Anda di halaman 1dari 27

Modul

PERILAKU KEORGANISASIAN
LINTAS BUDAYA
Mata Kuliah Perilaku Organisasi

Penulis: Sofyan Hadinata, S.E., M.Sc., Ak., CA.


Email: sofyan.uinsuka@gmail.com
Capaian Pembelajaran

Mahasiswa diharapkan bisa mempertimbangkan aspek budaya


sebagai salah satu variabel moderasi
ketika hendak mempraktikkan teori dan konsep perilaku
organisasi.
Kegiatan Belajar 1

Pengaruh Budaya Masyarakat Terhadap


Praktik Perilaku Organisasi
Manajemen dan organisasi lintas budaya

• Pelaku bisnis dengan mudah keluar masuk sebuah negara untuk


melakukan kegiatan bisnis.
• Manajemen yang selama ini menjadi andalan ketika perusahaan masih
beroperasi dalam lingkup domestik sudah seharusnya berganti menjadi
manajemen lintas budaya karena isu yang dihadapi jauh lebih kompleks.
• Para manajer juga dituntut untuk bisa membandingkan dan mengadaptasi
perilaku organisasi lintas negara dan budaya, dan yang lebih penting lagi
para manajer harus memahami dan meningkatkan kemampuan
berinteraksi dengan teman kerja, manajer, eksekutif, klien, supplier, dan
partner seantero dunia.
• Perbedaan antara organisasi berskala domestik dengan organisasi
berskala global ditentukan oleh dua faktor utama yaitu: penyebaran
wilayah geografis dan aspek multikutural
Mengapa budaya berbeda?

• Individu-individu anggota masyarakat


mengekspresikan budaya melalui nilai-
nilai yang mereka yakini tentang
kehidupan dan dunia di sekitarnya.
• Nilai-nilai tersebut akan mempengaruhi
cara mereka bersikap dan bentuk
perilaku yang dianggap tepat dan efektif
pada situasi tertentu.
• Perubahan pola perilaku individu dan
kelompok pada akhirnya akan
mempengaruhi pula budaya
masyarakat.
• Proses ini akan terus bergulir tanpa
henti meski prosesnya itu sendiri
kadang-kadang begitu lambat.
Mengapa budaya berbeda?

1. Masalah yang berkaitan dengan karakter atau sifat dasar


manusia
2. Masalah yang berkaitan dengan hubungan antara manusia
dengan alam
3. Masalah yang berkaitan dengan orientasi manusia terhadap
ruang dan waktu
4. Masalah yang berkaitan dengan orientasi manusia dalam
menjalankan aktivitas hidupnya
5. Masalah yang berkaitan dengan orientasi manusia dalam
hubungannya dengan manusia lain
Hubungan Manusia dengan Alam dan Implikasinya terhadap Praktik Manajemen
Pengaruh perbedaan budaya terhadap perilaku kerja

• Karena adanya budaya nasional


• Budaya yang tumbuh dan berkembang didalam masyarakat yang
tinggal di sebuah wilayah (negara)
• Pengertian ini menunjukkan bahwa sekelompok orang (masyarakat)
yang tinggal di sebuah negara dianggap memiliki kesamaan-
kesamaan dan tujuan publik yang sama
• Oleh karenanya di dalam masyarakat tersebut tumbuh dan
berkembang sebuah budaya yang disebut budaya nasional.
Dimensi-dimensi budaya nasional

Secara umum perbedaan nilai-nilai kerja tersebut dibedakan menjadi 4


dimensi, yakni:
1. power distance – jarak kekuasaan
2. individualism – collectivism
3. masculinity – femininity
4. uncertainty avoidance – menghindari ketidakpastian
Power Distance

• Power distance merupakan dimensi budaya nasional yang mengungkap jarak hubungan
(tingkat ketidaksetaraan) antara bawahan dengan atasan, antara seseorang dengan status
sosial lebih rendah dengan seseorang yang memiliki status sosial lebih tinggi, dan/atau
antara orang yang tidak memiliki kekuasaan dengan orang yang berkuasa.
• Oleh Hofstede, ketidaksetaraan hubungan tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu large
power distance dan small power distance.
• Large power distance  orang kecil, tidak memiliki wewenang, tidak memiliki kekuasaan,
dan tidak memiliki pengaruh menyerahkan segala urusan yang menyangkut nasib dirinya
dan kelompoknya kepada orang lain yang dianggap memiliki apa yang mereka tidak
miliki, yakni menyerahkannya kepada orang yang memiliki kedudukan dan berkuasa.
• small power distance  masyarakat yang memiliki jarak kekuasaan yang sempit (small
power distance). Karena jarak hubungan yang relatif sempit maka kedudukan antara orang
yang tidak memiliki kekuasaan dengan orang yang berkuasa relatif setara.
Power Distance
Individualism V.S. Collectivism

• Ada sekelompok masyarakat yang cenderung lebih individual, sementara kelompok


masyarakat yang lain lebih kolektif.
• Perbedaan antara masyarakat individualism dan collectivism ini tidak saja terjadi pada
masyarakat tradisional, tetapi juga pada masyarakat modern, bahkan berbeda antara
masyarakat yang tinggal di satu negara dengan negara lain.
Individualism V.S. Collectivism
Uncertainty Avoidance

• Setiap orang hampir pasti menyadari bahwa masa datang merupakan sesuatu yang
tidak diketahui (unkown), tidak bisa diprediksi (unpredictable) dan tidak
menentu/tidak pasti (uncertain)
• Meski kesadaran mereka sama, reaksi masing-masing individu terhadap
ketidaktahuan dan ketidakpastian tersebut ternyata bermacam-macam.
• Toleransi yang berbeda terhadap ketidakpastian menunjukkan bahwa reaksi terhadap
ketidakpastian (uncertainty) sesungguhnya sangat subyektif dan tidak sama antara
satu orang dengan orang lain.
• Reaksi yang timbul akibat situasi yang tidak menentu bergantung pada sejauh mana
seseorang/sekelompok orang merasa terancam.
• Secara umum, uncertainty avoidance dibedakan menjadi dua, yakni strong
uncertainty avoidance dan weak uncertainty avoidance.
Uncertainty Avoidance
Masculinity dan Femininity

• Setiap masyarakat pasti mengakui bahwa beberapa perilaku tertentu lebih cocok untuk kaum
wanita dan perilaku lainnya lebih cocok kaum pria. Akibatnya, pekerjaan atau profesi tertentu
dianggap lebih cocok untuk dikerjakan kaum pria, sementara pekerjaan/profesi lainnya dianggap
lebih cocok untuk dikerjakan kaum wanita.
• Persoalannya sekarang adalah perilaku mana yang cocok untuk pekerjaan apa sangat bergantung
pada preferensi masyarakat yang bersumber pada tata nilai mereka. Atau dengan kata lain,
perbedaan tata nilai masyarakat pada akhirnya berakibat pada perbedaan preferensi mereka
terhadap perilaku anggota masyarakatnya.
• Dalam hal ini istilah masculinity seperti dikatakan oleh Hofstede berkaitan dengan pola pikir
masyarakat yang membedakan secara tegas peran jender di mana kaum pria diharapkan lebih
asertif, kompetitif, tegas dan macho, sementara kaum wanita diharapkan lebih lunak,
memperhatikan kualitas hidup, memberi perhatian pada anak-anak dan keluarga serta lebih
peduli. Sementara itu, yang dimaksud dengan femininity adalah pola pikir masyarakat yang tidak
secara tegas membedakan peran masing-masing jender di mana baik pria maupun wanita dituntut
kompetitif, namun di saat yang sama juga diharapkan kooperatif; keduanya dituntut lebih tegas
namun juga harus bisa ngemong.
Masculinity dan Femininity
Kegiatan Belajar 2

Praktik Perilaku Organisasi dalam


Keragaman Budaya Masyarakat
Keragaman budaya: keuntungan

• Keragaman budaya ketika organisasi tersebut mengarah pada proses organisasi


yang bersifat divergen
• Bagi organisasi yang bermaksud memperluas perspektifnya, strategi, taktik atau
pendekatan baru maka keragaman budaya menjadi sumber kekuatan organisasi
• Ketika organisasi bermaksud mereposisi eksistensinya atau mereposisi
strateginya, misalnya dari bricks-and-mortar business (bisnis konvensional) ke
click-and-mortar business (bisnis berbasis internet), para manajer sangat
disarankan untuk memanfaatkan keragaman budaya
Keragaman budaya: kerugian

• Keragaman budaya akan menyebabkan masalah manakala proses organisasi


bersifat konvergen yakni ketika semua karyawan dituntut untuk berpikir dan
melakukan tindakan dengan cara yang sama
• Komunikasi dan integrasi menjadi semakin sulit kerika keragaman budaya
eksis karena masing-masing menuntut pemaknaan dan tindakan yang
konvergen
• Keragaman budaya seringkali menyebabkan dua belah pihak gagal
memperoleh pemahaman bersama – sebuah prasyarat bagi komunikasi yang
efektif; mereka juga tidak bekerja dengan cara yang sama atau irama yang
sama – sebuah prasyarat bagi berhasilnya integrasi
Keragaman budaya
Strategi mengelola keragaman budaya
Memecahkan masalah dengan sinergi budaya

• Langkah 1: menjelaskan situasi yang sedang dihadapi: Untuk menciptakan


sinergi kultural dan memecahkan persoalan yang ditimbulkan karena
keragaman budaya, langkah pertama yang harus ditempuh para manajer
adalah mengakui bahwa persoalan kultural benar-benar eksis
• Langkah 2: menginterpretasikan situasi kultural: Setelah masing-masing
pihak mengakui adanya perbedaan dan persoalan kultural, proses selanjutnya
adalah mengidentifikasi dan menginterpretasi kesamaan dan perbedaan dalam
cara berpikir, cara mengungkapkan perasaan dan cara bertindak di antara
pihak-pihak yang secara kultural berselisih
• Langkah 3: meningkatkan kreativitas kultural: Organisasi menciptakan
alternatif sinergi dengan cara mencari cara terbaik untuk memecahkan
persoalan yang melibatkan orang-orang dari kultur berbeda
Implementasi Strategi yang Melibatkan Sinergi Kultural

• Dominasi Kultural  menggunakan pendekatan


yang telah digunakan di negara asal
• Akomodasi Kultural  manajer global cenderung
melebur kedalam budaya lokal.
• Kompromi Kultural  kompromi kultural
merupakan kombinasi dari pendekatan pertama dan
kedua. Dengan menggunakan pendekatan ini berarti
kedua belah pihak mengakui eksistensi masing-
masing. Tujuannya hanya satu demi keberhasilan
kerja sama mereka.
• Penghindaran Kultural  pilihan bertindak yang
seolah-olah tidak ada perbedaan kultural atau tidak
ada konflik kultural.
• Sinergi Kultural  mengembangkan solusi baru
untuk menyelesaikan masalah dengan
memanfaatkan perbedaan kultural diantara pihak-
pihak yang terlibat tanpa harus menghilangkan
keunikan masing-masing budaya.
Komunikasi lintas budaya
Tim kerja lintas budaya
..terima kasih..

Anda mungkin juga menyukai