekonomi dan pengetahuan global, inovasi menjadi faktor paling penting
untuk pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan. IC adalah pendorong utama inovasi, pembaruan
strategis, pertumbuhan dan kinerja perusahaan, baik di tingkat mikroekonomi dan makroekonomi
(Bontis, 1999, Webster, 2000). Perusahaan inovatif menggunakan efisiensi IC untuk
mengembangkan inovasi produk dan proses. Selanjutnya, inovasi dalam kegiatan pemasaran juga
merupakan hasil dari IC. la juga dikenal sebagai sumber daya pengetahuan yang intensif, dan bisnis
yang kompetitif menempatkan lebih banyak sumber daya pada inovasi melalui kegiatan penelitian
dan pengembangan (R & D). Selain fakta bahwa penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa
inovasi adalah dasar untuk pengembangan pembangunan, banyak negara telah mencirikan strategi
pengembangan di mana salah satu prioritasnya adalah transformasi ekonomi menjadi inovasi.
Transformasi ini terutama didasarkan pada produktivitas dan pemanfaatan IC.

2.5. Karakteristik Perusahaan di Emerging Market


Karakteristik pengungkapan dan kesediaan di dalam mengadopsi corporate governance adalah
ciri utama perusahaan di emerging market. Borlea, Achim, & Mare (2017) menjelaskan hasil di
Rumania, karakteristik di Bucharest Stock Exchange (BSE) pada tahun 2012. Borlea menemukan
karakteristik berikut di sebagian besar dewan: keseimbangan antara non-eksekutif dan anggota
eksekutif, kemandirian anggota dan kekhawatiran tentang kompetensi pelatihan (Borlea et al.,
2017). Di sisi lain, mayoritas perusahaan tidak memiliki, dalam sistem tata kelola mereka, komite
6
penasihat (seperti Nominasi, Remunerasi atau Komite Audit), yang dimaksudkan untuk membantu
dewan dalam pengambilan keputusannya. OJK (2014) menjelaskan dari 494 laporan tahunan
Emiten dan Perusahaan Publik untuk 2012 yang diserahkan kepada regulator, 158 (32%) dari
mereka mengungkapkan bahwa mereka memiliki komite lain, diluar komite audit yang diperlukan.
Sementara jumlah komite dapat dilihat di tabel 1. Dari jumlah ini, cukup banyak Emiten dan
perusahaan publik memiliki beberapa komite sekaligus.

Meski dalam praktiknya Indonesia sudah LOI dengan IMF dalam menerapkan corporate
governance, tetapi dalam melengkapi struktur sebagai komponen kerasnya belum keseluruhan
emiten IDX. Meski komponen lunak KKNG sudah mengeluarkan dan ditunjang dengan (OECD,
2015) perubahan Bapepam diganti dengan OJK, hasil pertemuan G20 Indonesia sebagai anggota
juga diperkuat dengan pertumbuhan pasar modal sebagai emerging market.
Karakteristik yang untuk model indonesia dijelaskan oleh Lukviarman (2016) menggunakan
sistem Tata Kelola Perusahaan mengikuti model Eropa Kontinental dan bukan kategori sistem
yang didominasi pasar. Klaim tersebut didasarkan pada 4 karakteristik berikut:
a. Indonesia mengadopsi hukum tradisi Sipil Perancis yang ditemukan dan digunakan oleh
banyak negara Eropa kontinental.
b. Menggunakan sistem two-tier board, yaitu Dewan Direksi dan Dewan Komisaris,
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
c. Perusahaan di Indonesia, bahkan yang sudah go public, didominasi oleh struktur
kepemilikan terkonsentrasi (dominasi struktur kepemilikan terkonsentrasi).
d. Menggunakan sumber pembiayaan perusahaan yang sebagian besar berasal dari
pembiayaan eksternal seperti melalui lembaga perbankan (ketergantungan berat pada
sumber eksternal pembiayaan).
Selain keempat karakteristik ini, kontrol keluarga yang kuat terhadap perusahaan publik dan
afiliasi untuk kelompok bisnis yang juga dimiliki oleh keluarga dan hubungan dekat antara
7
pengusaha dan pemerintah memperkuat argumen bahwa indikasi kuat dari sistem kontrol 'orang
dalam' berlaku untuk berbagai perusahaan di Indonesia.

2.6. Dominasi Corporate Governance di Indonesia


Dalam konteks corporate governance (Lukviarman, 2016) memiliki beda nilai antarnegara dan
selalu berubah karena menampilkan yang sesuai dengan berlalunya waktu. Sebagai akibatnya,
tidak ada model corporate governance tunggal yang spesifik dan sesuai (paling sesuai) untuk
diterapkan di setiap perusahaan dan di seluruh negara. Untuk hasil komparatif, para ahli di sistem
corporate governance diklasifikasikan oleh sumber pembiayaan paling dominan, ditandai dengan
dominasi pasar (market dominated) atau dominasi perbankan (bank-dominated).
Sistem pemerintahan berorientasi pasar umumnya ditemukan di negara-negara Anglo-Saxon
seperti Amerika Serikat dan Inggris yang dicirikan oleh peran dominan pasar modal dalam
perekonomian negara. Dalam sistem ini, mekanisme kontrol berbasis pasar adalah inti dari sistem
kontrol perusahaan, juga dikenal sebagai 'sistem kontrol luar'. Berbagai negara Eropa kontinental
dan Jepang dikategorikan memiliki sistem tata kelola berorientasi perbankan. Di negara-negara
seperti itu peran pasar sebagai alat kontrol perusahaan hampir tidak signifikan. Berbagai literatur
menyebut sistem pengendalian orang dalam untuk menggambarkan suatu sistem yang dicirikan
oleh struktur kepemilikan perusahaan yang relatif stabil dan terkonsentrasi oleh sekelompok
pemegang saham di suatu negara.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Corporate Governance perlu investasi intellectual capital yang baik untuk
mengimplementasikan seluruh perangkat di korporasi yang ada Indonesia. Karena untuk
memenuhi kesepakatan Indonesia dengan OECD dan IMF pada saat itu dan yang akan datang. Hal
yang utama adalah penguatan di perangkat lunak dan keran yang ada di korporasi untuk bisa
memberikan perlindungan hukum untuk pelaksanaan corporate governance.
8
Corporate Governance harus mampu mendorong melakukan investasi di Intellectual capital
untuk tujuan mengurangi biaya agensi. Permasalahan agensi timbul, baik yang di pengendalian
internal (the insider control system) maupun pengendalian eksternal (the outsider control system)
dalam corporate governance. Pengendalian internal melalui governance structure (GS),
governance mechanism (GM), dan governance outcomes (GO) (Lukviarman, 2016). Perangkat GS
adalah adanya RUPS, Board of Directors, dan CEO. Perangkat GM adalah ensure atau jaminan
bagi setiap investor dapat memperoleh pengembalian atas setiap yang dilakukannya (Lukviarman,
2016). Mekanisme pengendalian internal sebagai sistem peringatan awal, agar organisasi maupun
korporasi bisa back on track sebelum berbagai kesulitan yang dihadapinya mencapai tahap yang
mengkhawatirkan (Lukviarman, 2016). Mekanisme pengendalian eksternal merupakan fungsi
kontrol untuk operasi melalui pasar. Adalah cara manajer mendisiplinkan perilakunya, melalui
aktivitas capital market, product market, serta managerial labour market.

DAFTAR PUSTAKA
Rusdiyanto. Susetyorini & Umi Elan. 2019. Good Corporate Governance: Teori dan
Implementasinya di Indonesia. Bandung: PT Regika Aditama.

9
10

Anda mungkin juga menyukai