Anda di halaman 1dari 8

Tugas Kelompok Mata Kuliah Bisnis Internasional

Analisis Dimensi Budaya Nasional Hofstede dan Perusahaan


Multinasional.
 
Dosen Pengampu :
TAUFIQURRAHMAN., M.Sc., M.Phil
 
Disusun Oleh Kelompok 2:
Al Yanda Ramadhan ( 1902113376 )
Thirafi Rama P ( 1902155292)

Jurusan Manajemen FEB UNRI 2021


POKOK BAHASAN

Dimensi-Dimensi Budaya menurut Hofstede

Analisis Keunggulan dan Kelemahan Dimensi


Budaya Hofstede dalam Perspektif Daya Saing
Pekerja asal Indonesia di Perusahaaan
Multinasional
Dimensi-Dimensi Budaya menurut
Hofstede
Hofstede menurunkan konsep budaya dari program mental yang dibedakan
dalam tiga tingkatan (Hofstede 1980: 15), yaitu:
1) tingkat universal, yaitu program mental yang dimiliki oleh seluruh manusia.
Pada tingkatan ini program mental seluruhnya melekat pada diri manusia
2) tingkat collective, yaitu program mental yang dimiliki oleh beberapa, tidak
seluruh manusia. Pada tingkatan ini program mental khusus pada kelompok
atau kategori dan dapat dipelajari.
3) tingkat individual, yaitu program mental yang unik yang dimiliki oleh hanya
seorang, dua orang tidak akan memiliki program mental yang persis sama.
Pada tingkatan ini program mental sebagian kecil melekat pada diri
manusia, dan lainnya dapat dipelajari dari masyarakat, organisasi atau
kelompok lain.
Dimensi budaya mewakili preferensi independen untuk satu keadaan
di atas negara lain yang membedakan negara (bukan individu) satu
sama lain. Nilai negara pada dimensi relatif, karena kita semua
manusia dan sekaligus kita semua unik. Dengan kata lain, budaya
hanya bisa dimaknai penggunaannyasecara perbandingan. Model
budaya terdiri dari dimensi berikut:
1. Jarak Kekuasaan (Power Distance)
Jarak kekuasaan merupakan sifat kultur nasional yang
mendeskripsikan tingkatan dimana masyarakat menerima kekuatan
dalam institusi dan organisasi didistribusikan tidak sama.
2. Individualisme/Kolektivisme.
Individualisme merupakan sifat kultur nasional yang mendeskripsikan
tingkatan dimana orang lebih suka bertindak sebagai individu daripada
sebagai kelompok.
3. Maskulinitas – Feminimitas
Maskulinitas – feminimitas merujuk kepada fakta mendasar yang
mana setiap masyarakat mengatasi sesuatu dengan cara yang berbeda
pula
4. Penghindaran Ketidakpastian (Uncertainty Avoidance)
Penghindaran ketidakpastian mengungkapkan sejauh mana
anggota masyarakat merasa tidak nyaman dengan
ketidakpastian dan ambiguitas
5. Orientasi jangka panjang (Long Term Orientation –
Pragmatic) vs Orientasi Jangka Pendek (Short Term
Orientation – Normative)
merupakan tipologi terbaru dari Hofstede. Poin ini berfokus
pada tingkatan ketaatan jangka panjang masyarakat
terhadap nilai-nilai tradisional. Individu dalam kultur
orientasi jangka panjang melihat bahwa ke masa depan dan
menghargai penghematan, ketekunan dan tradisi.
Analisis Keunggulan dan Kelemahan Dimensi Budaya
Hofstede dalam Perspektif Daya Saing Pekerja asal
Indonesia di Perusahaaan Multinasional

Keunggulan dan kelemahan dari budaya Hofstede yang dapat dilihat di


perusahaan multinasional di Indonesia :
• Adanya hak tidak setara
Karyawan Indonesia lebih cenderung termotivasi bekerja dengan lebih
banyak melihat contoh/meneladani perilaku pimpinan dan sifat
kedewasaan pimpinan yang memberikan perhatian pada karyawan,
sedangkan jika adanya hak yang setara dalam kepimimpinan pimpinan
tersebut, karyawan tidak akan bekerja seperti jika memiliki hak yang
lebih setara atau cocok
• individualism tinggi
Dalam lingkungan budaya individualism tinggi karyawan lebih
cenderung termotivasi bekerja secara individu, akibatnya akan
memberikan pengaruh dari keputusan yang akan dibuatnya
Analisis Keunggulan dan Kelemahan Dimensi Budaya
Hofstede dalam Perspektif Daya Saing Pekerja asal Indonesia
di Perusahaaan Multinasional
• Ketidakpastian
Di Indonesia ketidakpastian tidak terlalu berpengaruh pada kinerjanya di
perusahaan, karena alasan penghasilan, pengakuan, kemajuan dan tantangan
dalam pekerjaan
• Hubungan antar karyawan yang bertahan lama
Hubungan antara karyawan dan atasannya di Indonesia dapat berjalan lama dan
baik apabila antar karyawan dan atasan menjalin hubungan yang harmonis dan
dapat menjaganya dalam waktu yang lama. Tapi Indonesia masih banyak juga
kurang baik dalam komunikasi, maupun dengan sesame karyawan ataupun atasan.
• Birokasi dalam internal yang sulit
Di beberapa perusahaan multinasional banyak para pekerja yang memiliki etos
kerja yang tinggi, kemauan yang besar, hingga prestasi yang baik. Namun,
dikarenakan adanya budaya-budaya lama yang mengacu pada subjektifitas dalam
melihat potensi karyawan menyebabkan terlambatnya pengembangan dari segi
SDM.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai