Anda di halaman 1dari 10

Volume 1 (1) Juli 2013 PUBLIKA BUDAYA Halaman 1-10

NOVEL “GADIS PANTAI” KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER: KAJIAN


STILISTIKA
GADIS PANTAI NOVEL BY PRAMOEDYA ANANTA TOER: STYLISTICS STUDY

Afrilia Sulistiowati, Sri Mariati, Titik Maslikatin


Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Jember
Jalan Kalimantan 37 Jember 68121 Telp/Faks 0331337422
E-mail:afriliasulistiowati@yahoo.com, 085746115611

Abstract
This purpose identifies and describes how the linkage of structural elements and stilistika studies
contained in the novel "Beach Girl" by Pramoedya Ananta Toer. The purpose of this study is to
develop a science that examines the science literature, especially stylistics studies. Results of the
analysis of the Gadis Pantai Novel By Pramoedya Ananta Toer: Stylistics Study. This study shows
how the aesthetic effect that is used in the use of diction, style, and speech idiomik. Novel author
discusses the social gap between the bourgeoisie and the proletariat. Author tries to reiterate the
experience through the novel, represented by a figure girl and Bendoro Beach. Beach girl from the
lower classes, he lived in the coastal areas of the fishing village, dedangkan Bendoro comes Rali
among the upper classes (class gentry).

Keywords: Stylistics, the differences in social status, aesthetics

Abstrak
Penelian ini mengidentifikasikan dan mendeskripsikan keterkaitan unsur-unsur struktural dan
kajian stilistika yang terdapat dalam novel “Gadis Pantai” karya Pramoedya Ananta Toer. Tujuan
penelitian ini adalah mengembangkan ilmu pengetahuan yang mengkaji ilmu-ilmu sastra khususnya
kajian stilistika. Hasil dari analisis novel “Gadis Pantai” Karya Pramoedya Ananta Toer: Kajian
Stilistika ini menunjukkan efek estetika yang digunakan dalam pemakaian diksi, gaya bahasa,dan
tuturan idiomatik. Novel ini menggambarkan kesenjangan sosial antara kaum borjuis dan kaum
proletar. Pengarang mencoba mengulas kembali pengalamannya melalui novel ini yang diwakili
oleh tokoh Gadis Pantai dan Bendoro. Gadis Pantai berasal dari kalangan kelas bawah, ia tinggal di
daerah pesisir pantai kampung nelayan, sedangkan Bendoro berasal dari kalangan kelas atas
(golongan priyayi).

Kata kunci: stilistika, perpedaan status sosial, estetika.

Pendahuluan persoalan yang terdapat dalam novel adalah


persoalan tentang manusia dan kemanusiaan.
Sebagai salah satu produk sastra, novel Novel merupakan salah satu jenis karya sastra
memegang peranan penting dalam memberikan prosa yang isinya tentang suatu cerita yang
pandangan untuk menyikapi hidup secara artistik dilakoni oleh tokoh-tokoh, membentuk jalan
imajinatif. Hal itu memungkinkan karena cerita (plot) yang di dalamnya terdapat banyak
permasalahn (konflik).

Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa 2013 1


Volume 1 (1) Juli 2013 PUBLIKA BUDAYA Halaman 1-10

Belakangan ini berbagai macam analisis arti seorang anak perempuan yang masih lajang,
digunakan oleh peneliti karya sastra, untuk dalam novel ini Gadis Pantai adalah seorang
mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam gadis yang mempunyai usia empat belas tahun.
karya sastra. Analisis struktural merupakan salah Pantai mempunyai arti tempat yang berada di
satu pendekatan yang digunakan oleh banyak tepi laut. Gadis pantai secara keseluruhan
peneliti untuk menganalisis suatu karya sastra. mempunyai arti perempuan yang tinggal di
Akan tetapi, analisis ini dianggap kurang pantai dan berada dalam lingkungan kehidupan
memuaskan, karena melepaskan karya sastra dari kampung nelayan. Alasan yang kedua karena
latar belakang sejarah dan mengasingkan karya sering dikenai permasalahan atau konflik.
satra dari relevansi sosial budaya. Oleh karena
itu dibutuhkan kajian tambahan, novel Gadis b.Tema
Pantai karya Pramudya Ananta Toer adalah Tema Mayor
kajian stilistika. Novel yang terkenal Tema mayor dalam Novel Gadis Pantai Karya
kontroversial ini merupakan hasil pemikiran Pramoedya Ananta Toer adalah perbedaan status
Pramoedya Ananta Toer sebagai bentuk kritikan sosial berdampak kesenjangan. Novel ini sangat
terhadap kecenderungan sosial pada masa kritis membicarakan feodalisme Jawa. Sebuah
terbitnya novel ini, karena isi dan bobotnya yang novel yang mewakili suara rakyat dari golongan
terkenal kontroversial, serta penjelasan sifat dan bawah dalam sistem feodalisme Jawa. Perbedaan
pikiran para tokoh dalam novel ini sangat yang sangat memilukan, bahwa status sosial
menarik. Oleh karena itu, penulis mengambil sangatlah penting di masa itu.
judul “Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya
Ananta Toer: Kajian Stilistika” sebagai judul Tema minor
skripsi. Hal tersebut berkenaan dengan • Kekuasaan “membutakan hati nurani” seorang
kekreatifitasan pengarang dalam penguasa
mengungkapkan imajinasinya melalui bahasa Tema ini mengacu pada tokoh Bendoro. Bendoro
yang tergolong menarik bagi penulis. merupakan priyayi atau pembesar yang menjadi
suami Gadis Pantai. Segala sesuatu yang
diperintahkan oleh Bendoro harus dipatuhi dan
Metode Penelitian dilaksanakan oleh para bujang dan Gadis Pantai.
Metode penelitian yang digunakan untuk Data yang mengungkapkan pernyataan tersebut.
mengkaji novel Gadis Pantai karya Pramoedya “Sahaya pernah dengar orang bilang,
Ananta Toer adalah deskriptif kualitatif. Dalam Bendoro orang bawahan selalu lapar,
penelitian ini penulis mengungkapkan data-data karena itu matanya melihat segala-
yang berupa kata, frase, dan kalimat yang ada galanya kupingnya dengar segala-galanya
dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya dan hatinya seakan-akan segala-galanya
Ananta Toer. Pendekatan dianalisis sedang jantungnya deburkan darah buat
menggunakan teori strukturalisme serta teori segala-galanya.”
Stilistika. “Guru ngaji besok tak perlu datang lagi.
Dan kau, Mas Nganten, jangan bicara lagi
Analisis Struktural, dan Kajian Stilistika tentang orang rendahan dan orang atasan.
Kita ini manusia menjalani perintah dan
1. Analisis Struktural
ketentuan Yang Maha Kuasa.” (Gadis
a. Judul Pantai : 105).
Judul dalam novel Gadis Pantai menunjukkan Bendoro mempunyai kekuasaan dan kedudukan,
tokoh utama. Gadis Pantai merupakan tokoh sehingga bersikap sewenang-wenang terhadap
yang membutuhkan waktu penceritaan paling rakyat kecil. Hal ini terlihat ketika bendoro
banyak, Gadis pantai diceritakan kehidupannya memberhentikan seorang guru ngaji Gadis Pantai
dari awal hingga akhir cerita. Gadis mempunyai yang telah mengajarinya tentang kebaikan dan

Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa 2013 2


Volume 1 (1) Juli 2013 PUBLIKA BUDAYA Halaman 1-10

kebijakan. Tindakan Bendoro tanpa alasan yang Tokoh Bawahan


tepat, karena dengan mudah memberhentikan Tokoh Bawahan dalam novel Gadis
seorang guru ngaji mengajar Gadis Pantai. Sikap Pantai terdiri dari Bendoro, bapak Gadis Pantai,
dan tindakan Bendoro tersebut telah ibu Gadis Pantai, dan Mardinah. Tokoh bapak
merendahkan rakyat kecil, karena diperlakukan Gadis Pantai, dan Mardinah berwatak round
sesuka hatinya. character karena mengalami perubahan watak
• Ketidakberanian melawan kekuasaan yang dari awal penceritaan hingga akhir cerita. Tokoh
semena-mena berakibat penyesalan. Bendoro dan ibu Gadis Pantai berwatak flat
Tema minor tersebut mengacu pada bapak dan character karena dari awal hingga akhir cerita
ibu Gadis Pantai. Mereka tidak dapat menolak memiliki watak yang sama tanpa ada perubahan.
kehendak Bendoro untuk menikahi Gadis Keberadaan tokoh dalam cerita menentukan
Pantai. Ibu dan Bapak Gadis Pantai hanya jalannya cerita karena tokoh dapat
pasrah dan hanya bisa menyuruh Gadis Pantai menyampaikan isi cerita pada pembaca dan
menjadi Istri Bendoro. keberadaannya membuat cerita menarik.
c. Penokohan dan Perwatakan d. Latar
Tokoh adalah pelaku dalam cerita. Tokoh Latar Tempat
diciptakan pengarang dengan tujuan Latar tempat terjadinya peristiwa pada
menghidupkan cerita. Tokoh cerita berdasarkan novel Gadis Pantai karya Promoedya Ananta
segi peran atau tingkat pentingnya tokoh dalam Toer meliputi kampung nelayan dan di rumah
suatu cerita dibedakan menjadi dua yaitu tokoh Bendoro.
utama atau central character dan tokoh bawahan • Kampung nelayan
atau peripheral character (Nurgiyantoro, 2005 :
176). Novel Gadis Pantai didukung oleh 11 Kampung nelayan merupakan tempat yang
tokoh cerita yang terdiri atas seorang tokoh sangat akrab dengan keseharian Gadis Pantai
utama dan 10 tokoh bawahan. Akan tetapi hanya bersama orang tuanya. Gadis Pantai adalah
ada beberapa tokoh bawahan yang akan seorang gadis yang tinggal di daerah pesisr
dianalisis yang keberadaanya menunjang tokoh pantai dalam lingkungan kehidupan.
utama, yaitu: Bendoro, Emak, Bapak, dan • Rumah Bendoro
Mardinah
Setelah menikah, Gadis Pantai menjalani
Tokoh Utama kehidupan barunya sebagai seorang istri priyayi
Tokoh utama adalah tokoh yang penting di rumah Bendoro dengan status barunya sebagai
dan ditampilkan terus-menerus, sehingga Mas Nganten. Rumah Bendoro merupakan latar
mendoninasi cerita. Tokoh utama dalam novel tempat Gadis Pantai menjalani kehidupan
Gadis Pantai adalah Gadis Pantai. Ia merupakan barunya sebagi istri seorang bangsawan. Bendoro
tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh mempunyai kekuasaan dan kedudukan sebagai
lain, berhubungan dengan tema, dan priyayi ia memiliki rumah yang mewah dan
membutuhkan waktu penceritaan lebih banyak megah. Orang-orang kampung nelayan yang
dibandingkan dengan tokoh yang lain. Gadis mengantarkan Gadis Pantai ke rumah Bendoro.
Pantai mempunyai watak round character, yaitu Mereka kagum dengan kemegahan dan
memiliki perubahan watak dari awal cerita kemewahan rumah Bendoro.
sampai akhir cerita. Gadis Pantai awalnya
mempunyai watak penurut, penyayang,
Lingkungan Kehidupan
dermawan, pemberani, dan penyabar. Gadis
Latar lingkungan kehidupan menyaran pada
Pantai digambarkan sebagai gadis yang baik, dia
lingkungan kehidupan tokoh. Latar kondisi
masih berumur 14 tahun, terlahir dari keluarga
lingkungan kehidupan pada novel Gadis Pantai
miskin.
karya Promoedya Ananta Toer adalah lingkungan

Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa 2013 3


Volume 1 (1) Juli 2013 PUBLIKA BUDAYA Halaman 1-10

kampung nelayan dan rumah Bendoro. figuratif atau gaya bahasa, dan tuturan idiomik.
Gadis Pantai yang berasal dari lingkungan Diksi
kampung nelayan ke masyarakat kaum
bangsawan membuatnya terasing karena banyak Diksi merupakan pilihan kata. Diksi
peraturan yang tidak diketahuinya. Ia mulai mempunyai peranan penting dalam karya Sastra.
menyesuaikan dirinya beradaptasi dengan Penggunaan diksi dalam novel Gadis Pantai
lingkungan barunya. yang paling dominan sebagai berikut.
Sistem kehidupan Kata Konotatif
Sistem kehidupan tokoh utama adalah Kata konotatif ini menunjuk pada makna
kampung nelayan yang sederhana. Terlihat pada yang bukan makna sebenarnya atau makna kias.
data berikut: Makna konotatif ini mempunyai peran aktif
dalam menciptakan sebuah karya sastra karena
“dan beberapa hari setelah itu sang gadis memiliki nilai estetika yang tinggi. Kata
harus tinggalkan dapurnya, suasana konotatif dalam novel Gadis Pantai sangat
kampungnya. Kampung sendiri dengan dominan.
bau amis abadinya. Ia harus lupakan jala
yang setiap pekan diperbaikinya. Dan Efek yang ditimbulkan dari pemakaian
layar tua yang tergantung di dapur juga diksi kata konotatif pada frasa “bunga kampung
bau laut tanah airnya”.(Gadis Pantai :11- nelayan”, “angin yang bersuling”, “dua titik air”,
12). “malam gelap gulita, bintang-bintang bertabur di
langit hitam”, “keras memprotes”, “orang tak
Berdasarkan data di atas terlihat kesederhanaan berkaki, tak bertangan, tak berdaya”, “menyala
kampung nelayan yang ditempati oleh Gadis bangga”, dan “peleton serdadu” untuk
Pantai. Ciri khas kampung nelayan adalah bau menambah nilai estetika. Penggunaan diksi
amis, dan rumah yang ditempati Gadis Pantai tersebut sangat berpengaruh bagi pembaca dalam
juga sederhana. Hal ini terlihat dari dapurnya menikmati karya sastra, sehingga pembaca dapat
yang sederhana, jala dan layar tua yang setiap menikmati kalimat yang terkesan menarik yang
harinya dipergunakan bapaknya melaut mencari disesuaikan dengan maksud yang ingin dicapai
ikan. pengarang.
Latar Alat Kosa Kata Bahasa Jawa
Latar alat yang digunakan dalam novel Gadis
Pantai diantaranya obor, lampu, peralatan alat Dalam novel Gadis Pantai banyak
makan, dan sebagainya. ditemukan kosa kata bahasa Jawa. Hal ini
dilatarbelakangi oleh latar belakang pengarang
Waktu terjadinya peristiwa yang dibesarkan di kalangan masyarakat Jawa.
Latar menunjukkan kapan terjadinya peristiwa pemakaian bahasa Jawa. “emak” artinya ibu,
yang terdapat dalam karya sastra. Latar waktu “dokar” artinya delman.
meliputi: pagi, sore, malam dan abad. Pengarang menggunakan kosa kata bahasa Jawa,
misalnya: priayi (lapisan kedudukan masyarakat
2. ANALISIS STILISTIKA terhormat), kanjeng (gelar atau pangkat
Stilistika dalam novel Gadis Pantai kesultanan sebagai bupati), mbok (panggilan
menggambarkan seputar perjuangan kehidupan yang ditujukan pada seorang ibu atau wanita
rakyat proletar masyarakat Jawa. Hal ini tidak yang lebih tua ragam bahasa kromo ngoko),
terlepas dari latar belakang Pramoedya Ananta rukuh (mukena), Bendoro (tuan), gendeng (gila),
Toer yang memperjuangkan hidupnya setelah dia dan pangestu (berkah, restu). Pramudya Ananta
dibuang di Pulau Buru. Stilistika yang akan Toer ingin memperkenalkan novel ini kepada
dibahas dalam skripsi ini adalah: diksi, bahasa pembaca dengan latar sosial budaya masyarakat

Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa 2013 4


Volume 1 (1) Juli 2013 PUBLIKA BUDAYA Halaman 1-10

Jawa. Hal ini dinyatakan dalam bentuk penakut. Ia mudah meriutkan tubuhnya ke dalam
kehidupan gadis pantai yang berasal dari kelas cangkang jika dirinya merasa terancam. Frasa
rendah dan kemudian dinikahkan dengan tersebut dipilih oleh pengarang untuk
golongan kelas atas. membandingkan dengan keadaan gadis pantai
Efek yang ditimbulkan dari pemakaian yang bertubuh kecil ketakutan terhadap
diksi kosa kata bahasa Jawa untuk menambah bapaknya. Gadis pantai tidak dapat membantah
nilai estetika lebih menunjukkan latar belakang perintah bapaknya menikah dengan Bendoro. Ia
sosial budaya masyarakat Jawa. Pengarang ingin takut membantahnya karena bapaknya seorang
menyampaikan maksud kepada pembaca, bahwa pelaut, kasar dan berotot.
dalam karya tersebut dilatarbelakangi oleh • Majas Metafora
masyarakat Jawa. Ada perbedaan status sosial Metafora adalah majas yang menyatakan sesuatu
antara kaum borjuis dan kaum proletar. Kaum dengan kias perwujudan. Majas metafora dalam
borjuis diwakili oleh tokoh Bendoro. Ia novel Gadis Pantai sebagai berikut.
merupakan seorang priyayi yang memiliki Aku dan bapakmu banting tulang biar
kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan kau rasakan pakai kain, pakai kebaya,
kaum proletar yang diwakili oleh tokoh gadis kalung, anting seindah itu (Gadis
pantai. Pantai:13).
Frasa “banting tulang” merupakan kiasan dari
Bahasa Figuratif semangat yang menggebu-gebu. dalam bekerja.
Bahasa figuratif adalah bahasa bermakna Efek estetis yang ditimbulkan frasa “banting
kias atau makna lambang. Bahasa figuratif tulang” merupakan pembanding suatu keadaan
dipandang lebih efektif untuk menyatakan yaitu semangat dari orang tua gadis pantai.
maksud pengarang. Bahasa figuratif mampu Penggunaan frasa tersebut menambah nilai
menghidupkan suasana, mengandung nilai estetetis yang mewakili semangat orang tua gadis
estetika yang mendorong timbulnya kesan yang pantai agar anaknya dapat menggunakan kain
menyenangkan terhadap pembaca. Bahasa kebaya dan anting-anting yang indah saat ke
figuratif disebut juga dengan permajasan. rumah Bendoro. Kalimat tersebut merupakan
kutipan percakapan ibu dengan gadis pantai yang
1. Majas Perbandingan
memberi informasi bahwa mereka telah berupaya
Gaya bahasa yang dipakai untuk kerja keras agar gadis pantai mendapat
membandingkan sesuatu dengan yang lainnya. penghidupan yang layak.
•Majas Simile
• Alegori.
Majas simile merupakan kiasan yang
Alegori merupakan majas yang menyatakan
menyatakan satu hal dengan hal yang lain yang
sesuatu dengan perlambang. Adapun data yang
menggunakan kata-kata pembanding seperti:
mendukung sebagai berikut.
bagai, laksana, semisal, seumpama, sepantun,
Mana ada orang tua mau lemparkan
atau kata-kata pembanding lainnya. Majas simile
anaknya pada singa (Gadis Pantai:14).
dalam novel Gadis Pantai terlihat pada data
sebagai berikut. Kata “singa” identik dengan orang jahat. Maksud
dari “lemparkan anaknya pada singa” adalah
Tubuhnya yang kecil mungil itu meriut
memasrahkan anak pada orang yang diyakini
seperti keong, ketakutan. Ia tahu
akan membuat celaka. Kutipan tersebut
bapaknya pelaut, kasar dan berotot.
merupakan ucapan ibu pada gadis pantai yang
(Gadis Pantai 13).
membenarkan ucapan bapaknya. Sikap itu
Pemilihan frasa “meriut seperti keong” merupakan bentuk kasih sayang terhadap gadis
dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya, pantai yang menginginkan kehidupannya kelak
bahwa keong merupakan binatang kecil yang bahagia sementara gadis pantai merasa takut bila

Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa 2013 5


Volume 1 (1) Juli 2013 PUBLIKA BUDAYA Halaman 1-10

harus berpisah dengan orang tuanya dan hidup redam jika berada di tengah laut karena kalah
bersama dengan orang yang sebelumnya tidak dengan suara deburan ombak yang frekuensinya
dikenalnya. lebih tinggi dibandingkan suara jeritan manusia.
• Majas Personifikasi Jumlah ikan di lautan lepas tidak terhingga bila
Benda atau binatang berkelakuan seperti dibandingkan dengan jumlah nelayan yang
manusia. Data yang mendukung sebagai berikut. bekerja menangkap ikan-ikan tersebut.
Penggunaan kalimat tersebut bertujuan
Angin yang bersuling di puncak pohon-
membandingkan bentuk kepahlawanan bapak
pohon cemara tidak membuat
Gadis Pantai tatkala harus bekerja di laut lepas.
pertumbuhannya lebih baik. (Gadis
Ia berani berkorban untuk menghidupi keluarga
pantai: 11).
kecilnya, dikhawatirkan bila kapal yang
Personifikasi terlihat pada frasa“ angin yang ditumpangi bapak Gadis Pantai terguling dan
bersuling”, yang diibaratkan seperti manusia menenggelamkannya.
yang sedang memainkan suling di puncak pohon
cemara. Kenyataanya angin tidak dapat bersuling • Hiperbola.
Majas hiperbola yaitu kiasan yang melebih-
melainkan menghembus. Frasa tersebut dipilih
lebihkan. Adapun data yang mendukung
oleh pengarang untuk membandingkan suasana
Gadis Pantai, meskipun angin tetap berhembus sebagai berikut.
…dan sekarang meledak tangisnya yang
tidak mempengaruhi pertumbuhannya.
tertahan (Gadis Pantai:14).
• Majas Sinekdoke
Kata “meledak” menunjukkan kiasan suatu
Majas sinekdoke merupakan majas yang keadaan diri yang tidak mampu membendung air
menggunakan sebagian untuk menyatakan mata yang sebelumnya tertahan. Kata “meledak”
keseluruhannya. Data yang mendukung sebagai merupakan kata yang berlebihan yang
berikut. diungkapkan oleh ibu Gadis Pantai. Pengarang
Jiwanya yang muda itu menangkap dan memilih kata “meledak” untuk menggambarkan
menggenggam semua, tak peduli keadaan yang dialami seorang ibu ketika harus
seluruhnya atau sebagian darinya (Gadis meninggalkan anaknya. Keadaan ini dialami oleh
Pantai:85). ibu Gadis Pantai yang dengan berat hati melepas
anaknya tinggal bersama suami hanya ingin
Gaya bahasa sinekdoke totem proparte melepas beban kemiskinan.
merupakan keseluruhan untuk sebagian. Kalimat • Onomatope.
tersebut menggambarkan pikiran Gadis Pantai Majas onomatope merupakan perulangan bunyi.
seolah-olah mengerti maksud pembicaraannya Adapun data yang mendukung sebagai berikut.
bersama pelayan tua tentang orang bawahan, Seluruh kampung dirundung duka
orang atasan maupun kompeni. Dia tidak paham Di tengah malam pakai obor pelita
betul semua pembicaraannya namun dia mampu Tiga jati kenangan ditanam bersama
mengambil sebuah kesimpulan dari ucapan Rodi celaka jangan sampai terlupa (Gadis
pelayan tua. Pantai:152).
• Asosiasi
Rima pada bait tersebut berupa persamaan huruf
Asosiasi merupakan majas yang menyatakan a pada akhir baris. Perulangan bunyi yang sama
sesuatu dengan menyebutkan sifat benda yang menjadikan bait tersebut bernuansa kepedihan.
dibicarakan. Adapun data yang mendukung. Kepedihan yang dimaksud adalah mengenang
Ombak itu lebih besar dari jeritannya. masa orang-orang terdahulu yaitu penderitaan
Ikan besar-besar itu lebih banyak dari sebagai akibat kerja rodi yang dipaksakan oleh
nelayan (Gadis Pantai:66). para kolonial Belanda. Pantun di atas memiliki
persamaan bunyi pada akhir baris yaitu pada kata
Berdasarkan logika, suara jeritan manusia akan

Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa 2013 6


Volume 1 (1) Juli 2013 PUBLIKA BUDAYA Halaman 1-10

duka/ pelita/ bersama/ dan terlupa/. Persamaaan Arab yang tak mengeluarkan bau.(Gadis
bunyi tersebut bukan hanya hiasan tetapi Pantai :26)
memiliki makna yang sekaligus memberi nilai Data tersebut menunjukkan majas repetisi. Frasa
estetika, dari segi jumlah suku kata pada setiap “tak ada” merupakan bentuk perulangan yang
baris, demikian juga persamaan bunyinya antara dianggap penting untuk memberikan tekanan.
sampiran dan isi. Selain itu persamaan bunyi Sebuah tekanan yang menunjukkan suatu
juga berfungsi mempermudah untuk perbedaan suasana yang dialami oleh Gadis
menghafalnya. Pantai. Situasi yang ada dalam ruangan tersebut
• Majas Eponim sudah jauh berbeda dengan situasi kampung
Eponim merupakan majas yang menunjukkan nelayan. Pengarang menggunakan perulangan
sesuatu nama yang digunakan dalam hubungan frasa “tak ada” untuk memperjelas tekanan
ciri tertentu. Data yang mendukung sebagai bahwa di ruangan itu berbeda jauh dengan situasi
berikut: yang dialami Gadis Pantai pada saat ia berada di
kampung nelayan.
Tubuh yang kecil itu meriut seperti
keong, ketakutan.(Gadis Pantai:13) • Pleonasme.
Pleonasme merupakan majas yang menegaskan
Data tersebut menggunakan kata “keong”
sebagai pengganti nama yang menunjukkan ciri sesuatu dengan menyebutkan sifatnya, yang
tertentu. “Keong” merupakan salah satu hewan sebenarnya tidak usah dinyatakan lagi, karena
yang mempunyai kebiasaan apabila disentuh sifatnya memang seperti itu. Adapun data yang
akan menyembunyikan badannya dalam mendukung sebagai berikut.
Mereka melaluinya, kemudian masuk ke
rumahnya. Rasa takut yang dialami oleh Gadis
dalam ruangan yang panjang. Saking
Pantai diibaratkan seperti keong yang sedang
panjangnya ruangan itu sehingga nampak
menyembunyikan badannya di balik
seakan sempit. (Gadis Pantai:17).
cangkangnya. Kata “tubuh yang kecil”
merupakan sebuah identitas Gadis Pantai. Kata “dalam” merupakan kata tambahan tidak
Pengarang menggunakan kata “keong” sebagai perlu diikutsertakan karena kata “masuk”
mengungkapkan rasa takut yang dialami oleh berasosiasi dengan kata “dalam”. Tanpa disisipi
Gadis Pantai. kata “dalam” pada kalimat tersebut, tidak
mengurangi makna yang ingin disampaikan
• Majas Penegasan
pengarang. Kedua kata tersebut tetap digunakan
gaya bahasa yang dipakai untuk menegaskan oleh pengarang untuk mempertegas maksud yang
maksud yang disampaikan. Majas penegasan ingin disampaikan pada pembaca, dan untuk
dalam novel Gadis Pantai diantaranya sebagai memberi nilai estetika pada kalimat tersebut.
berikut. • Antiklimaks
Antiklimaks merupakan majas yang menyatakan
• Majas Repetisi sesuatu hal dengan menyebutkan urutan
Majas repetisi merupakan majas yang meningkat atau menurun dari isi maupun bentuk.
menegaskan sesuatu dengan mengulangi bagian Menghisap darah Bendoro dengan
yang dianggap penting, sehingga menimbulkan rakusnya, semenit, lima, sepuluh, lima
rasa spirit atau dorongan. Terlihat pada data belas dan berubahlah binatang-binatang
sebagai berikut. langsing itu jadi bola-bola bening dengan
jeroannya yang nampak gelap (Gadis
Di ruangan ini tak ada lesung. Tak ada Pantai:86).
bau udang kering. Tak ada ada babon
tongkol yang tergantung diatas Kata yang dicetak miring menyatakan waktu saat
pengasapan. Tak ada yang bergantungan lintah yang dijadikan bentuk pengobatan
di dinding terkecuali kaligrafi-kaligrafi Bendoro yang dibantu oleh Gadis Pantai.

Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa 2013 7


Volume 1 (1) Juli 2013 PUBLIKA BUDAYA Halaman 1-10

Penggunaan kata yang beruntun tersebut gagasan bertentangan yang menggambarkan


berfungsi untuk memperjelas pernyataan yang sebuah kondisi di kampung nelayan untuk
merupakan proses pengobatan. Penggunaan kata menyambut kedatangan Gadis Pantai. Pengarang
semenit, lima, sepuluh, lima belas, untuk menggunakan kata-kata bertentangan yang
mengetahui selang waktu yang digunakan dalam sifatnya mutlak yaitu besar lawan kata kecil,
pengobatan. Pengarang tidak menyebutkan laki-laki lawan kata perempuan, dan tua lawan
semenit, dua menit dan seterusnya sampai lima kata muda. Pengarang menggunakan kata-kata
belas menit, karena kurangnya nilai estetika yang bertentangan tersebut, tidak ada yang dapat
dalam kalimat tersebut, sehingga pengarang menggantikan sifat dari keduanya dan
menggunakan kelipatan lima dalam frasa menambah nilai estetika.
tersebut untuk menghindari pemborosan kata, Majas Sindiran:
dan untuk memperindah kalimat tersebut.
• Asindenton. Majas ironi
Asidendon merupakan majas yang menyatakan Majas ironi merupakan majas sindiran yang
sesuatu dengan perincian tanpa kata sambung. menyatakan sesuatu dengan melemparkan ke hal
Tak mampu ia nyatakan, ia nangis lain, yang berupa sindiran secara halus. Adapun
melihat anaknya ke luar selamat dari data yang mendukung sebagai berikut.
kampung nelayan, jadi wanita terhormat,
tak perlu berkeringat, tak perlu berlari- “Inilah kampung. Kampungku. Jangan
larian mengangkat ikan jemuran bila injakkan kakimu yang indah di atas pasir
rintik hujan mulai membasuh bumi ini, nyonya janda, kalau tidak mau kena
(Gadis Pantai:14). kutukanku.”(Gadis Pantai :126).
Penggunaaan beberapa klausa dalam kalimat Data tersebut menunjukkan majas ironi, frasa
tersebut untuk mempertegas gambaran keadaan yang diungkapkan Gadis Pantai kepada
Gadis Pantai setelah menikah dengan seorang Mardinah “jangan injakkan kaki yang indah di
pembesar. Ibu Gadis Pantai tidak lagi merasakan atas pasir ini” merupakan sindiran yang
sedih melihat keadaan putrinya yang setiap hari ditujukan kepada Mardinah bahwa dia tidak
ikut bekerja keras. Harapan sang ibu, anaknya boleh ikut ke kampung nelayan. Gadis Pantai
menjadi bagian orang besar terlaksana. Ibu Gadis menyindir Mardinah supaya balik ke Bendoro
Pantai merasa mampu membebaskan kondisi dan tidak mengikutinya. Kalimat sindiran
putrinya dari kemelaratan hidup yang tersebut mewakili perasaan Gadis Pantai yang
dialaminya. tidak suka keberadaan Mardinah di kampung
nelayan.
Majas Pertentangan • Sarkasme
Majas pertertantangan adalah gaya bahasa yang
dipakai bertentangan atau berlawanan. Majas sarkasme merupakan majas sindiran yang
• Majas Antitesis melontarkan tanggapan pedas dengan
menyebutkan sifat binatang atau benda yang
Antitesis yaitu majas yang menyatakan sesuatu bersifat jelek dan menyinggung perasaan.
dengan menggunakan kata majemuk setara.
Dan ternyata seluruh kampung sedang “Hai, Dul gendeng, benar kau sering ke
menunggu mereka, berbaris besar-kecil, kota?”(Gadis Pantai:168).
tua-muda, laki-perempuan, di pantai di
bawah deretan pohon-pohon...(Gadis “Gendeng” merupakan kosakata bahasa jawa
Pantai:198). yang berarti gila. Kata tersebut ditujukan pada si
Dul seorang pendongeng yang selalu memainkan
Data tersebut menunjukkan majas antitesis. Kata- rebana. Dia seorang laki-laki pemalas yang
kata yang bercetak miring merupakan sebuah tingkahnya mencerminkan seseorang yang gila.

Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa 2013 8


Volume 1 (1) Juli 2013 PUBLIKA BUDAYA Halaman 1-10

Dia tidak merasa tersinggung tatkala masyarakat nelayan.


di kampungnya menyindir keadaannya dengan Tema mayor novel Gadis Pantai adalah
menggunakan bahasa yang tidak sopan (kasar). perbedaaan status sosial berdampak kesenjangan.
Pengarang memilih kata “gendeng” untuk Tema minor dalam novel Gadis Pantai adalah
menambah nilai estetika dalam karyanya. kekuasaan “membutakan hati nurani” seorang
penguasa, dan ketidakberanian melawan
kekuasaan yang semena-mena berakibat
Idiomatik penyesalan.
Kata idiomatik merupakan kata yang Tokoh dalam novel Gadis Pantai terdiri atas
bukan makna sebenarnya atau bersifat kias. tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama
Kata-kata idiomatik biasanya berbentuk frasa dalam novel Gadis Pantai adalah Gadis Pantai.
atau terdiri atas dua kata. Tuturan idiomatik Tokoh bawahan terdiri dari Bendoro, bapak
dalam suatu kajian stilistika termasuk dalam Gadis Pantai, ibu Gadis Pantai, dan Mardinah.
ranah bahasa figuratif. Adapun data yang Tokoh Gadis Pantai, bapak Gadis Pantai, dan
menunjukkan data tuturan idiomatik dalam novel Mardinah berwatak round character karena
Gadis Pantai sebagai berikut. mengalami perubahan watak dari awal
penceritaan hingga akhir cerita. Tokoh Bendoro
Dan jadilah ia bunga kampung nelayan dan ibu Gadis Pantai berwatak flat character
sepenggal pantai keresidenan Jepara karena dari awal hingga akhir cerita memiliki
Rembang.(Gadis Pantai:11). watak yang sama tanpa ada perubahan.
Data tersebut menunjukkan adanya pemakaian Keberadaan tokoh dalam cerita menentukan
kata yang bermakna idiomatik. Frasa “bunga jalannya cerita karena tokoh dapat
kampung” mempunyai kesetaraan dengan bunga menyampaikan isi cerita pada pembaca dan
desa. Frasa “bunga kampung” mempunyai keberadaannya membuat cerita menarik.
makna perawan (gadis) yang cantik di kampung Latar yang ada dalam novel Gadis Pantai
tempat tinggalnya. Pegarang menggunakan frasa meliputi latar tempat, lingkungan kehidupan,
“bunga kampung” sebagai simbol untuk sistem kehidupan, latar alat dan waktu terjadinya
menggambarkan kecantikan gadis kampung peristiwa. Latar tempat meliputi dua latar yaitu
nelayan yaitu Gadis Pantai. kampung nelayan dan rumah Bendoro.
Lingkungan kehidupan mengarah pada
lingkungan kehidupan kampung nelayan dan
Kesimpulan rumah Bendoro. Sistem kehidupan meliputi
kampung nelayan yang sederhana dan kehidupan
Kesimpulan dari penganalisisan novel
golongan priyayi yang berkuasa. Latar alat yang
Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer.
digunakan dalam novel Gadis Pantai
Peneliti menggunakan metode penelitian
diantaranya obor, lampu, peralatan alat makan,
struktural dan kajian stilistika. Analisis struktural
dan sebagainya. Waktu terjadinya peristiwa
yang ada dalam skripsi ini meliputi judul, tema,
meliputi pagi, sore, malam dan abad.
tokoh dan perwatakan, dan latar. Kajian stilistika
Dalam pendekatan kajian stilistika yang dibahas
yang dikaji meliputi diksi, bahsa figuratif atau
dalam novel Gadis Pantai adalah: diksi, bahasa
gaya bahasa, dan tuturan idiomik.
figuratif, dan tuturan idiomik. Penggunaan diksi
Judul Gadis Pantai menunjukkan tokoh utama dalam novel Gadis Pantai yang paling dominan
yaitu gadis pantai. Ia merupakan tokoh yang yaitu penggunaan kata konotatif dan kosa kata
membutuhkan waktu penceritaan paling banyak bahasa Jawa.
dan sering dikenai permasalahan atau konflik Bahasa Figuratif disebut juga permajasan. Gaya
dengan tokoh yang lain. Gadis pantai mempuyai bahasa yang digunakan dalam novel Gadis
arti perempuan yang tinggal di pesisir pantai dan Pantai meliputi majas perbandingan diantaranya
berada dalam lingkungan kehidupan kampung majas simile, majas metafora, majas aligori,

Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa 2013 9


Volume 1 (1) Juli 2013 PUBLIKA BUDAYA Halaman 1-10

majas personifikasi, majas sinekdoke, majas Pramoedya Ananta Toer ini mengungkapkan
asosiasi, majas hiperbola, majas onomatope dan variasi orientasi nilai budaya golongan priyayi
majas eponim. Majas penegasan meliputi majas Jawa, yang masing-masing menyangkut hakikat
repetisi, majas pleonasme, majas antiklimaks, kehidupan, dan hubungan antar sesama manusia.
dan majas asidenton. Majas pertentangan yang
dibahas yaitu majas antitesis. Majas sindiran Daftar Pustaka
meliputi majas ironi, dan majas sarkasme.
Tuturan idiomatik dalam suatu kajian stilistika Junus, U. 1989. Stilistika Satu Pengantar. Kuala
termasuk dalam ranah bahasa figuratif. Adapun Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Lot
data yang menunjukkan data tuturan idiomatik 1037.
dalam novel Gadis Pantai diantaranya frasa
“bunga kampung”, frasa “kuda kacang”, frasa Ratna, N. 2011.Stilistika Kajian Puitika Bahasa,
“keras berpikir”, dan frasa “angkat bahu”. Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka
Penggunaan kata-kata idiomatik hampir Pelajar
mempunyai fungsi yang sama dengan majas
yaitu sebagai salah satu unsur untuk menunjang Maslikatin, T. 2007. Kajian Sastra Prosa, Puisi,
estetika kebahasaan dalam karya sastra. Drama. Jember: UNEJ press.
Novel Gadis Pantai secara garis besar Natawidjaja, P S.1986. Apresiasi Stilistika. PT
merupakan gambaran umum tentang pola Intermesa.
tingkah laku priyayi Jawa. Gambaran tradisi
priyayi Jawa merupakan kritikan terhadap bentuk Nurgiyantoro, B. 2000. Teori Pengkajian Fiksi.
feodalisme Jawa yang tergambar dalam setiap Yogyakarta: Gadjah Mada University
bentuk tradisi yang dilakukan oleh para priyayi. Press.
Gambaran tradisi priyayi Jawa dalam novel ini Panuti, S. 1988. Memahami Cerita Rekaan.
tergambar dengan jelas dalam setiap tuturan teks. Jakarta: Pustaka Jaya.
Hal tersebut tidak terlepas dari penyajian
struktur cerita (judul, tema, penokohan dan Pradopo, R D. 2002. Kritik Sastra Indonesia
perwatakan, serta latar) yang saling membangun Modern. Yogyakarta: Gama Media.
dalam satu kesatuan isi cerita.
Kekuasaan para penguasa jawa (priyayi) baik Tim Reality. 2008. Kamus Terbaru Bahasa
secara politik maupun agama. Dalam novel Indonesia. Surabaya: Reality Publisher
Gadis Pantai ini juga diceritakan kedudukan Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta:
priyayi dalam sebuah status sosial. Bendoro PT Dunia Pustaka Jaya.
merupakan seorang priyayi, sedangkan Gadis
Pantai mendapat status kepriyayiannya setelah
dinikahi oleh Bendoro, meskirun pada akhirnya Toer, P A. 2000. Gadis Pantai. Jakarta: Hasta
harus kembali kepada statusnya sebagai orang Mitra
bawahan. Perilaku Bendoro dalam novel Gadis Wellek, R & Austin Warren. 1990. Teori
Pantai ini memang mencerminkan pola tingkah Kesusastraan. Terjemahan Melani
laku priyayi. Hal tersebut dilakukan demi Budianta. Jakarta: PT Gramedia.
menaikkan status, baik di kalangan priyayi Jawa
maupun di hadapan pemerintah Hindia Belanda. Wiyatmi. 2008. Pengantar Kajian Sastra.
Priyayi dalam novel Gadis Pantai ini merupakan Yogyakarta: Pustaka.
golongan ningrat yang sangat mempertahankan
tradisi Jawa yang ada sebagai bentuk warisan
khazanah kebudayaan Jawa, dan juga sekaligus
memperlihatkan bentuk feodalisme Jawa.
Dengan demikian, novel Gadis Pantai karya

Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa 2013 10

Anda mungkin juga menyukai