OLEH : KELOMPOK VI
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2020
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini guna untuk memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Etika Dan Hukum Bisnis dengan
judul “ GOOD CORPORATE GOVERNANCE ”
Terimakasih juga kami ucapkan kepada Bapak Yohanes Demu,SE.,MSA yang telah
membimbing kami sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca baik dalam
kalangan mahasiswa ekonomi dan bisnis maupun masyarakat. Namun terlepas dari itu, kami
memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya
yang lebih baik lagi.
penulis
DAFTER ISI
3
COVER................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
DAFTER ISI........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................4
A. Latar Belakang.........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah....................................................................................................5
C. Tujuan......................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................6
A. Good Corporate Governance...................................................................................6
B. Prinsip-prinsip GCG................................................................................................7
C. Prinsip-prinsip GCG..............................................................................................10
D. Undang-Undang Perseroan Terbatas.....................................................................13
E. Organ Pendukung Perseroan Terbatas...................................................................15
F. Pelaksanaan GCG Di Institusi Keuangan..............................................................18
BAB III PENUTUP...........................................................................................................22
A. KESIMPULAN......................................................................................................22
B. SARAN..................................................................................................................22
DAFTER PUSTAKA........................................................................................................23
BAB I
4
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Awal tahun 2000-an, dunia bisnis dikejutkan oleh serangkaian skandal keuangan
yang telah menyeret beberapa korporasi besar AS seperti Tyco, Enron World Com, dan
lain sebagainya. Cadbury Report, Inggris dan Treadway Report, AS menyatakan berbagai
skandal ini terjadi akibat kegagalan strategi maupun praktik curang pimpinan puncak
korporasi besar yang telah berlangsung lama dan tanpa batas, selain karena lemahnya
pengawasan secara independen terhadap jajaran dewan direksi. Jauh sebelumnya, pada
tahun 1998, Asia dan Amerika Selatan mengalami krisis keuangan yang diyakini berasal
dari praktik bisnis yang tidak mengindahkan good corporate governance, perundang-
undangan yang lemah, standar akuntansi dan audit yang tidak konsisten praktik
perbankan yang ceroboh dan perilaku direksi yang mengabaikan hak-hak pemegang
saham minoritas Transparency International, organisasi kemasyarakatan yang fokus pada
upaya-upaya melawan korupsi dengan menyertakan seluruh clemen masyarakat ke dalam
sebuah koalisi internasional yang kuat untuk membasmi efek buruk dari korupsi, setiap
tahunnya menerbitkan Corruption Perception Index (CPD), dan memasukkan Indonesia
sebagai salahsatu negara yang disurvei oleh lembaga ini.
Organisasi yang berpusat di Jerman ini telah memiliki 99 kantor cabang di seluruh
dunia, termasuk di Indonesia Pada tahun 2009 lalu Indonesia memiliki skor CPI sebesar
2.9. yang berarti perjuangan bangsa Indonesia untuk melawan dan bebas dan korupsi
masih cukup panjang karena skor CPI yang rendah menunjukkan bahwa pralcik korupsi
di negara bersangkutan masih sangat tinggi Tahun 2013. Transparency laternational
menerbitkan laporan bertajuk The Global Corruption Barometer 2013" yang
menunjukkan tingkat korupsi para politisi di seluruh dunia Laporan ini disusun
berdasarkan opini 114.000 responden al 107 nugara pada lurun waktu september 2012
Hingga Maret 2013 melalui tatap muka, daring online), dan wawancara per Telepon
Skala korupsi diukur dari angka 0 (tidak pernah korupsi) hingga 5 korupsi akut dan
endemik). Hasil laporan tersebut menunjukkan korupsi di partai politik Indonesia
mencapai skata 4,3. parlemen 4,5. militer, 3.1, pengadilan. 4,4, kepolisian 4.5. pejabat
pemerintahan 4 perusahaan swasta 3.4, badan-badan kesehatan 33, badan keagamaan 27.
lembaga swadaya masyarakat 2,8. dan media massa 2.4 Posisi Indonesia dalam barometer
korupsi ini setara dengan Bangladesh, Bolivia, Mesir. Yordania Kazakhstan Meksiko,
Nepal, Palastan, Kepulauan Solomon Sudan Selatan, Taiwan Ukraina, dan Vietnam
Adapun negara yang memiliki slala korupsi politik tertinggi di dunia adalah Liberia dan
Sierra Leone.
B. RUMUSAN MASALAH
5
C. TUJUAN
BAB II
6
PEMBAHASAN
perusahaan yang bertindak dictatorships dalam aspek profitabilitas dan nilai. Perusahaan
democracies adalah perusahaan yang memiliki kekuasaan aktual di tangan pemegang saham,
untuk perusahaan dictatorships, kekuasaan aktual perusahaan berada di tangan manajemen
Brown dan Caylor (2004) menyatakan bahwa perusahaan dengan praktik- praktik GCG di era
1990-an saat ini tetap menghasilkan laba lebih tinggi, memiliki risiko bisnis lebih rendah, dan
return saham lebih tinggi.
yang dilandasi integritas tinggi Pedoman etika mencakup nilai-nilai perusahaan sebagai landasan
moral dalam mencapai visi dan misi perusahaan, dan etika bisnis sebagai acuan bagi perusahaan
dalam melaksanakan kegiatan usaha termasuk dalam berinteraksi dengan pemangku
kepentingan.
Untuk menunjang pelaksanaan GCG Institusi institusi pemerintah, maka pemerintah
Indonesia telah menelurkan sejumlah peraturan yang terkait GCG diantaranya:
1. Kumpulan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi edisi pertama tahun 2006.
2. UU Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan United Nation Conven on Against
Corruption tahun 2003.
3. UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(KPK).
4. Penjelasan UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindali Pidana
Korupsi (KPR).
5. UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsI.
6. UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
7. UU Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersil dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Anti KKN).
8. Penjelasan UU Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang ersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Anti KKN).
Pada tingkatan global salahsatu organisasi yang turut mengembangkan Gattalah The
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD OECD berasumsi bahwa
pemegang saham pengendali yang terdiri atas individu, keluarga, aliansi, atau perusahaan lain
yang beraktivitas melalui perusahaan atau antarperusahaan dapat mempengaruhi secara
Sipufocan perilaku korporasi. Beberapa prinsip GCG dari OECD adalah sebagai berikut :
1. Perlindungan terhadap hak-hak para pemegang saham (The lights of Shareholders),
termasuk pemegang saham munoritas mencakup (a) hak untuk memperoleh jaminan
keamanan atas metode pendaftaran kepemilikan, (b) hak untuk mengalihkan dan
menunda tangankan kepemilikan saham; (c) hak untuk memperolehinformasi yang
relevan tentang perusahaan secara berkala dan teratur, (d) hak untuk ikut berpartisipasi
dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS): (e) hak untuk
9
memilih anggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta hak untuk memperoleh pembagian
laba perusahaan.
2. Perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang
saham minoritas dan asing (The Equitable Treatment of Shareholders). Prinsip ini
melarang adanya praktik perdagangan berdasarkan informasi orang dalam Cinsider
trading). Transaksi dengan diri sendiri (self dealing), dan mengharuskan keterbukaan
anggota Dewan Komisaris ketika menemukan berbagai transaksi yang mengandung
benturan kepentingan (conflict of interest)
3. Perlindungan terhadap hak-hak pemangku kepentingan berkaitan dengan peran
mereka di dalam perusahaan (The Role of Stakeholders in Corporate Governance).
Pelaksanaan GCG harus mampu mendorong kerja sama yang aktif antara perusahaan
dengan pemangku kepentingan untuk menciptakan lapangan kerja, kesejahteraan, dan
kesinambungan usaha (going concern).
4. Pengungkapan dan transparansi (Disclosure and Transparency). Pelaksanaan GCG
harus menjamin adanya pengungkapan masalah perusahaan dengan akurat dan tepat
waktu, termasuk permasalahan keuangan, kinerja, kepemilikan, dan pengeiolaan
perusahaan. Hasil temuan harus dilaporkan secara tertulis dengan sebelumnya disusun,
diaudit, dan disajikan dengan standar pelaporan berkualitas tinggi. Perusahaan juga
diharuskan untuk diaudit oleh auditor eksternal atau Kantor Akuntan Publik yang
bertugas untuk melaksanakan audit secara independen atas laporan keuangan perusahaan.
5. Tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi (The Responsibilities of The Board).
Pelaksanaan GCG harus didukung oleh pedoman strategis perusahaan yang menjamin
adanya pengawasan yang efektif terhadap Direksi oleh Dewan Komisaris dan pemegang
saham Pedoman ini harus memuat berbagai kewenangan dan kewajiban profesional
Dewan Komisaris kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
Pelaksanaan program GCG yang berhasil umumnya dilaksanakan melalui tiga tahapan utama
mencakup persiapan implementasi, dan evaluasi.
1. Pada tahap pertama, tahap persiapan perusahaan melakukan langkah utama yang dimulai
dari awareness building. GCG assessment, hingga GCC manual building.
Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran dan komitmen
bersama tentang pentingnya GCG dan penerapan GCG di dalam praktik pengelolaan perusahaan
Perusahaan dapat meminta bantuan tenaga ahli yang berasal dari luar perusahaan untuk
menyelenggarakan seminar, lokakarya, atau seminar secara berkelanjutan Setelah awareness ini
terbentuk perusahaan perlu melaksanakan GCG assessment untuk mengukur atau memetakan
kondisi pelaksanaan GCG di dalam perusahaan. Melalui assessment ini diharapkan perusahaan
dapat mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perbaikan guna mempersiapkan Infrastruktur
dan struktur yang kondusif bagi penerapan GCG agar dapat berjalan secara efektif.
GCG manual building adalah tahap menyusun manual pelaksanaan GCG setelah
perusahaan mampu memetakan berbagai kebutuhan dan prioritas pembangunan GCG Manual ini
dapat dibedakan menjadi manual untuk organ-organ perusahaan dan manual untuk keseluruhan
anggota perusahaan mencakup:
1) Kebijakan GCG perusahaan.
2) Pedoman GCG bagi organ organ perusahaan.
3) Pedoman perilaku.
4) Audit Committee Charter.
5) Kebijakan pengungkapan (disclosure) dan transparansi.
6) Kebijakan dan kerangka manajemen risiko.
2. Tahapan yang kedua dalam membangun GCG adalah tahap implementasi. Tahap ini berisi
sosialisasi, implementasi, hingga internalisasi Sosialisasi Implementasi Internalisasi.
11
Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan seluruh aspek dalam GCG kepada anggota
perusahaan, terutama yang berkaitan dengan Implementasi GCG di salahsatu unit yang dibentuk
untuk melaksanakan GOG yang langsung diawasi oleh Direktur Utama Implementasi merupakan
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan Pedoman GCG, bersifat top down upproach dengan
melibatkan Dewan Komisaris dan Direksi Di dalam implementasi ini terdapat rencana dan
manajemen perubahan (change management) guna menyikapi dampak perubahan dari
pelaksanaan GCG Internalisasi merupakan upaya jangla pujang dalam implementasi GCG,
telihat dari berbagai prosedur operasi (pengadaan pembelian dan sebagainya), sistem kerja, serta
peraturan-peraturan yang berlaku perusahaan.
3. Tahapan ketiga adalah tahap evaluasi Tahap ini harus dilakukan secara teratur untuk
mengukur efektivitas penerapan GCG, yang apabila diperlukan dapat melalui tenaga ahli
independen di luar perusahaan guna melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik
GCG perusahaan.
Pembentukan budaya perusahaan yang Sistem hukum yang tegas dan jelas sanksinya untuk
kondusif untuk mendukung aplikasi menjamin berlakunya supremasi hukum yang
program GCG dalam sistem dan manajemen konsisten dan efektif.
perusahaan yang terpadu.
12
Penetapan berbagai peraturan dan kebijakan Dukungan dari lembaga pemerintah yang bersih dan
yang tegas dan transparan yang mengacu berwibawa dan telah melaksanakan program GCG
pada penerapan nilai-nilai GCG. secara konsisten dan kontinu.
Penentuan dan pengawasan risiko melalui Ada contoh praktik GCG yang baik dan berhasil
Manajemen risiko perusahaan yang dilaksanakan untuk dijadikan standar praktik-praktik
didasarkan pada kaidah-kaidah standar Terbaik Chest(best practices)yang profsional dan
GCG. konsisten.
Sistem audit peneriksaan yang untuk Dukungan partisipasi aktif dari masyarakat
mendeteksi dan menghindari dilaksanakan terhadap pasi dan Sosialisasi program GCG secara
secara berkala berkata dan konsisten misal sukarela.
audit per bulan) setiap potensi
penyimpangan dengan lebih cepat.
Keterbukaan (transparansi) informasi untuk Peningkatan semangat anti korupsi yang didukung
publik sehingga publik dapat semahami oleh sistem peradilan yang tegas dan transparan dan
setiap gerak dan langkah manajemen dalam disertai dengan hukuman yang mampu menimbulkan
perusahaan. efek jera (misal memiskinkan koruptor dan anggota
keluarganya, atau hukuman mati).
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang Undang ini serta peraturan pelaksanaannya."
UU Nomor 40 Tahun 2007 adalah penyempurnaan dari UU Nomor 1 Tahun 1995 Tentang
PT yang dianggap tidak sesuai lagi dengan perubahan perekonomian dan dunia usaha akibat
pengaruh globalisasi Penyempurnaan yang terdapat pada UU Nomor 40 tahun 2007 mencakup:
1. Rapat Umum Pemegang Saliam (RUPS) dapat diselenggarakan dengan memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi mencakup teleconference, videoconference, dan sarana
media elektronik lainnya (Pasal 77).
2. Kejelasan peraturan tentang tata cara pengajuan dan pemberian pengesahan status badan
hukum dan pengesahan Anggaran Dasar Perseroan (Bab II).
3. Aturan yang memperjelas dan mempertegas tugas serta tanggung jawab Direksi dan
Dewan Komisaris, termasuk Komisaris Independen dan Komisaris Utusan (Bab VII).
4. Kewajiban perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Bab
V).
UU PT Nomor 40 Tahun 2007 juga mengatur secara garis besar rentang mekanisme
hubungan peran wewenang tugas dan tanggungjawab prosedur datamaran serta proses pengambil
keputusan dari organ minimal yang harus ada dalam perseroan, yaitu Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. Di samping itu juga diatur mengenai persyaratan
dan tata cara pengangkatan serta pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris.
Wewenang dari ketiga organ in diatur dalam Bab I Pasal 1 sebagai berikut:
Bab 1 Pasal 1 UU Nomor 40 Tahun 2007
Ayat 4
Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebuL RUPS. adalah organ Perseroan
yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris
dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang dan/atau Anggaran Dasar.
Ayat 5
Direksi adalah ongan Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai
dengan ketentuan anggaran dasar.
Ayat 6
14
Dewan Komisaris adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara
umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada
Direksi.
3. Dewan Komisaris
a. Melakukan tugas dan tanggung jawab pengawasan atas kebijakan pengurusan ,
jalanya pengurusan pada umumnya , dan memberikan nasihat kepada Direksi
(pasal 108 dan pasal 114 )
b. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang
bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya ( pasal 114 ayat (3)
dan ayat (4)
c. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kepailitan perseroan bila
disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian dalam menjalankan tugas pengawasan
dan pemberian nasihat (pasal 115)
d. Diberi wewenang untuk membentuk komite yang diperlukan untuk mendukung
tugas Dewan Komisaris (paal 121)
Untuk menjaga independensi seorang direksi perusahaan , pemerintah RI mengatur hal tersebut
melalui aturan PT Bursa Efek Indonesia Nomor Kep.305/BEI/07-2004 yang berisis syarat
menjadi direktur ndependen sebagai berikut (pasal III.1.6) :
3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal , kewajaran biaya audit
eksternal , serta kemandirian dan objektivitas audit eksternal ( prinsip
akuntabilitas )
4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun
buku yang sedang diperiksa eksternal audit ( prinsip tanggung jawab )
Forum For Corporate Governance In Indonesia (FCGI dan YPPM ) Institute telah
menetapkan persyaratan bagi seseorang untuk menjadi anggota komite Audit .
1. Komite Audit bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris .
2. Terdiri atas minimal 1(satu) orang komisaris independen dan minimal 2 (dua) orang
anggota yang berasal dari luar Emiten atau perusahaan public .
3. Memiliki integritas tinggi , kemampuan , pengetahuan, dan pengalaman memadai sesuai
latar belakang pendidikanya , serta mampu berkomunikasi dengan baik .
4. Salah satu dari anggota komite audit harus memiliki latar belakang pendidikan keuangan
dan akuntansi .
5. Memeiliki pengetahuan memadai untuk membaca dan memahami laporan keuangan .
6. Bukan merupakan orang dalam kantor akuntan public yang memberikan jasa audit
dan/atau non audit pada Emiten atau perusahaan public yang bersangkutan dalam satu
tahun terakhir sebelum diangkat oleh komisaris sebagaimana dimaksud dalam peratuaran
VIII.A.2. Tentang Independensi akuntan yang memberikan jasa audit dipasar modal.
7. Bukan merupakan karyawan kunci Emiten atau perusahaan public dalam 1( satu) tahun
terakhir sebelum diangkat kepada pihak lain .
8. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten , komisaaris , direktur atau
pemegang saham utama .
9. Tidak mempunyai hubungan usaha , baik langsung maupun tidak langsung dengan
kegiatan usaha Emten .
10. Tidak merangkap sebagai anggota komite audit pada emiten atau perusahaan public lain
pada periode yang sama .
11. Sekretaris perusahaan harus bertindak sebagai sekretaris komite audit .
c. Sekretaris Perusahaan
18
1. Menciptakan struktur perbankan domestic yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan .
2. Menciptakan system pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada
standar Internasional .
3. Menciptakan industry perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta
memiliki ketahanan dalam menghadapi resiko .
4. Menciptakan GCG dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional .
5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industry
perbankan yang sehat .
6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsisten pada perbankan .
Salah satu regulator perbankan Syariah Internasional Isalmic Financial Services Board
(IFSB) pada tahun 2005 telah menerbitkan pedoman standar GCG untuk lembaga keuangan
Islam Internasional . Menurut IFSB , dalam ajaran Islam prinsip-prisnsip pokok GCG telah
sesuai dengan norma dan nilai islam dalam aktivitas dan kehidupan seorang muslim seperti
adalah ( keadilan) , tawazun( keseimbangan ) , mas’uliyah (akuntabilitas ) ,akhlaq ( moral ) ,
shiddiq ( kejujuran) , amanah ( pemenuhan kepercayaan ) , fathanah ( kecerdasan ) , tabligh
( transparansi keterbukaan ) , hurruyah (independensi dan kebebasan yang bertanggung jawab ) ,
ihsan (professional ) , wasathan ( kewajaran ) , ghirah ( militansi syariah ) , idarah
21
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Good Corporate Governance (GCG) adalah upaya perbaikan terhadap sistem,
proses, dan seperangkat pengelolaan organisasi. Komite Nasional Kebijakan Good
Corporate Governance (KNKGCG) yang dibentuk tahun 1999 berdasarkan SK Menko
Ekuin Nomor KEP / 31 / M.EKUIN / 08/1999 telah mengeluarkan baru GCG yang berisi
prinsip keterbukaan (transparansi), akuntabilitas (akuntabilitas), pertanggungjawaban
22
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Tri Hendro SP, Edisi kedua: Etika Bisnis Modern, UPP STIM YKPN
23