Anda di halaman 1dari 23

1

MAKALAH ETIKA DAN HUKUM BISNIS


“GOOD CORPORATE GOVERNANCE”

OLEH : KELOMPOK VI

1. ERLI J. HANAS (1810020055)


2. NURHAKIKI (1810020053)
3. STEFANUS WILA (1810020052)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2020
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini guna untuk memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Etika Dan Hukum Bisnis dengan
judul “ GOOD CORPORATE GOVERNANCE ”
Terimakasih juga kami ucapkan kepada Bapak Yohanes Demu,SE.,MSA yang telah
membimbing kami sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca baik dalam
kalangan mahasiswa ekonomi dan bisnis maupun masyarakat. Namun terlepas dari itu, kami
memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya
yang lebih baik lagi.

Kupang, 20 September 2020

penulis

DAFTER ISI
3

COVER................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
DAFTER ISI........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................4
A. Latar Belakang.........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah....................................................................................................5
C. Tujuan......................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................6
A. Good Corporate Governance...................................................................................6
B. Prinsip-prinsip GCG................................................................................................7
C. Prinsip-prinsip GCG..............................................................................................10
D. Undang-Undang Perseroan Terbatas.....................................................................13
E. Organ Pendukung Perseroan Terbatas...................................................................15
F. Pelaksanaan GCG Di Institusi Keuangan..............................................................18
BAB III PENUTUP...........................................................................................................22
A. KESIMPULAN......................................................................................................22
B. SARAN..................................................................................................................22
DAFTER PUSTAKA........................................................................................................23

BAB I
4

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Awal tahun 2000-an, dunia bisnis dikejutkan oleh serangkaian skandal keuangan
yang telah menyeret beberapa korporasi besar AS seperti Tyco, Enron World Com, dan
lain sebagainya. Cadbury Report, Inggris dan Treadway Report, AS menyatakan berbagai
skandal ini terjadi akibat kegagalan strategi maupun praktik curang pimpinan puncak
korporasi besar yang telah berlangsung lama dan tanpa batas, selain karena lemahnya
pengawasan secara independen terhadap jajaran dewan direksi. Jauh sebelumnya, pada
tahun 1998, Asia dan Amerika Selatan mengalami krisis keuangan yang diyakini berasal
dari praktik bisnis yang tidak mengindahkan good corporate governance, perundang-
undangan yang lemah, standar akuntansi dan audit yang tidak konsisten praktik
perbankan yang ceroboh dan perilaku direksi yang mengabaikan hak-hak pemegang
saham minoritas Transparency International, organisasi kemasyarakatan yang fokus pada
upaya-upaya melawan korupsi dengan menyertakan seluruh clemen masyarakat ke dalam
sebuah koalisi internasional yang kuat untuk membasmi efek buruk dari korupsi, setiap
tahunnya menerbitkan Corruption Perception Index (CPD), dan memasukkan Indonesia
sebagai salahsatu negara yang disurvei oleh lembaga ini.
Organisasi yang berpusat di Jerman ini telah memiliki 99 kantor cabang di seluruh
dunia, termasuk di Indonesia Pada tahun 2009 lalu Indonesia memiliki skor CPI sebesar
2.9. yang berarti perjuangan bangsa Indonesia untuk melawan dan bebas dan korupsi
masih cukup panjang karena skor CPI yang rendah menunjukkan bahwa pralcik korupsi
di negara bersangkutan masih sangat tinggi Tahun 2013. Transparency laternational
menerbitkan laporan bertajuk The Global Corruption Barometer 2013" yang
menunjukkan tingkat korupsi para politisi di seluruh dunia Laporan ini disusun
berdasarkan opini 114.000 responden al 107 nugara pada lurun waktu september 2012
Hingga Maret 2013 melalui tatap muka, daring online), dan wawancara per Telepon
Skala korupsi diukur dari angka 0 (tidak pernah korupsi) hingga 5 korupsi akut dan
endemik). Hasil laporan tersebut menunjukkan korupsi di partai politik Indonesia
mencapai skata 4,3. parlemen 4,5. militer, 3.1, pengadilan. 4,4, kepolisian 4.5. pejabat
pemerintahan 4 perusahaan swasta 3.4, badan-badan kesehatan 33, badan keagamaan 27.
lembaga swadaya masyarakat 2,8. dan media massa 2.4 Posisi Indonesia dalam barometer
korupsi ini setara dengan Bangladesh, Bolivia, Mesir. Yordania Kazakhstan Meksiko,
Nepal, Palastan, Kepulauan Solomon Sudan Selatan, Taiwan Ukraina, dan Vietnam
Adapun negara yang memiliki slala korupsi politik tertinggi di dunia adalah Liberia dan
Sierra Leone.

B. RUMUSAN MASALAH
5

1. Apa itu Good Corporate Governance?


2. Apa itu Prinsip-prinsip Good Corporate Governance?
3. Apa itu Prinsip-prinsip Good Corporate Governance ?
4. Apa itu Undang-Undang Perseroan Terbatas?
5. Apa itu Organ Pendukung Perseroan Terbatas?
6. Apa itu Pelaksanaan GCG di Institusi Keuangan ?

C. TUJUAN

1. Untuk mengrtahui apa itu Good Corporate Governance.


2. Untuk mengetahui apa itu Prinsip-prinsip Good Corporate Governance.
3. Untuk mengetahui apa itu Prinsip-prinsip Good Corporate Governance.
4. Untuk mengetahui apa itu Undang-Undang Perseroan Terbatas.
5. Untuk mengetahui apa itu Organ Pendukung Perseroan Terbatas.
6. Untuk mengetahui apa itu Pelaksanaan GCG di Institusi Keuangan.

BAB II
6

PEMBAHASAN

A. GOOD CORPORATE GOVERNANCE


Good Corporate Governance (GCG) adalah seperangkat peraturan dan upaya perbaikan
sistem dan proses dalam pengelolaan organisasi dengan mengatur dan memperjelas hubungan
wewenang hak dan kewajiban seluruh pemangku kepentingan baik Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS), Dewan Komisaris, maupun Dewan Direksi Sebenarnya istilah tata kelola
korporasi (corporate governance) telah dikenal lama, yaitu sejak Cadbury Committe, Inggris
memperkenalkan istilah tersebut untuk pertama kalinya dalam laporan Cadbury Report di tahun
1922.
Istilah tata kelola ini mengacu pada "seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan
dengan hak- hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan
dan mengendalikan perusahaan. Istilah tata kelola korporasi semakin populer ketika Robert
(1984) menulis buku Corporate Governance, dan memilah istilah-istilah tata kelola ke dalam sub
bidang kegiatan: (1) pengarahan (direction) -penyusunan arah strategi untuk masa depan entitas
dalam jangka panjang. (2) kebijakan eksekutif (executive action keterlibatan dalam keputusan-
keputusan penting eksekutif; (3) penyeliaan Stupervision pengawasan dan penilaian atas kineja
manajemen, serta (4) akuntabilitas (accountability) --pengakuan tanggungjawab terhadap pihak-
pihak yang batuh akuntabilitas dalam menjalankan tugasnya."
Manfaat GCG dalam pengelolaan korporasi telah banyak disuarakan oleh akademisi dan itu
yang terkait GCG Studi empiris di Jerman pada 2003 menyatakan baliwa GCG dapat
meningkatlentinut kapalisasi pasar bagi perusahaan perusahaan yang telah menjalankan GC
Sebelumnya, Coombes dan Watson (2000) memaparkan alwa ingkat keamanan investasi di Asia
dan Amerika Laun dianggap lebih tinggi apabila perusahaan perusahaan yang ada disana mampu
menjalankan praktik bisnis berbasis GCG' Hasil temuan ini diperkuat oleh riset Newel dan
Wilson (2002) yang menyatakan baliwa pemegang sahambersedia membayar lebih mahal
saham- saham perusahaan yang melaksanakan GCG Gompers, Ishu dan Metrick (2003)
menyatakan kinerja perusahaan yang bertindak democracies lebih tinggi dibandingkan
7

perusahaan yang bertindak dictatorships dalam aspek profitabilitas dan nilai. Perusahaan
democracies adalah perusahaan yang memiliki kekuasaan aktual di tangan pemegang saham,
untuk perusahaan dictatorships, kekuasaan aktual perusahaan berada di tangan manajemen
Brown dan Caylor (2004) menyatakan bahwa perusahaan dengan praktik- praktik GCG di era
1990-an saat ini tetap menghasilkan laba lebih tinggi, memiliki risiko bisnis lebih rendah, dan
return saham lebih tinggi.

B. PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE


Pemerintah Indonesia telah membentuk Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG)
pada tahun 2006, dan lembaga ini telah menerbitkan Pedoman Umum GCG yang berisi lima
prinsip dasar berikut:
1. Transparansi (Transparency): perusahaan harus menyediakan informasi yang material
dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan
Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang
disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal penting lain untuk
pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan
terkait.
2. Akuntabilitas (Accountability): perusahaan harus mempertanggung jawabkan
kinerjanya secara transparan dan wajar. Maka perusahaan harus dikelola dengan benar,
terukur serta sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Tanggung jawab
(Responsibility): perusahaan harus mematuhi berbagai peraturan perundang-undangan
serta melaksanakan.
3. Tanggung jawab : terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapatkan pengakuan sebagai good
corporate citizen.
4. Independensi (Independency): perusahaan harus dikelola secara independen sehingga
masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi, serta tidak dapat diintervensi
oleh pihak lain .
5. Kewajaran dan kesetaraan (Foirnesand Equality) : perusahaan harus selalu
memperhatian kepentingan promegang saham dan pemangkit Kerentagan binnya
berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Selam Perloman Umum, KNKGuga mengeluarkan pedoman perilaku sebagai saran untu
korgan perusahaan yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Dewan
Komisaris dan Direksi, serta semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai dan etika bisnis
sehingga menjadi bagan dari budaya perusahaan. Pedoman perilaku ini dianggap sejalan dengan
tujuan GCG karena untuk mencapai keleritasilan jangka panjang diperlukan pelaksanaan GCG
8

yang dilandasi integritas tinggi Pedoman etika mencakup nilai-nilai perusahaan sebagai landasan
moral dalam mencapai visi dan misi perusahaan, dan etika bisnis sebagai acuan bagi perusahaan
dalam melaksanakan kegiatan usaha termasuk dalam berinteraksi dengan pemangku
kepentingan.
Untuk menunjang pelaksanaan GCG Institusi institusi pemerintah, maka pemerintah
Indonesia telah menelurkan sejumlah peraturan yang terkait GCG diantaranya:
1. Kumpulan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi edisi pertama tahun 2006.
2. UU Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan United Nation Conven on Against
Corruption tahun 2003.
3. UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(KPK).
4. Penjelasan UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindali Pidana
Korupsi (KPR).
5. UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsI.
6. UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
7. UU Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersil dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Anti KKN).
8. Penjelasan UU Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang ersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Anti KKN).

Pada tingkatan global salahsatu organisasi yang turut mengembangkan Gattalah The
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD OECD berasumsi bahwa
pemegang saham pengendali yang terdiri atas individu, keluarga, aliansi, atau perusahaan lain
yang beraktivitas melalui perusahaan atau antarperusahaan dapat mempengaruhi secara
Sipufocan perilaku korporasi. Beberapa prinsip GCG dari OECD adalah sebagai berikut :
1. Perlindungan terhadap hak-hak para pemegang saham (The lights of Shareholders),
termasuk pemegang saham munoritas mencakup (a) hak untuk memperoleh jaminan
keamanan atas metode pendaftaran kepemilikan, (b) hak untuk mengalihkan dan
menunda tangankan kepemilikan saham; (c) hak untuk memperolehinformasi yang
relevan tentang perusahaan secara berkala dan teratur, (d) hak untuk ikut berpartisipasi
dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS): (e) hak untuk
9

memilih anggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta hak untuk memperoleh pembagian
laba perusahaan.
2. Perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang
saham minoritas dan asing (The Equitable Treatment of Shareholders). Prinsip ini
melarang adanya praktik perdagangan berdasarkan informasi orang dalam Cinsider
trading). Transaksi dengan diri sendiri (self dealing), dan mengharuskan keterbukaan
anggota Dewan Komisaris ketika menemukan berbagai transaksi yang mengandung
benturan kepentingan (conflict of interest)
3. Perlindungan terhadap hak-hak pemangku kepentingan berkaitan dengan peran
mereka di dalam perusahaan (The Role of Stakeholders in Corporate Governance).
Pelaksanaan GCG harus mampu mendorong kerja sama yang aktif antara perusahaan
dengan pemangku kepentingan untuk menciptakan lapangan kerja, kesejahteraan, dan
kesinambungan usaha (going concern).
4. Pengungkapan dan transparansi (Disclosure and Transparency). Pelaksanaan GCG
harus menjamin adanya pengungkapan masalah perusahaan dengan akurat dan tepat
waktu, termasuk permasalahan keuangan, kinerja, kepemilikan, dan pengeiolaan
perusahaan. Hasil temuan harus dilaporkan secara tertulis dengan sebelumnya disusun,
diaudit, dan disajikan dengan standar pelaporan berkualitas tinggi. Perusahaan juga
diharuskan untuk diaudit oleh auditor eksternal atau Kantor Akuntan Publik yang
bertugas untuk melaksanakan audit secara independen atas laporan keuangan perusahaan.
5. Tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi (The Responsibilities of The Board).
Pelaksanaan GCG harus didukung oleh pedoman strategis perusahaan yang menjamin
adanya pengawasan yang efektif terhadap Direksi oleh Dewan Komisaris dan pemegang
saham Pedoman ini harus memuat berbagai kewenangan dan kewajiban profesional
Dewan Komisaris kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.

C. PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE


10

Pelaksanaan program GCG yang berhasil umumnya dilaksanakan melalui tiga tahapan utama
mencakup persiapan implementasi, dan evaluasi.
1. Pada tahap pertama, tahap persiapan perusahaan melakukan langkah utama yang dimulai
dari awareness building. GCG assessment, hingga GCC manual building.

GCG Assessment GCG Manual Building Awareness Building

Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran dan komitmen
bersama tentang pentingnya GCG dan penerapan GCG di dalam praktik pengelolaan perusahaan
Perusahaan dapat meminta bantuan tenaga ahli yang berasal dari luar perusahaan untuk
menyelenggarakan seminar, lokakarya, atau seminar secara berkelanjutan Setelah awareness ini
terbentuk perusahaan perlu melaksanakan GCG assessment untuk mengukur atau memetakan
kondisi pelaksanaan GCG di dalam perusahaan. Melalui assessment ini diharapkan perusahaan
dapat mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perbaikan guna mempersiapkan Infrastruktur
dan struktur yang kondusif bagi penerapan GCG agar dapat berjalan secara efektif.
GCG manual building adalah tahap menyusun manual pelaksanaan GCG setelah
perusahaan mampu memetakan berbagai kebutuhan dan prioritas pembangunan GCG Manual ini
dapat dibedakan menjadi manual untuk organ-organ perusahaan dan manual untuk keseluruhan
anggota perusahaan mencakup:
1) Kebijakan GCG perusahaan.
2) Pedoman GCG bagi organ organ perusahaan.
3) Pedoman perilaku.
4) Audit Committee Charter.
5) Kebijakan pengungkapan (disclosure) dan transparansi.
6) Kebijakan dan kerangka manajemen risiko.

2. Tahapan yang kedua dalam membangun GCG adalah tahap implementasi. Tahap ini berisi
sosialisasi, implementasi, hingga internalisasi Sosialisasi Implementasi Internalisasi.
11

Sosialisasi Implementasi Internalisasi

Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan seluruh aspek dalam GCG kepada anggota
perusahaan, terutama yang berkaitan dengan Implementasi GCG di salahsatu unit yang dibentuk
untuk melaksanakan GOG yang langsung diawasi oleh Direktur Utama Implementasi merupakan
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan Pedoman GCG, bersifat top down upproach dengan
melibatkan Dewan Komisaris dan Direksi Di dalam implementasi ini terdapat rencana dan
manajemen perubahan (change management) guna menyikapi dampak perubahan dari
pelaksanaan GCG Internalisasi merupakan upaya jangla pujang dalam implementasi GCG,
telihat dari berbagai prosedur operasi (pengadaan pembelian dan sebagainya), sistem kerja, serta
peraturan-peraturan yang berlaku perusahaan.
3. Tahapan ketiga adalah tahap evaluasi Tahap ini harus dilakukan secara teratur untuk
mengukur efektivitas penerapan GCG, yang apabila diperlukan dapat melalui tenaga ahli
independen di luar perusahaan guna melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik
GCG perusahaan.

Independent GCG Audit GCG Audit Scoring/Roting


Strategi Etika 7.1. Penguatan Faktor Internal dan Eksternal Organisasi
Dalam Pelaksanaan Program-Program GCG
Saat ini GCG tidak lagi dipandang sebagai semboyan atau slogan belaka, namun sudah menjadi
nyawa perusahaan agar mampu bertahan dan tumbuh secara berkelanjutan. Tidak ada gunanya
perusahaan mencanangkan program GCG apabila program tersebut hanya dianggap sebagai
aksesoris belaka, tanpa ada upaya untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas GCG dari waktu
ke waktu. Untuk memulai GCG pertama kali banyak hambatan yang akan dialami oleh organisasi
apabila tidak ada upaya khusus untuk memperkuat faktor-faktor pendukung baik yang bersifat
internal dari dalam maupun eksternal dari luar). Berikut adalah faktor-faktor penguat pelaksanaan
program GCG, baik internal maupun eksternal.
Penguatan Faktor Pendukung Internal Penguatan Faktor Pendukung Eksternal

Pembentukan budaya perusahaan yang Sistem hukum yang tegas dan jelas sanksinya untuk
kondusif untuk mendukung aplikasi menjamin berlakunya supremasi hukum yang
program GCG dalam sistem dan manajemen konsisten dan efektif.
perusahaan yang terpadu.
12

Penetapan berbagai peraturan dan kebijakan Dukungan dari lembaga pemerintah yang bersih dan
yang tegas dan transparan yang mengacu berwibawa dan telah melaksanakan program GCG
pada penerapan nilai-nilai GCG. secara konsisten dan kontinu.

Penentuan dan pengawasan risiko melalui Ada contoh praktik GCG yang baik dan berhasil
Manajemen risiko perusahaan yang dilaksanakan untuk dijadikan standar praktik-praktik
didasarkan pada kaidah-kaidah standar Terbaik Chest(best practices)yang profsional dan
GCG. konsisten.

Sistem audit peneriksaan yang untuk Dukungan partisipasi aktif dari masyarakat
mendeteksi dan menghindari dilaksanakan terhadap pasi dan Sosialisasi program GCG secara
secara berkala berkata dan konsisten misal sukarela.
audit per bulan) setiap potensi
penyimpangan dengan lebih cepat.

Keterbukaan (transparansi) informasi untuk Peningkatan semangat anti korupsi yang didukung
publik sehingga publik dapat semahami oleh sistem peradilan yang tegas dan transparan dan
setiap gerak dan langkah manajemen dalam disertai dengan hukuman yang mampu menimbulkan
perusahaan. efek jera (misal memiskinkan koruptor dan anggota
keluarganya, atau hukuman mati).

Sumber : disarikan dari berbagai sumber.

D. UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS


Badan usaha di Indonesia didominasi oleh Perseroan Terbatas (PT) sehingga badan usaha
ini sangat penting peranannya dalam perekonomian Kegiatan badan usaha PT diatur dengan UU
Nomor 40 Tahun 2007, Pasal 1 ayat (1) menyebutkan Perseroan sebagai "badan hukum yang
merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan Kegiatan usaha
13

dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang Undang ini serta peraturan pelaksanaannya."
UU Nomor 40 Tahun 2007 adalah penyempurnaan dari UU Nomor 1 Tahun 1995 Tentang
PT yang dianggap tidak sesuai lagi dengan perubahan perekonomian dan dunia usaha akibat
pengaruh globalisasi Penyempurnaan yang terdapat pada UU Nomor 40 tahun 2007 mencakup:
1. Rapat Umum Pemegang Saliam (RUPS) dapat diselenggarakan dengan memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi mencakup teleconference, videoconference, dan sarana
media elektronik lainnya (Pasal 77).
2. Kejelasan peraturan tentang tata cara pengajuan dan pemberian pengesahan status badan
hukum dan pengesahan Anggaran Dasar Perseroan (Bab II).
3. Aturan yang memperjelas dan mempertegas tugas serta tanggung jawab Direksi dan
Dewan Komisaris, termasuk Komisaris Independen dan Komisaris Utusan (Bab VII).
4. Kewajiban perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Bab
V).

UU PT Nomor 40 Tahun 2007 juga mengatur secara garis besar rentang mekanisme
hubungan peran wewenang tugas dan tanggungjawab prosedur datamaran serta proses pengambil
keputusan dari organ minimal yang harus ada dalam perseroan, yaitu Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. Di samping itu juga diatur mengenai persyaratan
dan tata cara pengangkatan serta pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris.
Wewenang dari ketiga organ in diatur dalam Bab I Pasal 1 sebagai berikut:
Bab 1 Pasal 1 UU Nomor 40 Tahun 2007
Ayat 4
Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebuL RUPS. adalah organ Perseroan
yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris
dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang dan/atau Anggaran Dasar.
Ayat 5
Direksi adalah ongan Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai
dengan ketentuan anggaran dasar.
Ayat 6
14

Dewan Komisaris adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara
umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada
Direksi.

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)


a. Menyetujui dan menetapkan perubahan Anggaran Dasar Perusahaan (Pasal 19 ayat 1).
b. Menyetujui pembelian kembali dan pengalihan saham Perseroan (Pasal 38 ayat 1).
c. Menyetujui penambahan dan pengurangan modal Perseroan (Pasal 41 ayat (1) dan Pasal
44 ayat (1).
d. Menyetujui dan mengesahkan laporan tahunan termasuk laporan keuangan Direks. serta
laporan tugas pengawasan Komisaris (Pasal 69).
e. Menyetujui dan menetapkan penggunaan laba bersih, penyisihan cadangan dan dividen,
serta dividen interim (Pasal 71 dan Pasal 72).
f. Menyetujui penggabungan, peleburan pengambilalihan atau pemisahan pengajuan pailit,
perpanjangan jangka waktu berdirinya dan pembubaran perseroan (Pasal 89).
g. Menyetujui pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan Komisaris (Pasal 94
dan Pasal 111).
h. Menetapkan besarnya gaji dan Tunjangan anggota Directa Komisaris (Pasal 96 dan Pasal
113).
2. Dewan Direksi
a. Menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan
kebijakan yang dianggap tepat dalam batas yang ditetapkan UU dan Anggaran
Dasar Perseroan ( Pasal 92)
b. Bertanggung jawab renteng dan penuh secara pribadi atas kerugian perseroan bila
yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya ( pasal 97 )
c. Mewakili perseroan baik didalam maupun diluar pengadilan ( pasal 98 )
d. Wajib membuat daftar pemegang saham risalah RUPS , dan risalah rapat Direksi (
pasal 100 ayat (1a))
e. Wajib membuat laporan tahunan ( pasal 100 ayat 1b)
f. Wajib memelihara seluruh daftar , risalah, dokumen keuangan, dan dokumen
perseroan lainya ditempat kedudukan perseroan ( pasal 1c dan pasal 2 )
g. Wajib meminta perstujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan perseroan , atau
menjadikan jaminan utang perseroan ( pasal 102)
15

3. Dewan Komisaris
a. Melakukan tugas dan tanggung jawab pengawasan atas kebijakan pengurusan ,
jalanya pengurusan pada umumnya , dan memberikan nasihat kepada Direksi
(pasal 108 dan pasal 114 )
b. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang
bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya ( pasal 114 ayat (3)
dan ayat (4)
c. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kepailitan perseroan bila
disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian dalam menjalankan tugas pengawasan
dan pemberian nasihat (pasal 115)
d. Diberi wewenang untuk membentuk komite yang diperlukan untuk mendukung
tugas Dewan Komisaris (paal 121)

E. ORGAN PENDUKUNG PERSEROAN TERBATAS


Menurut Surya dan Yustiavananda (2006) . PT memerlukan empat organ tambahan agar
dapat menyelenggarakan prinsip-prinsip CGC ,yaitu Direktur independen , komite Audit , dan
sekretaris perusahaan ( corporate secretary ) .
a. Direktur dan Komisaris Independen
Independen bermakna merdeka , bebas tidak memihak , tidak berada dalam tekanan
pihak tertentu , netral , objektif , punya integritas dan tidak berada dalam posisi konflik
kepentingan . Menurut Surya dan Yustiavanda (2006) , independensi untuk Direktur dan
komisaris independe nmengacu pada :

a. Direktur dan Komisaris Independen , adalah seseorang yang ditunjuk untuk


mewakili pemegang saham independen (pemegang saham minoritas ) .
Sebagaimana diatur dalam UU perseroan , anggota direksi dan komisaris diangkat
dan diberhentikan oleh RUPS , sedangkan keputusan yang diambil dari RUPS
tidak didasarkan atas perbandingan jumlah suara para pemegang saham .
b. Direktur dan Komisaris Independen , adalah pihak yang tidak dalam mewakili
pihak manapun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang pengetahuan
16

, pengalaman , dan keahlian professional yang dimilikinya untuk sepenuhnya


menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan .
c. Direktur dan Komisaris Independen , bersikap independent in fact dan
independent in appearance independent in fact menekankan sikap mental dalam
pengambilan keputusan dan tindakan semata-mata karena pertimbangan
profesinalisme dari dalam diri yang bersangkutan campur tangan , pengaruh atau
tekanan dari pihak luar .

Untuk menjaga independensi seorang direksi perusahaan , pemerintah RI mengatur hal tersebut
melalui aturan PT Bursa Efek Indonesia Nomor Kep.305/BEI/07-2004 yang berisis syarat
menjadi direktur ndependen sebagai berikut (pasal III.1.6) :

1. Direktur independen tidak mempunyai hubungan afilasi dengan pemegang saham


pengendali perushaan tercatat yang bersangkutansekurang-kurangnya 6 (enam ) bulan
sebelum penunjukkan sebagai direktur tidak terafiliasi .
2. Direktur independen tidak mempunyai hubunngan afiliasi dengan komisaris dan direktur
lainya dari perusahaan tercatat .
3. Direktur independen tidak bekerja rangkap sebagai direksi pada perusahaan lain .
4. Direktur independen tidak menjadi orang dalam pada lembaga atau profesi penunjang
pasar modal yang jasanya digunakan oleh perusahaan tercata selama 6 bulan sebelum
penunjukkan sebagai direktur .
b. Komite Audit
UU PT pasal 121 memungkinkan dewan komisaris untuk membentuk komite tertentu
yang dianggap perlu untuk membantu tugas pengawasan yang diperlukan , diantaranya
adalah komite audir aturan mengenai komite audit terdapat pada surat edaran ketua
Bapepam –LK Nomor SE-03/PM/2000 tentang komite audit untuk perusahaan public .
Adapun tugas tanggung jawab dan wewenang komite audit adalah membantu Dewan
komisaris.
1. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian internal yang memadai ( prinsip
tanggung jawab )
2. Meingkatkan kualitas keterbukuan dan laporan keuangan ( prinsip transparansi )
17

3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal , kewajaran biaya audit
eksternal , serta kemandirian dan objektivitas audit eksternal ( prinsip
akuntabilitas )
4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun
buku yang sedang diperiksa eksternal audit ( prinsip tanggung jawab )

Forum For Corporate Governance In Indonesia (FCGI dan YPPM ) Institute telah
menetapkan persyaratan bagi seseorang untuk menjadi anggota komite Audit .
1. Komite Audit bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris .
2. Terdiri atas minimal 1(satu) orang komisaris independen dan minimal 2 (dua) orang
anggota yang berasal dari luar Emiten atau perusahaan public .
3. Memiliki integritas tinggi , kemampuan , pengetahuan, dan pengalaman memadai sesuai
latar belakang pendidikanya , serta mampu berkomunikasi dengan baik .
4. Salah satu dari anggota komite audit harus memiliki latar belakang pendidikan keuangan
dan akuntansi .
5. Memeiliki pengetahuan memadai untuk membaca dan memahami laporan keuangan .
6. Bukan merupakan orang dalam kantor akuntan public yang memberikan jasa audit
dan/atau non audit pada Emiten atau perusahaan public yang bersangkutan dalam satu
tahun terakhir sebelum diangkat oleh komisaris sebagaimana dimaksud dalam peratuaran
VIII.A.2. Tentang Independensi akuntan yang memberikan jasa audit dipasar modal.
7. Bukan merupakan karyawan kunci Emiten atau perusahaan public dalam 1( satu) tahun
terakhir sebelum diangkat kepada pihak lain .
8. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten , komisaaris , direktur atau
pemegang saham utama .
9. Tidak mempunyai hubungan usaha , baik langsung maupun tidak langsung dengan
kegiatan usaha Emten .
10. Tidak merangkap sebagai anggota komite audit pada emiten atau perusahaan public lain
pada periode yang sama .
11. Sekretaris perusahaan harus bertindak sebagai sekretaris komite audit .

c. Sekretaris Perusahaan
18

Aturan pemerintah tentang sekretaris perusahaan terdapat pada keputusan ketua


Bapepam LK Nomor 63 Tahun1996 tentang pembentukan sekretaris perusahaan bagi
perusahaan public dan keputusan direksi BEI Nomor 339 Tahun 2001 tentang sekretaris
perusahaan .
Tugas, tanggung jawab dan kedudukan pejabat sekretaris perusahaan sebagai
bagian dari pelaksana GCG berbeda sekali dengan tugas , kedudukan dan tanggung jawab
seseorang sekretaris eksekutif . Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang
sangat tinggi dan strategis karena orang dalm jabatan ini berfungsi sebagai pejabat
penghubung ( liason officer ) antara perusahaan dengan pihak luar perusahaan ,
Khususnya bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah mendaftarkan saham nya
dibursa .

F. PELAKSANA GCG DI INSTITUSI KEUANGAN


Institusi keuangan sangat memerlukan GCG dalam kegiatan operasionalnya mengingat
bahwa bisnis keuangan bergantung kepada aspek kepercayaanya dan kualtas pelayanan antara
penyedia jasa keuangan dengan nasabah . Salah satu insitusi keuangan yang dikenal luas oleh
maasyarakat adalah perbankan , dengan karakteristik 3K yang harus dipatuhi mencakup
kepercayaan,keterbukaan,dan keberhatian .
Focus utama bank adalah mrnjaga kepercayaan dana mencegah resiko yang mungkin
terjadi. Masyarakat menyimpan dana nya di bank semata-mata karena percaya bahwa dananya
akan kembali ditambah sejumlah keuntungan yang berasal dari bunga . Dana yang disimpan
dibank selanjutnya akan diputar berbagai bentuk berbagai investasi seperti pemberian kredit dan
pembelian surat berharga . Apabila pengelolaan bank tidak dilaakukan secara professional ,
transparan dana hati-hati ( prudent bangking ) maka hal ini dapat menimbulkan resiko dan
bencana besar bagi perbankan .

Tahun 2004 , Bank Indonesia telah meluncurkan program Arsitektur Perbankan


Indonesia (API) sebgai program pengelolaan perbankan Indonesia dimasa mendatang . API
memiliki visi untuk menciptakan system perbankan yang sehat ,kuat,dan efisien , guna
menciptakan kestabilan system keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional , yang
dijabarkan menjadi enam pilar API berikut :
19

1. Menciptakan struktur perbankan domestic yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan .
2. Menciptakan system pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada
standar Internasional .
3. Menciptakan industry perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta
memiliki ketahanan dalam menghadapi resiko .
4. Menciptakan GCG dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional .
5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industry
perbankan yang sehat .
6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsisten pada perbankan .

Dewan komisaris bermakna bahwa anggota Dewan komisaris tidak diperkenankan


untuk memiliki : 1) hubungan keuangan ,kepengurusan , kepemilikan saham dan atau
hubungan keluarga dengan pemegang saham pengendali , anggota Dewan komisaris lainya
dan atau anggota Direksi , 2) hubungan keuangan atau hubungna kepemilikan saham BUS ,
sehingga dapat mendukung kemampuanya untuk bertindak independen . Penjelasan tentang
hubungan yang tidak diperkenankan bagi Dewan komisaris terlihat pada tael berikut :
Tabel 7.3 . Jenis Hubungan yang Tidak Diperkenankan Untuk Dewan Komisaris Bank
Umum Syariah
No Larangan Bagi Dewan Komisaris Penjelasan
1. Memiliki hubungan keuangan dengan Anggota dewan komisaris menerima penghasilan
pemegang saham pengendali , anggota bantuang keuangan atau pinjaman dan pemegang
Dewan Komisaris lainnya atau anggota saham pengendali BUS sampai dengan
Direksi pengendali terakhir , anggota Dewan komisaris
lainya atau anggota Dewan Direksi BUS menjadi
pemegang saham pengendali diperusahaan itu .
2. Memiliki hubungan kepeengurusan dengna Anggota Dewan komisaris menjabat sebagai
pemegang saham pengendali , anggota anggota Dewan komisaris , Direksi , atau Pejabat
Dewan Komisaris lainya atau anggota Eksekutif pada perusahaan yang menjadi
Direksi pemegang saham pengendali BUS sampai dengan
pengendali terakhir , anggota Dewan komisaris
atau Dewan Direksi pada sebuah perusahaan
20

dimana anggota Dewan komsaris lainya menjadi


anggota Dewan komisaris atau Direksi pada
sebuah perusahaan dimana anggota Dewan
komisaris lainya atau Direksi pada sebuah
perusahaan dimana anggota Dewan komisaris
lainya atau anggota Direksi BUS menjadi
pemegang saham pengendali pada perushaan itu .
3. Memiliki hubungan kepemilikan saham Anggota Dewan komisaris memiliki saham pada
dengan pemegang saham pengendali , perusaahaan yang menjadi pemegang saham
anggota Dewan komisaris lainya atau pengendali BUS , sampai dengan pengendali ,
anggota Direksi atau memiliki saham pada perusahaan yang
bersama-sama dimiliki oleh pemegang saham
dalam pengendali BUS sampai dengan
pengendali terakhir , anggota Dewan komisaris
lainya atau anggota Direksi sehingga bersama-
sama pula menjadi pemegang saham pengendali
pada perusahaan terssebut .
4. Memiliki hubungan keluarga dengan
pemegang saham pengendali . Anggota
Dewan Komisaris lainya atau anggota
Direksi .

Salah satu regulator perbankan Syariah Internasional Isalmic Financial Services Board
(IFSB) pada tahun 2005 telah menerbitkan pedoman standar GCG untuk lembaga keuangan
Islam Internasional . Menurut IFSB , dalam ajaran Islam prinsip-prisnsip pokok GCG telah
sesuai dengan norma dan nilai islam dalam aktivitas dan kehidupan seorang muslim seperti
adalah ( keadilan) , tawazun( keseimbangan ) , mas’uliyah (akuntabilitas ) ,akhlaq ( moral ) ,
shiddiq ( kejujuran) , amanah ( pemenuhan kepercayaan ) , fathanah ( kecerdasan ) , tabligh
( transparansi keterbukaan ) , hurruyah (independensi dan kebebasan yang bertanggung jawab ) ,
ihsan (professional ) , wasathan ( kewajaran ) , ghirah ( militansi syariah ) , idarah
21

( pengeloalan ) , khalifah ( kepemimpinan ) , aqidah (keimanan) , ijabiyah ( berfikir positif ) ,


raqabah ( pengawasan ) , qira’ah dan ishlah ( oragnisasi yang terus belajar dan selalu melakukan
perbaika . Melalui panduan GCG perbankan syariah ini diharapkan bank , meningkatkan akurasi
penilaian ank , infrastruktur , kualitas pengambilan keputusan bisnis dan mempunyai system
direksi dini terhadap high risk business area , product , dan services .

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Good Corporate Governance (GCG) adalah upaya perbaikan terhadap sistem,
proses, dan seperangkat pengelolaan organisasi. Komite Nasional Kebijakan Good
Corporate Governance (KNKGCG) yang dibentuk tahun 1999 berdasarkan SK Menko
Ekuin Nomor KEP / 31 / M.EKUIN / 08/1999 telah mengeluarkan baru GCG yang berisi
prinsip keterbukaan (transparansi), akuntabilitas (akuntabilitas), pertanggungjawaban
22

(tanggung jawab) , independensi (independency), dan kewajaran (fairness). Perseroan


terbatas (PT) merupakan bentuk perusahaan di Indonesia yang sangat penting dan
dominan dalam perekonomian, diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007. UU ini
mengatur tentang hubungan, peran, tugas dan tanggung jawab. Prosedur dan tata cara
rapat, serta proses pengambilan keputusan dari organ minimal vang harus ada dalam
perseroan, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris.
Di samping itu juga diatur Mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan serta
pemberhentian nta Direksi dan Dewan Komisaris. Menurut Surya dan Yustiavananda
(2006), sebuah PT memerlukan empat organ tambahan agar dapat mengatur prinsip-
prinsip GCG, termasuk Direktur Independen, Komisaris Independen, Komite Audit, dan
Sekretaris Perusahaan. Pelaksanaan GCG Bagi Bank Umum pengelolaan industri
perpankan harus berlandaskan pada prinsip keterbukaan, akuntabilitas, jawaban
pertanggung jawab, independensi, dan kewajaran. Selain itu, Surat Edaran Bank
Indonesia No. 12/13 / DPBS per tanggal 30 April 2010 telah meininta seluruh Bank
Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) di Indonesia untuk wajib
melaksanakan GCG di lingkungan mereka, termasuk Dewan Komisaris, Direksi dan
berbagai komite dalam mepjalankan BUS serta UUS.

B. SARAN

Bagi Mahasiswa/I yang ingin mengetahui tentang GOOD CORPORATE


GOVERNANCE pelajari makalah ini dengan baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Tri Hendro SP, Edisi kedua: Etika Bisnis Modern, UPP STIM YKPN
23

Anda mungkin juga menyukai