Abstract
This purpose identifies and describes how the linkage of structural elements and stilistika studies
contained in the novel "Beach Girl" by Pramoedya Ananta Toer. The purpose of this study is to
develop a science that examines the science literature, especially stylistics studies. Results of the
analysis of the Gadis Pantai Novel By Pramoedya Ananta Toer: Stylistics Study. This study shows
how the aesthetic effect that is used in the use of diction, style, and speech idiomik. Novel author
discusses the social gap between the bourgeoisie and the proletariat. Author tries to reiterate the
experience through the novel, represented by a figure girl and Bendoro Beach. Beach girl from the
lower classes, he lived in the coastal areas of the fishing village, dedangkan Bendoro comes Rali
among the upper classes (class gentry).
Abstrak
Penelian ini mengidentifikasikan dan mendeskripsikan keterkaitan unsur-unsur struktural dan
kajian stilistika yang terdapat dalam novel “Gadis Pantai” karya Pramoedya Ananta Toer. Tujuan
penelitian ini adalah mengembangkan ilmu pengetahuan yang mengkaji ilmu-ilmu sastra khususnya
kajian stilistika. Hasil dari analisis novel “Gadis Pantai” Karya Pramoedya Ananta Toer: Kajian
Stilistika ini menunjukkan efek estetika yang digunakan dalam pemakaian diksi, gaya bahasa,dan
tuturan idiomatik. Novel ini menggambarkan kesenjangan sosial antara kaum borjuis dan kaum
proletar. Pengarang mencoba mengulas kembali pengalamannya melalui novel ini yang diwakili
oleh tokoh Gadis Pantai dan Bendoro. Gadis Pantai berasal dari kalangan kelas bawah, ia tinggal di
daerah pesisir pantai kampung nelayan, sedangkan Bendoro berasal dari kalangan kelas atas
(golongan priyayi).
Belakangan ini berbagai macam analisis arti seorang anak perempuan yang masih lajang,
digunakan oleh peneliti karya sastra, untuk dalam novel ini Gadis Pantai adalah seorang
mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam gadis yang mempunyai usia empat belas tahun.
karya sastra. Analisis struktural merupakan salah Pantai mempunyai arti tempat yang berada di
satu pendekatan yang digunakan oleh banyak tepi laut. Gadis pantai secara keseluruhan
peneliti untuk menganalisis suatu karya sastra. mempunyai arti perempuan yang tinggal di
Akan tetapi, analisis ini dianggap kurang pantai dan berada dalam lingkungan kehidupan
memuaskan, karena melepaskan karya sastra dari kampung nelayan. Alasan yang kedua karena
latar belakang sejarah dan mengasingkan karya sering dikenai permasalahan atau konflik.
satra dari relevansi sosial budaya. Oleh karena
itu dibutuhkan kajian tambahan, novel Gadis b.Tema
Pantai karya Pramudya Ananta Toer adalah Tema Mayor
kajian stilistika. Novel yang terkenal Tema mayor dalam Novel Gadis Pantai Karya
kontroversial ini merupakan hasil pemikiran Pramoedya Ananta Toer adalah perbedaan status
Pramoedya Ananta Toer sebagai bentuk kritikan sosial berdampak kesenjangan. Novel ini sangat
terhadap kecenderungan sosial pada masa kritis membicarakan feodalisme Jawa. Sebuah
terbitnya novel ini, karena isi dan bobotnya yang novel yang mewakili suara rakyat dari golongan
terkenal kontroversial, serta penjelasan sifat dan bawah dalam sistem feodalisme Jawa. Perbedaan
pikiran para tokoh dalam novel ini sangat yang sangat memilukan, bahwa status sosial
menarik. Oleh karena itu, penulis mengambil sangatlah penting di masa itu.
judul “Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya
Ananta Toer: Kajian Stilistika” sebagai judul Tema minor
skripsi. Hal tersebut berkenaan dengan • Kekuasaan “membutakan hati nurani” seorang
kekreatifitasan pengarang dalam penguasa
mengungkapkan imajinasinya melalui bahasa Tema ini mengacu pada tokoh Bendoro. Bendoro
yang tergolong menarik bagi penulis. merupakan priyayi atau pembesar yang menjadi
suami Gadis Pantai. Segala sesuatu yang
diperintahkan oleh Bendoro harus dipatuhi dan
Metode Penelitian dilaksanakan oleh para bujang dan Gadis Pantai.
Metode penelitian yang digunakan untuk Data yang mengungkapkan pernyataan tersebut.
mengkaji novel Gadis Pantai karya Pramoedya “Sahaya pernah dengar orang bilang,
Ananta Toer adalah deskriptif kualitatif. Dalam Bendoro orang bawahan selalu lapar,
penelitian ini penulis mengungkapkan data-data karena itu matanya melihat segala-
yang berupa kata, frase, dan kalimat yang ada galanya kupingnya dengar segala-galanya
dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya dan hatinya seakan-akan segala-galanya
Ananta Toer. Pendekatan dianalisis sedang jantungnya deburkan darah buat
menggunakan teori strukturalisme serta teori segala-galanya.”
Stilistika. “Guru ngaji besok tak perlu datang lagi.
Dan kau, Mas Nganten, jangan bicara lagi
Analisis Struktural, dan Kajian Stilistika tentang orang rendahan dan orang atasan.
Kita ini manusia menjalani perintah dan
1. Analisis Struktural
ketentuan Yang Maha Kuasa.” (Gadis
a. Judul Pantai : 105).
Judul dalam novel Gadis Pantai menunjukkan Bendoro mempunyai kekuasaan dan kedudukan,
tokoh utama. Gadis Pantai merupakan tokoh sehingga bersikap sewenang-wenang terhadap
yang membutuhkan waktu penceritaan paling rakyat kecil. Hal ini terlihat ketika bendoro
banyak, Gadis pantai diceritakan kehidupannya memberhentikan seorang guru ngaji Gadis Pantai
dari awal hingga akhir cerita. Gadis mempunyai yang telah mengajarinya tentang kebaikan dan
kampung nelayan dan rumah Bendoro. figuratif atau gaya bahasa, dan tuturan idiomik.
Gadis Pantai yang berasal dari lingkungan Diksi
kampung nelayan ke masyarakat kaum
bangsawan membuatnya terasing karena banyak Diksi merupakan pilihan kata. Diksi
peraturan yang tidak diketahuinya. Ia mulai mempunyai peranan penting dalam karya Sastra.
menyesuaikan dirinya beradaptasi dengan Penggunaan diksi dalam novel Gadis Pantai
lingkungan barunya. yang paling dominan sebagai berikut.
Sistem kehidupan Kata Konotatif
Sistem kehidupan tokoh utama adalah Kata konotatif ini menunjuk pada makna
kampung nelayan yang sederhana. Terlihat pada yang bukan makna sebenarnya atau makna kias.
data berikut: Makna konotatif ini mempunyai peran aktif
dalam menciptakan sebuah karya sastra karena
“dan beberapa hari setelah itu sang gadis memiliki nilai estetika yang tinggi. Kata
harus tinggalkan dapurnya, suasana konotatif dalam novel Gadis Pantai sangat
kampungnya. Kampung sendiri dengan dominan.
bau amis abadinya. Ia harus lupakan jala
yang setiap pekan diperbaikinya. Dan Efek yang ditimbulkan dari pemakaian
layar tua yang tergantung di dapur juga diksi kata konotatif pada frasa “bunga kampung
bau laut tanah airnya”.(Gadis Pantai :11- nelayan”, “angin yang bersuling”, “dua titik air”,
12). “malam gelap gulita, bintang-bintang bertabur di
langit hitam”, “keras memprotes”, “orang tak
Berdasarkan data di atas terlihat kesederhanaan berkaki, tak bertangan, tak berdaya”, “menyala
kampung nelayan yang ditempati oleh Gadis bangga”, dan “peleton serdadu” untuk
Pantai. Ciri khas kampung nelayan adalah bau menambah nilai estetika. Penggunaan diksi
amis, dan rumah yang ditempati Gadis Pantai tersebut sangat berpengaruh bagi pembaca dalam
juga sederhana. Hal ini terlihat dari dapurnya menikmati karya sastra, sehingga pembaca dapat
yang sederhana, jala dan layar tua yang setiap menikmati kalimat yang terkesan menarik yang
harinya dipergunakan bapaknya melaut mencari disesuaikan dengan maksud yang ingin dicapai
ikan. pengarang.
Latar Alat Kosa Kata Bahasa Jawa
Latar alat yang digunakan dalam novel Gadis
Pantai diantaranya obor, lampu, peralatan alat Dalam novel Gadis Pantai banyak
makan, dan sebagainya. ditemukan kosa kata bahasa Jawa. Hal ini
dilatarbelakangi oleh latar belakang pengarang
Waktu terjadinya peristiwa yang dibesarkan di kalangan masyarakat Jawa.
Latar menunjukkan kapan terjadinya peristiwa pemakaian bahasa Jawa. “emak” artinya ibu,
yang terdapat dalam karya sastra. Latar waktu “dokar” artinya delman.
meliputi: pagi, sore, malam dan abad. Pengarang menggunakan kosa kata bahasa Jawa,
misalnya: priayi (lapisan kedudukan masyarakat
2. ANALISIS STILISTIKA terhormat), kanjeng (gelar atau pangkat
Stilistika dalam novel Gadis Pantai kesultanan sebagai bupati), mbok (panggilan
menggambarkan seputar perjuangan kehidupan yang ditujukan pada seorang ibu atau wanita
rakyat proletar masyarakat Jawa. Hal ini tidak yang lebih tua ragam bahasa kromo ngoko),
terlepas dari latar belakang Pramoedya Ananta rukuh (mukena), Bendoro (tuan), gendeng (gila),
Toer yang memperjuangkan hidupnya setelah dia dan pangestu (berkah, restu). Pramudya Ananta
dibuang di Pulau Buru. Stilistika yang akan Toer ingin memperkenalkan novel ini kepada
dibahas dalam skripsi ini adalah: diksi, bahasa pembaca dengan latar sosial budaya masyarakat
Jawa. Hal ini dinyatakan dalam bentuk penakut. Ia mudah meriutkan tubuhnya ke dalam
kehidupan gadis pantai yang berasal dari kelas cangkang jika dirinya merasa terancam. Frasa
rendah dan kemudian dinikahkan dengan tersebut dipilih oleh pengarang untuk
golongan kelas atas. membandingkan dengan keadaan gadis pantai
Efek yang ditimbulkan dari pemakaian yang bertubuh kecil ketakutan terhadap
diksi kosa kata bahasa Jawa untuk menambah bapaknya. Gadis pantai tidak dapat membantah
nilai estetika lebih menunjukkan latar belakang perintah bapaknya menikah dengan Bendoro. Ia
sosial budaya masyarakat Jawa. Pengarang ingin takut membantahnya karena bapaknya seorang
menyampaikan maksud kepada pembaca, bahwa pelaut, kasar dan berotot.
dalam karya tersebut dilatarbelakangi oleh • Majas Metafora
masyarakat Jawa. Ada perbedaan status sosial Metafora adalah majas yang menyatakan sesuatu
antara kaum borjuis dan kaum proletar. Kaum dengan kias perwujudan. Majas metafora dalam
borjuis diwakili oleh tokoh Bendoro. Ia novel Gadis Pantai sebagai berikut.
merupakan seorang priyayi yang memiliki Aku dan bapakmu banting tulang biar
kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan kau rasakan pakai kain, pakai kebaya,
kaum proletar yang diwakili oleh tokoh gadis kalung, anting seindah itu (Gadis
pantai. Pantai:13).
Frasa “banting tulang” merupakan kiasan dari
Bahasa Figuratif semangat yang menggebu-gebu. dalam bekerja.
Bahasa figuratif adalah bahasa bermakna Efek estetis yang ditimbulkan frasa “banting
kias atau makna lambang. Bahasa figuratif tulang” merupakan pembanding suatu keadaan
dipandang lebih efektif untuk menyatakan yaitu semangat dari orang tua gadis pantai.
maksud pengarang. Bahasa figuratif mampu Penggunaan frasa tersebut menambah nilai
menghidupkan suasana, mengandung nilai estetetis yang mewakili semangat orang tua gadis
estetika yang mendorong timbulnya kesan yang pantai agar anaknya dapat menggunakan kain
menyenangkan terhadap pembaca. Bahasa kebaya dan anting-anting yang indah saat ke
figuratif disebut juga dengan permajasan. rumah Bendoro. Kalimat tersebut merupakan
kutipan percakapan ibu dengan gadis pantai yang
1. Majas Perbandingan
memberi informasi bahwa mereka telah berupaya
Gaya bahasa yang dipakai untuk kerja keras agar gadis pantai mendapat
membandingkan sesuatu dengan yang lainnya. penghidupan yang layak.
•Majas Simile
• Alegori.
Majas simile merupakan kiasan yang
Alegori merupakan majas yang menyatakan
menyatakan satu hal dengan hal yang lain yang
sesuatu dengan perlambang. Adapun data yang
menggunakan kata-kata pembanding seperti:
mendukung sebagai berikut.
bagai, laksana, semisal, seumpama, sepantun,
Mana ada orang tua mau lemparkan
atau kata-kata pembanding lainnya. Majas simile
anaknya pada singa (Gadis Pantai:14).
dalam novel Gadis Pantai terlihat pada data
sebagai berikut. Kata “singa” identik dengan orang jahat. Maksud
dari “lemparkan anaknya pada singa” adalah
Tubuhnya yang kecil mungil itu meriut
memasrahkan anak pada orang yang diyakini
seperti keong, ketakutan. Ia tahu
akan membuat celaka. Kutipan tersebut
bapaknya pelaut, kasar dan berotot.
merupakan ucapan ibu pada gadis pantai yang
(Gadis Pantai 13).
membenarkan ucapan bapaknya. Sikap itu
Pemilihan frasa “meriut seperti keong” merupakan bentuk kasih sayang terhadap gadis
dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya, pantai yang menginginkan kehidupannya kelak
bahwa keong merupakan binatang kecil yang bahagia sementara gadis pantai merasa takut bila
harus berpisah dengan orang tuanya dan hidup redam jika berada di tengah laut karena kalah
bersama dengan orang yang sebelumnya tidak dengan suara deburan ombak yang frekuensinya
dikenalnya. lebih tinggi dibandingkan suara jeritan manusia.
• Majas Personifikasi Jumlah ikan di lautan lepas tidak terhingga bila
Benda atau binatang berkelakuan seperti dibandingkan dengan jumlah nelayan yang
manusia. Data yang mendukung sebagai berikut. bekerja menangkap ikan-ikan tersebut.
Penggunaan kalimat tersebut bertujuan
Angin yang bersuling di puncak pohon-
membandingkan bentuk kepahlawanan bapak
pohon cemara tidak membuat
Gadis Pantai tatkala harus bekerja di laut lepas.
pertumbuhannya lebih baik. (Gadis
Ia berani berkorban untuk menghidupi keluarga
pantai: 11).
kecilnya, dikhawatirkan bila kapal yang
Personifikasi terlihat pada frasa“ angin yang ditumpangi bapak Gadis Pantai terguling dan
bersuling”, yang diibaratkan seperti manusia menenggelamkannya.
yang sedang memainkan suling di puncak pohon
cemara. Kenyataanya angin tidak dapat bersuling • Hiperbola.
Majas hiperbola yaitu kiasan yang melebih-
melainkan menghembus. Frasa tersebut dipilih
lebihkan. Adapun data yang mendukung
oleh pengarang untuk membandingkan suasana
Gadis Pantai, meskipun angin tetap berhembus sebagai berikut.
…dan sekarang meledak tangisnya yang
tidak mempengaruhi pertumbuhannya.
tertahan (Gadis Pantai:14).
• Majas Sinekdoke
Kata “meledak” menunjukkan kiasan suatu
Majas sinekdoke merupakan majas yang keadaan diri yang tidak mampu membendung air
menggunakan sebagian untuk menyatakan mata yang sebelumnya tertahan. Kata “meledak”
keseluruhannya. Data yang mendukung sebagai merupakan kata yang berlebihan yang
berikut. diungkapkan oleh ibu Gadis Pantai. Pengarang
Jiwanya yang muda itu menangkap dan memilih kata “meledak” untuk menggambarkan
menggenggam semua, tak peduli keadaan yang dialami seorang ibu ketika harus
seluruhnya atau sebagian darinya (Gadis meninggalkan anaknya. Keadaan ini dialami oleh
Pantai:85). ibu Gadis Pantai yang dengan berat hati melepas
anaknya tinggal bersama suami hanya ingin
Gaya bahasa sinekdoke totem proparte melepas beban kemiskinan.
merupakan keseluruhan untuk sebagian. Kalimat • Onomatope.
tersebut menggambarkan pikiran Gadis Pantai Majas onomatope merupakan perulangan bunyi.
seolah-olah mengerti maksud pembicaraannya Adapun data yang mendukung sebagai berikut.
bersama pelayan tua tentang orang bawahan, Seluruh kampung dirundung duka
orang atasan maupun kompeni. Dia tidak paham Di tengah malam pakai obor pelita
betul semua pembicaraannya namun dia mampu Tiga jati kenangan ditanam bersama
mengambil sebuah kesimpulan dari ucapan Rodi celaka jangan sampai terlupa (Gadis
pelayan tua. Pantai:152).
• Asosiasi
Rima pada bait tersebut berupa persamaan huruf
Asosiasi merupakan majas yang menyatakan a pada akhir baris. Perulangan bunyi yang sama
sesuatu dengan menyebutkan sifat benda yang menjadikan bait tersebut bernuansa kepedihan.
dibicarakan. Adapun data yang mendukung. Kepedihan yang dimaksud adalah mengenang
Ombak itu lebih besar dari jeritannya. masa orang-orang terdahulu yaitu penderitaan
Ikan besar-besar itu lebih banyak dari sebagai akibat kerja rodi yang dipaksakan oleh
nelayan (Gadis Pantai:66). para kolonial Belanda. Pantun di atas memiliki
persamaan bunyi pada akhir baris yaitu pada kata
Berdasarkan logika, suara jeritan manusia akan
duka/ pelita/ bersama/ dan terlupa/. Persamaaan Arab yang tak mengeluarkan bau.(Gadis
bunyi tersebut bukan hanya hiasan tetapi Pantai :26)
memiliki makna yang sekaligus memberi nilai Data tersebut menunjukkan majas repetisi. Frasa
estetika, dari segi jumlah suku kata pada setiap “tak ada” merupakan bentuk perulangan yang
baris, demikian juga persamaan bunyinya antara dianggap penting untuk memberikan tekanan.
sampiran dan isi. Selain itu persamaan bunyi Sebuah tekanan yang menunjukkan suatu
juga berfungsi mempermudah untuk perbedaan suasana yang dialami oleh Gadis
menghafalnya. Pantai. Situasi yang ada dalam ruangan tersebut
• Majas Eponim sudah jauh berbeda dengan situasi kampung
Eponim merupakan majas yang menunjukkan nelayan. Pengarang menggunakan perulangan
sesuatu nama yang digunakan dalam hubungan frasa “tak ada” untuk memperjelas tekanan
ciri tertentu. Data yang mendukung sebagai bahwa di ruangan itu berbeda jauh dengan situasi
berikut: yang dialami Gadis Pantai pada saat ia berada di
kampung nelayan.
Tubuh yang kecil itu meriut seperti
keong, ketakutan.(Gadis Pantai:13) • Pleonasme.
Pleonasme merupakan majas yang menegaskan
Data tersebut menggunakan kata “keong”
sebagai pengganti nama yang menunjukkan ciri sesuatu dengan menyebutkan sifatnya, yang
tertentu. “Keong” merupakan salah satu hewan sebenarnya tidak usah dinyatakan lagi, karena
yang mempunyai kebiasaan apabila disentuh sifatnya memang seperti itu. Adapun data yang
akan menyembunyikan badannya dalam mendukung sebagai berikut.
Mereka melaluinya, kemudian masuk ke
rumahnya. Rasa takut yang dialami oleh Gadis
dalam ruangan yang panjang. Saking
Pantai diibaratkan seperti keong yang sedang
panjangnya ruangan itu sehingga nampak
menyembunyikan badannya di balik
seakan sempit. (Gadis Pantai:17).
cangkangnya. Kata “tubuh yang kecil”
merupakan sebuah identitas Gadis Pantai. Kata “dalam” merupakan kata tambahan tidak
Pengarang menggunakan kata “keong” sebagai perlu diikutsertakan karena kata “masuk”
mengungkapkan rasa takut yang dialami oleh berasosiasi dengan kata “dalam”. Tanpa disisipi
Gadis Pantai. kata “dalam” pada kalimat tersebut, tidak
mengurangi makna yang ingin disampaikan
• Majas Penegasan
pengarang. Kedua kata tersebut tetap digunakan
gaya bahasa yang dipakai untuk menegaskan oleh pengarang untuk mempertegas maksud yang
maksud yang disampaikan. Majas penegasan ingin disampaikan pada pembaca, dan untuk
dalam novel Gadis Pantai diantaranya sebagai memberi nilai estetika pada kalimat tersebut.
berikut. • Antiklimaks
Antiklimaks merupakan majas yang menyatakan
• Majas Repetisi sesuatu hal dengan menyebutkan urutan
Majas repetisi merupakan majas yang meningkat atau menurun dari isi maupun bentuk.
menegaskan sesuatu dengan mengulangi bagian Menghisap darah Bendoro dengan
yang dianggap penting, sehingga menimbulkan rakusnya, semenit, lima, sepuluh, lima
rasa spirit atau dorongan. Terlihat pada data belas dan berubahlah binatang-binatang
sebagai berikut. langsing itu jadi bola-bola bening dengan
jeroannya yang nampak gelap (Gadis
Di ruangan ini tak ada lesung. Tak ada Pantai:86).
bau udang kering. Tak ada ada babon
tongkol yang tergantung diatas Kata yang dicetak miring menyatakan waktu saat
pengasapan. Tak ada yang bergantungan lintah yang dijadikan bentuk pengobatan
di dinding terkecuali kaligrafi-kaligrafi Bendoro yang dibantu oleh Gadis Pantai.
majas personifikasi, majas sinekdoke, majas Pramoedya Ananta Toer ini mengungkapkan
asosiasi, majas hiperbola, majas onomatope dan variasi orientasi nilai budaya golongan priyayi
majas eponim. Majas penegasan meliputi majas Jawa, yang masing-masing menyangkut hakikat
repetisi, majas pleonasme, majas antiklimaks, kehidupan, dan hubungan antar sesama manusia.
dan majas asidenton. Majas pertentangan yang
dibahas yaitu majas antitesis. Majas sindiran Daftar Pustaka
meliputi majas ironi, dan majas sarkasme.
Tuturan idiomatik dalam suatu kajian stilistika Junus, U. 1989. Stilistika Satu Pengantar. Kuala
termasuk dalam ranah bahasa figuratif. Adapun Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Lot
data yang menunjukkan data tuturan idiomatik 1037.
dalam novel Gadis Pantai diantaranya frasa
“bunga kampung”, frasa “kuda kacang”, frasa Ratna, N. 2011.Stilistika Kajian Puitika Bahasa,
“keras berpikir”, dan frasa “angkat bahu”. Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka
Penggunaan kata-kata idiomatik hampir Pelajar
mempunyai fungsi yang sama dengan majas
yaitu sebagai salah satu unsur untuk menunjang Maslikatin, T. 2007. Kajian Sastra Prosa, Puisi,
estetika kebahasaan dalam karya sastra. Drama. Jember: UNEJ press.
Novel Gadis Pantai secara garis besar Natawidjaja, P S.1986. Apresiasi Stilistika. PT
merupakan gambaran umum tentang pola Intermesa.
tingkah laku priyayi Jawa. Gambaran tradisi
priyayi Jawa merupakan kritikan terhadap bentuk Nurgiyantoro, B. 2000. Teori Pengkajian Fiksi.
feodalisme Jawa yang tergambar dalam setiap Yogyakarta: Gadjah Mada University
bentuk tradisi yang dilakukan oleh para priyayi. Press.
Gambaran tradisi priyayi Jawa dalam novel ini Panuti, S. 1988. Memahami Cerita Rekaan.
tergambar dengan jelas dalam setiap tuturan teks. Jakarta: Pustaka Jaya.
Hal tersebut tidak terlepas dari penyajian
struktur cerita (judul, tema, penokohan dan Pradopo, R D. 2002. Kritik Sastra Indonesia
perwatakan, serta latar) yang saling membangun Modern. Yogyakarta: Gama Media.
dalam satu kesatuan isi cerita.
Kekuasaan para penguasa jawa (priyayi) baik Tim Reality. 2008. Kamus Terbaru Bahasa
secara politik maupun agama. Dalam novel Indonesia. Surabaya: Reality Publisher
Gadis Pantai ini juga diceritakan kedudukan Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta:
priyayi dalam sebuah status sosial. Bendoro PT Dunia Pustaka Jaya.
merupakan seorang priyayi, sedangkan Gadis
Pantai mendapat status kepriyayiannya setelah
dinikahi oleh Bendoro, meskirun pada akhirnya Toer, P A. 2000. Gadis Pantai. Jakarta: Hasta
harus kembali kepada statusnya sebagai orang Mitra
bawahan. Perilaku Bendoro dalam novel Gadis Wellek, R & Austin Warren. 1990. Teori
Pantai ini memang mencerminkan pola tingkah Kesusastraan. Terjemahan Melani
laku priyayi. Hal tersebut dilakukan demi Budianta. Jakarta: PT Gramedia.
menaikkan status, baik di kalangan priyayi Jawa
maupun di hadapan pemerintah Hindia Belanda. Wiyatmi. 2008. Pengantar Kajian Sastra.
Priyayi dalam novel Gadis Pantai ini merupakan Yogyakarta: Pustaka.
golongan ningrat yang sangat mempertahankan
tradisi Jawa yang ada sebagai bentuk warisan
khazanah kebudayaan Jawa, dan juga sekaligus
memperlihatkan bentuk feodalisme Jawa.
Dengan demikian, novel Gadis Pantai karya