ID Permasalahan Permasalahan Yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi
ID Permasalahan Permasalahan Yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi
Nissa Tarnoto
Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan, Jl. Kapas No 9, Semaki Yogyakarta
nissa.tarnoto@psy.uad.ac.id.
Abstract
The declaration of inclusive education that focus to facilitate the educational needs of
children with special needs (ABK) has been running in many area in Indonesia, especially
in big cities such as Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Malang. However, many problems rose
for it’s implementation. This study aims to determine the problems experienced by the
teachers and schools using qualitative metode and indigenous approach that involved 112
teachers from 18 inclusive schools in Yogyakarta as subjects. Data was collected through
open-ended questionnaire and was analyzed by coding techniques. The results showed
a wide range of problems faced by the teachers and schools such as lack of competence
in dealing with students with special needs, lack of parental awareness of children with
special needs, the number of students with special needs in every class, lack of cooperation
of various parties such as professional government and soceity.
Abstrak
Dicanangkannya pendidikan inklusi di Indonesia dengan tujuan untuk memfasilitasi
kebutuhan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) sudah banyak dijalankan di
seluruh Indonesia khususnya kota-kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Malang,
tetapi dalam pelaksanannya menemukan banyak kendala-kendala atau permasalahan di
sekolah khususnya bagi guru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan-
permasalahan yang dialami guru dan sekolah dalam penyelengaraan pendidikan inklusi
pada tingkat SD di wilayah Kota Yogyakarta. Subyek penelitian adalah guru yang
mengajar di sekolah penyelenggara Pendidikan Inklusi. Data diperoleh melalui open-ended
questionnaire (pertanyaan terbuka). Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan
analisis menggunakan teknik koding. Desain penelitian yang digunakan menggunakan
pendekatan indigenous psychology bagian dari tradisi pendekatan ilmiah dimana aspek
yang penting dalam pendekatan ini adalah usaha untuk menemukan metode yang sesuai
untuk mengungkap fenomena dalam suatu investigasi. Hasil penelitian menunjukkan
ada berbagai permasalahan yang ditemui guru terkait kesiapan sekolah itu sendiri seperti
kurangnya kompetensi guru dalam menghadapi siswa ABK, permasalahan terkait kurangnya
kepedulian orangtua terhadap ABK, selain itu banyaknya siswa ABK dalam satu kelas,
dan kurangnya kerjasama dari berbagai pihak seperti masyarakat, ahli professional dan
pemerintah.
Indigenous psychology adalah bagian dari (1989) adalah pertanyaan yang variasi
tradisi pendekatan ilmiah dimana aspek jawabannya belum ditentukan terlebih
yang penting dalam pendekatan ini adalah dahulu sehingga responden mempunyai
usaha untuk menemukan metode yang kebebasan untuk menjawab pertanyaan yang
sesuai untuk mengungkap fenomena dalam diajukan.
suatu investigasi. Indigenous psychology Data yang diperoleh dari pertanyaan
menggunakan analisis multi-methods (Kim & terbuka akan memunculkan tema-tema.
Berry, 1993). Indigenous tidak menghalangi Menurut Hayes (dalam Kurniastuti, 2010)
pada pemakaian metode tertentu. Indigenous langkah yang digunakan untuk menganalisis
psychology menganjurkan penggunaan tema-tema yang muncul itu adalah sebagai
berbagai metodologi seperti kualitatif, berikut: (a) menyiapkan data yang akan
kuantitatif, eksperimental, komparatif, dan dianalisis, (b) mengidentifikasi informasi
analisis filosofis. Hasil-hasil dari multiple aitem yang spesifik yang nampak relevan
methods seharusnya dintegrasikan untuk dengan topik yang sedang diteliti, (c)
memberikan pemahaman yang lebih memilah-milahkan data berdasar tema yang
komprehensif tentang fenomena psikologis muncul, (d) memeriksa tema-tema yang
((Kim & Berry, 1993). Dalam penelitian muncul dan membuat formula definisi, (e)
ini peneliti menggunakan metode kualitatif memberi perhatian pada masing-masing
dengan menggunakan analisis dengan teknik tema secara terpisah dan dengan hati-hati
koding. meninjau kembali masing-masing transkrif
Data penelitian diambil dari guru dengan material yang relevan dengan
sekolah-sekolah yang terdaftar sebagai tema, (f) menggunakan seluruh bahan
sekolah inklusi yang ada di kota Yogyakarta. yang berhubungan dengan masing-masing
Peneliti mengambil subyek dari semua guru tema untuk membuat konstruk, yang hasil
yang terlibat disekolah inklusi tingkat SD akhirnya nanti berisi nama kategori dan
yang ada di kota Yogyakarta. Dari 22 sekolah definisi dengan data yang mendukung,
yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan kota dan (g) memilih data yang relevan untuk
Yogya ada 4 sekolah yang tidak bersedia dijadikan ilustrasi dalam mendeskripsikan
untuk diambil datanya karena beberapa masing-masing tema.
alasan seperti: sudah terlibat MOU dengan Setelah data terkumpul dilakukan
lembaga lain, tidak merasa bahwa sekolah proses analisis data. Secara lebih rinci,
inklusi. Dari 18 Sekolah Inklusi tingkat SD proses analisis data akan dijelaskan dalam
yang bersedia di jadikan tempat penelitian langkah-langkah berikut ini.
hanya terkumpul 112 data dari guru. 1. Memasukkan data kualitatif
Metode pengumpulan data dalam Memasukkan data yang berupa respon
penelitian ini adalah dengan cara menyebar subyek ke progam computer yang
kuesioner berisi pertanyaan terbuka. dilakukan oleh asisten peneliti.
Kuesioner ini disusun berdasarkan 2. Kategorisasi Data Kualitatif
dari aspek apa yang diperlukan dalam Kategorisasi dilakukan oleh peneliti
suksesnya program pendidikan inklusi. bersama asisten peneliti. Kategorisasi
Responden yang terdiri dari guru Sekolah dilakukan dengan cara semua respon
Inklusi diminta untuk menjawab open- didiskusikan terlebih dahulu untuk
ended questionnaire (pertanyaan terbuka). memperjelas dari maksud responden
Pertanyaan terbuka menurut Tukiran dkk. kemudian dicetak. Tahap selanjutnya
55
ABK yang belum bisa mengikuti aturan pengetahuan masyarakat terkait pendidikan
sehingga mengganggu proses KBM (20%), inklusi dan ABK (41.76%), pandangan
permasalahan siswa regular terhadap ABK negatif masyarakat terhadap ABK dan
(14,71%), dan permasalahan terakhir yang sekolah inklusi, Kurangnya dukungan
muncul terkait siswa adalah jumlah ABK masyarakat terkait pelaksanaan inklusi
yang melebihi Kuota dalam tiap kelasnya (24.17%).
(8,82%).
g. Lainnya
d. Manajemen Sekolah Permasalahan-permasalahan yang
Permasalahan-permasalahan yang muncul terkait yang lainnya adalah:
muncul terkait Manajemen Sekolah yang kurangnya sarana dan prasarana yang
dikemukakan oleh guru adalah: belum mendukung pelaksanaan inklusi (87.10%),
siapnya sekolah dengan program sekolah kurangnya keterlibatan dari semua pihak
inklusi baik dari segi administrasi dan (akademisi, tenaga ahli, guru, sekolah,
SDM (75%), proses KBM yang belum orangtua, dan pemerintah) terkait
berjalan maksimal (17,86%), dan terakhir pelaksanaan sekolah inklusi (6,45%), latar
permasalahan yang muncul terkait orangtua belakang sosial yang mempengaruhi ABK
adalah belum adanya program pertemuan (3.23%), predikat sekolah inklusi membuat
rutin dengan orangtua yang diadakan sekolah kehilangan siswa-siswa cerdas
sekolah (7,14%). (1.61%), belum ada kesepahaman tentang
pelaksanaan inklusi antara berbagai pihak
e. Pemerintah (1.61%).
Permasalahan-permasalahan Permasalahan yang muncul antara satu
yang muncul terkait Pemerintah yang dengan yang lain bila dikaji lebih lanjut akan
dikemukakan oleh guru adalah: perhatian dan saling berkaitan antara satu dengan yang
kepedulian pemerintah terhadap pelaksanaan lain, baik dari permasalahan guru, siswa,
sekolah inklusi kurang (24.64%), kebijakan sekolah, masyarakat, maupun pemerintah.
terkait pelaksanaan sekolah inklusi belum Pertama terkait permasalahan guru, guru
jelas (21.74%), belum adanya modifikasi mengeluhkan bahwa kurang kompetensi
kurikulum khusus sekolah inklusi (20.29%), dalam menangani ABK. Hal ini disebabkan
kurangnya pelatihan tentang pendidikan karena kurangnya pemahaman guru tentang
inklusi kepada guru (18.84%), Perhatian ABK dan sekolah inklusi yang kemudian
pemerintah terhadap tenaga professional berdampak pada permasalahan yang
yang mendukung sekolah inklusi kurang muncul selanjutnya yaitu guru kesulitan
baik dari segi jumlah dan kesejahteraannya dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini
(10.87%), program yang dilakukan juga didukung dengan kenyataan bahwa
pemerintah belum berkelanjutan (2.90%), ada beberapa guru yang memiliki latar
belum ada lembaga khusus yang menangani pendidikan yang tidak sesuai dan kurangnya
pelatihan pendampingan ABK (0.72%). Guru Pendamping Kelas sehingga semakin
menambah beban kerja guru yang berat baik
f. Masyarakat beban administrasi maupun beban mengajar
Permasalahan-permasalahan hal ini juga secara tidak langsung memberi
yang muncul terkait Masyarakat yang dampak pada bagaimana guru menangani
dikemukakan oleh guru adalah: minimnya siswa di sekolah menjadi tidak maksimal,
57
selain itu guru juga dihadapkan pada berbagai sekolah inklusi yang sesuai dengan aturan
permasalahan ABK yang berbeda-beda dan yang ada. Hal ini dikarenakan Pemerintah
memerlukan penanganan yang berbeda serta dianggap kurang bisa mensosialisasikan
jumlah ABK yang melebihi kuota dalam tiap kebijaksanan yang terkait dengan
kelasnya sehingga berdampak pada kurang pelaksanaan sekolah inklusi atau kebijakan
lancarnya proses KBM. tentang sekolah inklusi sendiri belum jelas
Beban guru semakin berat, pada saat dan kurang nya pelatihan yang diadakan
menerima kenyataan dilapangan bahwa oleh Pemerintah yang bisa meningkatkan
banyak dari orangtua ABK tidak peduli kompetensi guru. Guru menganggap
terhadap perkembangan anak nya. Banyak bahwa perhatian dan kepedulian pemerintah
orangtua yang kemudian hanya pasrah terhadap sekolah inklusi kurang baik dari
sepenuhnya tentang perkembangan anak nya segi kesejahteraan SDM maupun terkait
kepada sekolah. Hal ini juga bisa disebabkan kompetensi SDM.
karena pemahaman orangtua tentang ABK Hasil penelitian juga menunjukkan
masih kurang. Permasalahan lain yang bahwa banyak berbagai masalah yang
muncul yaitu toleransi atau pengertian dari muncul terkait pelaksanaan sekolah inklusi
orangtua siswa regular terhadap kebutuhan dalam hal guru, siswa, orangtua, sekolah,
ABK masih kurang karena banyak dari masyarakat, pemerintah, sarana dan prasarana
masyarakat yang masih memandang yang kurang, dan kurangnya kerjasama dari
rendah ABK dan sekolah inklusi sehingga berbagai pihak sehingga berdampak kurang
masyarakat kurang memberi dukungan maksimalnya pelaksanaan sekolah inklusi
terkait pelaksanaan sekolah inklusi. Hal yang ada.
ini bisa disebabkan karena minimnya Berikut Dinamika Permasalahan yang
pengetahuan masyarakat yang terkait dikeluhkan guru terkait pelaksanaan sekolah
pendidikan inklusi dan ABK. inklusidapat dilihat pada gambar 1.
Hal tersebut membuat beban guru
dan sekolah semakin berat, dimana secara
umum, sekolah sendiri belum siap baik
dari segi administrasi maupun SDM
dalam pelaksanaan pendidikan inklusi
disekolahnya, ditambah dengan kurangnya
dukungan dan kerjasama dari semua pihak,
kurangnya sarana prasarana yang disediakan
pemerintah terkait pelaksanaan sekolah
inklusi sehingga pelaksanaan sekolah inklusi
tidak bisa berjalan maksimal.
Peneliti melihat bahwa permasalahan-
permasalahan yang muncul sebenarnya
dikarenakan baik sekolah, masyarakat dan
guru belum sepenuhnya memahami dan
mengetahui bagaimana cara menangani
ABK pada khususnya. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa sekolah dan guru juga
belum mengetahui bagaimana pelaksanaan
Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada 58
Tingkat SD
(1)
Keterangan:
No 1, 5,8 : Menyebabkan
No 3,4,6,7 : Mengakibatkan
Pemerintah
- Kebijakan pemerintah
Ket.
- Pelatihan dalam rangka peningkatan kompetensi guru
: adanya hub - Sarana dan Prasarana pendukung sekolah inklusi
kerjasama antar
pihak - Aturan yang jelas tentang pelaksanaan sekolah inklusi
- Kurikulum untuk sekolah inklusi
Hal ini sesuai dengan yang Carington dan Robinson, 2004) bahwa guru
dikemukakan Sunaryo (2007) bahwa untuk adalah aktor yang penting dalam proses
keberhasilan sekolah inklusi perlu melibatkan reformasi sekolah. Harapannya jika guru
banyak pihak. Bines (dalam Carrington dan sudah memahami dan mampu melaksanakan
Robinson, 2004) mengemukakan bahwa pendidikan inklusi di sekolahnya, guru dapat
sekolah inklusi adalah suatu proses yang menyalurkan pengetahuannya ke masyarakat
melibatkan semua staf sekolah dan siswa melalui orangtua wali murid baik orangtua
untuk perkembangannya seperti bagaimana dari ABK maupun orangtua dari Non ABK.
pendekatan mengorganisasi siswa, peran Pemerintah memiliki tanggung
staf pengajar, pendekatan dalam mengajar jawab untuk pengembangan profesional/
dan kurikulum. Hal ini juga dikemukakan peningkatan kompetensi guru walaupun
oleh Giangreco (2013) sekolah juga terkadang sistem tangggung jawab itu
harus bekerjasama dengan komunitas sebagian diserahkan kepada organisasi
sekolah seperti guru, guru pendamping sekolah, karena sekolah juga memiliki peran
kelas, orangtua, siswa, tim administratif untuk melakukan perubahan disekolahnya
sekolah, dan komunitas sekolah untuk terutama kepala sekolah (Carrington dan
memaksimalkan kinerja guru. Robinson, 2004), tetapi tidak hanya berfokus
Harapan peneliti, bahwa kedepan kepada guru atapun karyawan dan orang-
peneliti lain maupun pemerintah bisa orang yang terlibat dalam pelaksanaan
berfokus pada penyelesaian permasalahan sekolah tetapi juga perlu meningkatkan
yang berkaitan dengan guru, seperti kepedulian sosial masyarakat terhadap
peningkatan pemahaman dan kompetensi adanya sekolah inklusi. Hal ini menunjukkan
guru karena guru adalah ujung tombak bahwa sebenarnya sekolah juga bisa
dalam pelaksanaan pendidikan. Hal ini mengembangakan peningkatan kualitas
juga dikemukakan oleh Hatam (dalam sekolah melalui guru dan pihak-pihak yang
Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada 60
Tingkat SD
Rumah ADHD. (2013. Daftar Sekolah Smith, D.J. (2012). Inclusion, School for
Inklusi D.I Yogyakarta. http:// All Student. Penerjemah: Denis, E.
rumahadhd.blogspot.com. Bandung: Penerbit Nuansa
Sadioglu, O. Batu, S. Bilgin, A dan Oksal, Sunaryo. (2009). Manajemen Pendidikan
A. 2013. Problem, Expectations, and Inklusif. Manjpendinklusi.wordpres.
Suggestion of Elementary Teacher
Surat Keputusan Diknas . (2012). Daftar
Regarding Inclusion. Educational
Sekolah Inklusi Di Kota Yogyakarta.
Science: Theory & Practice. DOI:
10.12738/estp.20133.1546 Tukiran., Handayani, T., & Hagul, P. (1989).
Mengkode Data. In, Singarimbun, M.,
Schmidt, S & Venet, M. (2012). Principals
& Effendi, S (Eds), Metode Penelitian
Facing Inclusive Schooling or
Survai. Jakarta: LP3ES.
Integration. Canadian Journal Of
Education 35, 1 :217-238.