Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat, rahmat, karunia, taufik, serta hidayah-Nya lah. Saya dapat
menyelesaikan TUGAS PENDAHULUAN PPOT "Pemeriksaan Sistem Saraf
Motorik" dengan baik dan saya juga menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan dalam penyusunan ini. Dan tak lupa pula saya berterima kasih kepada
Physio selaku Dosen mata kuliah yang telah membantu dan membimbing saya
dalam penyusunan ini.

Saya sangat berharap bahwa protap ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan saya di dalam bidang kesehatan, serta
dapat membantu para pembaca sekalian untuk mengetahui tata cara pemeriksaan
sistem saraf motorik.

Menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan di


dalam makalah ini, baik yang saya sadari maupun tidak. Oleh karena itu, saya
sangat mengharapkan kritikan, saran, serta masukan dari para pembaca untuk
melengkapi dan memperbaiki kekurangan dan kesalahan yang ada di dalam protap
ini.

Atas kekurangan dan kesalahan yang ada di dalam protap ini saya ingin
menyampaikan permintaan maaf yang sebesar-besarnya. Serta saya ucapkan
terima kasih.

Makassar, 25 April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

B. Tujuan Pemeriksaan .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

A. Dasar Teori ................................................................................................. 3

B. Alat dan Bahan ........................................................................................... 5

C. Teknik pemeriksaan................................................................................... 5

C. Ekstremitas Superior ................................................................................. 7

D. Ektremitas Inferior .................................................................................... 8

E. Analisis Hasil Pemeriksaan ..................................................................... 10

BAB III PENGUKURAN ................................................................................... 13

BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 16

A. Kesimpulan ............................................................................................... 16

B. Saran.......................................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemeriksaan sistem motorik merupakan bagian dari pemeriksaan fisik untuk
menilai sistem neurologis, khususnya segala aktifitas susunan saraf pusat yang
diperiksa melalui kondisi dan gerakan otot. Pemeriksaan sistem motorik ini
meliputi penilaian massa otot, tonus otot, kekuatan otot, gerakan involunter otot,
dan gerakan ekstremitas.

Teknik pemeriksaan sistem motorik terbagi menjadi 3 bagian, yaitu inspeksi


(melihat postur, habitus dan gerakan involunter), palpasi, dan penilaian kekuatan
otot. Indikasi pemeriksaan sistem motorik adalah untuk mengevaluasi gangguan
fungsi sistem motorik seseorang yang disebabkan karena gangguan pada aktivitas
saraf pusat, seperti keadaan cedera kepala, cedera spinal, atau pasien dengan
gejala stroke.

Pemeriksaan sistem motorik dilakukan hanya sesuai kebutuhan kondisi pasien


berdasarkan anamnesis saat persiapan, jadi tidak semua otot tubuh yang diperiksa,
hanya pada otot atau alat gerak yang mempunyai keluhan. Hasil pemeriksaan
sistem motorik yang abnormal menandakan gangguan neuromuskular.

Penilaian kekuatan berbagai otot memerlukan pengetahuan fungsi berbagai


kelompok otot. Suatu corak gerakan volunter terdiri dari kontraksi berbagai
kelompok otot. Bila sekelompok otot terkontraksi, otot-otot antagonisnya harus
ikut berkontraksi, sehingga suatu corak gerakan selalu berarti suatu gerakan
berkombinasi.Penilaian kekuatan otot pada orang yang kooperatif dilakukan
dengan menilai tenaga pasien secara berbanding dengan tenaga si pemeriksa yang
menahan suatu corak gerakan yang dilakukan oleh pasien. Pada orang-orang
dalam keadaan tidak sadar atau tidak kooperatif penilaian tenaga dilandaskan atas
inspeksi dan observasi terhadap gerakan-gerakan yang diperlihatkan. Dalam hal
ini pengetahuan miologi dan persarafan otot skelatal masing-masing harus
dimiliki, agar mengetahui otot atau saraf motorik mana yang sedang dinilai
fungsinya. Penilaian dan penderajatan kekuatan otot masing-masing dapat

1
diselenggarakan, dimana mahasiswa yang diperiksa kekuatan ototnya dapat
menguatkan atau mengurangi kekuatan ototnya secara volunter, dan kawan
mahasiswa yang mendapat gilitan untuk melakukan tindakan pemeriksaan
motorik dapat menilai dan menderajatkan secara tepat. Dalam latihan ini si
pemeriksa harus mampu mengenal perbedaan kekuatan otot masing-masing.

B. Tujuan Pemeriksaan
1. Menilai postur dan habitus
2. Menilai kekuatan otot
3. Menilai tonus otot
4. Menilai adanya gerakan involunter

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dasar Teori
Secara anatomi sistem yang menyusun pergerakan neuromuskular tersebut
terdiri atas unsur saraf yang terdiri dari (1) Neuron tingkat atas atau ‘upper motor
neuron (UMN)’ (2) Neuron tingkat bawah atau ‘lower motor neuron (LMN)’ dan
unsur muskul/otot yang merupakan pelaksana corag gerakan yang terdiri dari (3)
Alat penghubung antara saraf dan unsur otot ‘motor end plate’ dan (4) Otot.

Gaya saraf yang disalurkan melalui lintasan-lintasan neuronal adalah potensial


aksi, yang sejak dulu dijuluki impuls dan tidak lain berarti pesan. Dan impuls
yang disampaikan tersebut menghasilkan gerak otot yang kita sebut impuls
motorik. Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik ke LMN tergolong ke
dalam kelompok UMN. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik,
kelompok UMN dibagi ke dalam susunan saraf pyramidal dan susunan saraf
ekstrapyramidal.

Sindrom upper motor neuron dijumpai jika terdapat kerusakan pada sistem
saraf pyramidal dan memiliki gejala berupa lumpuh, hipertoni, hiperrefleks, dan
klonus serta dapat ditemukan adanya refleks patologis. Sementara sindrom lower
motor neuron didapatkan jika terdapat kerusakan pada neuron motorik, neuraksis
neuron motorik (misalnya saraf spinal, pleksus, saraf perifer, myoneural junction
dan otot. Gejalanya berupa lumpuh, atoni, atrofi dan arefleksia.

Kelumpuhan bukanlah merupakan suatu gejala yang harus ada pada tiap
gangguan gerak. Pada gangguan gerak oleh kelainan di sistem ekstrapiramidal dan
serebellar, kita tidak mendapatkan kelumpuhan. Pada gangguan sistem
ekstrapiramidal didapatkan gangguan pada tonus otot, gerakan otot abnormal yang
tidak dapat dikendalikan, gangguan pada kelancaran otot volunteer dan gangguan
gerak otot asosiatif. Gangguan pada serebelum mengakibatkan gangguan gerak
berupa gangguan sikap dan tonus. Selain itu juga terjadi ataksia, dismetria, dan
tremor intensi. Tiga fungsi penting dari serebelum ialah 6 keseimbangan, pengatur
tonus otot, dan pengelola serta pengkoordinasi gerakan volunteer.

3
Pemeriksaan motorik selalu berarti pemeriksaan terhadap bagian tubuh kedua
sisi. Ini berarti bahwa kekuatan otot pun dinilai secara banding antara kedua
sisi.Dalam melakukan penderajatan dapat digunakan 4 metode yang sedikit
berbeda :
a. Gerakankan salah satu bagian anggota gerak. Metoda ini mudah
dimengerti oleh penderita dan tidak sulit untuk dilaksanakan pasien
yang mempunyai kekurangan tenaga yang ringan.
b. Penderita diminta untuk menggerakan bagian anggota geraknya
dan si pemeriksa menahan gerakan yang akan dilaksanakan pasien
itu. Metode ini lebih cocok untuk memeriksa pasien dengan
kekuarangan tenaga yang ringan sampai sedang.
c. Penderita diminta untuk melakukan gerakanke arah yang melawan
gaya tarik bumi dan mengarah kejurusan gaya tarik bumi. Metode
ini cocok untuk menilai tenaga otot yang sangat kurang.
d. Penilaian dengan jalan inspeksi dan palpasi gerakan otot. Metode
ini diterapkan jika metoda a dan b kurang cocok untuk
diselenggarakan, misalnya menilai kekuatan otot maseter atau otot
temporalis.

Penderajatan kekuatan otot diterapkan sebagai berikut :

Kekuatan berderajat 0 atau dalam presentasi kekuatan ialah 0%, jika tidak
timbul kontraksi otot dalam usaha untuk mengadakan gerakan volunter. Jika
terdapat sedikit kontraksi, maka derajatnya ialah 1 (= 10%). Apabila terdapat
hanya jika gaya tarik bumi tereleminasi, maka derajat kekuatan otot ialah 2 (=
25%). Dalam hal ini dapat diberi contoh otot-otot fleksor lengan bawah yang
dapat menekukkan lengan di sendi siku hanya apabila lengan bawah sudah
bersudut 900terhadap lengan atas pada pasien yang diperiksa dalam posisi
telentang. Derajat tenaga otot adalah 3 (= 50%) apabila gerakan volunter melawan
gaya tarik bumi dapat dilakukan secara penuh namun tanpa penahan. Bila dengan
penahan sedang, gerakan volunter masih dapat dilakukan, maka derajat kekuatan
otot ialah 4 (= 75%). Apabila gerakan volunter melawan gaya tarik bumi dan
dengan penahanan penuh masih dapat dilakukan,maka kekuatan otot itu berderajat

4
5 (= 100%)Di klinik penilaian kekuatan otot masing-maisng dimulai terlebih
dahulu dengan penelitian gerakan volunter serta kekuatan secara menyeluruh dan
umum. Dengan menahan gerakan-gerakan tersebut dapat diperoleh kesan
mengenai paresis seperti halnya dalam hemiparesis atau paraparesis. Setelah itu
barulah penilaian kekuatan otot masing-maisng dapat dilakukan, terutama apabila
terdapat paresis yang bersifat fokal segmental, seperti pada berbagai kelumpuhan
LMN (Lower Motor Neuron)akibat lesi di saraf tepi.

B. Alat dan Bahan


1. Handscoon
2. Kertas
3. Pulpen
4. Masker
5. Palu refleks
6. Garpu tala
7. Kapas/tissu
8. Kopi/teh sedikit saja
9. Gula sedikit saja
10. Boneka yang memiliki tangan dan kaki

C. Teknik pemeriksaan
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan.
3. Cuci tangan sebelum melakukan prosedur pemeriksaan.
4. Inspeksi:
a. Minta pasien berdiri dengan santai.
b. Nilai postur tubuh pasien dan kontur otot. Amati tanda-tanda
adanya hipertrofi maupun atrofi otot.
c. Nilai adanya gerakan involunter seperti tremor, fasikulasi dan
gerakan koreiform.
5. Penilaian tonus otot:
a. Persiapkan pasien dalam posisi berbaring, se-rileks mungkin.

5
b. Pegang lengan pasien dengan menempatkan tangan pemeriksa
disekitar pergelangan tangan pasien (hanya di sendi siku dan
lutut;sendi-sendi besar). Siku dalam keadaan menempel pada meja
periksa.
c. Tempatkan jari-jari pemeriksa pada tendon biceps.
d. Fleksi dan ekstensikan sendi siku beberapa kali.
e. Nilai tonus otot-otot lengan atas pasien dan bandingkan kanan dan
kiri.
f. Nilai juga tonus otot-otot tungkai atas dengan fleksi dan ekstensi
secara pasif sendi panggul dan lutut.
6. Penilaian kekuatan otot:
a. Untuk menilai kekuatan otot, pasien harus mengkontraksikan
ototnya secara maksimal.
b. Coba untuk membuat tahanan terhadap otot yang diperiksa dengan
menggunakan tangan pemeriksa.
c. Saat menilai kekuatan otot pasien, coba untuk membuat
perbandingan dengan kekuatan pemeriksa.
d. Buat penilaian semi kuantitatif berdasarkan skala 0-5.
e. Interpretasi: Kekuatan otot dinilai dalam derajat :
Derajat Keterangan
5 Kekuatan normal Seluruh gerakan dapat dilakukan
berulang-ulang tanpa terlihat adanya kelelahan
4 Seluruh gerakan otot dapat dilakukan dengan benar dan
dapat melawan tahan ringan dan sedang dari pemeriksa
3 Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat
2 Di dapatkan gerakan tetapi gerakan ini tidak mampu
melawan gaya berat (gravitasi)
1 Kontraksi minimal dapat terasa atau teraba pada otot yang
bersangkutan tanpa mengakibatkan gerakan
0 Tidak ada kontraksi sama sekali. Paralisis total

6
C. Ekstremitas Superior
1. M. serratus anterior
a. Pasien berdiri dengan kedua tangan diregangkan dan disandarkan pada
dinding. Tinggi tangan yang menempel pada dinding kurang lebih
sejajar dengan bahu.
b. Minta pasien mendorong tembok. Nilai kekuatan ototnya, bandingkan
kanan dan kiri.

2. M. deltoideus
a. Minta pasien untuk mengekstensikan kedua lengannya ke arah
samping dan minta ia untuk mempertahankan posisi tersebut.
b. Pemeriksa mencoba menekan kedua lengan pasien ke bawah dan nilai
kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.Nskdsakdsadka

3. M. biceps brachii
a. Minta pasien memfleksikan sendi sikunya dengan maksimal ke arah
bahu, dengan posisi supinasi lengan bawah.
b. Pemeriksa mencoba meluruskan lengan pasien dan nilai kekuatan
ototnya, bandingkan kanan dan kiri.

4. M. triceps brachii
a. Minta pasien mengekstensikan maksimal lengannya pada sendi siku.
b. Pemeriksa mencoba menekuk lengan pasien pada sendi siku, nilai
kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.

5. Muskulus-muskulus ekstensor pergelangan tangan


a. Minta pasien untuk mengekstensikan pergelangan tangannya dengan
pronasi lengan bawah.
b. Pemeriksa mencoba memfleksikan pergelangan tangan, nalai kekuatan
ototnya, bandingkan kanan dan kiri.

7
6. Muskulus-muskulus fleksor pergelangan tangan
a. Minta pasien meletakkan lengan bawahnya diatas meja pada posisi
supinasi dan fleksi pada sendi pergelangan tangan.
b. Pemeriksa mencoba mengekstensikan pergelangan tangan pasien, nilai
kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.

7. Muskulus-muskulus fleksor jari


a. Minta pasien untuk menggenggam jari pemeriksa sekuatnya.
b. Pemeriksa mencoba melepaskan jari-jarinya dan nilai kekuatan
ototnya, bandingkan kanan dan kiri

8. Muskulus-muskulus ekstensor jari


a. Minta pasien meluruskan sendi-sendi jari tangannya.
b. Pemeriksa mencoba memfleksikan sendi-sendi jari pasien dan nilai
kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.

9. M. opponens pollicis
a. Minta pasien untuk menautkan ujung jempol dan ujung kelingkingnya
sehingga membentuk lingkaran.
b. Pemeriksa mencoba melepaskan lingkaran tersebut dengan jarinya, nilai
kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.

10. Muskulus-muskulus interoseus


a. Minta pasien untuk mengekstensikan seluruh jarinya dan regangkan.
b. Pemeriksa melakukan hal yang sama dan menempatkan jari-jarinya
diantara jari-jari pasien.
c. Minta pasien untuk merapatkan jari-jarinya sekuatnya.
d. Nilai kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.

D. Ektremitas Inferior
1. M. gluteus medius dan m. gluteus minimus
a. Minta pasien untuk berdiri tegak.

8
b. Amati apakah tubuh bagian atas pasien terlihat membungkuk.
c. Amati apakah pasien dapat mempertahankan pelvis pada posisi sejajar
garis horizontal.

2. M. iliopsoas
a. Minta pasien berbaring di meja periksa dengan posisi sendi panggul
fleksi maksimal.
b. Pemeriksa mencoba meluruskan sendi panggul pasien dan nilai
kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.

3. M. quadricep
a. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
b. Tempatkan tangan kanan pemeriksa pada pergelangan kaki kanan
pasien yang sedang dalam posisi lurus, angkat sedikit kaki pasien.
c. Letakkan tangan kiri pemeriksa dibawah kaki kanan pasien tepat
melewati bawah lutut dan pegang lutut kaki kiri pasien.
d. Tangan kanan pemeriksa mencoba untuk menekuk sendi lutut kanan
pasien dan nilai kekuatan ototnya.
e. Lakukan prosedur yang sama untuk kaki sebelah kiri dan bandingkan
kekuatannya.

4. M. femoral adductor
a. Pasien berbaring dengan posisi fleksi pada sendi panggul dan lutut.
Rapatkan kedua lutut.
b. Pemeriksa mencoba memisahkan kedua lutut pasien dan nilai
kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.

5. M. hamstrings
a. Pasien berbaring dengan posisi fleksi pada sendi panggul dan fleksi
maksimal pada sendi lutut sehingga tumit pasien menyentuh paha atas.
b. Pemeriksa mencoba mengekstensikan sendi lutut pasien dan nilai
kekuatannya, bandingkan kanan dan kiri.

9
6. M. tibialis anterior dan m. extensor digitorum
a. Pasien berbaring dengan posisi kedua tungkai ekstensi. Minta pasien
untuk menarik telapak kakinya ke arah kranial sehingga fleksi pada
sendi pergelangan kaki (dorso fleksi).
b. Pemeriksa mencoba mendorong kaki pasien menjauhi tubuh dan nilai
kekuatannya, bandingkan kanan dan kiri.
7. M. gastrocnemius
a. Pasien berbaring dengan posisi kedua tungkai ekstensi. Minta pasien
untuk meluruskan telapak kakinya seperti menginjak rem (plantar
fleksi).
b. Pemeriksa mencoba mendorong kaki pasien mendekati tubuh dan nilai
kekuatannya, bandingkan kanan dan kiri.

8. M. peroneal
a. Tangan pemeriksa diletakkan di sisi luar kaki pasien sejajar jari
kelingking.
b. Minta pasien mendorong tangan pemeriksa sekuatnya dan nilai
kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.

9. M. extensor hallucis longus


a. Tangan pemeriksa diletakkan di sisi dalam kaki pasien sejajar jempol.
b. Minta pasien mendorong tangan pemeriksa sekuatnya dan nilai
kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.

10. M. flexor hallucis longus


a. Minta pasien untuk memfleksikan kedua jempol kakinya.
b. Pemeriksa mencoba meluruskan kedua jempol pasien dan nilai
kekuatan ototnya, bandingkan kanan dan kiri.

E. Analisis Hasil Pemeriksaan


a. Atrofi otot dapat ditemukan pada :
• Penyakit kronis dan malnutrisi

10
• Penyakit muskular
• Setelah terjadi kerusakan saraf perifer
• Setelah kerusakan traktus kortikospinal

Bentuk atrofi dapat berupa:

• Atrofi asimetris terjadi pada contohnya mononeuropathy


• Atrofi simetris terjadi pada contohnya penyakit muskular.
1. Gerakan involunter:
➢ Fasikulasi merupakan kontraksi otot yang tidak beraturan.
Kadaan ini dapat mengindikasikan adanya lesi motor neuron
(contohnya polimielitis, amyotrophic lateral sclerosis) namun
dapat juga tidak memiliki makna patologis.
➢ Tremor merupakan gerakan involunter yang relatif berirama,
yang kurang lebih dapat dibagi menjadi tiga kelompok:
▪ Resting (Static) Tremors Tremor ini paling mencolok
saat istirahat dan dapat berkurang atau menghilang
dengan adanya pergerakan.
▪ Postural Tremors Tremor ini terlihat saat bagian yang
terkena aktif menjaga postur. Contohnya tremor pada
hipertiroid dan tremor pada kecemasan atau kelelahan.
Tremor ini dapat memburuk bila bagian yang terkena
disengaja untuk mempertahankan suatu postur tertentu.
▪ Intention Tremors Merupakan tremor yang hilang saat
istirahat dan timbul saat aktivitas dan semakin
memburuk bila target yang akan disentuh semakin dekat.
Penyebabnya antara lain gangguan jaras serebelar seperti
pada multiple sclerosis.
➢ Tick , merupakan gerakan yang singkat, berulang, stereotip,
gerakan terkoordinasi yang terjadi pada interval yang tidak
teratur. Contohnya termasuk berulang mengedip, meringis, dan
mengangkat bahu bahu. Penyebab termasuk sindrom dan obat-
obatan seperti Tourette, fenotiazin dan amfetamin.

11
➢ Chorea, gerakan Choreiform merupakan gerakan yang singkat,
cepat, tidak teratur, dan tak terduga. Terjadi saat istirahat atau
mengganggu gerakan terkoordinasi normal. Tidak seperti tics,
chorea jarang berulang. Wajah, kepala, lengan bawah, dan
tangan sering terlibat. Penyebabnya termasuk chorea Sydenham
(dengan demam rematik) dan penyakit Huntington.
➢ Athetosis Gerakan Athetoid lebih lambat dan lebih memutar dan
menggeliat dibandingkan gerakan choreiform, dan memiliki
amplitudo yang lebih besar. Paling sering melibatkan wajah dan
ekstremitas distal. Athetosis sering dikaitkan dengan spastisitas.
Penyebabnya antara lain cerebral palsy.
2. Penilaian tonus otot :
➢ Rigiditas: adanya tahanan pada seluruh pergerakan. Kondisi ini
menandakan adanya keterlibatan sistem ekstrapiramidal.
➢ Spastisitas: adanya tahanan pada bagian tertentu dari suatu
gerakan, letaknya dapat bervariasi. kondisi ini menandakan
adanya keterlibatan jaras kortikospinal (sistem piramidal).
➢ Hipotonia: pada keadaan relaksasi pun biasanya otot teraba
sedikit berkontraksi. Namun konduksi sensoris ke otot dapat
terganggu, misalnya pada kerusakan saraf tepi yang berat atau
kerusakan akut jalur kortikospinal, sehingga tonus otot dapat
menghilang.

12
BAB III
PENGUKURAN
Nama :

Usia :

Tanggal Pemeriksaan :

Nama Otot Pemeriksaan Ket/Derajat/Niai

Ukuran Otot
M. serratus anterior
Tonus Otot

Kekuatan Otot

Ukuran Otot
M. deltoideus
Tonus Otot
Kekuatan Otot
Ukuran Otot
M. biceps brachii
Tonus Otot
Kekuatan Otot
Ukuran Otot
M. triceps brachii
Tonus Otot
Kekuatan Otot
Muskulus-muskulus Ukuran Otot
ekstensor pergelangan Tonus Otot
tangan
Kekuatan Otot

Muskulus-muskulus fleksor Ukuran Otot


pergelangan tangan Tonus Otot
Kekuatan Otot
Muskulus-muskulus fleksor Ukuran Otot
jari Tonus Otot
Kekuatan Otot
Muskulus-muskulus Ukuran Otot

13
ekstensor jari Tonus Otot
Kekuatan Otot
Ukuran Otot
M. opponens pollicis
Tonus Otot
Kekuatan Otot
Muskulus-muskulus Ukuran Otot
interoseus Tonus Otot
Kekuatan Otot
M. gluteus medius dan m. Ukuran Otot
gluteus minimus Tonus Otot
Kekuatan Otot
Ukuran Otot
M. iliopsoas
Tonus Otot
Kekuatan Otot
Ukuran Otot
M. quadricep
Tonus Otot
Kekuatan Otot
Ukuran Otot
M. femoral adductor
Tonus Otot
Kekuatan Otot
Ukuran Otot
M. hamstrings
Tonus Otot
Kekuatan Otot
M. tibialis anterior dan m. Ukuran Otot
extensor digitorum Tonus Otot
Kekuatan Otot
Ukuran Otot
M. gastrocnemius
Tonus Otot
Kekuatan Otot
M. peroneal Ukuran Otot
Tonus Otot

14
Kekuatan Otot
Ukuran Otot
M. extensor hallucis longus
Tonus Otot
Kekuatan Otot
Ukuran Otot
M. flexor hallucis longus
Tonus Otot
Kekuatan Otot

15
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Segala aktifitas susunan saraf pusat yang dilihat, didengar dan direkam
dan yang diperiksa adalah berwujud Gerakan pada otot. Otot-otot skeletal
dan neuron-neuron yang menyusun susunan neuromuskular volunter
adalah sistem yang mengurus dan sekaligus melaksanakan gerakan yang
dikendalikan oleh kemauan. Sebagian besar manifestasi kelainan saraf
bermanifestasi dalam gangguan gerak otot. Manifestasi obyektif inilah
yang merupakan bukti nyata adanya suatu kelainan atau penyakit.
Pemeriksaan saraf motorik dilakukan agar mngetahui menilai postur dan
habitus, menilai kekuatan otot, menilai tonus otot, dan menilai adanya
gerakan involunter

B. Saran
Dalam protap ini memuat informasi mengenai pemeriksaan saraf motorik.
Namun protap ini tetap tidak dapat dikatakan sempurna. Oleh karena itu,
diharapkan para pembaca yang menemukan kesalahan-kesalahan dalam
protap ini dapat memberikan masuk berupa masukan, saran, dan kritikan yang
dapat memperbaiki protap ini. Untuk menjadi lebih baik lagi kedepannya
dalam penyusunan protap selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Dokter, B., Fasilitas, D. I., & Primer, K. (n.d.). Panduan ketrampilan klinis.

Primitif, P. D. A. N. (2017). CLINICAL SKILL LAB IV PEMERIKSAAN SISTEM


MOTORIK DAN REFLEKS. 0–24.

http://repository.unand.ac.id/23851/4/Penuntun%20KK%20Blok%203.3-
2016%20-%20OK.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai