SDH Tinjauan Pustaka Ni Putu Gita Raditya Sanjiwani 2002612038-Dikonversi
SDH Tinjauan Pustaka Ni Putu Gita Raditya Sanjiwani 2002612038-Dikonversi
Oleh :
Ni Putu Gita Raditya Sanjiwani (2002612038)
Pembimbing
dr. Dewa Gde Mahiswara Sudiatmika, Sp. Rad
i
KATA PENGATAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia-Nya, Tinjauan Pustaka dengan judul “Gambaran Radiologis subdural
hemorage” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tinjauan Pustaka ini
disusun sebagai salah satu prasyarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya
(KKM) di Departemen/ KSM Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar.
Semua tahapan penyusunan Tinjauan Pustaka ini dapat diselesaikan
dengan sebaik-baiknya berkat dukungan berbagai pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Firman Parulian Sitanggang, Sp. Rad (K) RI, M.Kes, selaku ketua
Departemen/ KSM Radiologi FK Unud/ RSUP Sanglah Denpasar yang
telah memfasilitasi dan memberikan penulis kesempatan selama proses
pembelajaran di bagian ini;
2. dr. Dewa Gde Mahiswara Sudiatmika, Sp. Rad selaku Koordinator
Pendidikan Departemen/ KSM Radiologi FK Unud/ RSUP Sanglah
Denpasar yang telah memberikan kesempatan dan membantu penulis
selama proses pembelajaran di bagian ini;
3. dr. Dewa Gde Mahiswara Sudiatmika, Sp. Rad selaku dokter pembimbing
dalam penyusunan laporan Tinjauan Pustaka yang telah memberikan
saran dan masukan dalam penyempurnaan tugas ini;
4. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan laporan ini.
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
dalam rangka penyempurnaan Tinjauan Pustaka ini. Akhir kata, semoga Tinjauan
Pustaka ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Semoga Tuhan Yang
Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah
membantu pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM..................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 LatarBelakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3 Tujuan.............................................................................................................3
1.4 Manfaat...........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................4
2.2 Anatomi...........................................................................................................4
2.2 Definisi............................................................................................................5
2.3 Epidemiologi....................................................................................................7
2.4 Patofisiologi.....................................................................................................7
2.5 Mekanisme Cidera...........................................................................................8
2.6 Pemeriksaan Umum.........................................................................................9
2.6.1 Anamnesis.............................................................................................9
2.6.2 Pemeriksaan Fisik..................................................................................9
2.7 Pemeriksaan Radiologi..................................................................................11
2.7.1 Foto Polos...........................................................................................11
2.7.2 CT Scan...............................................................................................12
2.7.3 MRI.....................................................................................................14
2.8 Subdural Hematoma Akut.............................................................................15
2.8.1 Gejala Klinis Subdural Hematoma Akut..........................................15
2.8.2 Diagnosis.............................................................................................16
2. 9 Subdural Hematoma Kronis.......................................................................18
2. 9.1 Gejala Klinis.......................................................................................19
2. 9.2 Diagnosis............................................................................................21
2.10 Perbedaan SDH dengan EDH......................................................................24
2.11 Diagnosis Banding....................................................................................24
2.12 Tatalaksana................................................................................................24
2.12.1 Dekompresi Bedah..............................................................................25
2.12.2 Perawatan Praoperasi.........................................................................25
2.13 Prognosis.....................................................................................................26
BAB III Simpulan..........................................................................................27
3.1 Kesimpulan..................................................................................................27
3.2 Saran.............................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................28
DAFTAR TABEL
Halaman
Halaman
PENDAHULUAN
1
1
menyebabkan terjadinya subdural hematoma atraumatik. Dehidrasi hiponatremik dan
trombosis sinus vena dural jarang menyebabkan terjadinya subdural hematoma.
Untuk menegakkan diagnosis subdural hematoma, maka perlu dilakukan
pemeriksaan radiologi, pencitraan subdural hematoma melalui radiologis telah
berkembang secara signifikan. Sebelum adanya teknik cross-sectional modern, seperti
computed tomography (CT) dan MRI, radiografi patologi intrakranial umumnya
mengandalkan distorsi struktur normal untuk menunjukkan intrakranial. 5 Teknik awal
termasuk pemeriksaan foto film polos, ventrikulografi, pneumoensefalografi, dan
angiografi kateter memiliki keterbatasan dalam evaluasi parenkim otak dan struktur
sekitarnya karena resolusinya dalam menilai jaringan lunak yang buruk. Oleh karena
itu, struktur intrakranial, termasuk parenkim otak dan ventrikel, memiliki kepadatan
yang sama pada radiografi film polos yang menyebabkan evaluasi untuk perdarahan
intrakranial, tumor, dan patologi intrakranial lainnya tidak mungkin untuk
divisualisasikan. 6
Dengan pengecualian radiografi film biasa, tes ini umumnya invasif. Misalnya,
ventrikulografi melibatkan pengeboran pada osteopit dan langsung memasukan udara
ke dalam ventrikel. Pneumoencephalography juga mengandalkan prinsip yang sama,
meskipun udara dimasukkan ke dalam ruang subarachnoid tulang belakang
dibandingkan dimasukan langsung ke ventrikel. Kedua teknik mengandalkan
radiografi film polos dan tomografi untuk mengevaluasi ventrikel untuk menentukan
ketidakteraturan kontur ventrikel untuk menunjukkan lesi. Kedua teknik tersebut
memiliki tingkat komplikasi yang tinggi, dan termasuk sakit kepala, leher kaku,
meningitis/ventrikulitis, dapat mengalami perubahan tingkat kesadaran, takikardia,
dan tanda-tanda neurologis fokal. 7,8 Untuk alasan ini, penelitian berulang sering
tidak dilakukan mengingat tingkat ketidaknyamanan dan risiko yang akan
ditimbulkan pada pasien, yang membatasi evaluasi perkembangan penyakit dari
waktu ke waktu.
Meskipun angiografi kateter menggambarkan pembuluh darah serebral dengan
sangat rinci, tetapi hal itu dapat meningkatkan risiko substansial, hal ini dikarenakan
resolusi jaringan lunak yang rendah secara inheren, dan juga mengandalkan distorsi
atau perpindahan pembuluh darah otak untuk menunjukkan lesi yang menempati
2
ruang
3
yang mendasarinya. CT dan MRI telah menggantikan prosedur lain dan dianggap
paling baik untuk mengevaluasi patologi intrakranial karena kemudahan penggunaan,
resolusi jaringan lunak yang luar biasa, keamanan, dan ketersediaan.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran radiologi
melalui pemeriksaan CT dan MRI dari subdural hematoma. Dalam tinjauan ini akan
dibahas mengenai kesesuaian temuan klinis, dan temuan patologis melalui
pemeriksaan CT ataupun MRI.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan tinjauan pustaka ini adalah untuk mengetahui
bagaimana garmabran radiologis pada subdural hematom.
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan diatas, diharapkan tinjauan pustaka ini dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak yang berkepentingan untuk menambah pengetahuan tentang poliatritis
nodusa sehingga nantinya dapat mengidentifikasi, serta menangani sindroma klinis
yang terjadi pada pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Rambut, kulit, dan tulang merupakan pelindung yang membungkus otak saat
terjadi trauma. Tanpa adanya perlindungan tersebut, maka otak akan mudah untuk
terkena trauma dan mengalami kerusakan. Apabila terjadi kerusakan pada neuron
maka neuron tidak akan dapat diperbaiki kembali. Tepat diatas tengkorak terdapat
jaringan fibrosa padat, yang dapat digerakkan secara bebas, dan jaringan ini
membantu menyerap kekuatan trauma eksternal yang disebut dengan galea
aponeurotica. Terdapat suatu lapisan lemak dan membran dalam yang mengandung
pembuluh darah besar di antara kulit dan galea. Apabila terjadi robekan, pembuluh
ini akan sulit untuk mengalami vasokontriksi dan hal ini dapat menyebabkan
terjadinya kehilangan darah dalam jumlah yang bermakna pada pasien dengan
laserasi kulit kepala.9
Duramater
Dura kranialis atau yang dikenal juga dengan pachymeninx merupakan fibrosa
yang kuat yang terdiri dari meningeal dan periostal. Kedua lapisan dural
umumnya bersatu, namun pada beberapa tempat seperti sinus venosus kedua
lapisan dural harus berpisah.
Arachnoid
Arachnoid terdapat pada permukaan dalam dura dan dipisahkan oleh suatu
spatium subdural. Arachnoid menutupi spatium subarachnoideum yang
menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke
piamater oleh trabekulae dan septa yang membentuk suatu anyaman padat dan
menjadi rongga-rongga yang berhubungan.
4
4
Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penghubung yang tipis yang menutupi
permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissuredan sekitar
pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure
transversalis di bawah corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela
choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim
dan pembuluh- pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus
choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap
dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.10
2.2 Definisi
Subdural hematoma (SDH) merupakan suatu kondisi dimana adanya
akumulasi darah diantara duramater dengan arachnoid. Bridgingvein merupakan vena
yang paling umum untuk mengalami pendarahan subdural hematoma, hal ini
dikarenakan adanya tarikan ketika terjadi perpindahan atau pergeseran rotatorik pada
otak. Subdural hematoma sering terjadi pada permukaan hemisferium lateral dan
atas serta di daerah temporal, sesuai dengan distribusi dari bridging vein 11
5
Pada subdural hematoma, darah yang terkumpul hanya 100 -200 cc hal ini
dikarenakan perdarahan berasal dari vena. Perdarahan vena umumnya dapat berhenti
karena tamponade hematom itu sendiri. 5-7 hari setelahnya, hematom mulai
mengalami reorganisasi dan akan selesai dalam waktu 10-20 hari. Darah yang diserap
akan meninggalkan jaringan yang kaya akan pembuluh darah. Dari hal tersebut akan
timbul perdarahan kecil, dimana hal ini akan menimbulkan hiperosmolalitas hematom
subdural sehingga perdarahan kecil terulang kembali serta terjadinya pembentukan
kantong subdural yang berisi dengan cairan serta sisa darah (higroma).12
Subdural hematoma terjadi tidak hanya pada pasien dengan cedera kepala berat
tetapi juga pada pasien dengan cedera kepala ringan, terutama mereka yang berusia
lanjut atau yang menerima antikoagulan. Subdural hematoma juga dapat terjadi
secara spontan atau disebabkan oleh suatu prosedur, seperti pungsi lumbal. Tingkat
mortalitas dan morbiditas bisa tingg. Hematoma subdural biasanya dicirikan
berdasarkan ukuran dan lokasinya serta jumlah waktu yang telah berlalu sejak usia
kejadian pemicu (yaitu, apakah akut, subakut, atau kronis). Ketika peristiwa pemicu
tidak diketahui, penampilan hematoma pada neuroimaging dapat membantu
menentukan kapan hematoma terjadi. Faktor-faktor ini, serta kondisi neurologis dan
medis pasien, menentukan jalannya pengobatan dan juga dapat mempengaruhi
hasilnya. Umumnya, hematoma subdural akut berumur kurang dari 72 jam dan
hiperdens dibandingkan dengan otak pada scan computed tomography. Fase subakut
dimulai 3-7 hari setelah cedera akut. Subdural hematoma kronis berkembang
selama berminggu-minggu dan hipodens dibandingkan dengan otak.13 Namun,
hematoma subdural dapat bersifat campuran, seperti ketika perdarahan akut telah
terjadi menjadi hematoma subdural kronis. Presentasi klinis sangat bervariasi pada
subdural hematoma akut . Banyak dari pasien mengalami koma saat masuk rumah
sakit. Banyak dari pasien ini memiliki lesi massa intrakranial. Dalam sejumlah besar
pasien yang mengalami hematoma intrakranial yang membutuhkan dekompresi
darurat, lebih dari setengahnya memiliki interval jernih dan mampu berbicara antara
waktu cedera dan kerusakan selanjutnya. 14,15
2.3 Epidemiologi
Subdural hematoma akut terjadi pada 5-25% pasien dengan cedera kepala berat.
Insiden tahunan hematoma subdural kronis dilaporkan mencapai 1-5,3 kasus per
100.000 penduduk. Studi terbaru menunjukkan insiden yang terjadi lebih tinggi, hal
ini dikaitkan dengan teknik pencitraan yang lebih baik sehingga mempermudah
diagnosis subdural hematoma. 16 Adanya perbedaan terkait usia dan jenis kelamin
dalam insiden dimana secara keseluruhan, subdural hematoma umumnya terjadi
pada pria daripada wanita, dengan rasio pria-wanita sekitar 3:1. Pria juga memiliki
insiden subdural hematoma kronis yang lebih tinggi. Rasio pria-wanita dalam
kejadian tersebut yaitu 2:1.. Satu studi retrospektif melaporkan bahwa 56% kasus
terjadi pada pasien pada dekade kelima dan keenam, studi lain mencatat bahwa
lebih dari setengah dari total kasus secara keseluruhan kasus subdural hematoma
terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 60 tahun. Insiden tertinggi tercatat dengan
terjadinya 7,35 kasus per 100.000 penduduk, hal ini terjadi pada orang tua yang
berusia 70-79 tahun.17
2.4 Patofisiologi
Mekanisme yang biasa menyebabkan subdural hematoma akut adalah adanya
high force injury pada tengkorak. Hal ini akan menyebabkan terjadinya robekan
pada pembuluh darah. Seringkali, pembuluh darah yang robek adalah vena yang
menghubungkan permukaan kortikal otak ke sinus dural (bridging veins). Pada
orang tua, bridging veins sudah meregang akibat adanya atrofi otak (penyusutan
yang terjadi seiring bertambahnya usia). Atau, pembuluh kortikal, baik vena atau
arteri kecil, dapat rusak oleh karena adanya cedera langsung atau laserasi. Subdural
hematoma akut karena ruptur arteri kortikal terjadi akibat adanya cedera kepala
ringan, dan tanpa disertai dengan kontusio serebral terkait. Dalam satu penelitian,
arteri kortikal yang pecah ditemukan berada di sekitar fisura sylvian.18
Trauma kepala juga dapat menyebabkan hematoma atau kontusio otak, perdarahan
subarachnoid, dan cedera aksonal difus. umumnya, perdarahan vena tekanan rendah
dari bridging vein membedah arachnoid jauh dari dura, dan lapisan darah keluar
sepanjang konveksitas serebral. Cedera serebral terjadi akibat adanya tekanan
langsung, peningkatan tekanan intrakranial (TIK), atau gangguan intraparenkim
terkait. Pada fase subakut, darah beku mencair. Kadang-kadang, lapisan elemen
seluler dapat muncul pada pencitraan CT seperti hematokrit. Pada fase kronis,
elemen seluler telah hancur, dan kumpulan cairan serosa tetap berada di ruang
subdural. Dalam kasus yang jarang terjadi, kalsifikasi dapat berkembang. 19 Penyebab
subdural hematoma yang jauh lebih jarang adalah koagulopati dan ruptur aneurisma
intrakranial. Subdural hematoma dapat disebabkan oleh tumor intrakranial.
Adanya cedera otak primer yang terkait dengan subdural hematoma memainkan
peran utama dalam meningkatkan kejadian kematian. Namun, sebagian besar
subdural hematoma diperkirakan terjadi akibat adanya robeknya vena penghubung,
seperti yang dinilai dengan pembedahan atau otopsi. Lebih lanjut, tidak semua
kejadian subdural hematoma berhubungan dengan adanya cedera parenkim difus.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, banyak pasien yang mengalami lesi ini dapat
berbicara sebelum kondisinya memburuk.20
Subdural hematoma yang minimal (small SDH) dapat berbaur dengan gambaran
tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan CT window width.
Pergeseran garis tengah (midline shift) akan tampak pada subdural hematoma dengan
lesi yang sedang atau besar volumenya. 30 Bila tidak ada midline shift harus dicurigai
adanya massa kontralateral dan bila midline shift hebat harus dicurigai adanya
edema serebral yang mendasarinya. SDH akut dapat terjadi juga sepanjang falx atau
tentorium seperti gambar di bawah ini :
Gambar 13
Gambar 14
MRI axial T1 SDH Kronik
MRI axial T2 SDH kronik
2.11Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari subdural hematomatraumatik akut sama dengan setiap
lesi massa intrakranial traumatis, kondisi tersebut termasuk hematoma intraserebral
dan memar. Karena perjalanan dan presentasinya yang bervariasi, termasuk
jarangnya riwayat trauma kepala, sebanyak 72% kasus hematoma subdural kronis
salah didiagnosis pada era pre-computed tomography (CT).40 Sebelum ketersediaan
CT, kesalahan diagnosis umum termasuk yang berikut: demensia, stroke, serangan
iskemik sementara, tumor, perdarahan subarachnoid, meningitis. Adapun diagnosis
banding dari subdural hematoma yaitu perdarahan subarachnoid, hematoma
epidural, syok hemoragik, stroke iskemik dan meningitis.
2.12Tatalaksana
Seperti halnya pasien trauma, tahap awal dimulai dengan ABC (jalan napas,
pernapasan, sirkulasi). Semua pasien dengan skor Glasgow Coma Scale (GCS)
kurang dari 8 harus diintubasi untuk perlindungan jalan napas. Meskipun evakuasi
hematoma dengan pembedahan dilakukan segera, pasien dengan subdural hematoma
akut sering
memiliki prognosis yang buruk karena terkait dengan adanya cedera otak yang
mendasari. Pasien sering memerlukan perawatan intensif pasca operasi untuk
pernapasan yang bergantung pada ventilator, kontrol tekanan darah yang ketat, dan
kontrol terhadap hipertensi intrakranial.41 Mekanisme, patofisiologi yang tepat, dan
pengobatan yang optimal untuk subdural hematoma kronis masih belum ditentukan
secara pasti. Saat memutuskan apakah akan melakukan operasi, pertimbangkan
prognosis pasien. Idealnya adalah memaksimalkan kemungkinan alokasi sumber daya
yang tepat dan, yang lebih penting, memungkinkan konseling keluarga yang tepat;
perlu diingat bahwa tidak ada metode penilaian prognosis yang 100% akurat.
Konsultasikan dengan ahli bedah saraf segera setelah diagnosis dicurigai dan mulai
transfer jika fasilitas lain diperlukan untuk diagnosis atau manajemen.42
2.13Prognosis
Mortalitas yang terkait dengan subdural hematoma akut telah dilaporkan berkisar
antara 36-79%. Banyak yang selamat namun tidak mendapatkan kembali fungsi
sebelumnya, terutama setelah subdural hematoma akut yang cukup parah sehingga
memerlukan drainase bedah. Usia lebih muda dari 40 tahun dikaitkan dengan
tingkat kematian 20%, sedangkan usia 40-80 tahun dikaitkan dengan tingkat
kematian 65%. Usia yang lebih tua dari 80 tahun membawa angka kematian sebesar
88%. Prognosis akhir terkait dengan jumlah kerusakan otak langsung yang terkait
dan kerusakan akibat efek massa hematoma. Subdural hematoma akut sederhana
(yaitu, tanpa cedera parenkim) menyumbang sekitar setengah dari semua kasus dan
berhubungan dengan tingkat kematian sekitar 20%. Hematoma subdural yang rumit
(misalnya, dengan memar atau laserasi yang menyertai hemisfer serebral) dikaitkan
dengan angka kematian sekitar 60%. Peningkatan TIK pasca operasi menunjukkan
prognosis yang buruk dan dapat menunjukkan tingkat keparahan cedera otak yang
mendasarinya (misalnya, trauma, infark sekunder).45
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Subdural hematoma (SDH) merupakan suatu kondisi dimana adanya akumulasi
darah diantara duramater dengan arachnoid. Pemeriksaan dengan foto polos,
ventrikulografi, pneumoensefalografi, dan angiografi kateter memiliki keterbatasan
dalam evaluasi parenkim otak dan struktur sekitarnyakarenaresolusinya dalam
menilai jaringan lunak yang buruk. CT non kontras telah menjadi standar perawatan
yang diterima untuk evaluasi awal pasien dengan suspek subdural hematoma karena
ketersediaan yang luas, waktu akuisisi yang cepat, dan sifat noninvasif. MRI
umumnya memiliki peran yang lebih terbatas dalam evaluasi perdarahan
intrakranial akut, terutama ketika mengevaluasi subdural hematoma, untuk alasan
praktis termasuk ketersediaan di sebagian besar unit gawat darurat. Namun, MRI
menawarkan fitur penting dalam menentukan penyebab sekunder potensial dari
subdural hematoma, seperti neoplasma berbasis dural.
3.2 Saran
Untuk menegakkan diagnosis SDH, maka perlu dilakukan pemerksaan CT Scan
dan MRI hal ini dikarenakan untuk mempermudah evaluasi parenkim otak dan
struktur sekitarnya karena resolusinya dalam menilai jaringan lunak. Dalam tinjaun
ini, tidak dibahas lebih jauh mengenai penanganan SDH secara rinci, sehingga
kedepanya bagi penulis lainnya bisa ditambahkan pembahasan mengenai penanganan
SDH secara rinci apabila diperlukan.
27
27
DAFTAR PUSTAKA
28
13 Brennan PM, Fuller E, Shanmuganathan M, et al. Spontaneous subdural
haematoma in a healthy young male. BMJ Case Rep 2011;2011.
14 Marconi F, Fiori L, Parenti G, et al. Acute spontaneous subdural haematoma.
Description of four clinical cases. J Neurosurg Sci 1991;35(2):97–102.
15 Matsuda M, Matsuda I, Sato M, et al. Superior sagittal sinus thrombosis followed
by subdural hematoma. Surg Neurol 1982;18:206–11.
16 Bansal H, Chaudhary A, Mahajan A, et al. Acute subdural hematoma secondary
to cerebral venous sinus thrombosis: case report and review of literature. Asian J
Neurosurg 2016;11(2):177.
17 Akins PT, Axelrod YK, Ji C, et al. Cerebral venous sinus thrombosis complicated
by subdural hematomas: case series and literature review. Surg Neurol Int
2013;4:85.
18 Sahoo RK, Tripathy P, Praharaj HN. Cerebral venous sinus thrombosis with
nontraumatic subdural hematoma. Int J Crit Illn Inj Sci 2015;5(1):59.
19 Byun HS, Patel PP. Spontaneous subdural hematoma of arterial origin: report of
two cases. Neurosurgery 1979;5(5):611–3.
20 Guazzo EP, Xuereb JH. Spontaneous thrombosis of an arteriovenous malformation.
J Neurol Neurosurg Psychiatr 1994;57(11):1410–2.
21 O’leary PM, Sweeny PJ. Ruptured intracerebral aneurysm resulting in a subdural
hematoma. Ann Emerg Med 1986;15(8):944–6.
22 Mclaughlin MR, Jho HD, Kwon Y. Acute subdural hematoma caused by a
ruptured giant intracavernous aneurysm: case report. Neurosurgery 1996;38(2):
388–92.
23 Kondziolka D, Bernstein M, Ter brugge K, et al. Acute subdural hematoma from
ruptured posterior communicating artery aneurysm. Neurosurgery 1988;22(1 Pt
1):151–4
24 Gomori JM, Grossman RI. Mechanisms responsible for the MR appearance and
evolution of intracranial hemorrhage. Radiographics 1988;8(3):427–40.
25 Fobben ES, Grossman RI, Atlas SW, et al. MR characteristics of subdural
hematomas and hygromas at 1.5 T. AJR Am J Roentgenol 1989;153(3):589–95.
26 Gomori JM, Grossman RI, Bilaniuk LT, et al. Highfield MR imaging of
superficial siderosis of the central nervous system. J Comput Assist Tomogr 1985;
9(5):972–5. 27 Reed D, Robertson WD, Graeb DA, et al. Acute subdural
hematomas: atypical CT
findings. AJNR Am J Neuroradiol 1986;7(3):417–21.
28 Al-nakshabandi NA. The swirl sign. Radiology 2001; 218(2):433. 35. Smith WP,
Batnitzky S, Rengachary SS. Acute isodense subdural hematomas: a problem in
anemic patients. AJR Am J Roentgenol 1981;136(3):543–6.
29 Grelat M, Madkouri R, Bousquet O. Acute isodense subdural hematoma on
computed tomography scan–diagnostic and therapeutic trap: a case report. J Med
Case Rep 2016;10:43.
30 Wada R, Aviv RI, Fox AJ, et al. CT angiography “spot sign” predicts hematoma
expansion in acute intracerebral hemorrhage. Stroke 2007;38(4):1257–62.
31 Markwalder TM. Chronic subdural hematomas: a review. J Neurosurg
1981;54(5):637–45.
32 Osborn AG. Osborn’s brain, imaging, pathology, and anatomy. Lippincott
Williams & Wilkins; 2012.
33 Hosoda K, Tamaki N, Masumura M, et al. Magnetic resonance images of chronic
subdural hematomas. J Neurosurg 1987;67(5):677–83.
34 Lee KS, Shim JJ, Yoon SM, et al. Acute-on-chronic subdural hematoma: not
uncommon events. J Korean Neurosurg Soc 2011;50(6):512–6.
35 Kloss BT, Lagace RE. Acute-on-chronic subdural hematoma. Int J Emerg Med
2010;3(4):511–2.
36 Tan S, Aronowitz P. Hematocrit effect in bilateral subdural hematomas. J Gen
Intern Med 2013;28(2):321.
37 Bartels RH, Meijer FJ, Van der Hoeven H, et al. Midline shift in relation to
thickness of traumatic acute subdural hematoma predicts mortality. BMC Neurol
2015;15:220.
38 Laine FJ, Shedden AI, Dunn MM, et al. Acquired intracranial herniations: MR
imaging findings. AJR Am J Roentgenol 1995;165(4):967–73
39 Stein SC, Young GS, Talucci RC, et al. Delayed brain injury after head trauma:
significance of coagulopathy. Neurosurgery. 1992 Feb. 30(2):160-5. [Medline].
40 Wilms G, Marchal G, Geusens E, Raaijmakers C, Van Calenbergh F, Goffin J, et
al. Isodense subdural haematomas on CT:MRI findings. Neuroradiology. 1992.
34(6):497-9. [Medline].
41 Gentry LR, Godersky JC, Thompson B, Dunn VD. Prospective comparative study
of intermediate-field MR and CT in the evaluation of closed head trauma. AJR
Am J Roentgenol. 1988 Mar. 150(3):673-82. [Medline].
42 Brain Trauma Foundation, AANS, Joint Section of Neurotrauma and Critical
Care. Guidelines for the management of severe head injury. J Neurotrauma.
1996 Nov. 13(11):641-734. [Medline].
43 Wong CW. Criteria for conservative treatment of supratentorial acute subdural
haematomas. Acta Neurochir (Wien). 1995. 135(1-2):38-43. [Medline].
44 Toutant SM, Klauber MR, Marshall LF, et al. Absent or compressed basal cisterns
on first CT scan: ominous predictors of outcome in severe head injury. J
Neurosurg. 1984 Oct. 61(4):691-4. [Medline].
45 Ducruet AF, Grobelny BT, Zacharia BE, et al. The surgical management of
chronic subdural hematoma. Neurosurg Rev. 2012 Apr. 35(2):155-69; discussion
169. [Medline].