Anda di halaman 1dari 130

LAPORAN PBLK

PENGELOLAAN PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN
DM TIPE II DENGAN HIDROTERAPI UNTUK
MENURUNKAN KADAR GULA
DARAH DI RSUD Dr RM
DJOELHAM BINJAI

OLEH :

ANITA SILALAHI, S.Kep


1814901211

PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI


STIKES FLORA
MEDAN
2019
i
LAPORAN PBLK

PENGELOLAAN PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN
DM TIPE II DENGAN HIDROTERAPI UNTUK
MENURUNKAN KADAR GULA
DARAH DI RSUD Dr RM
DJOELHAM BINJAI

Disusun Dalam Rangka Menyelesaikan


Praktek Belajar Lapangan Komprehensif
(PBLK)

OLEH :

ANITA SILALAHI, S.Kep


1814901211

PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI


STIKES FLORA
MEDAN
2019

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan hasil Praktik Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK)

Telah mendapat persetujuan

Medan , 23April 2019

Pembimbing

(Darmita Fitri Tanjung, S.Kep, Ns)

Penguji

(Julidia Safitri Parinduri, S.Kep, Ns, M.Kes)

Kepala Program StudiNers

(Suherni, S.Kep, Ns, M.Kep)


NIP : 790612

iii
PERNYATAAN

PENGELOLAAN PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN DM TIPE 2

DENGAN HIDROTERAPI UNTUK MENURUNKAN

KADAR GULA DARAH DI RSUD

DR RM JOELHAM.

PBLK

Dengan ini menyatakan bahwa dalam laporan ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar Ners di suatu Perguruan Tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
di tulis atau di terbitkan orang lain kecuali, yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan di sebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 23 April 2019

Anita Silalahi

1814901238

iv
ABSTRAK

Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia kronik disertai


berbagai macam komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah
yang disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
electron (Mansjoer arief, 2001: 580). Penyakit diabetes mellitus merupakan
penyakit degeneratif yang memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius.
Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO). Tujuan dari PBLK ini untuk
mengetahui asuhan keperawatan kepada pasien dengan Gangguan Sistem
Endokrin: DM meliputi pengkajian, intervensi, implementasi dan evaluasi
keperawatan. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam.
Kesimpulannya adalah kerja sama antar tim kesehatan, pasien dan keluarga
sangat diperlukan untuk keberhasilan dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien,komunikasi terapeutik dapat mendorong pasien lebih kooperatif.
Hidroterapi atau terapi air putih merupakan metode perawatan dan
penyembuhan dengan menggunakan air putih untuk mendekatkan manfaat terapis
dalam penanganan penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek
hidroterapi terhadap penurunan kadar gula darah sesaat pada penderita DM Tipe
II.

Kata Kunci : Diabetes Mellitus, Hidroterapi

v
ABSTRACT

.
Diabetes Mellitus (DM) is a chronic hyperglycemia with various chronic
complications in eyes, kidneys, nerves, and blood vessels, followed by lesions in
basalis membrane examined by electron microscope (Mansjoer Arief, 2001: 580).
According to the data from the World Health Organization (WHO), it is a
degenerative disease which needs accurate and serious handling. The objective if
the PBLK was to find out nursing care for patients with endocrine system
disorder: DM which included nursing analysis, intervention, implementation, and
evaluation. After nursing care intervention was done in 2 x 24 hours, it was found
that cooperation among the team members, patients, and their families were
highly needed for the success in providing nursing care for patients, and
therapeutic communication could encourage patients to be more cooperative.

Hidrotherapy or water thrapy is a method of treatment and healing with


water for get the therapeutic in the treatment of disease. This the aims of the
research to determine the effect of hydothrepy to decrease blood sugar random
diabetes mellitus type 2 patients.

Keywords: Diabetes Mellitus, Hidrotherapy

vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
karuniaNya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek
Belajar Lapangan Komprehensif yang berjudul―Pengelolaan Pelayanan Dan
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Endokrin Diabetes
Melitus Tipe 2 Dengan Hidroterapi Untuk Menurunkan Kadar Gula Darah
Di Ruang Mawar RSUD Dr RM Djoelham Binjai Tahun 2019 ―.
Dalam penyusunan laporan komprensif ini, penulis mendapatkan banyak
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui kesempatan ini
penulis menyampaikan banyak terimah kasih kepada :

1. Dr. Fitria Aldy, M.Ked (Oph), Sp.M, Selaku Ketua Yayasan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Flora Medan.
2. Henni Triana, SKM, M.Kes, selaku Wakil I Ketua Bidang Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Flora Medan.
3. Aripandi, SP, MP, selaku Wakil II Ketua Bidang Administrasi Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Flora Medan.
4. dr. Wika Hanida, M.Ked (Pd), Sp. Pd, selaku Wakil III Ketua Bidang
Kemahasiswaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Flora Medan
5. Suherni, S.Kep, Ns, M.Kep, Selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Flora Medan.
6. Darmita Fitri Tanjung, S.Kep, Ns, Selaku dosen Pembimbing Institusi yang
telah memberikan bimbingan,masukan dan arahan kepada penulis dan selaku
dosen pembimbing Praktek Belajar Lapangan Komprehensif.
7. Julidia Safitri Parinduri, S.Kep, Ners, M.Kes, Selaku penguji
8. Arista Karo-karo, S.Kep, Ns, Selaku Clinical Instructor (CI) atau perseptor
Kepala Ruangan Rawat Inap Mawar RSUD RM Djoelham Binjai Medan
sekaligus yang telah menyediakan waktunya dan memberikan bimbingan,
pengetahuan, masukan dan arahan kepada penulis selama melakukan PBLK
di RSUD RM Djoelham Binjai Medan 2019.

vii
9. Semua perawat Ruang Rawat InapMawar yang telah memberikan informasi
dan bekerja sama dengan penulis selama melakukan pengkajian sampai
selesainya PBLK (Praktek Belajar Lapangan Komprehensif) di RSUD RM
Djoelham Binjai Medan 2019.
10. Ibu/Bapak dosen Studi Ilmu Keperawatan dan Seluruh Staf STIKes Flora
Medan yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama
masa perkuliahan sehingga penulis dapat ilmu yang bermanfaat.
11. Kepada kedua Orang Tua, Bapak (Jannes Silalahi) dan Ibu (Kartini
Panjaitan) tecinta yang tak henti – hentinya mengorbankan tenaga
membesarkan dan mendidik saya, mendoakan saya, memberikan ketulusan
kasih sayang sepenuhnya, membiayai semua kebutuhan saya dan selalu
memberikan motivasi serta dukungan terbesar kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan PBLK (Praktek Belajar Lapangan
Komprehensif).
12. Adik-adik penulis (Rahel, Romanan, dan Parmonangan) terimah kasih atas
doa dan motivasi serta dukungan terbesar kepada penulis.
13. Kepada teman – teman seperjuangan Profesi Ners angkatan 2018 yang telah
mendukung penulis dalam menjalani perkuliahan dan menyelesaikan PBLK
(Praktek Belajar Lapangan Komprehensif).

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang


telah memberikan bantuan, pengarahan, bimbingan dan kritik dalam
menyelesaikan Pblk ini. Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna
dan tidak terlepas dari kekurangan, kesalahan, mengingat keterbatasan yang
penulis miliki. untuk itu, penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan dari
berbagai pihak yang membangun dari para pembaca demi lebih sempurnanya
laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, 23 April 2019
Anita Silalahi

1814901211

viii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. x
DAFTAR TABEL ................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 3
1.3 Tujuan PBLK .............................................................................. 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................. 5
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................ 5
1.4 Manfaat PBLK ............................................................................ 6
1.4.1 Bagi Mahasiswa Keperawatan ........................................ 6
1.4.2 Bagi Pasien ...................................................................... 6
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan ................................................ 7
1.4.4 Bagi Lahan Praktek ......................................................... 7
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS ........................................................... 8
2.1 Definisi Diabetes Melitus ............................................................. 8
2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus ........................................................ 10
2.3 Etiologi ......................................................................................... 11
2.4 Manifestasi Klinis......................................................................... 12
2.5 Patofisiologi.................................................................................. 14
2.6 Mampping Teori ........................................................................... 16
2.7 Klasifikasi Diabetes Melitus ........................................................ 20
2.8 Pemeriksaan Diagnostik ............................................................... 22
2.9 Pemeriksaan Laboratorium........................................................ 23
2.10 Penatalaksanaan Medis .......................................................... 24

2.10 Asuhan Keperawatan DM Tipe 2 .............................................. 25

2.11 Pengkajian .............................................................................. 27


2.13 Diangnosa Keperawatan ......................................................... 27
2.14 Intervensi Keperawatan .......................................................... 29
2.15 EBN (Evidence Based Nursing) ............................................. 38

BAB 3 MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN ...................... 40


3.1 Pengkajian .................................................................................... 40
3.1.1 Identitas Pasien ................................................................ 41
3.1.2 Keluhan Utama ................................................................ 42
3.1.3 Riwayat Kesehatan .......................................................... 42
3.1.4 Pemeriksaan Fisik ........................................................... 43
ix
3.1.5 Pola Kebiasaan Sehari – hari ........................................... 45
3.1.6 Hasil Pemeriksaan Penunjang ......................................... 46
3.1.7 Penatalaksanaan Medis ................................................... 48
3.1.8 Analisa Data .................................................................... 48
3.1.9 Diagnosa Keperawatan .................................................... 49
3.1.10 Intervensi Keperawatan ................................................... 50
3.1.11 Implementasi Keperawatan ............................................. 53
3.1.12 Evaluasi ........................................................................... 60
BAB 4 PEMBAHASAN ....................................................................... 61
4.1 Pengkajian Kasus Kelolaan ......................................................... 61
4.2 Pembahasan Kasus Menurut Teori ............................................. 66
BAB 5 PENUTUP.................................................................................. 67
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 67
5.2 Saran ........................................................................................... 68
5.2.1 Bagi Mahasiswa .............................................................. 68
5.2.2 Bagi Pasien ...................................................................... 68
5.2.3 Bagi Latihan Praktek ....................................................... 68
5.2.4 Bagi Institusi Pendidikan ................................................ 68

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 69


DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ 70

x
DAFTAR TABEL

No Judul Halaman
1. Intervensi keperawatan...............................................................
..................................................................................................... 28
2. Riwayat Kesehatan Sekarang ...................................................... 41
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu .................................................... 41
4. Riwayat Kesehatan Keluarga ...................................................... 42
5. Riwayat Psikososial ................................................................... 42
6. Pemeriksaan Fisik ...................................................................... 43
7. Pemeriksaan Head To Toe .......................................................... 44
8. Pola Kebiasaan Makanan Sehari –hari ....................................... 45
9. Hasil Pemeriksaan Penunjang ..................................................... 45
10. Penatalaksanaan Medis ............................................................... 46
11. Analisa Data ................................................................................ 46
12. Intervensi Keperawatan .......................................................... 50
13. Implementasi Keperawatan ........................................................ 54
14. Catatan Perkembangan ............................................................... 56

xi
DAFTAR GAMBAR/SKEMA

No Judul Halaman

1. Pathway Diabetes Melitus Secara Teori.......................................... 36


2. Genogram Keluarga........................................................................ 43
3. Patway Kasus DM Tipe 2............................................................... 61

xii
DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Resume Kasus .................................................................................... 1


2. Penyuluhan ......................................................................................... 2
3. Jurnal EBN ......................................................................................... 3
4. Lembar Bimbingan............................................................................. 4

xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM), atau sering disebut dengan diabetes dan dikenal
dengan penyakit gula (kencing manis) adalah penyakit kronis yang terjadi ketika
pankreas tidak mampu lgi memproduksi insulin, atau ketika tubuh tidak dapat
memanfaatkan insulin yang dihasilkan. Insulin adalah hormon yang mengatur
gula darah. Hiperglikemia atau gula darah yang meningkat merupakan efek umum
dari diabetes yang tidak terkontrol dan dari waktu ke waktu menyebabkan
kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, khususnya saraf dan pembuluh darah
(World Health Organization (WHO), 2017).
Diabetes Mellitus (DM) adalah salah satu penyakit penyebab kematian
nomor 4 terbanyak di Asia (WHO, 2012) dan juga merupakan salah satu penyakit
dari 7 penyakit terbesar di Indonesia, setelah TB, Stroke, Penyakit hati,
Pneumonia, Hipertensi, dan diare (Riskesdas, 2012). DM merupakan penyakit
metabolik yang berlangsung kronik dan baru dirasakan setelah komplikasi pada
organ tubuh terjadi agak lanjut. Penyakit ini merupakan penyakit yang
menyebabkan kematian kedua setelah penyakit jantung (Mangoenprasodjo, 2010).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit tidak menular
(PTM) yang banyak diderita oleh masyarakat di dunia. Penyakit ini merupakan
salah satu penyakit degeneratif yang tidak dapat disembuhkan namun dapat
dikontrol (Smeltzer, 2002). Data WHO pada tahun (2003) menyebutkan bahwa
194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 milyar penduduk dunia menderita DM
(MADINA, 2013). Penderita DM di seluruh dunia meningkat pada tahun 2010
yaitu diperkirakan sebesar 285 juta (6,4%) dan pada tahun (2030) diperkirakan
akan meningkat menjadi 439 juta (7,7%) (Prijadi, Nila, dan Hartono,2013).
DM merupakan penyakit akibat menurunnya fungsi atau struktur dari
jaringan atau organ tubuh yang secara progresif menurun dari waktu kewaktu
karena usia atau pilihan gaya hidup kendaraan bermotor dibandingan berjalan kaki
(Nurhasan, 2000 dalam Phitri, 2013).

1
Prevalensi DM diperkirakan terus bertambah dan lebih meningkat lagi pada
negara – negara yang sedang berkembang. WHO (2011) menyebutkan penyadang
DM di dunia pada tahun 2000 berjumlah 171 juta. Tahun (2030) diperkirakan
adalah ada 366 juta penyandang DM dan 3,2 juta kematian setiap tahun
disebabkan oleh komplikasi penyakit ini. WHO (2000) mencatat 10 besar negara
yang memiliki prevalensi terbesar penyandang DM, yaitu: India, Cina, Amerika
Serikat, Indonesia, Jepang,Pakistan, Rusia, Brasil, Italia, dan Bangladesh. Data
WHO (2000) menyebutkan penyandang DM di Indoneisa berjumlah 8,4 juta dan
diperkirakan meningkat menjadi 21,3 juta pada tahun (2030). Penelitian
epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens
dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia (Riskesdas, 2007).
Berdasarkan Riskesdas (2007) menyatakan bahwa 6 dari 100 orang dewasa
di Indonesia mengidap diabetes atau 5,7% yang bervariasi di beberapa kota besar
di Indonesia. Hasil Riskesdas 2007 juga menyebutkan bahwa prevalensi DM pada
tahun (2003) sebesar 7,2% di pedesaan dan 14,7% di perkotaan (Depkes RI,
2009). Depok merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki prevalensi
cukup tinggi. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Kementerian Kesehatan RI
dan bekerjasama dengan WHO mengungkapkan bahwa prevalensi penderita
diabetes di Kota Depok pada rentang usia 25 – 64 tahun adalah sebesar 8%
dengan prevalensi tertinggi pada rentang usia 55 – 64 tahun yakni sebesar 21,5%
(Wibisono, 2012). Kelurahan Cisalak Pasar merupakan salah satu kelurahan di
Depok yang salah satu wilayahnya yaitu RW 05, memiliki prevalensi DM
terbanyak dibandingkan dengan RW lainnya yaitu dari hasil skrining singkat dan
wawancara dengan kader setempat didapatkan data sebanyak 18 orang terdeteksi
diabetes melitus dan berdasarkan data sekunder dari residen FIK UI terdapat 30
orang terdeteksi DM. Jadi, total penderita DM di RW 05 yaitu 48 orang.
Penyebab tingginya angka kejadian DM khususnya di wilayah perkotaan
yaitu terutama dipicu oleh pergeseran gaya hidup masyarakat di era globalisasi
dengan salah satu aspek paling menonjol adalah tingginya konsumsi makanan
gaya barat seperti makanan-makanan instan yang banyak mengandung kadar gula
tinggi, kolesterol, zat pengawet, zat-zat campuran lainnya serta kurangnya
2
mengkonsumsi makanan yang berasal langsung dari alam (Tim Vitahealth, 2004).
Berdasarkan Riskesdas (2007) menyatakan bahwa hampir 80 % prevalensi DM
dipicu oleh gaya hidup tidak sehat salah satunya bersumber dari makanan.
Menurut Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Endokrinologi Indonesia, (Prof.
Pradana Soewondo dalam Kompas, 2013) juga menyatakan bahwa masyarakat
Indonesia mengalami perubahan pola makan yaitu menyukai makanan dengan
kandungan gula, garam, dan natrium berlebih serta minimnya konsumsi sayur dan
buah, dapat memicu meningkatnya terjadinya diabetes. Selain itu, disebutkan
bahwa perubahan gaya hidup dan lingkungan menjadi salah satu penyebab
meningkatnya angka penderita diabetes seperti mayoritas mengkonsumsi junk
food, jarang melakukan aktivitas fisik, dan banyak mengonsumsi rokok
(OKEZONE, 2012).
Gaya hidup yang tidak sehat jika tidak dicegah atau dikontrol maka akan
memperburuk kesehatan yakni dapat memunculkan komplikasi pada penderita
DM. Komplikasi yang dapat timbul antara lain kebutaan, impotensi, penyakit
jantung, stroke, gagal ginjal, hipertensi, dan amputasi (Smeltzer, 2002). Upaya
yang telah dilakukan pemerintah untuk mencegah maupun mengontrol DM antara
lain edukasi, diet, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis (PERKENI, 2011)
sedangkan upaya di wilayah RW 05 yaitu telah diadakannya penyuluhan terkait
DM di wilayah RW 05 oleh residen FIK UI dan tersedianya Posbindu yang
diadakan sebulan sekali untuk mengontrol kesehatan dengan salah satunya yaitu
adanya pemeriksaan gula darah. Upaya yang telah dilakukan tersebut belum
optimal, ini dibuktikan dengan masih banyaknya angka kejadian DM.
Etipatologi terjadinya DM diperkiakan karena suatu sebab yang
multifaktorial, antara lain keturunan, virus yang menimbulkan kerusakan sel beta
pankreas, pola makan, kegemukan, pola aktivitas dan lingkungan. Gaya hiup di
perkotaaan dengan pola makan yang tinggi lemak, lemak, garam, dan gula,
keseringan menghadiri resepsi/pesta, mengakibatkan masyarakat cenderung
mengkonsumsi makanan secara berlebihan. Selain itu pulak pola makan yang
serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat, seperti
gorengan jenis makanan murah meriah dan mudah didapat karena banyak di jual
3
dipinggir jalan ini rasanya memang enak, tetapi mengakibatkan peningkatan
kadae gula darah (Budianto, 2012 dalam Sartika dkk).
Menurut International Diabetes Federation (IDF), ada 4 klasifikasi diabetes
melitus yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM Gestasional, dan DM tipe laim (IDF,
2015). Jenis penyakit DM yang paling banyak dialami oleh penduduk didunia
adalah DM tipe 2 (85 – 95%), yaitu penyakit DM yang disebabkan oleh
penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan
jumlah produksi insulin (Smeltzer & bere, 2002 : Sicree et.al, 2009). DM tipe 2 di
sebagian besar negara telah berkembang akibat perubahan budaya sosial yang
cepat, populasi penuaan yang semakin meningkat, peningkatan urbanisasi,
perubahan pola makan, aktivitas berkurang dan perilaku lain yang menunjukkan
pola perilaku dan gaya hidup yang tidak sehat (Sicree et.al, 2009 : dalam
Yuanita,A, 2013).
Berdasarkan data International Diabetes Federation(IDF), ditemukan
bahwa jumlah penderita DM tipe 2 meningkat setiap tahunnya di setiap negara.
Pada tahun 2013 ditemukan sebanyak 382 juta orang menderita diabetes, dan
diperkirakan pada tahun (2035) meningkat menjadi 592 juta oraang. Indonesia
berada pada urutan ke-7 diantara sepuluh negara di dunia dengan penderita
terbesar di bawah negara Cina, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Mexico
(IDF, 2014).
Dalam sistem kesehatan Indonesia terjadi perubahan epidemiologi dimana
terdapat penurunan penyakit menular dan peningkatan dalam penyakit tidak
menular salah satunya yaitu Diabetes Melitus (Perkeni, 2011). Pada ahhun 2007
kasus DM yang terdiagnosis yaitu sebesar 0,7%, sedangkan pada tahun 2013
meningkat menjadi 1,5% yaitu sekitae 2,7 juta (Kemenkess 2013). Di Indonesia,
kasus DM tipe 2 memiliki persentase 90% dari semua jenis diabetes, dan pada
tahun (2030) Indonesia diperkirakan akan menjadi peyandang diabetes sebanyak
21,3 juta jiwa (Kemenkes, 2013).
Di ruangVI 10 penyakitterbesar yang seringterjadidiantaranya
gagalginjalkronik, gagalakut, diabetes melitus, stroke non hemoragic,

4
strokhemoragic, hepatitis, TB-Paru, Pneumonia sepsis.Dalamkasusini diabetes
melitus di ruangVImenempatiperingkatketiga.
Namun prevalensi pasien yang ditangani terhadap penyakit diabetes melitus
di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai masih tergolong tinggi dibuktikan dengan
dariMaret–Juni2017 adalah 10,2% selebihnya itu masih beragam keluhan
penyakit pasien yang ditangani baik itu yang berobat jalan ataupun rawat inap.
Kemudianmasalahutama yang di keluhkanolehpasien diabetes mellitus
padasaatmasukkerumahsakityaitulemah, seringkencing,
beratbadanmenurundanlukaulkus Pada bagian ekstremitas. Berdasarkan
permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk
melihatPengelolahanPelayananAsuhanKeperawatan Diabetes MelitusTipe
2PadaGangguanSistemEndokrinDi Ruangan Mawar RSUD Dr. RM. Djoelham
2019. Oleh karena itu, penulis sangat merasa sangat tertarik untuk menerapkan
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan Sistem Endokrin “Diabetes
Melitus” mulai dari pengkajian, dan evaluasi perencanaan, pelaksanaan serta
mendokumentasikannya ke dalam bentuk proses keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gangguan
Sistem Endokrin Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruangan Mawar di RSUD
Dr. RM. Djoelham Binjai tahun 2019?
1.3 Tujuan PBLK
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam pemahaman mengenai
gangguan sistem endokrin akibat diabetas militus, dan untuk mengetahui
bagaimana penerapan asuhan keperawatan terhadap klien dengan gangguan
System endokrin akibat diabetes militus di Ruangan Mawar di RSUD Dr. RM.
Djoelham Binjai tahun 2019.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus praktek belajar lapangan komprehensif (PBLK) adalah :
1. Melakukan pengkajian dengan Gangguan System Endokrin Diabetes
Militus Tipe II di Ruangan Mawar RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai.
5
2. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada pasien Gangguan System
Endokrin Diabetes Militus Tipe 2 di Ruangan Mawar RSUD Dr. RM.
Djoelham Binjai.
3. Mampu menetapkan intervensi keperawatan pada pasien Gangguan
System Endokrin Diabetes Militus Tipe 2 di Ruangan Mawar RSUD Dr.
RM. Djoelham Binjai.
4. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien Gangguan
System Endokrin Diabetes Militus Tipe 2 di Ruangan Mawar RSUD Dr.
RM. Djoelham Binjai.
5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien Gangguan System
Endokrin Diabetes Militus Tipe 2 di Ruangan Mawar RSUD Dr. RM.
Djoelham Binjai.
6. Menerapkan aplikasi EBN (Evidance Based Nursing) pada pasien Dengan
Gangguan System Endokrin Diabetes Melitus Tipe 2 Mawar RSUD Dr.
RM. Djoelham Binjai.
1.4 Manfaat PBLK
1.4.1 Bagi Mahasiswa Keperawatan
Sebagai wadah latihan dan gambaran menjadi perawat profesional yang
dapat memberikan asuhan keperawatan komprehensif pada pasien
gangguan sistem Endokrin Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Mawar
RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai.
1.4.2 Bagi Pasien
Dengan adanya kasus ini, klien bisa mendapatkan asuhan keperawatan
yang komprehensif dan menambah wawasan pasien mengenai penyakit
yang di deritanya, sehingga pasien mampu menjaga gaya hidupnya agar
tidak terjadi komplikasi.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Mampu meningkatkan kompetensi lulusan yang profesional dalam
menghasilkan tugas akhir dalam manajemen kasus gangguan sistem
Endokrin Diabetes Melitus Tipe 2 di Mawar RSUD Dr. RM. Djoelham
Binjai.
6
1.4.4 Bagi Lahan Praktek
Manfaat PBLK bagi lahan praktek yaitu dapat menggunakan tenaga
mahasiswa sebagai perawat tambahan. Dapat meningkatkan mutu
pelayanan dilahan praktek dengan melakukan penerapan intervensi kasus
asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem Endokrin Diabetes
Melitus Tipe 2 secara Komprensif.

7
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM), atau sering disebut dengan diabetes dan dikenal
dengan penyakit gula (kencing manis) adalah penyakit kronis yang terjadi ketika
pankreas tidak mampu lagi memproduksi insulin, atau ketika tubuh tidak dapat
memanfaatkan insulin yang dihasilkan. Insulin adalah hormon yang mengatur
gula darah. Hiperglikemia atau gula darah yang meningkat merupakan efek umum
dari diabetes yang tidak terkontrol dan dari waktu ke waktu menyebabkan
kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, khususnya saraf dan pembuluh darah
(World Health Organization (WHO), 2016).
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolisme yang merupakan
suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan
kadar glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan
metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif
(Riskesdas, 2013).

2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus


Menurut Tandra (2007, hal 10), DM terdiri dari empat jenis, yaitu DM tipe I
atau DM yang tergantung pada insulin (IDDM), DM tipe 2 atau DM tidak
tergantung insulin (NIDDM), DM Gestasional (Kehamilan) dan DM yang lain.
2.2.1 DM Tipe I atau DM yang tergantung insulin (IDDM)

DM tipe ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau
kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak
ada sama sekali. Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak
dapat diangkut kedalam sel.

8
DM tipe I juga disebut Insulin-Dependent Diabetes Melitus (IDDM) karena
si pasien sangat tergantung pada insulin. Ia memerlukan suntikan insulin setiap
hari untuk mencukupi kebutuhan insulin dalam tubuh. Karena biasanya terjadi
pada usia yang sangat muda, dulu DM tipe ini juga disebut Juvenile Diabetes.
Namun, kedua istilah ini telah ditinggalkan karena DM tipe I kadang juga
ditemukan pada usia dewasa. Disamping itu, DM tipe lain bisa juga diobati
dengan suntikan insulin. Oleh karena itu, sekarang istilah yang dipakai adalah DM
Tipe I.
Dari semua penderita DM, 5-10% adalah penderita DM tipe I. di Indonesia,
statistik mengenai DM tipe I belum ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3%.
Mungkin ini disebabkan karena sebagian tidak terdiagnosis atau tidak diketahui
sampai si pasien sudah mengalami komplikasi dan keburu meninggal. Biasanya
gejalanya timbul mendadak dan bisa berat sampai mengakibatkan koma apabila
tidak segera menolong dengan suntikan insulin.
2.2.2 DM Tipe II atau DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM)
DM tipe ini adalah jenis yang paling sering dijumpai. Biasanya terjadi pada
usia diatas 40 tahun, tetapi bisa pula timbul pada usia diatas 20 tahun. Sekitar 90-
95% penderita DM adalah penderita DM tipe 2.
Pada DM tipe 2, pankreas masih bisa membuat insulin, tetapi kualitas
insulinnya buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk
memasukkan glukosa ke dalam sel. Akibatnya glukosa dalam darah meningkat.
Pasien biasanya tidak perlu tambahan insulin dalam pengobatannya, tetapi
memerlukan obat yang bekerja untuk memperbaiki fungsi insulin itu, menurunkan
glukosa, memperbaiki pengolahan gula dihati, dan lain-lain.
Kemungkinan lain terjadinya DM tipe 2 adalah bahwa sel-sel jaringan tubuh
dan otot si pasien tidak peka atau sudah resisten terhadap insulin (dinamakan
resistensi insulin atau insulin resistance) sehingga glukosa tidak dapat masuk
kedalam sel dan akhirnya tertimbun dalam peredaran darah. Keadaan ini
umumnya terjadi pada pasien yang gemuk atau mengalami obesitas.

9
2.2.3 Diabetes Gestasional (Kehamilan)
Diabetes yang muncul hanya pada saat hamil disebut dengan diabetes tipe
gestasi atau gestasional diabetes. Keadaan ini terjadi karena pembentukan
beberapa hormon pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin.
Diabetes semacam ini terjadi pada 2-5 % kehamilan. Biasanya baru
diketahui setelah kehamilan bulan keempat ke atas, kebanyakan pada trimester
ketiga (tiga bulan terakhir kehamilan). Setelah persalinan, pada umumnya glukosa
darah akan kembali normal.

2.2.4 Diabetes yang lain


Diabetes lain disebut juga diabetes sekunder yaitu akibat dari penyakit
lain, yang mengganggu produksi insulin atau mempengaruhi kerja insulin.
Penyebab diabetes semacam ini adalah :
a. Radang pankreas (Pankreatitis)
b. Gangguan Kelenjar Adrenal atau hipofisis
c. Penggunaan Hormon Kortikosteroid
d. Pemakaian beberapa obat Antihipertensi atau Antikolestrol
e. MalnutrisiInfeksi
2.3 Etiologi
Penyebab Diabetes Melitusberdasarkanklasifikasimenurut WHO tahun 1995
adalah :
2.3.1 DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
a. Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel
beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan
antibodi autoimun melawan sel-sel beta, jadi mengarah pada penghan curan sel-
sel beta.

b. Faktor infeksi virus berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang
merupakan pemicu yang menentukan proses autoimun pada individu yang peka
secara genetic.
10
2.3.2 DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
Terjadi paling seringpada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada
individu obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin dari dalam sel target
insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam
meningkatkan efek metabolik yang biasa.
2.3.3 DM Malnutrisi

Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD) Terjadi karena mengkonsumsi


makanan rendah kalori dan rendah protein sehingga klasifikasi pangkreas melalui
proses mekanik (Fibrosis) atautoksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta
menjadi rusak. Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta
pancreas.

2.3.4 DM Tipe Lain


a) Penyakit pancreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas,dll.
b) Penyakit hormonal
Seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang
merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini hiperaktif
dan rusak.
c) Obat-obatan
Bersifat sitotoksinterhadap sel-sel seperti aloxan dan streptozerin yang
mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide, phenothiazine dl.

2.4 Manifestasi Klinis


Menurut Mangoenprasodjo (2005, hal 13) gejala diabetes tipe 1 mucul
secara tiba – tiba pada usia anak – anak sebagai akibat dari kelainan genetika,
sehingga tubuh tidak memproduksi insulin dengan baik. Gejala – gejalanya antara
lain :Sering buang air kecil.
a. Terus – menerus lapar dan haus
b. Berat badan menurun
c. Kelelahan
11
d. Penglihatan kabur
e. Infeksi kulit yang berulang
f. Meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni
g. Cenderung terjadi pada mereka yang berusia di bawah 20 tahun
h. Hiperglikemia berpuasa
i. Keletihan dan kelemahan
j. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, ada perubahan
kesadaran)
Sedangkan gejala diabetes tipe II muncul secara perlahan – lahan sampai
menjadi gangguan yang jelas dan pada tahap permulaannya seperti gejala
diabetes tipe I, yaitu :
a. Gejala sering kali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliura.
Polidipsia, luka pada kulit yang sembuhanya lama, infeksi vaginal,
penglihatan kabu).
b. Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vasuler perifer).
c. Sering buang air kecil
d. Cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit
e. Terus – menerus lapar dan haus
f. Kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebab
g. Mudah sakut yang berkepanjangan
h. Penglihatan kabur
i. Luka yang lama sembuh
j. Impotensi pada pria
Adapun menurut sudoyono (2010), manifestasi klinis diabetes mellitus secara
umum adalah sebagai berikut :
a. Poliuria
b. Polidipsi
c. Polipagia
d. Penurunan berat badan
e. Kelemahan, keletihandanmengantuk
f. Malaise
12
g. Kesemutan pada ekstremitas
h. Infeksi kulit dan pruritus
i. Timbul gejala ketoasidosis & samnolen bila berat
Menurut Mahendra (2008, hal. 24) tindakan diagnosis dilakukan untuk
menentukan seseorang menderita DM atau belum. Diagnosis tersebut biasanya
ditegakkan berdasarkan keluhan penderita yang khas dan kerap dialami serta
adanya indikasi peningkatan kadar glukosa dalam darah yang ditentukan
berdasarkan pemeriksaan labolatarium kepastian diagnosis DM umumnya
ditentukan berdasarkan hal-hal berikut:
a. Gejala khas dan keluhan
Keluhan ini disampaikan pasien saat berkonsultasi dengan didukung hasil
pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang lebih besar dari 200mg/dl.
b. Kadar glukosa darah
Kadar glukosa dalam darah saat puasa lebih besar dari 140 mg/dl ada dua
kali pemeriksaan pada saat berbeda. Jika hasil pemeriksaan glukosa dalam
darah sewaktu meragukan maka harus dilakukan pemeriksaan tes toleransi
glukosa awal (TTGO).Tes tersebut dilakukan untuk memastikan atau
mengkonfirmasikan diagnosis yang dilakukan.
Saat ini diketahui paling tidak ada empat penyebab timbulnya hiperglikemia
(kadar gula darah puasa>126 mg/dl atau hemoglobin terglikosilasi Ac [HbAc]
69%) sebagai gejala klinis utama timbulnya DM. empat penyebab itu adalah
peningkatan asupan karbohidrat, penurunan sekresi insulin, peningkatan luaran
glukosa hati dan peningkatan asupan glukosa pariferal (resistensi insulin).
Masing-masing penyebab tersebut memerlukan penanganan dan pengobatan yang
berbeda-beda.
Penyebab dari DM sangat beragam. DM tipe 2, merupakan diabetes yang
tidak tergantung insulin, kebanyakan muncul pada orang 40 tahun. Penyebab
utama terjadinya DM adalah kurang aktifnya produksi hormon insulin dari sel
kelenjar langerhans pada organ pankreas. Terhambatnya produksi ini bisa
dikarenakan menyusutnya jumlah sel penghasil hormon insulin sejak seseorang
dilahirkan (bawaan atau keturunan), serangan virus, penyakit degeneratif, bahkan
13
akibat penyakit autoimun. Penyebab DM tipe 2 tidak mudah ditelusuri karena
banyak faktor yang berperan didalamnya, yakni sebagai berikut:
a. Faktor keturunan
b. Interaksi antarapittuitary, adrenal gland, pankreas dan lever sering terganggu
akibat stresdan penggunaan obat-obatan.
c. Pola hidup dan pola makan yang tidak normal
d. Obesitas akan menyebabkan resistensi insulin
e. Hamil, hormon pada orang hamil juga bisa menyebabkan adanya resistensi
insulin (menurut toleransi terhadap glukosa).

2.5 Patofisiologi
2.5.1 Diabetes Tipe I.

Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan


insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di
ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
14
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas
berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting.

2.5.2 Diabetes Tipe 2


Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe 2. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe 2, namun masih terdapat insulin
15
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi
pada diabetes tipe 2. Meskipun demikian, diabetes tipe 2 yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketoik (HHNK).

Diabetes tipe 2 paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun - tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe 2 dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka
pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika
kadar glukosanya sangat tinggi).

2.6 Komplikasi Diabetes Melitus


Menurut Mangoenprasodjo (2005, hal. 31) komplikasi penyakit DM dapat
muncul secara akut dan secara kronik, yaitu timbul beberapa bulan atau beberapa
tahun sesudah mengidap DM
2.6.1 Komplikasi Akut
a. Reaksi hipoglikemia
b. Penyakit Makrovaskuler
c. Penyakit mikrovaskuler
d. Neuropati Saraf Sensorik
2.6.2 Komplikasi Kronik
a. Gangguan Pembuluh Darah Besar (Makroangiopati)
b. Gangguan pembuluh darah kecil
2.6.3 Komplikasi Menahun Diabetes Mellitus
a. Neuropati diabetik
b. Retinopati
c. Nefropati diabetik
d. Proteinura

16
e. Kelainan korener
f. Ulkus/ganggren (Soeparman, 2011).
2.7 Tanda dan Gejala Dibetes Melitus

Menurut Mangoenprasodjo(2005, hal. 13) gejala diabetes tipe I muncul secara


tiba-tiba pada saat usia anak-anak sebagai akibat dari kelainan genetika, sehingga
tubuh tidak memproduksi insulin dengan baik. Gejala-gejalanya antara lain:
a. Sering buang air kecil
b. Terus menerus lapar dan haus
c. Berat badan menurun
d. Kelelahan
e. Penglihatan kabur
f. Infeksi kulit yang berulang
g. Meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni
h. Cenderung terjadi pada mereka yang berusia dibawah 20 tahun.
Sedangkan gejala Diabetes tipe 2 muncul secara perlahan-lahan sampai
menjadi ganguan yang jelas dan pada tahap permulaannya seperti gejala diabetes
tipe I, yaitu:
a. Cepat lelah, kehilangan tenaga dan merasa tidak fit
b. Sering buang air kecil
c. Terus menerus lapar dan haus
d. Kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebab
e. Mudah sakit yang berkepanjangan
f. Biasanya terjadi pada mereka yang berusia diatas 40 tahun, tetapi
relevansinya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja
Gejala-gejala lain yang yang biasanya muncul yaitu:
a) Penglihatan kabur
b) Luka yang lama sembuh
c) Kaki terasa kebas, geli atau merasa terbakar
d) Infeksi jamur pada seluruh alat reproduksi
e) Inpotensi pada pria
17
2.8 Pencegahan Diabetes Mellitus
Menurut WHO(2010) dalam Sudoyo (2012) upaya pencegahan diabetes ada
tiga jenis yaitu:
a. Pencegahan primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegahan timbulnya hiperglikemia
pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.
b. Pencegahan sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes
penyaringan terutama pada populasi risiko tinggi, dengan demikian pasien
diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, sehingga dengan
demikian dapat dihapuskan upaya untuk mencegah komplikasi atau walaupun
sudahada komplikasi masih refertibel.
c. Pencegahan tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi
itu. Usaha ini meliputi: mencegah timbulnya komplikasi, mencegah progresi
dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan organ, mencegah
kecacatan tubuh.

2.9 Faktor Resiko Diabetes Mellitus


Menurut Nathan & Delahanty, 2005 dalam Dita Garnita, 2012, hal 26) ada
beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap resistensi atau defisiensi insulin,
diantaranya adalah berat badan lebih, peningkatan usia, gaya hidup yang kurang
aktivitas, kelainan hormon, dan faktor genetik atau keturunan.
Berdasarkan data WHO (dalamPradono, 2005) jika menggunakan kerangka
teori berupa model Risk Factors & End Points dari penyakit tidak menular,
faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan kejadian diabetes melitus adalah
sebagai berikut:
Faktor Risiko Tabel 2.9. Diabetes Melitus
a) Umur
Faktor Tetap b) Janis kelamin
c) Genetik
d) Suku
18
e) Riwayat keluarga
Faktor Perilaku a) Konsumsi zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, serat)
b) Aktivitas fisik
Faktor sosial, a) Status kerja
ekonomi, budaya, b) Pendidikan
dan lingkungan
Faktor Intermediet
a) Obesitas
b) Hipertensi
c) Penyakit mental serius
d) Kondisi psikologis
Menurut Mangoenprasodjo (2005, hal.24) secara singkat, faktor-faktor yang
mempertinggi risiko diabetes adalah:
a. Kelainan Genetika
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluaraga yang mengidap diabetes,
karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tak dapat menghasilkan
insulin dengan baik. Tetapi faktor risiko terkena diabetes juga tergantung pada
faktor kelebihan berat badan, stres dan kurang bergerak.
b. Usia
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis
menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah
seseorang mamasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada
mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap
insulin.
c. Gaya Hidup Stres
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-
manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak. Serotonin
ini memilki efek penenang sementara untuk meredakan stresnya.
d. Pola Makan Yang Salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan risiko
diabetes. Kurang gizi (malnutris) dapat merusak pankreas, sedangkan obesitas
(gemuk berlebihan) mengakibatkan gangguan kerja insulin (retensi insulin).

19
2.10 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah
untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan
kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar
dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada
ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi
dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin. Tiga hal penting yang harus
diperhatikan pada penderita diabetes mellitus adalah tiga J (jumlah, jadwal dan
jenis makanan).
Jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan manis).
Energi cukup untu mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk
metabolisme basal sebesar 25-30 kkal/kg berat badan normal, ditambah kebutuhan
untuk aktivitas fisik dan keadaan khusus, misalnya kehamilan atau laktasi serta
ada tidaknya komplikasi . Makanan dibagi dalam tiga porsi besar, yaitu :
a. Makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi kecil untuk
makanan selingan (10-15%).
b. Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total.
c. Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total, dalam
bentuk <10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh, 10% dari
lemak tidak jenuh ganda, sedangkan sisanya dari lemak tidak jenuh tunggal.
Asupan kolesterol dibatasi, yaitu < 300 mg per hari.
d. Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan energi total , yaitu 60-70%.
e. Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak diperbolehkan
kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu.
f. Penggunaan gula alternatif dalam jumlah terbatas. Gula alternatif adalah
bahan pemanis selain sakarosa. Misalnya, fruktosa, gula alkohol, aspartam
dan sakarin.
g. Asupan serat dianjurkan 25g/hari dengan mengutamakan serat larut air yang
terdapatdi dalam sayur dan buah. Menu seimbang rata-rata memenuhi
kebutuhan serat sehari.
20
h. Pasien DM denagn tekanan darah normal diperbolehkan mengkonsumsi
natrium dalam bentuk garam dapur seperti orang sehat, yaitu 3000 mg/hari.
Apabila mengalami hipertensi, asupan garam harus dikurangi
i. Cukup vitamin dan mineral.
Tabel 2.10 Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan bagi
penderita diabetesmellitus :

Bahan Makanan Dianjurkan Tidak dianjurkan


Sumber karbohidrat Beras, roti, mie, cake, biscuit, crackers
kentang,singkong, ubi, danjuga kue-kue manis.
tepungterigu, tepung
singkong dan sagu
Sumber protein Ikan, ayam tanpa kulit,susu Daging dan ikan
hewani skim, tempe, tahu,sapi, yangdiawetkan, seperti:
telur, susu, dan ikanasin, dendeng,
hasilolahannya. sarden dancorned beef.
Sumber protein Semua jenis kacang – Semua jenis kacang –
nabati kacangandan hasilnya kacangandan hasilnya
yang merupakan yangmerupakan sumber
sumberprotein bernilai proteinbernilai biologik
biologiktinggi. rendah.
Sayuran caisim, kangkung,
sawi,wortel, dan terong
Buah - buahan Buah – Buah – buahanyang
buahanrendahkalium, tinggikalium, seperti :
seperti: jambu,kedondong, anggur,arbei, belimbing,
mangga,markisa, melon, duku,jambu biji, jeruk,
semangka, nangka, papaya, dan pisang.
pir,salak, sawo.
Lemak Semua jenis makanan Mengandung banyak
dengan sedikit lemak lemak,
seperti: makanan siap
saji
cake, dan goreng-
gorengan
Minuman Minuman dengan kadar Berbagai minuman
glukosa rendah. bersoda dan beralkohol
Bumbu Semua jenis bumbu selain Semua jenis gula dan
gula madu

21
2.10.1 Pemberian Obat/ Pengobatan Pasien DM
Pemberian obat kepada pasien sesuai petunjuk dokter merupakan suatu
tindakan/praktek kesehatan yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan dan
peningkatankesehatan sebagai bagian dari perilaku seseorang terhadap stimulus
atau objekkesehatan (yang dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk
penyakit DM yangdiderita seseorang), yang kemudian dalam proses selanjutnya
akan melaksanakan ataumempraktekkan sesuai apa yang diketahuinya dan
disikapi/ dinilainya baik untukdilakukan ( Notoadmodjo S, 2007).
2.10.2 Pengobatan dengan Insulin
Indikasi pemberian obat bagi pasien dengan terapi insulin, diberikan
untuk:
a. Semua orang dengan diabetes tipe 1 yang memerlukan insulin eksogen
karenaproduksi insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.
b. Orang dengan diabetes tipe 2 tertentu yang mungkin membutuhkan insulin
bilaterapi jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah atau
apabilamengalami stres fisiologi seperti pada tindakan pembedahan.Orang
dengan diabetes kehamilan (diabetes yang timbul selama
kehamilan)membutuhkan insulin bila diet tidak saja dapat mengendalikan
kadar glukosa darah.
c. Orang yang diabetes dengan ketoasidosis.
d. Orang dengan diabetes yang mendapat nutrisi parenteral atau yang
memerlukansuplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang
meningkat, secarabertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk
mempertahankan kadar glukosadarah mendekati normal selama periode
resistensi insulin atau ketika terjadipeningkatan kebutuhan insulin.
e. Pengobatan sindroma hiperglikemi non-ketotik-hiperosmolar
2.10.3 Cara Penggunaan Insulin
Sekresi insulin dapat dibagi menjadi sekresi insulin basal (saat puasa atau
sebelummakan) dan insulin prandial (setelah makan).Insulin basal ialah insulin
yang diperlukan untuk mencegah hiperglikemia puasa akibatglukoneogenesis dan
juga mencegah ketogenesis yang tidak terdeteksi. Insulin Prandialialah jumlah
22
insulin yang dibutuhkan untuk mengkonversi bahan nutrien ke dalambentuk
energi cadangan sehingga tidak terjadi hiperglikemia postprandial.Insulin Koreksi
(supplement) ialah insulin yang diperlukan akibat kenaikan kebutuhaninsulin yang
disebabkan adanya penyakit atau stres. Pemberian insulin tergantung padakondisi
pasien dan fasilitas yang tersedia. Untuk pasien yang non-emergensi,
pemberiansuntikan subkutan atau intramuskular (jarang dilakukan). Pada pasien
dengan kondisikegawatan diberikan dengan pompa infus atau secara bolus intra
vena. Insulin dapatjuga diberikan secara subkutan dengan menggunakan pompa
insulin atau yang dikenaldengan continuous subcutaneous insulin infusion (CSII).
Tabel 2.10.3 Karateristik Insulin Berdasarkan Waktu Kerja.
Sediaan Insulin Awal Puncak Lama Kerja
Kerja Kerja
Insulin Prandial Insulin Kerja
cepat Regular (Actrapid; 30 – 60 mnt 30 – 90 mnt
5-8 jam
Humulin R)
Insulin analog, kerja sangat
cepat 5 – 15 mnt 30 – 90 mnt
Insulin glulisine (apidra) 5 – 15 mnt 30 – 90 mnt
Insulin aspart (Novo Rapid *) 3-5 jam
Insulin lispro (Humalog) 5 – 15 mnt 30 – 90 mnt
3-5 jam

3-5 jam
Insulin Kerja Menengah
NPH (Insulatard, Humulin N) 2 – 4 jam 4 – 10 jam
10 – 16 jam
Lente
3 – 4 jam 4 – 12 jam
12 – 18 jam
Insulin Kerja Panjang 2 – 4 jam Tdk ada
Insulin glargine (Lantus) 6 – 10 jam puncak 8 – 10
Ultralente jam Tdk ada
Insulin detemir (Levemir*) 2 – 4 jam puncak
Insulin Campuran (kerja
cepat dan menengah) 30 – 60 Dual
10 – 16 am
70%NPH/ 30% mnt
reguler)Mixtard: Humulin
70/30) 70%NPH/ 30% analog
rapid (NovoMix 30)
(Notoadmojo,2017)

23
2.11 Hidroterapi Minum Air Hangat
Hidroterapi atau terapi air putih merupakan metode keperawatan dan
penyembuhan dengan menggunakan air putih untuk mendapatkan manfaat terapis
dalam penanganan penyakit. Salah satu penggunaan terapi air putih atau yang
dikenal dengan hidroterapi, penggunaan secara eksternal dan internal sudah lama
dilakukan untuk menjaga tubuh tetap sehat dan mengobati penyakit.
Terapi air putih alami dapat didasarkan pada dua penggunaan yaitu air
secara internal atau dengan cara meminum air secara benar dan penggunaan air
secara eksternal. Dalam hal ini penggunaaan terapi air putih yang dimaksud
adalah terapi air putih yang dilakukan secara internal yaitu dengan meminum air
putih hangat sebanyak 1,5 L setiap pagi segera setelah bangun tidur.
Air adalah komponen yang sangat penting dalam tubuh dan bertindak
sebagai penghancur makanan. Hidroterapi, dapat membantu proses pembuangan
semua racun –racun didalam tubuh, termasuk gula berlebih. Banyak minum air
hangat akan mempercepat gula keluar melalui keringat dan urin.
2.12 AsuhanKeperawatan Diabetes Mellitus Tipe 2

2.12.1 Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan
pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk
melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut :
a. Pengkajian Primer
Pengkajiandilakukansecaracepatdansistemik,antara lain :
1) Airway + cervical control
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada
rongga mulut
2) Cervical Control
Breathing + Oxygenation
a) Breathing : Ekspos dada, Evaluasipernafasan
a. KAD : Pernafasan kussmaul
b. HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)

24
c. Oxygenation : Kanula, tube, mask
d. Circulation+Hemorrhagecontrol Circulation : Tanda dan gejala schok
Resusitasi : kristaloid, koloid, akses vena.
e. Hemorrhage control
f. Disability : pemeriksaan neurologis : GCS
A : Allert: sadar penuh, responbagus, V :VoiceRespon: kesadaran menurun,
berespon terhadap suara, P : Pain Respons : kesadaran menurun, tidak berespon
terhadap suara, berespon terhadap rangsangan nyeri, U : Unresponsive: kesadaran
menurun, tidak berespon terhadap suara, tidak berespon terhadap nyeri.

2.12.2 PengkajianSekunder
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah airway, breathing, dan
circulation yang ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder
meliputi pengkajian objektif dan subjektif dari riwayat keperawatan (riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan,
riwayatkeluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.
a. Fahrenheit ( suhu tubuh )
b. Kaji: Suhu tubuh, Suhu lingkungan
c. Get vital sign ( tanda-tanda vital )
d. Kaji : Tekanan darah, Irama dan kekuatan nadi, Irama, kekuatan dan
penggunaan otot bantu, Saturasi oksigen.
e. Head to assesment (pengkajian dari kepala sampai kaki).
2.12.3 Anamnese
a. KeluhanUtama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien
mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan
yang kabur, kelemahan dan sakit kepala.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/
HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK)
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
25
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang
adakaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun artero sklerosis, tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit,
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4
kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma,
infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid,
kontrasepsi oral).
e. Riwayatpsikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Melitus: poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan,
peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit
dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik
dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
2.12.4 Diagnosa yang Mungkin Muncul
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 2).
b. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif,
Kegagalanmekanisme pengaturan.
c. Kerusakan integritas kulit b/d adanya luka diabetic.
d. Hipertermi b/d peningkatansuhu.
e. Nyeriakut b/d luka dibagian kaki .
f. Perfusi jaringan tidak afektif b/d hipoksia perifer.
g. Resiko ketidakstabilan kadar gula darah b/d hiperglikemia.
26
BAB 3
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny.D
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 41 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl.bunga melati no.12
Diagnosa Medik : DM Tipe II
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn.R
Hubungan Dengan Klien : Suami
Alamat : Jl.bunga melati no.12
Pekerjaan : Wiraswassta
3.1.2 Keluhan Utama
Klien mengatakan kaki terasa kesemutan dan terasa berat untuk berjalan,
mudah lelah, lemas, mual dan muntah, tidak ada nafsu makan, sering
pusing. Klien mengatakan sering merasa haus dan sering BAK.
3.1.3 Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
P Provocatyive/Paliatif
a. Apa Penyebabnya
Pasien mengatakan sudah menderita penyakit DM 10tahun yang
lalu.
b. Hal apayang memperbaiki keadaan
Pasien langsung di bawak ke rumah sakit
Q Quantity/quality
a. Bagaimana dirasakan
Penyakit DM yang diderita
b. Bagaimana dilihat
27
Tidak menyebar
R Region
a. Dimana lokasinya
Kaki sebelah kanan
b. Bagaimana penyebarannya
Kaki sebelah kanan ada luka dan kemerahan
S Severity (situasi terhadap aktivitas)
Menganggu aktivitas karena kaki kanan sakit bila ditepakkan ke lantai.
T Time
a. Bilamana mulai terjadi
Dirasakan mulai 2 minggu yang lalu.
b. Bagaimana terjadinya
Awalnya terasa seperti panas terbakar dan menjadi kemerahan.

2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Penyakit yang pernah dialami Diabetes Mellitus Tipe 2
Tindakan yang sudah pernah a. Berobat ke puskesmas terdekat
dilakukan b. Minum obat secara teratur

Riwayat Operasi Tidak ada operasi


Lama hari rawat 5 hari karena Kadar gula darah naik
Riwayat Alergi Tidak ada alergi
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Orang Tua Ibu pasien menderita penyakit DM dan
Hipertensi.
Saudara Kandung Pasien mempunyai saudara kandung yang
mengidap penyakit DM
Penyakit Keturunan Keluarga ada mempunyai riwayat DM
Anggota keluarga yang meninggal Orang tua dan saudara ada yang
dan penyebabnya meninggal karena DM.
4. Riwayat Psikososial
Bahasa yang digunakan Bahasa Indonesia
Persepsi pasien akan Pasien merasa penyakitnya untuk sembuh
penyakitnya

28
Konsep Diri
a. Body Image a. Pasien menyukai seluruh tubuhnya
b. Ideal diri b. Pasien berharap cepat sembuh dan pulang ke
c. Harga diri rumah.
d. Peran diri c. Klien sulit menerima keadaannya karena
e. Personal Indentity penyakitnya dan tidak bisa bekerja.
d. Pasien peran klien ternganggu sebagai ibu
rumah tangga karena dengan adanya sakit
yang di alaminya dan tidak bisa menafkahi
keluarga.

Keadaan Emosi Normal

Perhatian terhadap lawan Memperhatikan lawan bicara


bicara
Hubungan dengan Baik
keluarga
Hubungan dengan saudara Baik
Hubungan dengan orang Baik
lain
Kegemaran Olahraga
Daya adaptasi Dapat beradaptasi dengan orang lain
Mekanisme pertahanan Selalu berkonsultasi kepada dokter dan perawat
diri terhadap penyakit yang di alaminya.

3.1.4 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum Klien tampak lemah, lemas, tidak bisa beraktivitas
Sebelum sakit TB/BB 167 cm/65 Kg
Sesudah sakit TB/BB 167 cm/57 kg
Tanda – tanda vital TD 140/90 mmHg
HR 88 x/i
RR 20 x/i
S 37,5 c
3.1.5 Pemeriksaan Head to too
Bentuk Meschepal
Kebershan Bersih
Kepala/rambut Keadaan rambut Bersih
Jenis dan struktur rambut Rambut berubahan, pendek
Warna kulit Sawo matang
Wajah Struktur wajah Simetris
Bentuk Bulat

29
Palpebra Tidak terdapat edema
Pupil Refleks terhadap cahaya
Mata Konjungtiva Tampak anemis
Sklera Tidak ikterik
Kornea Normal
Visus -
Alat bantu lihat Kacamata
Posisi septum Simetris
Hidung Kebersihan Tidak terdapat sekret
Passage udara -
Cuping hidung Normal
Bentuk Simetris kiri dan kanan
Telinga Ketajaman pendengaran Normal
Kebersihan Serum minimal
Alat bantu dengar Tidak ada
Posisi Normal
Mulut dan faring Mukosa bibir Mukosa bibir kering
Kelengkapan gigi Lengkap
Kebersihan lidah Warna merah keputihan
Kelenjar tyroid Tidak ada pembengkakan
Kebersihan mulut Kurang bersih
Posisi trachea Normal
Leher Kelenjar limfe Tidak ada pembengkakan
Vena jugularis Teraba
Proses menelan Tidak ada masalah
Bentuk thoraks Simetris
Pengembangan Normal
Palpasi getaran suara Kesan normal pada suara paru
Perkusi Sonor dan normal
Auskultasi Vesikuler
Suara paru (irama) -
Dada Respirasi rate 20 x/i
Kelainan (kesulitan Tidak ada
bernafas)
Bunyi jantung Normal
BJ I BJ I dan BJ II tidak ada suara
BJ II tambahan
Tambahan
Kelainan Tidak ada
Hart rate Tidak ada
Bentuk Simetris
Bekas tanda operasi Tidak ada
Peristaltik usus 10 x/i
Abdomen Nyeri tekan Tidak ada

30
Benjolan massa Tidak ada benjolan
Hepar Tidak ada pembesaran
Lien Tidak ada
Suara Normal
Genetalia Kelainan Norma
Kebersihan Bersih
Tingkat kesadaran (GCS) Compos menitis GCS : 15
= EMV E:4 M:5 V:6
Meningeal sign Tidak di kaji
Status Kondisi emosi Stabil
Neurologis Orientasi Waktu dan tempat
Proses piker Baik
Motivasi Ingi cepat sembuh dan
berkumpul sama keluarga
Persepsi Pasien
Bahasa Bahasa Indonesia
Olfaktorius Normal
Okulomotorius Normal
Trigeminus Normal
Facialis Normal
Nervus Cranialis Vestubularis Normal
Glasoparingeus Normal
Vagus Dapat menelan makanan
Assesorius Dapat mengangat bahu
Hipoglosus Mampu mengeluarkan lidah
Fungsi Motorik Cara berjalan Tidak di kaji
Test jari – hidung Baik
Identifikasi sentuhan Pasien dapat mengidentifikasi
sentuhan
Test tajam – tumpul Dapat mengidentifikasi tajam –
tumpul
Test panas – dingin Dapat mnegidentifikasi panas –
Fungsi Sensori dingin
Test getaran Baik
Streognosis test Dapat mengenal objek
Membedakan titik Dapat membedakan titik
Topognosis test Dapat mengenal objek
Bisep Tidak di kaji
Trisep Tidak di kaji
Branchioradialis Tidak di kaji
Refleks Pattelar Tidak di kaji
Tendon achilles Tidak di kaji
Plantar Tidak di kaji

31
3.1.6 Pola Kebiasaan Sehari – Hari
Waktu tidur 23 : 00 Wib
Waktu bangun 05 : 00 Wib
Tidur
Masalah tidur Tidak ada
Hal yang dilakukan Tidak ada
memperbaiki tidur
Pola makan 3 x/hari
Jenis diit Makanan bubur tanpa sari
gula
Makan Jumlah porsi yang disajikan habis ½ piring dari porsi
dan di habiskan yang disajikan
Masalah gangguan makanan Nafsu makan menurun
Upaya yang dilakukan Tidak ada
mengatasi masalah
Pola minum + 8 – 9 gelas/hari
Minum Jenis minuman Air putih
Masalah/kesulitan Tidak ada
Upaya yang dilakukan Tidak ada
Pola berkemih + 8 – 9 gelas/hari
BAK Frekwensi + 2300 cc/hari
Warna Kuning
Bau Amoniak
Penggunaan obat merangsang Tidak ada
urin
Masalah/gangguan/perubahan Poliuria
Pola BAB Tidak di kaji
Frekwensi Tidak di kaji
Warna Tidak dikaji
BAB Konsistensi Tidak dikaji
Peggunaan obat untuk Tidak dikaji
merangsang BAB
Masalah/gangguan/perubahan Tidak ada
3.1.6 Hasil Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal

Leukosit 5.000 sel/mm^3 4.500 – 10.000

Eritrosit 5,06 10^6/mm^3 4,25 – 5,40

Hematokrit 31,7 % 37 - 43

Trombosit 261.000 10^3/mm^3 150.000 – 450.000


Hb 11,2 g/dL 12 – 14 G/dL
KGD 420 mg/dL < 140

32
Natrium Darah 135 mg/dL 135 – 152
Kalium Darah 3,4 mg/dL 3,5 – 4,5

3.1.6 Penatalaksanaan Medis


No Nama Obat Dosis
1 Raditine 2x1
2 Cefotaxim 2x1
3 Ketorolac 2x1
4 Metrodinazol 2x1 tab
5 PCT 3x500 mg tab
6 DMP 3x100 mg tab
7 IVFD Nacl 0,9 20 tts/menit

8 Glukopa, Diamicron 3 x 500 mg/tab


9 Insulin 20 l/malam (sebelum tidur)

3.18 Analisa Data


No Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1 Ds : Metabolisme Protein Ketidak
a) Klien mengeluh seimbangan
lemah Asam Amino nutrisi kurang
dari kebutuhan
b) Klien mengeluh Glukonegenesis tubuh
berat badan Kompensasi Tubuh
menurun
- BB Rasa lapar
sebelumsakit 65
kg Polifasia
- BB setelahsakit
57 kg
IMT : 57 kg/1,70 m2= Ketidakseimbangan
19,72 kg/m2 nutrisikurang dari
- BB menurun kebutuhan tubuh
Do :
a) Porsi makan tidak
dihabiskan ( ½ - ¼ )
- Konjungtiva -
nampak pucat

33
2 Ds : Penurunan insulin tubuh Intoleransi
a) Klien merasa lemah Glukosa darah tidak dapat aktivitas
b) Klien mengatakan ditansfer kejaringan
sebagian Glukagon otot menurun
aktifitasnya dibantu Metabolisme karbohidrat
keluarga/perawat menurun
ATP tidak terbentuk
Do : Energi berkurang
a) Klien nampak Kelemahan
lemah

b) Aktifitas dibantu
keluarga/perawatan

3 Ds : Pendidikan
a) Klien mengatakan Informasi iandekuat Ansietas
takut luka yang Kecemasan
dialaminya lama
sembu
b) Klien mengatakan
lukanya menyebar

Do :
a) Klien banyak
bertanya
Klien tampak
gelisah
4 Ds : Tindakan medis Gangguan rasa
KontuinMerangsang saraf nyaman nyeri
a) Klien meringis nyeri
kesakitan dibagian
kaki sebelah kanan Merangsang stimulus
reseptor nyeri
b) Klien mengatakan Gangguan rasa nyaman
nyeri di bagian kaki nyeri
seperti di tusuk –
tusuk

Do :

a) Skala nyeri 4

b) Klien tampak

34
meringis

c) Klien tampak
menahan
pergerakan

3.1.7 Diagnosa Keperawatan


Dari pengkajian diatas maka masalah keperawatan yang ditemukan yaitu :
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
2. Intoleransi aktivitas b/d : tirah baring atau imobilsasi kelemahan
menyeluruh ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan
gaya hidup yang dipertahankan.
3. Kecemasan berhubungan dengan faktor keturunan, krisis situasional,
stress, perubahan status kesehatan, ancaman kematian.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d adanya luka diabetik.

35
BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian Kasus Kelolaan


Dari hasil pengkajian yang dilakukan secara langsung dimulai tanggal 14
Maret 2019 s/d 17 Maret 2019 didapatkan data secara keseluruhan terjadi
kesesuaian antara teori dengan data yang didapatkan dari kasus.
Pemeriksaan Fisik :
Pasien mengalami penyakit diabetes melitus ±10 tahun yang lalu namun
sekarang klien sudah mengalami luka kecil (lecet) di aktremitas bawah yaitu di
kaki kanan jari kelima.
4.1.1 Pembahasan Kasus Menurut Teori
Dalam pembahasan kasus ini penulis akan membandingkan antara
permasalahan yang ada dalam tinjauan teori dengan kenyataan yang dihadapi pada
saat pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.D di RSUD. RM. Djoelham Binjai
dalam asuhan keperawatan tersebut ditemukan adanya masalah yang harus
diselesaikan, Adapun pembahasan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Diagnosa keperawatan pertama: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan intake makanan yang tidak adekuat skunder terhadap
ketidakcukupan insulin ditandai dengan :
a) Data subyektif : klien mengatakan nafsu makan menurun drastis, terasa
mual bila makan dan klien sering meraskan lapar.
b) Data obyektif : klien hanya menghabiskan ¼ makanan yang diberikan oleh
Rumah Sakit dengan menggunakan diit diabetes melitus sebanyak 1700
kkal, berat badan menurun dalam 2 minggu terakhir dari 65 kg menjadi 63
kg (2 kg), Hb 11.2 g/dL.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh merupakan suatu
keadaan ketika individu yang tidak puasa mengalami atau berisiko mengalami
penurunan berat badan yang berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat atau

36
metabolisme nutrien yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik (Carpenito,
2006).
Penulis merumuskan diagnosa ini karena Ny.D dengan Diabetes Melitus
terjadi penurunan nafsu makan yang dapat mengakibatkan penurunan intake
makanan sehingga nutrisi tubuh kurang,dan terjadi penurunan albumin. Perubahan
nutrisi dalam tubuh dapat ditandai dengan penurunan berat badan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan (Price, 1996) yang menyatakan bahwa adanya penurunan
nafsu makan disebabkan oleh glukagon yang meningkat sehingga terjadi proses
pemecahan Gula baru selain dari karbohidrat (Glukoneogenesis) yang
menyebabkan metabolisme meningkat kemudian terjadi proses pembentukan
keton (ketogenesis).
Pada tahap pelaksanaan, tindakan perencanaan sudah dilakukan tetapi
untuk intervensi dalam melibatkan keluarga klien pada perencanaan makan pada
klien sudah dilaksanakan karena keluarga sangat peduli dan memperhatikan
kondisi pasien.
Evaluasi akhir setelah 3 hari dilakukan tindakan keperawatan didapatkan
perkembangan pasien secara subyektif yaitu makan mengalami peningkatan habis
1 porsi dengan menggunakan diit DM, tidak ada muntah.Data obyektif terjadi
kenaikan berat badan menjadi meningkat, tidak ada distensi abdoment, bising usus
± 11 x permenit, TD : 140/90 mmhg, N: 88x/mnt, RR: 20x/mnt, S: 37,5°C.Untuk
pemeriksaan laboratorium albumin, protein total,kimia klinik, hematologi belum
dilakukan pemeriksaan lagi karena belum ada advis dari dokter yang
merawat.Dari implementasi yang sudah dilakukan selama 3 hari bisa dikatakan
masalah teratasi, untuk perawatan klien lebih lanjut penulis mendelegasikan
kepada perawat di Ruang mawar dengan tetap mempertahankan intervensi yang
sudah dilakukan, karena mengingat keterbatasan waktu penulis dalam melakukan
asuhan keperawatan diruang Mawar RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai.
2. Diagnosa keperawatan kedua: intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan umum yang ditandai dengan :

37
a) Data subyektif : Klien mengatakan lemah, klien mengatakan sebagian
aktivitasnya dibantu keluarga/perawat, klien mengatakan ada luka pada
kaki sebelah kanan.
b) Data obyektif : Klien tampak kelelahan dan lemah, terdapat luka pada kaki
kanan, Hb : 11.02 g/dL,tekanan darah (TD) : 150/100 mmHg.
Berdasarkan data diatas penulis merumuskan diagnosa ini karena pada
klien Ny.D intoleransi aktifitas.Selanjutnya untuk mengatasi masalah ini penulis
membuat perencanaan dengan tujuan tidak terjadi intoleransi aktifitas dalam
jangka waktu 3x24 jam dengan kriteria hasil bahwa individu menyatakan tidak
ada cedera dengan komplikasi minimal atau terkontrol, adapun perencanaan yang
telah penulis buat adalah pantau tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu
tubuh, pertahankan penghalang tempat tidur terpasang atau diberi bantalandengan
rasional untuk menurunkan kemungkinan adanya trauma, instruksikan individu
untuk menggunakan sepatu atau sandal yang pas dan mempunyai solanti-slip.
Dalam pelaksanaan penulis telah melakukan perencanaan yang telah dibuat
dengan didukung adanya peran aktif dari pasien dalam mengikuti proses
perawatan, tetapi penulis juga menemukan hambatan dalam melakukan
perencanaan yaitu klien kurang bisa melakukan aktivitas dengan sendiri harus
dibantu dengan keluarga/perawat.
Berdasarkan respon perkembangan yang ditujukan kepada pasien masalah
keperawatan belum teratasi dengan kriteria hasil pasien menyatakan tidak terjadi
cedera meskipun dibantu oleh keluargan/perawat. Terdapat luka pada kaki sebelah
kana,tanda-tanda vital TD: 140/90 mmhg,N:88 x/mnt, RR:20 x/mnt,S: 37,5°C.
3. Diagnosa keperawatan ke tiga : kecemasan berhubungan dengan pemahaman
terhadap penyakit Diabetes Mellitus. Kurang pengetahuan adalah suatu kondisi
dimana individu atau kelompok mengalami kekurangan pengetahuan kognitif atau
keterampilan psikomotor mengenai suatu keadaan dan rencana tindakan
pengobatan (Carpenito, 2006).
Diagnosa ini penulis dapat merumuskan karena pada pasien Ny.D penulis
menemukan data-data yang mendukung faktor etiologi dalam hal ini yaitu
kurangnya pemahaman terhadap penyakit DM sehingga penulis penulis
38
mengangkat masalah tersebut menjadi masalah keperawatan kecemasan. Masalah
tersebut penulis jadikan Prioritas ke empat karena pasien hanya mengalami
kecemasan yang disebabkan karena kurangnya informasi dan merupakan masalah
yang tidak begitu mengancam kehidupan pasien.
Selanjutnya untuk mengatasi masalah ini penulis membuat perencanaan
dengan tujuan agar pasien memahami tentang penyakit dan penatalaksanaan diit
pada Diabetes Mellitus dalam jangka waktu 1x24 jam dengan kriteria hasil
sebagai berikut : Pasien dapat mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala dengan
proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab, klien
mempu melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam program
pengobatan,pasien mampu mengerti tentang diit DM, tahu makanan
pantangan,serta tujuan dari diit DM. Adapun perencanaan yang telah penulis buat
adalah kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit DM dan diit DM,hal ini
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman pasien tentangpenyakit DM
dan penatalaksanaan Diit DM, Berikan penjelasan tentang penyakit DM,
penyebab, tanda dan gejala serta penatalaksanaan diit DM untuk memberikan
pengetahuan atau informasi pada pasien, diskusikan dengan pasien tentang diit
DM agar pasien sadar tentang pentingnya mengontrol diit akan membantu pasien
dalam merencanakan makan dan minum sesuai dengan program,dan yang tidak
kalah pentingnya libatkan keluarga dalam pengaturan diet Diabetes Melitus,
menganjurkan klien untuk rutin melakukan pemeriksaan gula darah.
Dalam pelaksanaan penulis kurang maksimal dalam melakukan perencanaan
yang telah penulis buat, hal ini karena disebabkan keterbatasan waktu dalam
proses keperawatan yaitu hanya selama 1 hari dan keluarga klien yang begitu
kooperatif dalam mendukung program pengobatan. Perencanaan yang berhasil
penulis lakukan adalah mengkaji pengetahuan klien tentang Diabetes Melittus dan
penatalaksanaannya yang dibuktikan pasien tidak tahu saat ditanya pengertian,
penyebab, tanda gejala serta perawatannya, memberikan penyuluhan kesehatan
tentang penyakit diabetes, penyebab, tanda dan gejala serta penatalaksanaan diet
Diabetes Melittus dalam waktu 20 menit dengan hasil yaitu pasien menyatakan
sudah mengerti tentang penyakit Diabetes Melittus, diet Diabetes Melittus, pasien
39
mampu menjawab setelah diberikan pertanyaan mengenai penyakit DM,
penyebab, tanda dan gejala, serta penatalaksanaan diet DM, yang belum sempat
penulis lakukan adalah melibatkan keluarga dalam mendukung program
pengobatan pasien, karena pada saat dilakukan penyuluhan keluarga belum ada
yang datang dengan alasan masih bekerja, penulis juga belum membuat jadwal
latihan atau aktivitas yang teratur pada pasien yang disebabkan karena
keterbatasan waktu dan pasien kurang begitu kooperatif.
Berdasarkan respon perkembangan yang ditujukan kepada klien, masalah
keperawatan dapat teratasi dengan kriteria hasil yaitu pasien menyatakan sudah
mengerti tentang penyakit Diabetes Melittus, penyebab, tanda dan gejalanya,
serta penatalaksanaan diet Diabetes Melittus, oleh sebab itu penulis tetap
mempertahankan intervensi yang sudah dilakukan dengan tetap memberikan
informasi lainnya tapi masih tentang penyakit Diabetes Melittus.
4. Diagnosa keempat : Gangguan Rasa Nyaman nyeri adalah diagnosa
didapat oleh penulis dikarenakan dalam pengakajian atau keluhan pasien itu
diungkapkan disaat pertama dilakukan pengkajian.
Nyeri yang dirasakan klien dari data subjektif : klien mengatakan merasakan
nyeri namun hilang timbul data objektif : pasien tampak gelisa skala nyeri 6,
penulis menilai rasa nyeri yang dirasakan pasien dengan nilai 6 dan itu merupakan
nyeri sedang hal ini sesuai dengan teori roel of loew. Rencana keperawatan yang
penulis lakukan adalah memantau keadaan umum pasien dan mengajarkan teknik
rileksasi hal ini bertujuan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan klien.
Evaluasi yang dilakukan penulis terhadap prioritas masalah yang didapat
maka selama 3 hari dilakukan catatan perkembangan atau evaluasi terhadap yang
dirasakan klien makan dihari yang terakhir atau hari yang ketiga maka intervensi
dihentikan karena nyeri yang dirasakan sudah berkurang.

40
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada Ny. D selama tiga hari dan
melakukan pengkajian kembali baik secara teoritis maupun berdasarkan
tinjauan kasus didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian dilakukan dengan dua metode yaitu pola Gordon dan head two
two yang mendukung ditegakkan diagnosa.
2. Setelah dilakukan pengkajian dan analisa kasus muncul lima diagnosa
pada pasien yaitu:
a Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan insulin.
b Intoleransi aktivitas b/d tirah baring atau imobilsasi kelemahan
menyeluruh ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan
kebutuhan gaya hidup yang dipertahankan.
c Kecemasan berhubungan dengan factor keturunan, krisis situasional,
stress, perubahan status kesehatan, ancaman kematian.
d Gangguan rasa nyaman nyeri b/d luka diabetik pada kaki kanan.
Semua diagnosa yang muncul dalam kasus sesuai dengan teori
3. Perencanaan yang telah di lakukan pada Dengan Gangguan Sistem
Endokrin Dengan Diabetes Mellitus Tipe 2 sesuai dan sejalan dengan teori
dalam tinjauan keperawatan.
4. Intervensi yang disusun penulis berdasarkan pada data yang muncul dalam
pengkajian yang sesuai untuk menegakkan diagnosa. Selain itu sejalan
dengan teori dalam tinjauan keperawatan.
5. Implementasi yang dilakukan sudah sesuai dengan intervensi dalam teori
namun terdapat beberapa intervensi yang tidak dapat dilakukan
dikarenakan keterbatasan fasilitas dan kebijakan dari Rumah Sakit. Selain
itu terdapat factor penghambat yang membuat beberapa implementasi
dalam pelaksananaannya kurang maksimal.

41
6. Mengacu pada intervensi dan implementasi dari hasil evalusi, masih ada
dari beberapa diagnosa yang masih kurang teratasi sebagian dikarnakan
keterbatasan oleh waktu.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Mahasiswa
Agar menerapkan ilmu yang didasari kepada dunia nyata nantinya seperti
nantinya seperti melakukan asuhan keperawatan pada pasien dan
memberikan pendidikan kepada keluarga pasien
5.2.2 Bagi Pasien
Diharapkan pasien bisa mengaplikasikan dan menerapkan
asuhankeperawatan yang sudah di dapat dan menambah wawasan pasien
mengenai penyakit yang di deritanya, sehingga pasien mampu menjaga
gaya hidupnya agar tidak terjadi komplikasi.
5.2.3 Bagi Lahan Praktek
Diharapkan lahan praktek lebih aktif lagi dalam memberikan pendidikan
kesehatan kepada keluarga dan pasien untuk lebih meningkatkan
pengetahuan keluarga dalam merawat pasien
5.2.4 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan institusi pendidikan melatih mahasiswa/i untuk melakukan
asuhan keperawatan secara maksimal agar menerapkan perawat yang
profesional dalam melakukan asuhan keperawatan kepada pasien.

42
DAFTAR PUSTAKA

Adellia (2014). Libas Rematik dan Nyeri Otot dari Hidup Anda, Yogyakarta;
Brilliant Books.

Ariani, Y.(2015). Hubungan Motivasi Dengan Efikasi Diri Pasien DM Tipe 2


Dalam Konteks Asuhan Keperawatan di RSUP.H.Adam Malik Medan,
(online), lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20282755 T%20Yes%20Ariani
pdf, (18 Februari 2018).

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik


Indonesia, (2018), Riskesdas, (2017, online), available on
:www.k4health.org/sites./laporanNasional% Riskesdas %20
(2017).pdf, (20 Februari 2018).

Dita Garnita. (2018). Faktor Risiko Diabetes Melitus di Indonesia.Jurnal.Tidak di


Terbitkan. Universitas Indonesia.Depok.

Dalimartha, S. (2018).Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Diabetes Mellitus.


Cet. 10 Jakarta: Penebar Swadaya, (2018).

Foster, R., Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus, Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid III Ed ke-4, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, (2012).

Madina. (2013). Diabetes mellitus ancama umat manusia di duia. 21 Juni (2013).
http://madina.co.id/kesejahteraan-rakyat/4659-diabetes-mellitus-
ancaman-umat-manusia-di-dunia.html.

Majid,C. (2010). Kadar gula darah. Diakses pada tanggal 10 November (2011)
dari www.guladarah.com

Mangoen prarasodjo,S. (2012). HidupSehat& Normal Dengan Diabetes. Think


Fresh.

Mahendra, et.al. (2013). Care Your Self Diabetes Mellitus. Jakarta :Penebar Plus

Nur Aini, dkk. (2011). Upaya Meningkatkan Prilaku Pasien Dalam Tatalaksana
Diabetes Melitus Dengan Pendekatan Teori Model Behavioral system
Dorothy E. Johson. Jurnal Ners. Fakultas Kodektoran Unair. Surabaya.

OKEZONE. (2012). Gaya hidup penyebab utama diabetes. 24 Juni (2013).


http://health.okezone.com/read/2012/11/06/482/714412/gaya-
hidup-penyebab-utama-diabetes

43
PERKENI. (2018). Konsensus pengelolaan dan pencengahan diabetes mellitus
tipe 2 di Indonesia (2018) Jakarta : Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia.

Phitri, E. H, Widiyaningsih. (2018). Hubungan Antara Pengetahuna dan Sikap


Penderita Diabetes Melitus Dengan Kepatuhan Diabetes Melitus di
RSUD AM. Parikesit Kalimantan Timur. Jurnal. Tidak di Terbitkan.
Stikes Karya Husada Semarang.

Repbulika. (2018). We, penderita diabetes di Indonesia melonjak pesat. 30 Juni


(2017)http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/06/08/l
mh6cj-wew-penderita-diabetes-di-indonesia-melonjak-pesat

Sindonews, (2018), jumlah penderita diabetes di Indonesia masuk 7 dunia


(online), available on: http://nasional.sindonews.com (27 Februari).

Soegondo. (2017). Prinsip pengobatan Diabetes, insulin dan obat hipoglikemik


oral. Dalam Penatalaksanaan Diabetes Mellitus terpadu. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

44
Resume I
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
CUSHING SYNDROME
A. Definisi

Cushing syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh


hiperadrenokortisisme akibat neoplasma korteks adrenal atau adenohipofisis, atau
asupan glukokortikoid yang berlebihan.Bila terdapat sekresi sekunder hormon
adrenokortikoid yang berlebihan akibat adenoma hipofisis dikenal sebagai
Cushing Disease (Dorland, 2002).
Cushing’s Sindrom adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek
metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang
menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemberian
dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid.(Sylvia A. Price;
Patofisiolgi, Hal. 1088).
Cushing’s Sindrom adalah penyakit akibat aktivitas korteks adrenal yang
meningkat dalam pemberian kortikosteroid atau ACTH ( Suzzanne C. Smeltzer
dan Brenda G. Bare. 2001 : 1327-1328 ).
Cushing’s Sindrom adalah causa primer yang tidak terletak di hipofisis akan
tetapi di supraren sebagai suatu adenoma / karsinoma ( Harvey Cushing, 1932 ).
Syndrom cushing adalah syndrom yang diakibatkan oleh aktivitas adrenolkortikal
yang berlebihan ( Baughman dkk. 2001 : 486 ).
B. Etiologi
1. Primary chusing syndrome
Terlampau banyaknya produksi cortison yang diakibatkan oleh adrenal
adenoma atau carsinoma.
2. Secondary chusing syndrome
Terlampau banyaknya produksi cortisol yang diakibatkan oleh adrenal
hyperplasia karena banyak sekali ACTH. Terlalu banyak produksi ACTH
dapat diakibatkan oleh :

45
a. Pituitary mengeluarkan terlalu banyak ACTH karena gangguan
pituitary atau hypothalamus.
b. Peningkatan produksi ACTH yang berasal dari cetopic non-pituitary
(produksi hormon diluar pituitary), seperti pada bronchogenic
carsinoma, bronchial adenoma, pancreatic carsinoma.
3. Iatrogenic chusing syndrome
Kadar cortisol yang sangat tinggi sebagai akibat dari terapi
glucocorticoids yang berlangsung lama.
C. Fatofisiologi
Faktor- faktor patofisiologi yang dikaitkan dengan cortisol yang
berlebihan adalah akibat pengaruh yang berlebihan dari glucocorticoids.

Yang berikut adalah rincian patofisiologi dari corticosteroid yang berlebihan :


1. Perubahan metabolisme protein
Katabolisme protein yang berlebihan mengaktifkan kurangnya
massa otot- otot dengan tanda- tanda :
a. Atrophy otot- otot terutama pada ekstremitas yang mengakibatkan
lengan dan kaki kelihatan kurus; sulit berdiri dari posisi duduk; sulit
naik tangga; keletihan dan kecapean.
b. Mengurangnya protein matriks dari tulang- tulang yang
mengakibatkan osteoporosis, fraktura compression pada tulang
belakang, fraktura pathological, nyeri tulang- tulang dan punggung.
c. Hilangnya collagen support dari yang mengakibatkan kulit menjadi
tipis, cepat timbul memar, ecchymosis, dan striae kemerah- merahan
pada abdomen.
d. Luka sulit sembuh.
2. Perubahan metabolisme lemak
Perubahan metabolisme lemak mengakibatkan obesitas dan
distribusi jaringan- jaringan lemak tidak normal. Banyak lemak pada muka
mengakibatkan “moon face” daerah intracapular mengakibatkan “buffalo
hump”; pada messenterium“truncal obesity” atau berat badan meningkat.
46
3. Perubahan metabolisme karbohidrat
Ada peningkatan hepatic gluconeogenesis dan ketidakmampuan memaki
insulin yang mengakibatkan postprandial hyperglycemia dan diabetes
mellitus. Pasien yang sudah ada DM, gangguan metabolisme karbohidrat
akan memperberat tanda- tanda DM.
4. Perubahan pada respon imun dan respon terhadap inflamasi
a. Mengurangnya lymphocyte terutama T- lymphocytes.
b. Meningkatnya neutrophils.
c. Terganggunya kegiatan antibody.
5. Gangguan metabolisme air dan mineral.
Cortisol itu sendiri mempunyai mineralocorticoid activity, maka
kelebihan corticol mengakibatkan tanda-tanda dan gejala-gejala
peningkatan kegiatan mineralocorticoid.Sekalipun aldosterone adalah
normal. Termasuk tanda-tanda dan gejalanya :
a. Retensi sodium dan air yang bisa mengakibatkan berat badan
meningkat dan edema.
b. Hypertensi sebagai akibat dari peningkatan volume cairan dan
peningkatan sensitivity dari arteriole terhadap catecholamines.
c. Meningkatnya ekskresi kalium dan chloride melalui urine
(hypokelamia dan hypochloremia) yang bisa mengakibatkan metabolic
alkalosis.
d. Meningkatnya resorpsi kalsium dari tulang-tulang dan renal calculi
dari hyperculuria.
6. Perubahan pada emotional stability.
a. Cepat marah, cemas.
b. Depression ringan, konsentrasi dan ingatan menurun yang bisa
berkembang ke depression berat dan psychosis.
7. Perubahan hematological.
Erythrocyte (RBC), hemoglobin, hematokrit bisa meningkat.
8. Kegiatan androgen meningkat.
a. Hirtusism (banyak bulu tubuh pada muka dan seluruh tubuh)
47
b. Rambut kepala rontok.
c. Acne (jerawat).
d. Menstrual cycle terganggu dari oligumenorrhea sampai ke amernorrhea.
e. Perubahan libido
D. Manifestasi Klinik
1. Rambut kepala menjadi tipis
2. Jerawat, pipi kemerahan
3. Moon face
4. Buffalo hump
5. Bulu halus banyak pada muka dan seluruh tubuh atau Hirtusisme
6. Striae kemerah-merahan pada abdomen
7. Lengan dan kaki kurus dengan atrophy otot-otot
8. Kulit cepat memar, ecchymosis, penyembuhan luka sulit
9. Berat badan bertambah atau obesitas
10. Diabetes melitus
11. Hipertensi
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Peningkatan kemih 17-hydroxycorticoids dan 17-ketogenic steroid.
2. Kadar kortisol yang berlebihan plasma.
3. Plasma ACTH meningkat.
4. Penekanan deksametason tes, mungkin dengan pengukuran ekskresi
kortisol urin, untuk memeriksa:
a. Unsuppressed tingkat kortisol dalam menyebabkan sindrom Cushing
oleh tumor adrenal.
b. Ditekan tingkat kortisol pada penyakit Cushing disebabkan oleh
tumor hipofisis.
5. CT scan dan ultrasonografi menemukan tumor.
6. Pemeriksaan elektro kardiografi : untuk menunjukkan adanya hifertensi
7. Pemeriksaan darah lengkap eosinofil menurun

48
F. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Yang diperiksa Hasil
laboratorium
17 - hidroksikortikoid (17-OHCS) Naik
(plasma, urin).
Hormone / Metabolik
17-ketosteroid (17-KS) Naik
(plasma, urin)
Eosinofil Turun
Sel darah
Neutrofil Naik
Darah Naik
Glukosa
Urin Positif
Pemeriksaan Penunjang
Bila data laboratorium masih meragukan, perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan diagnosis Sindrom Cushing.
Pemeriksaan Penunjang Hasil

a. Foto rontgen tulang - Osteoporosis terutama pelvis, cranium,


costa, vertebra

b. 1. Pielografi - Pembesaran adrenal (karsinoma)


2. Laminografi
- Lokalisasi tumor adrenal
c. Arteriografi
- Tumor
d. Scanning - Hiperplasi

e. Ultrasonografi - Tumor
- Hiperplasi
f. Foto rontgen kranium
- Tumor Hipofisis

G. Penatalaksanaan
1. Terapi
Pengobatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam,
bergantung pada apakah sumber ACTH adalah hipofisis atau ektopik.
Beberapa pendekatan terapi digunakan pada kasus dengan hipersekresi
ACTH hipofisis.Jika dijumpai tumor hipofisis sebaiknya diusahakreseksi

49
tumor transfenoidal.Tetapi jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun
tumor tidak dapat ditemukan maka sebagai gantinya dapat dilakukan
radiasi kobalt pada kelenjar hipofise.
Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenalektomi
total dan diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik atau dengan kimia
yang mampu mrnghambat atau merusak sel-sel korteks adrenal yang
mensekresi kortisol. Pengobatan sindrom ACTH ektopik adalah dengan
reseksi neoplasma yang mensekresi ACTH atau adrenalektomi atau
supresi kimia fungsi adrenal seperti dianjurkan pada penderita sindrom
cushing jenis tergantung ACTH hipofisis. (Silvia A.Price; Patofisiologi,
Hal. 1093).
2. Tindakan Medis
a. Operasi pengangkatan tumor melalui hipokisektomi transfenoidalis,
biasanya penyebabnya adalah tumor hipofisis.
b. Radiasi kelenjar hipofisis, untuk mengendalikan gejala.
c. Adrenalektomi biasanya untuk pas dengan hipertrofi adrenal primer.
d. Jika dilakukan adrenolektomi bilateral (keduanya diangkat) tetapi
pergantian dengan hormon – hormon kortex adrenal seumur hidup.
e. Preparat penyekat enzim adrenal (metyrapon, aminoglutethimide,
mitotone, ketokonazol) untuk mengurangi hiperadrenalisme jika
penyebabnya adalah tumor yang tidak dapat dihilangkan secara tuntas.
f. Therapi penggantian temporer dengan hidrokortison selama beberapa
bulan sampai kelenjar adrenal mulai memperlihatkan respon yang
normal.

50
RESUME KASUS ― CUSHING SYNDROME‖ SISTEM ENDOKRIN

Kasus

Ny.T usia 28 tahun di rawat di rumah sakit dengan keluhan sering merasa
kelelahan dan haus, dan buang air kecil yang sering. Pasien memiliki riwayat
penyakit Diabetes Mellitus tipe 2. Perawat melakukan pengkajian kepada pasien
dan diperoleh hasil: TB 150 cm, BB 45 kg biasanya dan saat ini BB 60 kg. pada
bagian kepala pasien terdapat pertumbuhan rambut yang berlebihan, wajah
bengkak, lemak berlebih di sekitar leher, TD 150/90 mmHg,nadi 92x/I, suhu 370c,
pernafasan 18x/i. setelah dilakukan pemeriksaan diagnostic diperoleh hasil: GDS
350mg/dl, hasil laboratorium: eosinofil 50/mm3, neutrofil 85/mm3, kadar kortisol
17 – hidroksikortikoid (17 – OCHS): 14 mm/24 jam, pasien mengkonsumsi obat-
obatan glukokortikoid.
A. Pengkajian
Pada pengkajian meliputi:
1. Identitas klien
Nama : Ny T
Usia : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Gang Jawa, Sari Rejo
Suku/Bangsa : Jawa, Indonesia
Status pernikahan : menikah

Agama/Keyakinan : Islam

Pekerjaan : Karyawan swasta


Diagnosa medic : Cushing Syndrom
No. medical record : 17.11.60
Tanggal masuk : 13/03 /2019
Tanggal pengkajian : 16 /03/ 2019

51
2. Keluhan Utama
Adanya memar pada kulit, pasien.Mengeluh lemah, terjadi kenaikan
berat badan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan sering merasa kelelahan, rasa haus dan buang air
kecil yang berlebihan dan susah tidur. Pada bagian wajah pasien terlihat
pertumbuhan rambut yang berlebih, wajah bengkak (Moon Face),terdapat
lemak di sekitar leher, ekstremitas kecil dan sedikit memar.
4. Riwayat penyakit dahulu

Pasien mengatakan mengkonsumsi obat-obatan kartekosteroid dalam


jangka waktu yang lama. Seperti Aminoglutetimid 20 mg/hari Nifedipin
10 mg 4xsehari

5. Riwayat penyakit keluarga


Pasien mengatakan tidak ada keluarga pernah menderita penyakit
cushing sindrom
6. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan
Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, tidak
terlihat retraksi intercouste hidung, pergerakan dada simetris
Palpasi : Vocal premilis teraba rate, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor
Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi
nafas tambahan ronchi wheezing
b. Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 4-5 mid
klavikula
Perkusi : Pekak
Auskultasi : S1 S2 Terdengar tunggal
c. Sistem Pencernaan

52
Mulut : Mukosa bibir kering
Tenggorokan : Tidak dapat pembesaran kelenjar tiroid
Limfe : Tidak ada pembesaran vena jugularis
Abdoment :
I : Simetris tidak ada benjolan
P : Tidak terdapat nyeri tekan
P : Suara redup
A : Tidak terdapat bising usus
d. Sistem Eliminasi
Tidak ada gangguan eliminasi
e. Sistem Persyarafan
Composmentis (456)
f. Sistem Integument / ekstrimitas
Kulit:Adanya perubahan-perubahan warna kulit,berminyak,jerawat
g. Sistem Muskulus keletal
Tulang : Terjadi osteoporosis
Otot : Terjadi kelemahan

Data Subjektif
1. Perubahan pada body proportion, berat badan, distribusi bulu-bulu tubuh,
rambut kepala rontok atau menipis, pigmentasi kulit, memar, ecchymosis, luka
sulit sembuh.
2. Nyeri tulang-tulang terutama nyeri punggung.
3. Riwayat infeksi : kulit, saluran pernafasan.
4. Neurological data : tingkah laku, konsentrasi, ingatan.
5. 24 jam intake makanan dan cairan.
6. Peningkatan rasa haus, nafsu makan.
7. Perubahan output urine
8. Sexuality data :
Wanita : perubahan menstruasi,ciri-ciri seksualitas sekunder,libido
Laki-laki : perubahan -perubahan libido,ciri-ciri seksualitas sekunder
53
9. Pengetahuan : perubahan penyakitnya,diagnostik test pengobatan

Data Objektif
1. Adanya moon face,buffale hump,truncal obesity,lengan dan kaki kurus,
hyperpigmentasi, striade, ecchymosis, luka yang belum sembuh
2. Neurological:ketepatan emosi dengan situasi,konsentrasi,ingatan
3. Cardivasculer : blood pressure ,weight, pulse, adanya edema, distensi jugular
vein.
4. Nutritition:intake makanan dan cairan
5. Musculoskeletal :muscle mass,strenght,kemampuan berdiri dari posisi duduk

Analisa Data
Data Pendukung Etiologi Masalah
DS : 1.Tumor adrenokortikal, Intoleransi Aktivitas
- Kelemahan secara hyperplasia adrenal, dan
menyeluruh tumor ekstra pituitary
DO : 2. sekresi kortisol
- kemampuan berdiri dari 3. kadar kortisol dalam
posisi duduk darah
- aktivitas dibantu keluarga 4. produksi protein
dan perawat 5. pembentukan energy
- tirah baring /imobilisasi 6. Intoleransi aktivitas
DS : 1. Tumor adrenokortikal, Kerusakan integritas
- Klien mengatakan ada hyperplasia adrenal, dan kulit
memar dan lukanya sulit tumor ekstra pituitary
sembuh 2. sekresi kortisol
DO : 3. kadar kortisol dalam
- Terdapat memar dan ada darah
luka yang belum sembuh 4. produksi protein
- Kelembapan kulit 5. protein kulit hilang
- Perubahan pigmentasi 6.kerusakan integritas
- Perubahan turgor kulit
DS : - Pemakaian obat Gangguan citra tubuh
- penolakan terhadap glukokortikoid dalam
berbagai perubahan actual jangka panjang
- perasaan negative mengenai - kadar kortisol dalam
bagian tubuh (perasaan darah
tidak berdaya) - distribusi jaringan
- keputusasaan atau tidak ada adipose
kekuatan - Moon face, buffalo
DO : hump
54
- adanya moon face, buffalo - Gangguan citra tubuh
hump, obesitas
- perubahan struktur dan atau
fungsi actual
DS : - Tumor adrenokortikal, Kelebihan volume cairan
- Perubahan haluaran urine hyperplasia adrenal, dan
DO : tumor ekstra pituitary
- Haluaran urine dan adanya - sekresi kortisol
glukosuria - kadar kortisol dalam
darah
- Retensi natrium
- Penumpukan cairan
- Gangguan keseimbangan
cairan
DS : - Pemakaian obat Nyeri
- melaporkan nyeri baik glukokortikoid dalam
secara verbal maupun jangka panjang
nonverbal - kadar kortisol dalam
DO : darah
- posisi untuk mengurangi - sekresi lambung
nyeri - ulkus
- tingkah laku ekspresif - nyeri
(gelisah, meringis, dan
mengeluh)
- perubahan dalam nafsu
makan

55
N DIAGNOSA KRITERIA HASIL IMPLEMENTASI EVALUASI
O KEPERAWATAN NOC NIC
1 Kekurangan volume Klien dapat mempertahankan 1. Pantau TTV, a). Memantau TTV S:-
cairan b/d keseimbangan cairan dan elektrolit catat perubahan b).Mencatat O : adanya
ketidakseimbangan setelah dilakukan perawatan 1x 24 tekanan darah perubahan tekanan perbaikan
input dan output. jam. pada perubahan darah keseimbangan
Kriteria hasil: posisi, kekuatan c). mengukur TB dan cairan
dari nadi perifer menimbang BB TD : 110/70
1. Klien mengetahui penyebab 2. Ukur dan d).melakukan mmHg
kekurangan cairan timbang BB perawatan gigi dan Hr : 78x/i
2. Klien dapat mengatasi klien mulut Rr : 18x/i
kekurangan cairan 3. Berikan e).memantaukeseimb T : 370c
3. Klien dapat mengatasi perawatan mulut angancairan A:Masalah
kekurangaan cairan dengan secara teratur f). member obat keseimbangan
minum air putih banyak 4. Kolaborasi: sesuai indikasi cairan sebagian
4. Pengeluaran urin normal Cairan NaCl 0,9 mengkaji tingkat teratasi
1cc/kgBB/jam, TTV normal % kehausan pasien P : intervensi
(N: 80-100x/menit, S: 36,5- 5. Kolaborasi: g). mengatur posisi dilanjut
370C, TD:110-120/70-80 Berikan obat secara berkala
mmHg, Turgor kulit elastic, sesuai dosis.a) h). memantau hasil
Rasa haus hilang dan Warna Kartison lab
kulit tidak pucat. (ortone) /
hidrokartison
(cortef) 100 mg
intravena setiap
6jam untuk 24
jam, Mineral
kartikoid, flu

56
dokortisan,
deoksikortis 25
– 30 mg/hr
peroral
6. Periksaa dan
perubahan
dalam status
mental dan
sensori
7. Auskultasi
bising usus
8. Kaji tingkat
haus pasien
9. Pertahankan
kenyamanan
lingkungan
ubah posisi
secara berkala

10.Pantaupemerik
saan lab (Hb, Ht,
ureumkreatinin,
Na, Ka)
11.Pertahankan
kateter dan NGT
sesuai indikasi
2 Ketidak seimbangan Kebutuhan nutrisi klien kembali 1. Kaji riwayat a). mengkaji riwayat S : pasien

57
nutrisi kurang dari adekuat setelah dilakukan intervensi nutrisi nutrisi pasien mengatakan tidak
kebutuhan tubuh selama 1X24 jam. 2. Timbang BB selera makan
1. Klien mengetahui penyebab setiap hari b).mengukur/menim 1.Rasa makanan
kekurangan nutrisi 3. Diskusikan bang TB/BB pasien kurang
2. Klien dapat mengatasi makanan yang Bosan dengan
kekurangan nutrisi disukai oleh c). merencanakan menu yang
3. Klien dapat mengatasi pasien dan diet yang tepat bagi sama
kekurangaan nutrisi dengan diit masukan dalam pasien O :- makanan tidak
makanan diet murni. habis
4. Mempertahankan berat badan 4. Anjurkan klien d). menganjurkan BB 44 kg
stabil, bebas dari tanda makan sedikit pasien makan sering TD: 110/70 mmhg
malnutrisi tapi sering. dengan porsi sedikit Hr : 78x/i
5. Berikan Rr : 18x/i
lingkungan yang e). mempertahankan T : 370c
nyaman untuk lingkungan yang - Pasien
makan, misalnya nyaman tampak
bebas dari bau lemah
tidak sedap f). kolaborasi
6. Kolaborasi: perencaan diet A:
Rujuk ke ahli dengan ahli gizi Ketidakseimbangan
gizi g). mengukur TTV nutrisi kurang dari
7. Pantau TTV pasien kebutuhan tubuh
pasien h). mengkaji adanya P : intervensi
8. Anjurkan pasien mual/muntah dihentikan
makan sedikit i) mengukur KGD
tapi sering
9. Diskusikan
makanan yang

58
disukai pasien
11.Pantau adanya
mual atau muntah
dan catat
12.Periksa KGD
sesuai indikasi
3 Harga diri rendah b/d Setelah dilakukan tindakan 1. Dorong dan a). memotivasi klien S:
hiperpigmentasi pada keperawatan selama 3x24 jam motivasi klien menjalani perawatan pasienmengatakan
kulit dan membrane diharapkan Gangguan konsep untuk malu dengan
mukosa diriklien teratasi dengan, kriteria mengidentifikas b). menganjurkan kondisinya saat ini
hasil: i aspek positif klien O : pasien tampak
a) Klien mengetahui penyebab pada dirinya mengungkapkan sedih/malu
gangguan konsep diri 2. Anjurkan klien perasaannya 1.menolak bertemu
b) Klien dapat mengatasi gangguan mengungkapka dengan orang lain
konsep diri n perasaannya c). member edukasi TD: 110/70 mmhg
c) Klien dapan mengatasi konsep tentang mengenai penyakit Hr : 78x/i
gangguan diri dengan motivasi infertilitas yang Addison (penyebab, Rr : 18x/i
dan memilih alternatif yang tepat dideritanya. tanda/gejala, T : 370c
d) Klien dapat percaya diri 3. Berikan penatalaksanaan, A : harga diri
informasi dsb) rendah
mengenai d). memberi solusi P : intervensi
gangguan bagi permasalahan dilanjut
hiperpigmentasi klien
dan
memecahkan
masalah klien
4. Bantu klien

59
untuk memilih
alternatif yang
tepat dansesuai
denganklienme
mecahkan
masalahnya

60
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
―HIPERTIROID‖

A. DEFINISI
Hipertiroid adalah penyaakit yang disebabkan oleh penyakit Graves yaitu
jenis masalah autoimun yang menyebabkan kelenjar tiroid untuk memproduksi
terlalu banyak hormon tiroid. ( Toft, D. 2014). Hipertiroid atau hipertiroidisme
adalah suatu keadaan atau gambaran klinis akibat produksi hormon tiroid yang
berlebihan oleh kelenjer tiroid yang terlalu aktif. Karena tiroid memproduksi
hormon tiroksin dari iodium, maka iodium radiaktif dalam dosis kecil dapat
digunakan untuk mengobatinya (mengurangi intensitas fungsinya). (NANDA
NIC-NOC. 2013)
Hipertiroidisme adalah suatu kondisi di mana kelenjar tiroid terlalu aktif dan
membuat berlebihan hormon tiroid. Kelenjar tiroi dadalah organ yang terletak dibagian
depan leher dan hormon ini yang mengontrol metabolisme, bernapas, denyut jantung,
sistem saraf, berat badan,suhu tubuh, dan banyak fungsi lainnya dalam tubuh. Ketika
kelenjar tiroid yang terlalu aktif (hipertiroidisme) proses tubuh mempercepat dan
mungkin mengalami kegelisahan, kecemasan, denyut jantung yang cepat, tremor
tangan, keringat berlebihan, penurunan berat badan, dan masalah tidur, antara gejala
lainnya. (Aleppo, G. 2015)
B. EPIDEMIOLOGI
Jumlah penderita Hyperteroidterus meningkat. Hyperteroidmerupakan
penyakit hormon yang menempati urutan kedua terbesar di Indonesia setelah
diabetes. Posisi ini serupa dengan kasus di dunia.Lebih dari 90 % Hyperteroid
adalah akibat penyakit graves dan nodul tiroid toksik.
Hyperteroidmenyerang wanita 5 kali lebih sering dibanding laki-laki dan
insidennya akan memuncak pada usia ketiga serta keempat. Penderita penyakit
tyroid saat ini 2% sampai dengan 5 % adalah kebanyakan wanita, wanita tersebut
1% sampai dengan 2% adalah wanita reproduktif. Prevalensi penderita Hyperteroid
menyerang wanita 5 kali lebih sering di bandingkan dengan laki-laki dan
insidennya akan memuncak dalam decade usia ketiga serta ke empat.Keadaan ini
61
dapat timbul setelah terjadinya syok emosional, stress atau infeksi. Pada usia
muda umumnya disebabkan oleh penyakit graves, penyakit ini relative sering di
jumpai dan pada anak- anak jarang terjadi. sedangkan struma multinodular toksik
umumnya timbul pada usia tua. Di daerah pantai dan kota, insidensya lebih tinggi
di bandingkan di daerah pegunungan atau di pedesaan.
Jumlah penderita penyakit ini di seluruh dunia pada tahun 1960
diperkirakan 200 juta, 12 juta di antaranya terdapat di Indonesia. Angka
kejadian hipertiroidi yang didapat dari beberapa klinik di Indonsia berkisar
antara 44,44% — 48,93% dari seluruh penderita dengan penyakit kelenjar
gondok. Di AS diperkirakan 0,4% populasi menderita Hipertiroid, biasanya
sering pada usia di bawah 40 tahun.
C. ETIOLOGI
Kelenjar tiroid membuat hormon tiroksin (T4) dan triiodothyronine (T3)
yang memainkan peran penting dalam cara fungsi seluruh tubuh. Jika kelenjar
tiroid membuat terlalu banyak T4 dan T3, ini didefinisikan sebagai hipertiroid.
Penyebab paling umum dari hipertiroid adalah penyakit gangguan autoimun
Graves '. Dalam gangguan ini, tubuh membuat antibodi (protein yang dihasilkan
oleh tubuh untuk melindungi terhadap virus atau bakteri) yang disebut thyroid-
stimulating immunoglobulin (TSI) yang menyebabkan kelenjar tiroid membuat
terlalu banyak hormon tiroid. Penyakit Graves berjalan dalam keluarga dan lebih
sering ditemukan pada wanita. Hyperteroi djuga bisa disebabkan oleh nodular atau
multinodular gondok beracun, yang merupakan benjolan atau nodul pada kelenjar
tiroid yang menyebabkan tiroid untuk memproduksi berlebihan hormon tiroid.
Selain itu, radang kelenjar tiroid yang disebut tiroiditis-akibat virus atau masalah
dengan sistem kekebalan tubuh dapat menyebabkan sementara gejala hipertiroid.
Selain itu, beberapa orang yang mengonsumsi terlalu banyak yodium (baik dari
makanan atau suplemen) atau yang mengambil obat yang mengandung yodium
(seperti amiodaron) dapat menyebabkan kelenjar tiroid untuk kelebihan hormon
tiroid. (Aleppo, G. 2015)
Beberapa penyakit yang menyebabkan Hipertiroid yaitu:
1. Penyakit Graves
62
Penyakit ini disebabkan oleh kelenjar tiroid yang overaktif dan
merupakan penyebab hypertiroid yang paling sering dijumpai. Penyakit ini
biasanya turunan. Wanita 5 kali lebih sering daripada pria. Diduga
penyebabnya adalah penyakit autoimun, dimana antibody yang ditemukan
dalam peredaran darah yaitu tyroid stimulating imunogirobulin (TSI anti
bodies ), tyroid peroksidase antibodies ( TPO ) dan TSA receptor
antibodies ( TRAB ) pencetus kelainan ini adalah stress, merokok, radiasi,
kelainan mata dan kulit, penglihatan kabur, sensitif terhadap sinar, terasa
seperti ada pasir dimata, mata dapat menonjol keluar hingga double vision.
2. Toxic Nodular Goiter
Benjolan leher akibat pembesaran tyroid yang berbentuk biji padat, bisa
satu atau banyak. Kata toksik berarti hypertiroid, sedangkan nodule atau
biji itu tidak terkontrol oleh TSH sehingga memproduksi hormon tyroid
yang berlebihan.
3. Produksi TSH yang Abnormal
Produksi TSH kelenjar hipofisis dapat memproduksi TSH berlebihan
sehingga merangsang tyroid mengeluarkan T3 dan T4 yang banyak.
4. Tiroiditis (Radang kelenjar Tiroid)
5. Konsumsi Yoidum Berlebihan
Bila konsumsi yang berlebihan bisa menimbulkan hypertiroid, kelainan
ini biasanya timbul apabila sebelumnya sipasien memang sudah ada
kelainan kelenjar tyroid.
6. Minum obat hormon tyroid berlebihan

63
D. PATOFISIOLOGI
Hipotalamus

Hipofisis Anterior Hormone pelepas (tirotropin)

Hormone perangsang Tiroid hipertrofi (peningkatan


Tiroksin imonuglobin
tiroid (TSH) sekresi yodium)
Hipertiroid

Metabolisme meningkat
Peningkatan frekuensi dan

kontraksi jantung

Peningkatan konsumsi O2 System kardiovaskuler

Pemakaian glukosa sel System saraf - Takikardi


- TD, nadi

Pemecahan lemak dan - Nerfus - Angina

- Kelelahan - Gagal jantung


protein
- Mudah terangsang
Penurunan curah jantung
-

Otot dan tulang Kulit Peningkatan kebutuhan

kalori
Kelelahan otot Peningkatan suhu tubuh
Ketidakefektifan nutrisi
Resiko kerusakan Hipertermi
kurang dari kebutuhan
integritas jaringan
tubuh

64
E. KOMPLIKASI
Hipertiroidisme tidak diobati dapat menyebabkan komplikasi serius, terutama
yang berkaitan dengan jantung.
Beberapa komplikasiyang berhubungan dengan jantung:
- Aritmia(detak jantung abnormal, sepertiatrial fibrilasi)
- Dilatasi jantung (peningkatan ukuran rongga jantung, yang sebenarnya menipis otot
jantung) dan gagal jantung kongestif
- Serangan jantung mendadak
- hipertensi
Jika tidak hipertiroid tidak diobati, akan mengalami resiko terkena
osteoporosis. Secara bertahap akan kehilangan kepadatan mineral tulang karena
hipertiroidisme yang tidak terkontrol dapat menyebabkan tubuh untuk menarik
kalsium dan fosfat dari tulang dan mengeluarkan terlalu banyak kalsium dan
fosfor (melalui urine dan feses). (Milas, K. 2014)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. TSH serum (biasanya menurun)
b. T3, T4 (biasanya meningkat)
c. Tes darah hormon tiroid
d. X-ray scan, CAT scan, MRI scan (untuk mendeteksi adanya tumor)

G. PENATALAKSANAAN
Hipertiroidisme dapat diobati dengan obat-obat antitiroid yang mengganggu
produksi hormon tiroid (terutama methimazole, propylthiouracil sekarang
digunakan hanya untuk perempuan pada trimester pertama kehamilan). Pilihan
lain adalah terapi yodium radioaktif untuk merusak sel-sel yang membuat hormon
tiroid. Dalam kasus yang jarang terjadi di mana wanita tidak menanggapi atau
memiliki efek samping dari terapi ini, operasi untuk mengangkat tiroid (salah satu
bagian dari seluruh kelenjar) mungkin diperlukan. Pilihan pengobatan tergantung
pada penyebab yang mendasari keparahan dan gejala , usia , apakah sedang hamil,
kondisi lain yang mungkin dimiliki, dan potensi efek samping dari obat.

65
Selain perawatan ini, dokter juga mungkin meresepkan beta-blocker untuk
memblokir efek dari hormon tiroid pada tubuh. Sebagai contoh, beta-blocker
membantu memperlambat detak jantung yang cepat dan mengurangi getaran
tangan. (Aleppo, G. 2015). Ada mudah perawatan yang tersedia dan efektif untuk
semua jenis umum dari hipertiroid. Beberapa gejala hipertiroid (seperti tremor dan
palpitasi, yang disebabkan oleh kelebihan hormon tiroid yang bekerja pada sistem
jantung dan saraf) dapat ditingkatkan dalam beberapa jam dengan obat yang
disebut beta-blocker (misalnya, propranolol, Inderal). Obat ini memblokir efek
dari hormon tiroid tetapi tidak memiliki efek pada tiroid itu sendiri, sehingga beta
blockers tidak menyembuhkan hipertiroid dan tidak mengurangi jumlah hormon
tiroid yang diproduksi; mereka hanya mencegah beberapa gejala. Untuk pasien
dengan bentuk sementara hipertiroidisme (tiroiditis atau minum obat tiroid
berlebih), beta blockers mungkin satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan.
Setelah tiroiditis (peradangan kelenjar tiroid) menyelesaikan dan hilang, pasien
dapat berhenti minum obat.

66
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM ENDOKRIN
“ Hipertiroid”
Kasus
Ny. N 45 tahun dirawat dengan keluhan tidak ada nafsu makan sudah seminggu
ini, suka sesak, rambutnya rontok sangat banyak setiap kali menyisir, suaranya
sudah seminggu ini parau, kuku juga mudah rapuh, dia tidak mngerti kenapa ini
terjadi? Keluhan lainnya suka merasa dingin walaupun udara dilingkungan sangat
panas. Ners Jimmy melakukan pemeriksaan fisik didapat TD : 90/60 mmHg ,
Nadi : 64 x/menit , Suhu : 37,3oC. Miksedema ; hasil rontgen thorax : efusi pleura.

1. PENGKAJIAN
Data Pasien :
Nama : Ny. N
Tempat, Tanggal Lahir : Batubara, 23 Februari 1968
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status perkawinan : Menikah
Status pendidikan : SLTA
Diagnosa medis : Hipertiroid
2) Riwayat penyakit :
Keluhan Utama :
Klien datang ke Rumah Sakit hari Senin, 16 Februari 2019 dengan keluhan
keluhan tidak ada nafsu makan sudah seminggu ini, suka sesak, rambutnya rontok
sangat banyak setiap kali menyisir, suaranya sudah seminggu ini parau, kuku juga
mudah rapuh
Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengalami hypothyroid
Riwayat Penyakit Dahulu
67
Klien tidak mempunyai riwayat penyakit terdahulu
Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien tidak ada yang mempunyai penyakit hypothyroid
3) Pemeriksaan fisik
1. Pola Istirahat dan Tidur
Sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari
2. Sistem pencernaan
Lidah tampak menebal, nafsu makan berkurang, anoreksia, peningkatan
berat badan, konstipasi, distensi abdomen.
3. Sistem kardiovaskuler
4. Perbesaran jantung, disritmia, hipotensi, nadi lambat,
penurunan frekuensi denyut jantung, penurunan curah jantung
5. Sistem musculoskeletal
Parastesia dan reflek tendon menurun, gerak-gerik klien sangat lamban,
lemah, cepat lelah, sakit pada sendi dan otot, gerakan yang canggung
lamban
6. Sistem neurologic
Berbicara lambat, kelopak mata turun, wajah bengkak, pusing, pucat,
perlambatan daya pikir, berbicara lambat dan terbata-bata, gangguan
memori, perhatian kurang, letargi atau somnolen, bingung, hilang
pendengaran.
7. Sistem reproduksi
Pada wanita : terjadi perubahan menstruasi seperti amenore,atau masa
menstruasi yang memanjang. Pria : penurunan libido, impoten.
8. Sistem Integumen
Kulit kasar, tebal dan bersisik, dingin dan pucat, tidak tahan terhadap
dingin, Pembengkakkan dan edema kulit, terutama di bawah mata dan di
pergelangan kaki, pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal; rambut kering,
kasar; rambut rontik dan pertumbuhannya buruk.
9. Emosi/psikologis

68
Klien sangat sulit membina hubungan sasial dengan lingkungannya,
mengurung diri, depresi, apatis, agitasi, depresi, paranoid, menarik diri.

ANALISA DATA
DATA PROBLEM ETIOLOGI
DS : Pola napas tidak Depresi
· Klien mengeluh suka sesak efektif ventilasi
· Klien mengatakan suaranya
sudah seminggu ini parau
· Kemungkinan klien mengatakan
kesulitan saat bernapas
DO:
· Tanda-tanda vital :
RR : 25 x/menit kedalaman nafas
dangkal, suara tambahan wheezing
TD : 90/60 mmHg
Nadi : 64 x/menit
Suhu : 37,3oC
· Pemeriksaan Penunjang
Hasil rontgen thorax : efusi pleura
· Klien terlihat sesak napas
· Kemungkinan klien terlihat
menggunakan otot bantu
pernapasan
· Kemungkinan klien terlihat
memegangi dada
· Kemungkinan klien terlihat
cemas dan gelisah
DS : Penurunan curah Degenerasi otot
· Klien mengeluh suka sesak jantung jantung
· Klien mengatakan suaranya sudah (miokarditis)
seminggu ini parau
· Kemungkinan klien mengeluh
pusing
DO:
· Tanda-tanda vital :
TD : 90/60 mmHg
Nadi : 64 x/menit
Suhu : 37,3oC
· Pemeriksaan Penunjang Hasil
rontgen thorax : efusi pleura
· Klien terlihat pucat
· Kemungkinan klien terlihat lemah,

69
cepat lelah,
· Kemungkinan klien mengalami
perbesaran jantung
· Kemungkinan klien terlihat
memegangi dada
DS : Perubahan nutrisi Peningkatan
· Klien mengeluh tidak ada nafsu kurang dari metabolisme
makan sudah seminggu ini kebutuhan
· Klien mengeluh suka sesak
· Klien mengeluh rambutnya rontok
sangat banyak setiap kali menyisir
· Klien mengatakan kuku juga mudah
rapuh
· Kemungkinan klien
mengeluh malas beraktivitas
· Kemungkinan klien mengeluh
pusing
DO :
· Tanda-tanda vital : TD : 90/60
mmHg
Nadi : 64 x/menit
Suhu : 37,3oC
· Pemeriksaan Penunjang
Hasil rontgen thorax : efusi pleura
· Kemungkinan klien terlihat malas
beraktivitas
· Kemungkinan lidah klientampak
menebal
· Kemungkinan klien terlihat lemah,
cepat lelah,
· Kemungkinan kulit klien
teraba kasar, tebal, bersisik, dingin

70
dan pucat
DS : Perubahan proses Perubahan
· Klien mengatakan tidak mengerti berpikir fisiologis :
kenapa ini terjadi penurunan
· Kemungkinan klien mengeluh stimulasi SSP
pusing
· Kemungkinan klien mengeluh
tentang sakit dan gejala yang
dialami
· Kemungkinan klien mengatakan hal
yang sama berulang
DO:
· Tanda-tanda vital :
TD : 90/60 mmHg
Nadi : 64 x/menit
Suhu : 37,3oC ,
· Miksedema
· Hasil rontgen thorax : efusi pleura.
· Kemungkinan klien terlihat
mengalami perlambatan daya pikir
· Kemungkinan klien terlihat
mengalami gangguan memonitor

71
NO DIAGNOSA KRITERIA HASIL IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN NOC NIC
1 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1). Kaji tanda-tanda 1). Mengkaji tanda- S: pasien mengatakan
berhubungan dengan perawatan dalam 3x24 jam intoleransi tanda intoleransi mudah lelah saat
kelemahan dan diharapkan pasien dapat 2). Bantu untuk 2). Membantu beraktivitas
perubahan menoleransi aktivitas yang memilih aktivitas aktivitas pasien O: -tampak kelelahan
metabolisme protein. dilakukan, yang dibuktikan yang sesuai dengan 3). Memfasilitasi -TD: 150/90 mmHg
dengan: kemampuan fisik, lingkungan yang HR : 80x/i
1. toleransi aktivitas psikologis dan nyaman RR : 18x/i
2. menyadari social 4). Berkolaborasi T :36,60c
keterbatasan 3). Bantu aktivitas dengan ahli gizi A : intoleransi aktivitas
aktivitas klien yang berarti dalam merencanakan P : intervensi di
3. mampu 4. Pastikan diet yang tepat lanjutkan
menyeimbangkan lingkungan aman 5). Memantau TTV
aktivitas dan bagi
istirahat keberlangsungan
4. mampu mengatur gerakan-gerakan
jadwal aktivitas yang melibatkan
untuk menghemat sejumlah besar otot-
energi otot tubuh
5). Kolaborasi
dengan ahli gizi
dalam menentukan
diet guna
meningkatkan
asupan makanan
kaya energi
2 Kerusakan integritas Setelah dilakukan 1). Inspeksi kulit 1). Menginspeksi S : pasien mengatakan

72
kulit berhubungan perawatan 3x24 jam terhadap perubahan warna kulit, turgor, malu dengan
dengan edema diharapkan kerusakan warna, turgor, dan vascular keadaannya
integritas kulit pada pasien vaskular. 2) memantau TTV
dapat berkurang yang 2). Pantau masukan 3) mengkaji area O :-tampak sedih
ditandai dengan: cairan dan hidrasi edema -khawatir tidak bisa
1. kulit lebih kulit dan membran 4) memberikan sembuh
elastis/halus mukosa. perawatan kulit TD: 160/100 mmHg
2. suhu tubuh normal 3). Inspeksi area (seperti salep atau HR : 80x/i
3. ttv dalam batas tergantung edema. cream) RR : 20x/i
normal 4). Berikan 5). Menganjurkan T : 360c
4. tidak terdapat perawatan kulit. menggunakan A : Masalah teratasi
decubitus Berikan salep atau pakaian yang longgar sebagian
5. kulit tampak bersih krim. 6). Kolaborasi dalam P : intervensi
5). Anjurkan memberikan matras dilanjutkan
menggunakan decubitus
pakaian katun
longgar.
6). Kolaborasi
dalam pemberian
matras busa.
3 Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan 1). Bina hubungan 1). Membina S : pasien mengatakan
berhubungan dengan perawatan 3x24 jam saling percaya hubungan saling tidak nyaman dengan
perubahan penampilan diharapkan gangguan citra percaya dengan kondisinya saat ini
fisik tubuh pada pasien tidak ada, 2). Kaji tingkat pasien O : TD 150/ 90 mmHg
yang dibuktikan dengan: pengetahuan pasien 2). Mengkaji tingkat Hr : 82x/i
a. mampu beradaptasi tentang kondisi dan pengetahuan pasien RR :20x/i
dengan kondisinya pengobatan 3).menganjurkan T : 36,70c
b. kepuasan terhadap keluarga untuk A : Masalah teratasi

73
penampilan dan 3). Diskusikan arti mensupport pasien sebagian
fungsi tubuh perubahan pada 4). Menganjurkan P : intervensi
c. memelihara interaksi pasien. pasien untuk dilanjutkan
social yang dekat melakukan
dan hubungan 4). Anjurkan orang perawatan diri
personal terdekat
memperlakukan
pasien secara
normal dan bukan
sebagai orang cacat.

5). Rujuk ke
perawatan
kesehatan. Contoh:
kelompok
pendukung
6). Beri dorongan
pada psien untuk
melakukan
perawatan diri
seperti sebelumnya.
4 Kelebihan volume Setelah dilakukan 1). Ukur masukan 1). Memantau S : pasien mengatakan
cairan berhubungan perawatan 3x24 jam dan haluaran, catat intake/output cairan badan nya bengkak
dengan kelebihan diharapkan kelebihan keseimbangan 2). Mengukur BB
natrium volume cairan dapat positif. pasien O : ekstremitas tampak
teratasi/ dikurangi yang 2). Awasi tekanan 3). Memantau TTV bengkak
dibuktikan dengan: darah. 4). Mengkaji derajat - Wajah tampak
1. keseimbangan 3). Kaji derajat edema

74
cairan perifer/edema 5). Memantau hasil sembab
2. berat badan stabil dependen lab
3. urine dalam batas 4). Awasi albumin 6). Berkolaborasi TD:150/90mmHg
normal serum dan elektrolit dalam pemberian Hr : 82x/i
4. tanda-tanda vital (khususnya kalium diuretic RR :20x/i
dalam batas normal dan natrium) 7). Memantau efek T : 36,70c
5. edema berkurang 5). Batasi natrium dari pemberian obat A : kelebihan volume
dan cairan sesuai 8). Memposisikan cairan
indikasi. ekstremitas untuk P : intervensi
6). Timbang berat meningkatkan aliran dilanjutkan
badan balik vena
7). Pantau TTV
pasien
8). Kaji efek
pengobatan
(misalnya; diuretic)
9). Kaji ekstremitas
yang mengalami
edema
10). Kolaborasi
dalam pemberian
diuretic
11). Tinggikan
ekstremitas untuk
meningkatkan aliran
balik vena
12). Pantau hasil
Lab

75
5 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan 1). Catat keluhan 1). Mengkaji nyeri S : pasien mengatakan
dengan meningkatnya perawatan 3x24 jam nyeri, lokasi, secara komprehensif nyeri di lambung dan
sekresi lambung diharapkan nyeri yang lamanya, intensitas 2). Mengkaji faktor perih
dialami pasien berkurang (skala 0-10) penyebab nyeri O : tampak meringis
yang ditandai dengan: 2). Kaji ulang faktor 3). Menganjurkan TD:150/90mmHg
a. memperlihatkan yang meningkatkan makan sedikit tapi Hr : 82x/i
pengendalian nyeri dan menurunkan sering RR :20x/i
b. mengenali awitan nyeri 4).memberikan obat T : 36,70c
nyeri 3). Berikan makan 5).Menginformasikan Menolak makan
c. melaporkan nyeri sedikit tapi sering tentang nyeri A : Nyeri Akut
d. wajah lebih rileks sesuai indikasi 6). Mengajarkan P : intervensi dilanjut
e. melaporkan pola untuk pasien tehnik relaksasi
tidur yang 4). Berikan obat 7) mengukur TTV
baik/nyenyak sesuai indikasi. Mis,
f. tidak terlihat analgetik
gelisah/ merintih 5). Kaji nyeri secara
komprehensif
(lokasi, durasi,
frekuensi,
karakteristik,
intesitas, dan faktor
predisposisi)
6). Berikan
informasi tentang
nyeri (penyebab,
cara mengatasi
nyeri)
7). Ajarkan tehnik

76
relaksasi
6 Resiko cedera Setelah dilakukan 1). Kaji tanda-tanda 1). Mengkaji tanda S : pasien mengatakan
berhubungan dengan perawatan dalam 3x24 jam ringan infeksi ringan infeksi mudah lelah dan tidak
atropi otot di harapkan resiko cedera 2). Ciptakan 2). Menciptakan kuat
dapat teratasi yang ditandai lingkungan yang lingkungan yang O:TD:150/90mmHg
dengan: protektif nyaman Hr : 82x/i
a. mempersiapkan 3). Bantu klien 3). Membantu pasien RR :20x/i
lingkungan yang ambulasi ambulasi T : 36,70c
nyaman 4). Berikan diet 4). Memberikan A : Resiko cedera
b. mengenali tinggi protein, asupan nutrisi TKTP P : intervensi
penyebab resiko kalsium, dan 5). Mengidentifikasi dilanjutkan
cedera vitamin D penyebab cedera
c. mampu 5). Identifikasi 6). Gunakan restrain
menghindari resiko faktor cedera bila di perlukan
cedera fisik (seperti keletihan,
penggunaan pagar
pengaman, lantai
licin)
6). Gunakan restrain
khusus jika di
perlukan

77
Lampiran I

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


―ADDISON SYNDROME‖
A. Definisi Addison
Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormone yang
terjadi pada semua kelompok umur yang menimpa pria dan wanita sama rata.
Penyakit ini dikarakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot,
kelelahan, tekanan darah rendah, dan adakalanya penggelapan kulit pada
kedua bagia tubuh yang terbuka dan tidak terbuka.
Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormone-hormon korteks
adrenal. (Brunner dan Suddart edisi 8)
Bentuk primer dari penyakit ini disebabkan oleh atrofi/ destruksi
(kerusakan) jaringan adrenal (misalnya respon autoimun, TB, infark
hemoragik, tumor ganas) atau tindakan pembedahan. (Doenges, 2006)
Bentuk sekunder adalah gangguan pada kelenjar hipofisis yang
menyebabkan penurunan sekresi/ kadar ACTH, tetapi biasanya sekresi
aldosteron normal. (Doenges, 2006).
B. Klasifikasi
Berdasarkan tingkat keparahan , penyakit addison di bagi menjadi dua,
yaitu:
1. Akut
Krisis adrenal. Terjadi apati, koma, dan nyeri epigastrik. Kadar gula darah
rendah. Keadaan ini timbul setelah terjadi trauma, hipotensi berat dan
sepsis.Yang lebih jarang, keadaan ini bisa timbul pada pasien yang
sebelumnya (dalam waktu 1-1,5 tahun) atau baru-baru saja mendapat
pengobatan kortikosteroid dimana terdapat trauma, pembedahan atau
infeksi akut, atau saat penghentian gangguan steroid. Bisa timbul setelah
pembedahan untuk mengangkat adrenal pada sindrom cussing, atau pada

78
pengobatan kanker payudara kecuali jika dilakukan terapi penggantian
yang adekuat.
2. Kronis
Terdapat kelemahan dan kelelahan yang onsetnya perlahan-lahan disertai
gejala gastrointestinal berupa anoreksia, penurunan berat badan dan diare.
Hipotensi sering kali postural, dan takikardia timbul pada tahap lanjut dari
penyakit. Hiperpigmentasi terjadi pada tempat yang terpapar matahari,
daerah yang mengalami gesekan, lipatan tangan dan mukosa bukal.
Insufisiensi adrenal kronis (penyakit addison) jarang terjadi
(prevelansinya di Inggris 4/100.000) dan yang termasuk penyebabnya
adalah : distruksi adrenal autoimun; infiltrasi adrenal dengan kanker
sekunder, hodgkin, atau jaringan leukimik; destruksi TB, hemokromatosis,
amiloidosis, histoplasmosis yang sering dijumpai. Bisa berhubungan
dengan penyakit auto imun lain yang spesifik-organ, khususnya tiroiditis
hasimoto (sindrom schmidt).
Keadaan ini bisa timbul sekunder akibat hipopituitarisme selama
pengobatan TB adrenal (atau renal) dan pada sindrom adreno genital.
(David rubenstein. 2007)
C. Etiologi
Etiologi dari penyakit Addison bentuk primer :
a. Infeksi kronis, terutama infeksi-infeksi jamur
b. Sel-se kanker yang menyebar dari bagian-bagian lain tubuh ke kelenjar-
kelenjar adrenal
c. Amyloidosis (sekelompok keadaan yang di cirikan oleh penimbunan
protein fiblirer yang tidak larut dalam berbagai organ)
d. pengangkatan kelenjar-kelenjar adrenal secara operasi

Etiologi dari penyakit Addison bentuk sekunder :

a) Tumor-tumor atau infeksi-infeksi dari area


b) Kehilangan aliran darah ke pituitary
c) Radiasi untuk perawatan tumor-tumor pituitary

79
d) operasi pengangkatan bagian-bagian dari hypothalamus
e) operasi pengangkatan kelenjar pituitary

Penyebab lain dari ketidakcukupan adrenal sekunder adalah operasi


pengangkatan dari tumor-tumor yang jinak atau yang tidak bersifat kanker
dari kelenjar pituitary yang memproduksi ACTH (Penyakit Cushing). Pada
kasus ini, sumber dari ACTH secara tiba-tiba diangkat, dan hormon pengganti
harus dikonsumsi hingga produksi ACTH dan cortisol yang normal pulih
kembali.

Pada satu waktu, kebanyakan kasus penyakit addison adalah merupakan


komplikasi dari TBC. Saat ini, 70% dianggap idiopatik. Sejak satu setengah
hingga dua per tiga klien dengan Addison idiopatik memiliki sirkulasi
antibody yang bereaksi secara spesifik menyerang jaringan adrenal, kondisi
ini mungkin merupakan suatu dasar autoimun. Sebagai tambahannya,
beberapa kasus penyakit Addison disebabkan oleh neoplasma, amyloidosis,
atau infeksi jamur sistemik.

Insufisiensi adrenal primer itu jarang. Insiden dan prevalen di USA tidak
diketahui. Penyakit ini mengenai orang dengan segala macam tingkat usia
dan menyerang baik laki-laki maupun perempuan.

Insufisiensi adrenal primer disebabkan oleh hipofungsi kelenjar adrenal.


75% penyakit Addison primer terjadi sebagai proses autoimun. Insufisiensi
adrenal umumnya terlihat pada orang dengan acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS). 20% penyakit Addison dikarenakan oleh TBC.
Metastasisnya dari paru, payudara, saluran GI, melanoma, atau lymphoma
(kelainan neuplastik jaringan limfoid).

Insufisiensi adrenal sekunder adalah hipofungsi dari unit pituitary-


hipotalamus. Umumnya kebanyakan menyebabkan perawatan kronik dengan
menggunakan glukokortikoid untuk yang kasus nonendokrin. Penyebab lain
termasuk adrenalectomy bilateral, hipopituitari menghasilakan penurunan
sekresi ACTH oleh kelenjar pituitary, tumor pituitary atau infark, dan radiasi.

80
D. Patofisiologi
Penyakit Addison, atau insufisiensi adrenokortikol, terjadi bila fungsi
korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan
hormon-hormon korteks adrenal. Atrofi autoimun atau idiopatik pada
kelenjar adrenal merupakan penyebab pada 75% kasus penyakit Addison
(Stren & Tuck, 1994). Penyebab lainnya mencakup operasi pengangkatan
kedua kelenjar tersebut. Tuberkolosis (TB) dan hitoplasmosis merupakan
infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada
kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan kelenjar adrenal akibat proses
autoimun telah menggantikan tuberkolosis yang terjadi akhir-akhir ini harus
mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi ini ke dalam daftar
diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga
akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks
adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian
mendadak terapi hormon adrenokortikol yang akan menekan respond
normal tubuh terhadap keadaan stress dan mengganggu mekanisme umpan
balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2
hingga 4 hingga dapat menekan fungsi korteks adrenal; oleh sebab itu,
kemungkinan penyakit Addison harus diantisipsi pada pasien yang
mendapat pengobatan kortikosteroid. (Brunner & Suddart, 2002)
E. Tandadan gejala
a. Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, hausea, muntah, BB
menurun, hipotensi, dan hipoglikemi.
b. Astenia (gejala cardinal) : kelemahan yang berlebih
c. Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena
sinar matahari, biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku
d. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan
e. Hipotensi arterial (td : 80/50 mmHg/kurang)
f. Abnormalitas fungsi gastrointestinal

81
Dengan berlanjutnya penyakit yang disertai hipotensi akut sebagai akibat
dari hipokortikoisme, pasien akan mengalami krisis addisonian yang
ditandai oleh sianosis, panas dan tanda-tanda klasik syok: pucat, perasaan
cemas, denyut nadi cepat dan lemah, pernapasan cepat serta tekanan darah
rendah. Disamping itu, pasien dapat mengeluh sakit kepala, mual, nyeri
abdomen serta diare, dan memperlihatkan tanda-tanda kebingungan serta
kegelisahan. Bahkan aktivitas jasmani yang sedikit berlebihan, terpajan
udara dingin, infeksi yang akut atau penurunan asupan garam dapat
menimbulkan kolaps sirkulasi, syok dan kematian jika tidak segera diatasi.
Stres pembedahan atau dehidrasi yang terjadi akibat persiapan untuk
berbagai pemeriksaan diagnostik atau pembedahan dapat memicu krisis
addisonian atau krisis hipertensif. (Brunner & Suddart, 2002)
F. Komplikasi
a. Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
b. Kolaps sirkulasi
c. Dehidrasi
d. Hiperkalemiae
e. Sepsis
f. Ca. Paru
g. Diabetes mellitus
G. Penatalaksanan
1. Penatalaksanaan ditinjau dari tingkat keparahan:
a. Kegagalan adrenal kronis: penggantian glukokortikoid dengan
hidrokortison 20 mg/hari dalam dosis terbagi, ditambah dengan terapi
terhadap infeksi atau penyakit penyrta, atau pembedahan. Pengganti
mineralokortikoid (fludrokortison) hanya dilakukan pada kegagalan
adrenal primer.
b. Kegagalan adrenal akut: merupakan sebuah kegawat daruratan medis.
Cairan intravena (NaCL fisiologis) dalam jumlah besar dan
hidrokortison diberikan dengan dosis yang tinggi. Faktor pemicu

82
(infeksi dan lain-lain) ditangani. Pantau kadar elektrolit dan glukosa.
(Patrick davey, 2005).

2. Penatalaksanaan secara medic


a. Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4
minggu dosis 12,5 – 50 mg/hr
b. Hidrokortison (solu – cortef) disuntikan secara IV
c. Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi
pengganti kortisol
d. Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline
e. Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral
3. Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Monitoring ketat TTV klien ketika penyakitnya telah terdiagnosa.
Check nadi, paling tidak setiap 4 jam. Laporkan penurunan tekanan
darah dan perubahan ortostatik.
b. Ketika terjadi rehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit terdeteksi, kaji
manifestasi dari meningkatnya vitalitas fisik dan emosionalnya. Kaji
pada lokasi di mana terdapat penekanan pada tulang, pada klien yang
imobilisasi, untuk mencegah dekubitus. Dengan berbagai macam terapi,
maka kelesuan dan kelemahan seharusnya berangsur-angsur berkurang
dan akhirnya menghilang.
c. Monitoring untuk pajanan suhu dingin dan infeksi. Segera laporkan
pada dokter jika manifestasi dari infeksi berkembang, misalnya sakit
tenggorokan atau rasa terbakar saat berkemih. Ingat, klien dengan
penyakit Addison tidak dapat mentolerir stress. Infeksi akan
menambahi beban stress pada tubuh, butuh lebih tinggi pada level
kortisol selama infeksi terjadi.
d. Kaji manifestasi dari ketidakseimbangan sodium dan potassium. Berat
badan harian mengindikasikan pengukuran obyektif dari bertambahnya
BB, atau bahkan menurunnya BB. Jika terapi penggantian steroid tidak
83
adekuat, kehilangan sodium dan retensi potassium dikoreksi terus. Jika
dosis steroid terlalu tinggi, kelebihan jumlah sodium dan air
dipertahankan, dan ekskresi potassium yang tinggi.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium :
a. Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan
hiponatrium)
b. Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)
c. Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
d. Penurunan kadar kortisol serum
e. Kadar kortisol plasma rendah
2. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di
adrenal
a. CT Scan
Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive
hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur,
penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal
b. Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik
abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik
c. Tes stimulating ACTH
Cortisol adarah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk
sintetik dari ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang
disebut pendek cepat. Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30
sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan
tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin.
d. Tes Stimulating CRH

84
Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes
stimulasi CRH “Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab
dari ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan
secara intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan
120 menit setelah suntikan. Pasien – pasien dengan ketidak cukupan
adrenal seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak hadir
/ penundaan respon – respon ACTH.

RESUME KASUS ― CUSHING SYNDROME‖ SISTEM ENDOKRIN

Pengkajian
1. Data dasar pengkajian pasien
Data Demografi
Usia : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Gang Jati ,Sari Rejo
Suku/Bangsa : Jawa, Indonesia
Status pernikahan : menikah
Agama/Keyakinan : Islam
Pekerjaan : Karyawan swasta
Diagnosa medic : Addison Syndrom
No. medical record : 17.11.60
Tanggal masuk : 13 Februari 2019
Tanggal pengkajian : 16 Februari 2019
2. Riwayat Penyakit
a. Penyakit sekarang
Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah
pada gejala awal : kelemahan, fatiquw, anoreksia, nausea, muntah, BB
turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien lemah

85
yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila berkurang pada
perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm/Hg)
b. Penyakit dahulu
klien pernah menderita tuberkulosis
c. Penyakit keluarga
keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama yaitu TB paru
3. Pemeriksaan Fisik (ADL)
a. Aktivitas/istirahat
Pasien mengatakan sering merasa lelah, tidak mampu beraktivitas atau
bekerja
b. Sirkulasi
Adanya kontraksi otot bantu pernafasan (dispneu), terdengar suara ronchi
c. Integritas ego
Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.
d. Eleminasi
Diare sampai dengan adanya kontipasi, Kram abdomen.Perubahan
frekuensi dan karateristik urine.Diandai dengan diuresis yang diikuti
dengan oliguria.
e. Makanan/cairan
Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
f. Neurosensori
Pusing, sinkope (pingsan sejenak), gemetar.Sakit kepala yang
berlangsung lama yang diikuti oleh diaforesis, kelemahan
otot.Penurunan toleransi terhadap keadaan dingin atau stres.
Kesemutan/baal/lemah.
g. Nyeri/kenyamanan
Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala.Nyeri tulang belakang,
abdomen,ekstermitas (pada keadaan krisis).
h. Pernapasan
Dipsnea
i. Keamanan
86
Tidak toleran terhadap panas, cuaca (udara) panas.
j. Seksualitas
Adanya riwayat menopouse dini, amenorea.Hilangnya tanda-tanda seks
sekunder (misal: berkurangnya rambut-rambut pada tubuh terutama
pada wanita.Hilangnya libido.
k. Penyuluhan/pembelajaran
1. Adanya riwayat keluarga DM, TB
Pemerikasaan diagnostik
Kadar hormon
a. Kortisol plasma: menurun dengan tanpa respond pada pemberian
ACTH secara IM (primer)atau ACTH secara IV.
b. ACTH: meningkat secara mencolok (pada primer) atau menururn
(sekunder).
1. ADH: meningkat.
2. Aldesteron: menurun.
c. Elektrolit: kadar dalam serum mungkin normal atau natrium sedikit
menururn, sedagkan kalium sedikit meningkat. Walaupun demikian,
natrium dan kalium yang abnormal dapat terjadi sebagai akibat tidak
adanya aldesteron dan kekurangan kortisol (mungkin sebagai akibat
dari krisis).
d. Glukosa: hipoglikemia.
e. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan
perfusi ginjal).
f. Analisis gas darah: asidosis metabolik.
g. Eritrosit: normositik, anemia normokromik (mungkin tidak
nyata/terselubung dengan penurunan volume cairan) dan hematokrit
meningkat (karena hemokosentrasi). Jumlah limfosit mungkin
rendah, eosinofil meningkat.
h. Sinar x: jantung kecil, klasifikasi kelenjar adreanal, atau TB (paru,
ginjal) mungkin akan ditemukan. (Doenges, Marilynn. 2000)
Diagnosa Keperawatan
87
1. Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output.
2. Nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d metabolism lemak abnormal
3. Harga diri rendah b/d hiperpigmentasi pada kulit dan membrane mukosa

88
No Diagnosa Kriteria hasil
Keperawatan NOC NIC Implementasi Evaluasi
1 Pola napas Setelah dilakukan Mandiri : 1. Mengkaji frekuensi, S : Klien
tidak efektif tindakan keperawatan a). Kaji frekuensi, kedalaman kedalaman pernapasan dan mengatakan sudah
b.d depresi selama 3 x 24 jam pernapasan dan ekspansi dada. ekspansi dada. Catat upaya tidak sesak
ventilasi diharapkan masalah Catat upaya pernapasan, pernapasan, termasuk O : Tanda-tanda
keperawatan pola termasuk penggunaan otot bantu penggunaan otot bantu / vital dalam keadaan
napas tidak efektif / pelebaran nasal. pelebaran nasal. normal
dapat teratasi dengan b). Auskultasi bunyi napas dan 2.Mengauskultasi bunyi napas TD : 130/90 mmHg
kriteria hasil : catat adanya bunyi napas dan catat adanya bunyi napas HR : 78x/i
· Menunjukkan pola adventisius, seperti krekels, adventisius, seperti krekels, RR : 20x/i
napas efetif mengi, gesekan pleural. mengi, gesekan pleural. T : 36,70
· Frekuensi dan c). Tinggikan kepala dan bantu 3.Meninggikan kepala dan a. Klien tidak
kedalaman dalam mengubah posisi. Bangunkan bantu mengubah posisi. terlihat
keadaan normal pasien turun tempat tidur dan 4.Bangunkan pasien turun memegangi
· Paru-paru ambulasi sesegara mungkin tempat tidur dan ambulasi dada
jelas/bersih d). dorong / bantu pasien dalam sesegara mungkin b. Klien terlihat
· Berpartisipasi napas dalam dan latihan batuk. 5.Mendorong atau membantu napas tanpa
dalam aktivitas Kolaborasi pasien dalam napas dalam dan bantuan otot
meningkatkan fungsi e). Berikan oksigen sesuai latihan batuk. tambahan
paru indikasi 6. Memberikan oksigen sesuai A : Masalah sudah
f). Berikan humidifikasi indikasi teratasi
tambahan misalnya : nebuliser 7.Memberikan humidifikasi P: Intervensi
ultrasonik tambahan misalnya : nebuliser dihentikan
ultrasonik
2 penurunan Setelah dilakukan Mandiri 1.memantau frekuensi / irama S : Klien tidak
curah jantung tindakan keperawatan a). Pantau frekuensi / irama jantung mengeluh sesak
b.d selama 3 x 24 jam jantung 2. 2.Mengauskultasi bunyi 1.Klien mengatakan

89
miokarditis, diharapkan masalah b). Auskultasi bunyi jantung. jantung. Perhatikan jarak tidak pusing
pembesaran keperawatan Perhatikan jarak tonus jantung, tonus jantung, murmur, gallop - Klien
jantung penurunan curah murmur, gallop S3 dan S4 S3 dan S4 mengatakan
jantung dapat teratasi c). Dorong tirah baring dalam 3. 3. Mendorong tirah baring tidak cepat
dengan kriteria hasil : posisi semi-fowler dalam posisi semi-fowler lelah
· Penurunan episode d). Berikan tindakan 4. 4. Memberikan tindakan O : - Klien terlihat
dispnea, angina dan kenyamanan misalnya gosokan kenyamanan misalnya tidak sesak
disritmia punggung dan perubahan posisi gosokan punggung dan - Klien terlihat
· Mengidentifikasi dan kativitas hiburan dalm perubahan posisi dan kativitas mukosa dan
perilaku untuk toleransi jantung hiburan dalm toleransi membran
menurunkan beban e). dorong penggunaan teknik jantung lembab
kerja jantung manajemen stres misalnya 5. 5. Mendorong penggunaan - Klien terlihat
bimbingan imajinasi, latihan teknik manajemen stres tidak pucat
pernapsan. misalnya bimbingan dan tonus
f). kaji nadi cepat, hipotensi, imajinasi, latihan pernapsan. otot baik
penyempitan tekanan nadi, 6. 6. Menyelidiki nadi cepat, A : Masalah sudah
peningkatan CVP, perubahan hipotensi, penyempitan teratasi
tonus jantung, penurunan tingkat tekanan nadi, peningkatan P : Intervensi
kesadaran. CVP, perubahan tonus dihentikan
g). Evaluasi keluhan lelah, jantung, penurunan tingkat
dispnea, palpitasi, nyeri dada kesadaran
kontinu 7. Mengevaluasi keluhan
Kolaborasi : lelah, dispnea, palpitasi, nyeri
h). Berikan oksigen sesuai dada kontinu
indikasi 8. Memberikan oksigen
i). Berikan obat-obatan sesuai sesuai indikasi
indikasi misalnya digitalis atau 9.Memberikan obat-obatan
diuretik sesuai indikasi misalnya

90
digitalis atau diuretik
3 Perubahan Setelah dilakukan Mandiri 1.Mengauskultasi bising usus S : Klien
nutrisi kurang tindakan keperawatan 1. a). Auskultasi bising usus dan dan kaji apakah ada nyeri mengatakan sudah
dari kebutuhan selama 3 x 24 jam kaji apakah ada nyeri perut, perut, mual atau muntah napsu makan
b.d diharapkan masalah mual atau muntah 2. Mencatat adanya kulit yang kembali
peningkatan keperawatan 2. b). Catat adanya kulit yang dingin atau basah, perubahan O : - Klien terlihat
metabolisme perubahan nutrisi dingin atau basah, perubahan tingkat kesadaran, nadi yang menghabiskan porsi
kurang dari kebutuhan tingkat kesadaran, nadi yang cepat, peka rangsang, nyeri makan
dapat teratasi dengan cepat, peka rangsang, nyeri kepala, sempoyongan 1.Klien terlihat tobus
kriteria hasil : kepala, sempoyongan 3. Memantau pemasukan otot membaik
· Menunjukkan berat 3. c). Pantau pemasukan maknaan maknaan dan timbang berat 2.Klien terlihat
badan stabil atau dan timbang berat badan setiap badan setiap hari rambut rontok
meningkat hari 4. Mencatat muntah mengenai berkurang
· Peningkatan 4. d). Catat muntah mengenai jumlah kejadian atau A : Masalah sudah
kekuatan otot jumlah kejadian atau karakteristik lainnya teratasi
karakteristik lainnya 5.Memberikan atau P : Intervensi
5. e). Berikan atau bantu membantu perawatan mulut dihentikan
perawatan mulut 6.Memberikan lingkungan
6. f). Berikan lingkungan yang yang nyaman untuk makan
nyaman untuk makan contoh contoh bebas dari bau tidak
bebas dari bau tidak sedap, tidak sedap, tidak terlalu ramai,
terlalu ramai, udara yang tidak udara yang tidak nyaman
nyaman 7.Memberikan informasi
7. g). Berikan informasi tentang tentang menu pilihan
menu pilihan 8.Memberikan cairan IV
Kolaborasi 9.Mengawasi pemeriksaan
8. h). Berikan cairan IV laboratorium, misalnya Hb/Ht
9. i). Awasi pemeriksaan dan elektrolit

91
laboratorium, misalnya Hb/Ht 10.Memberikan obat sesuai
dan elektrolit indikasi Antikolinergik :
j). Berikan obat sesuai indikasi atropin, propantelin bromida
Antikolinergik : atropin,
propantelin bromida
Vitamin larut dalam lemak :
B12, Kalsium
4 Perubahan Setelah dilakukan a). Orienteasikan pasien 1. Orienteasikan pasien S : Klien memahami
proses berpikir tindakan keperawatan terhadap waktu, tempat, tanggal terhadap waktu, tempat, tentang kondisi
b.d perubahan selama 3 x 24 jam dan kejadian disekitar dirinya. tanggal dan kejadian disekitar penyakit klien,
fisiologis : diharapkan masalah b). Berikan stimulasi lewat dirinya. proses pengobatan
penurunan keperawatan percakapan dan aktivitas yang 2.Berikan stimulasi lewat
stimulasi SSP perubahan proses tidak bersifat mengancam percakapan dan aktivitas yang O : - Klien terlihat
berpikir mengenai 3. c). Jelaskan kepada pasien dan tidak bersifat mengancam tidak apatis
kondisi dan keluarga bahwa perubahan pada3. Jelaskan kepada pasien dan 1.Klien terlihat tidak
pengobatan dapat fungsi kognitif dan mental keluarga bahwa perubahan letargi
teratasi dengan kriteria merupakan akibat dan proses pada fungsi kognitif dan 2Klien dan keluarga
hasil : penyakit mental merupakan akibat dan mampu menersukan
· Berpartisipasi dalam Kolaborasi : proses penyakit program dari
proses belajar d). Konsultasikan dengan ahli 3.Konsultasikan dengan ahli pendidikan
· Mengungkapkan Psikologi tentang therapy yang Psikologi tentang therapy kesehatan yang di
pemahaman tentang cocok untuk masalah klien yang cocok untuk masalah ajarkan di rumah
kondisi / prognosis dan klien. A : Masalah teratasi
aturan terapeutik P : Intervensi
· Memulai perubahan dihentikan
gaya hidup yang
diperlukan

92
Lampiran IV

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Pembahasan : Kesehatan


Sub Pokok Bahasan : Diabetes Mellitus
Sasaran : Pasien/Keluarga
Waktu : 15 menit
Tempat : RSUD Dr RM Djoelham Binjai

I. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah dilakukan Pendidikan Kesehatan selama 5 menit diharapkan keluarga
dapat mengetahui penyakit yang dialami
II. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah dilakukan penyuluhan selama 10 menit diharapkan audiens mampu:
1) Meyebutkan pengertian Diabetes Mellitus
2) Menyebutkan penyebab Diabetes Melitus
3) Menyebutkan tanda dan gejala Diabetes Melitus
4) Menyebutkan cara mencegah komplikasi Diabetes Melitus
5) Menyebutkan pantangan makanan bagi penderita Diabetes Mellitus
6) Menyebutkan makanan sehat untuk dikonsumsi penderita DM

III. Materi
1) Pengertian Diabetes Militus
2) Penyebab Diabetes Militus
3) Tanda dan gejala Diabetes Militus
4) Cara mencegah komplikasi Diabetes Mellitus
5) Pantangan makanan bagi penderita Diabetes Mellitus
6) Makanan sehat untuk dikonsumsi penderita DM

93
IV. Metode
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
V. Media dan Alat Bantu
1. Leaflat
2. Materi
VI. Proses Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan Respon
1. 1 5 menit Pendahuluan
1) Menyampaikan 1) Membalas salam
salam
2) Menjelaskan tujua 2) Mendengarkan
3) Kontrak waktu 3) Meberi respon
4) Apresepsi
2. 2 10 menit Inti Mendengarkan dengan
1) Pengertian penuh perhatian
Diabetes Militus
2) Penyebab Diabetes
Militus
3) Tanda & Gejala
Penyakit Diabetes
Militus
4) Cara mencegah
komplikasi
Diabetes Melitus
5) Pantangan
makanan bagi
penderita Diabetes
Mellitus
6) Makanan sehat
untuk dikonsumsi
penderita DM

3. 35 5 menit Penutup
1) Tanya Jawab 1) Menanyakan yang
2) Menyimpulkan belum jelas
hasil penyuluhan 2) Aktif bersama
3) Memberi salam menyimpulkan
penutup 3) Membalas salam

94
VII. Evaluasi

Hal Yang Dinilai Keterangan Hasil


No.

1. Input 1) Berapa jumlah hadir 95%


a. Sasaran audiens yang hadir?
b. Media 2) Apakah media sudah b. Sesuai, Menarik
sesuai dan menarik

2. Proses 1) Apakah peserta aktifa. Cukup Aktif


a. Keaktifan peserta bertanya?
b. Penyampaian materi 2) Apakah b. Cukup Jelas
penyampaian materi
sudah jelas?

3. Output Memberikan beberapa Empat pertanyaan


Penerimaan materi pertanyaan seputar dapat dijawab
yang disampaikan materi yang
disampaikan

VIII. Lampiran
a. Leaflat
b. Materi

95
Materi
1. Pengertian
Diabetes melitus adalah kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
Diabetes Melitus (DM) atau disingkat diabetes adalah gangguan kesehatan
yang berupa skumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin. Penyakit ini
sudah lama dikenal, terutama di kalangan keluarga, khususnya keluarga
berbadan besar (kegemukan) bersama dengan gaya hidup “tinggi”.
Kenyataannya kemudian, DM menjadi penyakit Keluarga umum, menjadi
beban kesehatan Keluarga , meluas dan membawa banyak kematian.
DM ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa keatas
pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit
DM belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan,
walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara
lain komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, system
saraf, hati, mata dan ginjal.

2. Penyebab Diabetes Militus


a. Kelainan genetika
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap
diabetes, kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tak dapat
menghasilkan insulin dengan baik. Tetapi resikonya terkena diabetes juga
tergantung pada faktor kelebihan berat badan stres dan kurang bergerak.
b. Usia
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis
menurun dengan cepat setelah seseorang memasuki usia rawan tersebut,
terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya berlebih
sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin.
c. Gaya hidup stres

96
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otal.
Serotonin ini memiliki efek penenang sementara untuk meredakan stresnya.
Terapi gula dan lemak itulah yang berbahaya bagi mereka yang beresiko
terkenan diabetes.
d. Pola makan yang salah
Pola makan pada penderita diabetes harus benar-benar diperhatikan. Baik
jadwal, jumlah, maupun jenis makanan yang dikonsumsi. Mengingat,
penderita diabetes biasanya memiliki kecenderungan kandungan gula darah
yang tidak terkontrol. Kadar gula darah akan meningkat drastis setelah
mengkonsumsi jenis makanan tertentu. Oleh sebab itu, pola makan dan jenis
makanan penyakit diabetes ini harus diatur sedemikian rupa. Kebutuhan
makanan bagi penderita penyakit diabetes tidak hanya sekedar mengisi
lambung. Tetapi, makanan tersebut harus mampu menjaga kadar gula darah
dan memberikan terapi bagi penderita diabetes itu sendiri. Oleh sebab itu,
jadwal, jumlah dan jenis makanan yang masuk ke dalam tubuh penderita
harus benar-benar diatur sedemikian rupa sehingga mampu memberikan
terapi bagi kesembuhan penyakit gula tersebut.

3. Tanda dan gejal


Tanda gejala DM antara lain:
a. Kadar gula melebihi batas normal
b. Cepat lapar, mudah haus, sering kencing
c. Merasa cepat lelah, kurang bertenaga, mudah mengantuk
d. Luka sukar sembuh
e. Kesemutan
f. Pandangan mata kabur

97
4. Cara Mencegah Komplikasi
Komplikasi Diabetes sering terjadi pada berbagai anggota tubuh diantaranya
mata, kulit, syaraf, dan anggota tubuh lainnya. Untuk mencegah
komplikasinya, anda dapat melakukan :
a. Pemeriksaan mata 1 tahun sekali
b. Pemeriksaan laboratorium teratur (gula darah, kolesterol, dll)
c. Pemeriksaan dan perawatan gigi 6 bulan sekali
d. Pencegahan luka dan perawatan kaki
e. Stop merokok
f. Berolahraga secara teratur
g. Menurunkan kelebihan berat badan

5. Pantangan makanan bagi yang terkena Diabetes Mellitus


Pantangan Makanan bagi yg terkena Diabetes Militus :
a. Nasi
b. Pasta dan mie
c. Roti
d. Buah-buahan
e. Kentang
f. Gorengan
g. Makanan siap saji
h. Makanan tinggi kadar lemak
i. Soda dan kafein
6. Makanan sehat untuk dikonsumsi penderita diabetes mellitus
a. Gandum
Karena gandum mengandung protein dan karbohidrat yang dibutuhkan
oleh tubuh
b. Oatmeal
Cara kerja serat oatmeal sangat baik untuk mengontrol gula darah.
98
c. Beras merah
Makanan ini akan mengurangi kadar gula darah dalam tubuh dibanding
beras putih. Beras merah kaya serat, perbandingan serat antara beras putih
dan beras merah adalah 1:8.
d. Yogurt tanpa lemak
Yoghurt tanpa lemak, bisa jadi pilihan sehat untuk cemilan yang nikmat.
e. Bawang putih
Fungsi bawang putih bagi tubuh adalah makanan rendah kolesterol jahat.
Penyakit kolesterol dapat memicu munculnya penyakit lain seperti
diabetes. Kandungan protein, vitamin A, B-1 pada bawang putih berfungsi
sangat baik bagi penderita diabetes karena dapat menormalkan kadar gula
dalam darah.
f. Buah acai berry
Buah ini sangat baik bagi tubuh, semakin gelap warna kulit buah maka
akan semakin banyak kandungan zat antioksidan yang baik bagi tubuh.
Kandungan asam lemak omega 3 dan 6 pada Acai Berry dapat
memperbaiki kerusakan sel akibat diabetes.
g. Bayam
Kandungan lutein pada sayur bayam dapat menormalkan kembali kadar
gula yang terdapat dalam tubuh. Bayam termasuk makanan 4 sehat 5
sempurna yang sangat dianjurkan untuk dikonsumsi bagi siapa saja.
h. Minyak zaitun
Kandungan lemak tak jenuh pada minyak zaitun dapat menurunkan lemak
jahat pada tubuh. Kegemukan akibat jarang berolahraga akan
meningkatkan resiko terkena diabetes militus.
i. Buah-buahan yang dapat dikonsumsi buah naga, apel hijau, buah
mengkudu, buah pepaya, cuka apel, alpukat, jambu air, belimbing wulu.

99
IABETES MELITUS DIABETES MELITUS

Diabetes melitus atau sering dikenal dikalangan 1. europati Diabetic (Kematian Syaraf).
mazyarakat dengan Sakit Gula atau Kencing Manis Gejala yang timbul gatal-gatal, kesemutan, rasa KOPONEN GIZI
merupakan suatu keadaan abnormal dimana kadar gula lemah, mual, muntah, diare.
darah (KGD) meningkat yaitu > 200 mg/dl.
1. Krbohidrat
Pada penderita diabetes melitus, tubuh mengalami
Penderita DM dianjurkan untuk
kekurangan atau kelemahan insulin. Insulin adalah Kematian mengkonsumsi makanan tinggi
suatu hormon dalam tubuh yang mengatur kadar gula
karbohidrat kompleks
darah sehingga sel-sel tubuh mendapatkan nutrisi/zat- syaraf khususnya yang berserat tinggi
zat makanan yang
seperti roti, gandum, sereal, nasi
dibutuhkan untuk 2. Retinopati Diabetic beras tumbuk.
proses metabolisme. (Kerusakan pada Mata).
Penglihatan kabur atau
Jika insulin mengalami buta.
penurunan jumlah atau
kualitas, maka kadar
gula darah akan 3. Nefropati Diabetic
meningkat namun sel- (Kerusakan Ginjal). 2. Protein
sel tubuh tetap tidak mendapatkan nutrisi/makanan Gejala yang timbul lemas, mual,
Rencana makan dapat mencakup penggunaan
yang cukup, lama kelamaan hal ini akan mempengaruhi pucat, sesak nafas.
beberapa makanan sumber protein nabati
berbagai sistem tubh. 4. Kelainan Mikrovaskular
(tumbuhan) seperti kacang-kacangan dan biji-bijian.
Bisa terjadi luka gangren, gagal jantung, penyakit
jantung koroner, dll.

Insulin + KGD
3.
menurun meningkat Lemak
MERENCANAKAN MAKAN PADA PENDERITA Pada penderita DM dianjurkan untuk mengurangi
DIABETES MELITUS
konsumsi lemak, hal ini dapat
mengurangi resiko kenaikan kadar
Salah satu penatalaksanaan DM adalah pengaturan pola
kolesterol darah yang dapat
makan yang teratur, yang sebaiknya dipatuhi oleh si
menyebabkan penyakit koroner yang
penderita. Perlu dilakukan konsultasi dengan dokter
merupakan penyebab kematian.
dalam penggunaan insulin dan obat hipoglikemi oral
sehingga nutrisi yang dikonsumsi benar-benar
KOMPLIKASI mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh.
100
3 gr lemak; 8 gr karbohidrat. PERENCANAAN MAKAN
Bahan Makanan URT Berat (Gr) PADA PENDERITA
3. erat Kacang Hijau 2 sdm 20 DIABETES MELITUS
Serat terlarut : beberapa jenis buah, kacang-kacangan. Kacang tanah 2 sdm 20
Serat tak terlarut : roti, gandum, sereal dan sayuran. Tahu 1 bj besar 100
Tempe 2 ptg bsr 50
Susu kedele 1 gls 200
Oleh :
Sumber Karbohidrat
Anita Silalahi, S.Kep
1 satuan penukar = 175 kalori; 4 gr protein; 40 gr
karbohidrat.
Bahan Makanan URT Berat (Gr)
4. Pemanis pada Diabetes Kentang 2 bj sdg 200
Digunakan gula pengganti, contohnya manitol, Mie kering ½ bgks 50
sakarin, siklamat,dll.Sebenarnya penggunaan gula Nasi ¾ bgks 100
masih dapat dipakai namun tidak lebih dari 7% dari Roti 2 ptg sdg 80
kalori, misalnya gula dapat digunakan sebagai bumbu Tepung terigu 8 sdm 50
masak. Sayuran
DAFTAR BAHAN MAKANAN PENGGANTI
Sayuran A Sayuran B
umber Protein Hewani Bebas dimakan. 1 satuan penukar ± 1
Kandungan kalori gls, (100 gr) = 50 kal, 3
1 satuan penukar = 0,5 kalori; 10 gr protein; 6 gr lemak. dapat diabaikan. gr protein, 10 gr KH
Bayam Program Studi Ners Tahap Profesi
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FLORA
Bahan Makanan URT Berat (Gr) Kangkung Buncis
Medan tahun 2019
Ayam 1 ptg sdg 50 Tomat Daun singkong
Dgg sapi 1 ptg sdg 50 Terong Wortel
Ikan segar 1 ekor 50 Ketimun Kacang panjang
Telur ayam 1 butir 50 Kol Labu siam
Telur bebek 1 butir 60 Rebung Nangka muda
sawi

umber Protein Minum Air Putih


Nabati Minum air putih setelah bangun pagi dengan kebutuhan
1 satuan penukar = 1.5 L ( 2 gelas bertahap selang waktu 5 menit) dan
80 kalori; 6 gr protein, dilajutkan dengan hari berikutnya.

101
102
ARTIKEL PENELITIAN
EFEK HIDROTERAPI PADA PENURUNAN KADAR
GULA DARAH SESAAT (KGDS) TERHADAP
PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

Elmatris Sy, Esy Afrianti, Nelwati Bahri, Yuniarti

Bagian Kimia Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


email : anduringpepaya09@gmail.com

Abstrak
Hidroterapi atau terapi air putih merupakan metode perawatan dan penyembuhan dengan
menggunakan air putih untuk mendapatkan manfaat terapis dalam penanganan penyakit. Diabetes
Mellitus adalah salah satu penyakit degeneratif, yang mana perlu suatu upaya untuk menekan
terjadinya peningkatan insiden penyakit tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek
hidroterapi terhadap penurunan kadar gula darah sesaat pada penderita DM tipe 2. Metode
penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan pendekatan control group design with pretest and
posttest. dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability sampling
dengan pendekatan purposive sampling. Total responden adalah 27 orang, 15 responden untuk
kelompok kontrol dan 12 orang kelompok intervensi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kurang
dari separoh (40%) responden yang mengalami penurunan kadar gula darah sesaat (KGDS) setelah
pemberian terapi oral, dan didapatkan semua responden (100%) mengalami penurunan KGDS
setelah diberikan terapi oral dan hidroterapi . Dapat disimpulkan bahwa Terdapat pengaruh
hidroterapi pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang diberi terapi oral, ini terlihat terdapatnya
perbedaan yang signifikan dengan p = 0,00 (p<0,05) dari rata-rata kadar gula darah sesaat (KGDS)
antara kelompok intervensi (pemberian terapi oral dan hidfroterapi) dan kelompok kontrol (hanya
pemberian terapi oral).
Kata kunci: Hidroterapi, kadar gula darah sesaat, dan diabetes mellitus

Abstract
Hydrotherapy or water therapy is a method of treatment and healing with water for get
the profit therapeutic in the treatment of disease. Diabetes Mellitus is a degenerative disease,
which need an effort to suppress the increased incidence of the disease. This the aims of the
research to determine the effect of hydrotherapy to decrease blood sugar random diabetes mellitus
type 2 patients. The method of this research is a quasi experimental control group design approach
with pretest and posttest. the sampling techniques used is non probability sampling with purposive
sampling approach. Total respondent are 27 peoples, 15 respondents for the control group and 12
intervention group. The results of research is less than half (40%) of respondents have a decrease
in content blood sugar random (CBSR) after giving oral therapy, and all the respondents (100%)
have a decrease in content blood sugar random (CBSR) after be given oral therapy

and hydrotherapy. There is an influence of hydrotherapy to patients diabetes mellitus type 2 who
was given oral therapy, it can seen have of a significant difference with p = 0,00 (p < 0,05) in the
average content blood sugar random (CBSR) between the intervention group (given hidfroterapi
therapy and oral therapy) and control group (only therapy oral).
Key word : Hydrotherapy, instantaneous blood sugar levels, and diabetes mellitus

103
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.36. Juli-Desember 2012 204

PENDAHULUAN pada pasien rawat jalan di rumah sakit


Diabetes Melitus merupakan tahun 2005 pasien dengan Diabetes
salah satu penyakit degeneratif yang Melitus tipe 2 menempati urutan ke
(6)
akan jumlahnya akan terus meningkat delapan.
di masa yang akan datang. Diabetes Diabetes Mellitus Tipe 2 ini
Mellitus merupakan salah satu ancaman biasanya menyerang orang – orang yang
utama bagi kesehatan umat manusia menjalankan gaya hidup yang tidak
pada abad 21, Organisasi Kesehatan sehat, misalnya kebanyakan makan
Dunia (WHO) membuat perkiraan makanan berlemak dan ber-kolesterol
bahwa pada tahun 2025, di seluruh namun rendah serat dan vitamin.
dunia jumlah penderita Diabetes Keadaan ini memicu terjadinya obesitas
Melitus di atas umur 20 tahun akan yang merupakan salah satu penyebab
(1)
meningkat menjadi 300 juta orang. terjadinya diabetes mellitus tipe 2.
Diabetes Melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik Manajemen hiperglikemia yang
dengan karakteristik hiperglikemia yang dapat dilakukan perawat dalam akti-
terjadi karena kelainan sekresi insulin, vitas keperawatan untuk mengatasi
kerja insulin atau kedua-duanya masalah hiperglikemia adalah men-
(American Diabetes Association /ADA dorong pasien untuk meningkatkan
2005). Ada beberapa tipe Diabetes intake cairan secara oral dan memonitor
Melitus berdasarkan klasifikasinya status cairan pasien. Dalam praktek
yaitu Diabetes Melitus Tipe 1 (IDDM), keperawatan Terapi komplementer di-
Diabetes Melitus Tipe 2 (NIDDM), dan perlukan untuk melengkapi atau
(2,3)
Diabetes Melitus Gestasional. memperkuat pengobatan konvensional
Menurut Brunnert & Suddarth (2002), maupun biomedis, agar bisa mem-
lebih kurang 90%-95% penderita percepat proses penyembuhan. Pengo-
Diabetes mengalami Diabetes Melitus batan konvensional (kedokteran) lebih
tipe 2. Berdasarkan data WHO, mengutamakan penanganan gejala
Diabetes Melitus Tipe 2 sudah menjadi penyakit, sedangkan pengobatan alami
epidemik dan merupakan salah satu (komplementer) menangani penyebab
(4) penyakit serta memacu tubuh sendiri
ancaman kesehatan di dunia
Sekitar 3,2 juta kematian ber- untuk menyembuhkan penyakit yang
(7)
hubungan dengan Diabetes Melitus tipe diderita.
2. Sedikitnya satu di antara 10 kematian Pada penelitian Daniels &
orang dewasa (35 - 64 tahun) juga Popkin (2010) mengatakan bahwa
berhubungan dengan Diabetes Melitus dengan meminum air putih dapat
Tipe 2. mengurangi obesitas. Kebutuhan serat
Indonesia merupakan negara dan cairan dapat dipenuhi dengan
urutan keempat setelah India, China, melakukan terapi kesehatan yang paling
dan Amerika Serikat dengan jumlah murah dan sangat besar manfaatnya
penderita Diabetes Melitus terbesar yaitu dengan membiasakan minum air
yakni hampir 8,5 juta orang.
(5) putih sebanyak – banyaknya, atau
Berdasarkan data 10 penyakit utama minimal 8 gelas perhari. Komsumsi air
penyebab kematian di rumah sakit di putih (Hidroterapi), membantu proses
Indonesia tahun 2005, Diabetes Melitus pembuangan semua racun – racun di
(8)
tipe 2 menempati urutan ke sembilan dalam tubuh, termasuk gula berlebih.
penyebab kematian di Indonesia. Hal ini diperkuat dengan penelitian
Dilihat dari pola 10 penyakit terbanyak James (2010) bahwa dengan minum air

104
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.36. Juli-Desember 2012 205

putih menyebabkan terjadinya peme- Diabetes Melitus tipe 2 adalah dengan


cahan gula. Untuk membantu menge- banyak minum air hangat, banyak
luarkan zat-zat kimia seperti glukosa berolahraga, dan mengurangi porsi
dan zat-zat melalui ginjal serta proses makan. Banyak minum air hangat akan
pembersihan organ tubuh, diperlukan mempercepat gula keluar melalui
jumlah cairan yang banyak dalam satu keringat dan urin. Hal ini disebabkan
(9)
kali pemberian di pagi hari. karena dengan meminum air hangat, air
Salah satu penggunaan terapi air akan lebih cepat diserap oleh lambung,
putih atau yang dikenal dengan dan merupakan sumber tenaga serta
Hidroterapi, penggunaan secara eks- energi. Menurutnya juga bahwa
ternal dan internal sudah lama dila- meminum air dingin (es), akan merusak
kukan untuk menjaga tubuh tetap sehat lambung, usus duabelas jari, empedu,
dan mengobati penyakit. Hidroterapi dan pankreas. Kerusakan pankreas
(Terapi air putih) pertama kali dapat menyebabkan terjadinya penyakit
(12)
dikembangkan di India dan diyakini Diabetes Melitus. Hasil penelitian
dapat mengatasi berbagai masalah dan pengalaman, penyakit-penyakit
kesehatan, seperti: DM, konstipasi, berikut diketahui dapat disembuhkan
TBC, arthtritis, hipertensi, asam urat, dengan terapi air putih dalam waktu
dan lain-lain. Terapi air putih alami seperti tertulis di bawah ini: Konstipasi
dapat didasarkan pada dua penggunaan - 1 hari, TBC Paru-Paru - 3 bulan,
yaitu penggunaan air secara internal Kencing Manis - 7 hari Asam Urat - 2
atau dengan cara meminum air secara hari, Tekanan Darah Tinggi - 4 minggu,
(13)
benar dan penggunaan air secara dan Kanker – 4 minggu.
eksternal. Dalam hal ini penggunaan Berdasarkan latar belakang di
terapi air putih yang dimaksud adalah atas dan efek positif dari komsumsi air
terapi air putih yang dilakukan secara putih (Hidroterapi), dimana dapat
internal yaitu dengan meminum air membantu proses pembuangan semua
putih hangat sebanyak 1,5 liter setiap racun, maka peneliti termotivasi untuk
(10)
pagi segera setelah bangun tidur. melakukan penelitian dengan judul
Hasil penelitian Zeuthen (2010) “Efek Hidroterapi Terhadap Penurunan
mengatakan bahwa cairan bisa menye- Kadar Gula Darah Sesaat pada Penderta
babkan terjadinya peningkatan osmotik Diabetes Melitus Tipe 2“.
sehingga menyebabkan pengenceran
(11)
glukosa di plasma. Kebutuhan cairan 1. Perumusan Masalah
sehari hari adalah 50 ml/kgBB/hari, dan Berdasarkan latar belakang di atas
kebutuhan eliminasi 1500-1600ml/hari. maka dapat dirumuskan suatu
Air merupakan salah satu dari enam masalah :
kategori zat makanan selain kar- Apakah ada efek hidroterapi
bohidrat, protein, lemak, vitamin, dan terhadap penurunan kadar gula
mineral. Air adalah komponen yang darah sesaat pada penderita dia-
sangat penting dalam tubuh dan betes melitus tipe 2 yang mendapat
bertindak sebagai penghancur makanan. terapi oral ?.
Hidroterapi, dapat membantu proses
pembuangan semua racun – racun di 2. Tujuan Penelitian
(8)
dalam tubuh, termasuk gula berlebih. a. Tujuan umum
Menurut Lumbanraja (2006), Mengetahui Efek Hidroterapi
untuk menurunkan kadar gula darah terhadap penurunan kadar gula
yang paling tepat bagi penderita

105
Elmatris Sy, Esy Afrianti, Nelwati Bahri, Yuniarti, EFEK HIDROTERAPI PADA 206
PENURUNAN KADAR GULA DARAH SESAAT (KGDS) TERHADAP PENDERITA
DIABETES MELITUS TIPE 2

darah sesaat pada penderita dengan selang waktu selama


Diabetes Melitus Tipe 2. 20 menit .
b. Tujuan khusus 3. Manfaat Penelitian
1. Untuk mengetahui kadar gula a. Memberikan masukan tentang
darah sesaat penderita DM Tipe2 pengaruh pemberian konsumsi air
sebelum diberikan terapi oral dan putih dalam menurunkan kadar gula
setelah diberikan terapi oral darah sesaat pada pasien Diabetes
(Kelompok Kontrol) Melitus Tipe 2, sehingga dapat di-
2. Untuk mengetahui Kadar Gula pergunakan sebagai intervensi
Darah Sesaat (KGDS) Penderita keperawatan mandiri.
Dm Tipe2 Sebelum Diberikan b. Menambah pengetahuan dan
Terapi Oral dan hidroterapi(H1) wawasan tentang pengaruh
dan Setelah Diberikan Terapi konsumsi air putih sebagai perilaku
Oral dan hidroterapi (kelompok kognitif untuk menurunkan kadar
intervensi/H3 hingga H14) gula darah sesaat pada pasien
3. Untuk mengetahui Perbedaan Diabetes Melitus Tipe 2.
Antara Rata-Rata KGDS setelah c. Memberikan gambaran dan acuan
diberikan Terapi Oral (Kelompok hasil riset tentang konsumsi air
kontrol) Dengan Rata-Rata putih sebagai suatu terapi perilaku
KGDS setelah diberikan Terapi kognitif untuk menurunkan kadar
Oral dan Hidroterapi (Kelompok gula darah sesaat yang akan
intervensi). digunakan dalam melakukan pene-
Untuk mengetahui kadar gula litian lanjut.
darah sesaat pasien DM Tipe 2 setelah
diberikan terapi oral dan hidroterapi A. METODE PENELITIAN
(kelompok intervensi) yaitu, hidroterapi 1. Jenis Penelitian
yang dilakukan seperti tahap berikut : Desain penelitian ini meng-
1) Minggu Pertama gunakan quasi eksperimen dengan
- Minum 2 gelas air putih : pendekatan control group pre-test
pada hari 2 post test. Desain pararel digunakan
- Minum 4 gelas air putih : untuk membandingkan antar dua
pada hari 3-4 kelompok (group comparison)
- Minum 6 gelas air putih : independen yaitu kelompok kontrol
pada hari 5-6 ( 1,5 liter ) dan kelompok intervensi. (Harun,
2) Minggu ke2, dkk, 2006, dalam Sastroasmoro &
Masing-masing Minum 6 Ismael). Pada penelitian ini ada dua
gelas air putih (1,5 liter) kelompok responden yaitu
kelompok kontrol dan intervensi.

106
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.36. Juli-Desember 2012 207

Skema 4.1. Desain Penelitian

Pre- test Post-test

X1

Pasien Terapi oral


DM KGDS Kelompok KGDS
A Kontrol (A) A*

Subjek
terpilih
Terapi air
putih+Terapi
Pasien KGDS KGD
DM oral S
B Kelompok B*
Intervensi (B)

X2

2. Tempat Penelitian dan Waktu kontrol dan intervensi dengan sesuai


Penelitian dengan kriteriayang diinginkan.
Penelitian ini dilaksana- c. Besar Sampel
kan di rumah responden langsung. Besar sampel pada penelitian
Waktu penelitian dimulai bulan Juli ini adalah sesuai dengan kriteria
2010- September 2011. sampel yang diberikan dimana
3. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan seluruh populasi dijadikan sebagai
Teknik Pengambilan objek penelitian, dengan besar
Sampel a. Populasi sampel sesuai dengan jumlah
Populasi pada penelitian ini populasi yang ada yang telah
adalah pasien Diabetes Melitus Tipe memenuhi kriteria sampel..Sampel
2 rawat jalan di Poliklinik Penyakit dibagi atas kelompok kontrol dan
Dalam Bagian Endokrin RS. Dr. M. kelompok intervensi dengan tekhnik
Djamil Padang. Jumlah populasi (N) purposive sampling yang berjumlah
adalah 45 orang yaitu rata-rata 27 orang.
kunjungan penderita Diabetes d. Teknik Pengumpulan Data dan
Melitus Tipe2 yang baru ke Analisis Data
poliklinik endokrin setiap bulan. b. 1). Teknik Pengumpulan Data
Sampel Pengumpulan data merupakan
Semua populasi dijadikan langkah yang amat penting dalam
sebagai subjek penelitian yang dibagi metode ilmiah, karena pada
menjadi 2 kelompok yaitu kelompok umumnya data yang dikumpulkan

107
Elmatris Sy, Esy Afrianti, Nelwati Bahri, Yuniarti, EFEK HIDROTERAPI PADA 208
PENURUNAN KADAR GULA DARAH SESAAT (KGDS) TERHADAP PENDERITA
DIABETES MELITUS TIPE 2

digunakan untuk keperluan bahan petunjuk/informasi tambahan


penelitian (Nazir, 2003). dalam melakukan intervensi penelitian.
Langkah-langkah pengumpulan data Langkah 6
yang dilakukan pada penelitian ini Melakukan pemeriksaan kadar gula
adalah: darah pada hari ke7, ke14, pada 2
Langkah 1 kelompok responden tersebut.
Menentukan responden sesuai kriteria 2). Analisis Data
inklusi penelitian yang dapat ikut Data di analisis secara
berpartisipasi dalam penelitian setelah univariat dan bivariat. Analisa
menandatangani informed concent. perbedaan kadar gula darah
Langkah 2 sewaktu sesudah pemberian terapi
Membagi responden pada 2 kelompok air putih antara kelompok kontrol
(intervensi dan kontrol) dan intervensi menggunakan uji t
Langkah 3 dependent (t paired t test) (Sabri
Pada minggu pertama dilakukan latihan & Hastono,1999).
pemberian terapi air putih dengan jenis
air yang sama pada kelompok intervensi Hasil Penelitian
secara bertahap yaitu dimulai dari Penelitian ini telah dilaksanakan
pemberian air putih sebanyak 2 gelas di wilayah kota Padang dari pasien
perhari sampai pada hari ketujuh pasien poliklinik Khusus Endokrin RS Dr. M.
sanggup minum 6 gelas dalam 20 Djamil Padang. Jumlah penderita
menit. Selanjutnya mulai pada minggu diabetes mellitus tipe 2 yang sesuai
kedua dilakukan terapi air putih dengan kriteria inklusi penelitian
(hidroterapi). sebanyak 30 orang. Selama 2 (dua)
Langkah 4 minggu intervensi, 3 orang responden
Melakukan pemeriksaan gula darah keluar dari penelitian tidak sanggup
pada 2 kelompok responden tersebut. melakukan terapi air putih. 27 res-
Langkah 5 ponden yang terdiri dari 15 responden
Menganjurkan responden pada kelom- kelompok kontrol dan 12 responden
pok intervensi untuk minum air putih kelompok intervensi. Kelompok kontrol
hangat sebanyak 1,5 liter segera setelah (Kelompok A) adalah responden yang
bangun pagi selama tujuh hari. Dengan hanya mendapatkan terapi oral untuk
air mineral yang disuplai oleh peneliti. menurunkan kadar gula darah sedang-
Teknik pelaksanaan terapi air putih kan kelompok intervensi (Kelompok B)
secara internal yaitu, tahap pertama adalah kelompok responden yang
dimulai dengan minum dua gelas air, mendapat terapi oral dan hidroterapi
tahap berikutnya satu gelas setiap lima yaitu dengan mengkomsumsi air putih
menit, sampai menghabiskan sebanyak sebanyak 1,5 liter segera setelah bangun
1,5 liter air yang telah disediakan. tidur selama 14 hari. Pada kedua
Empat puluh lima menit sampai dengan kelompok dilakukan pemeriksaan kadar
satu jam, sebelum dan sesudah gula darah sesaat sebelum dan sesudah
melakukan terapi air putih, responden intervensi.
dianjurkan untuk tidak mengonsumsi Dari penelitian yang telah dilakukan
makanan. Pada kelompok ini peneliti dapat diperoleh hasil seperti tabel
memberikan lembaran leaflet sebagai berikut :

108
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.36. Juli-Desember 2012 209

Tabel 1 : Kadar Gula Darah Sesaat (KGDS)Penderita Dm Tipe2 Sebelum


Diberikan Terapi Oral dan Setelah Diberikan Terapi Oral ((kelompok
kontrol/A)
KGDS
No. Responden Sebelum terapi Setelah terapi % Penurunan
oral (H1) oral (H14) KGDS
1. A 324 245
2. B 208 260
3. C 178 188
4. D 213 359
5. E 187 209
6. F 190 262
7. G 236 200
8. H 209 174 40 %
9. I 205 208
10. J 349 370
11. K 244 326
12. L 256 158
13. M 314 251
14. N 148 218
15. O 214 172
Dari tabel 1 terlihat bahwa dengan dari separoh (40%) responden yang
setelah pemberian terapi oral dan mengalami penurunan kadar gula darah
sebelum pemberian terapi oral pada 15 sesaat (KGDS), setelah diberikan terapi
orang responden, didapatkan kurang oral.

Tabel 2 : Kadar Gula Darah Sesaat (KGDS) Penderita Dm Tipe2 Sebelum


Diberikan Terapi Oral dan hidroterapi(H1) dan Setelah Diberikan Terapi
Oral dan hidroterapi (kelompok intervensi/H3 hingga H14)
KGDS % Penurunan
No. Responden H1 H3 H5 H7 H14 KGDS
1. A* 179 175 158 132 126
2. B* 260 185 163 152 125
3. C* 265 250 241 230 144
4. D* 201 197 188 177 152
5. E* 414 248 236 223 197
6. F* 324 289 257 249 180
7. G* 191 189 181 178 160 100 %
8. H* 184 170 152 148 130
9. I* 205 196 167 163 152
10. J* 254 220 197 180 162
11. K* 229 205 200 182 153
12. L* 213 200 197 183 170
Dari tabel 2 terlihat bahwa dengan responden (100%) mengalami
setelah pemberian terapi oral dan penurunan kadar gula darah sesaat
hidroterapi pada 12 orang responden (KGDS) setelah diberikan terapi oral
selama 14 hari, didapatkan semua dan hidroterapi.

109
Elmatris Sy, Esy Afrianti, Nelwati Bahri, Yuniarti, EFEK HIDROTERAPI PADA 210
PENURUNAN KADAR GULA DARAH SESAAT (KGDS) TERHADAP PENDERITA
DIABETES MELITUS TIPE 2

Tabel 3 : Perbedaan Antara Rata-Rata KGDS setelah diberikan Terapi Oral


(Kelompok kontrol) Dengan Rata-Rata KGDS Setelah diberikan Terapi
Oral Dan Hidroterapi (Kelompok intervensi)

Rata-rata KGDS (mg/dl)


No. PERLAKUAN
H1 H14
1. Kelompok kontrol (A) 231,67 240,07
2. Kelompok intervensi (B) 243,50 154,25

Keterangan
1. Kelompok Kontrol (A) = kelompok sebelum dan setelah diberikan terapi oral
Dimana pada H1 = sebelum diberikan terapi oral pada hari 1
H14 = setelah diberikan terapi oral setelah hari ke14

2. Kelompok intervensi (B) = kelompok sebelum dan setelah diberikan terapi oral dan
hidroterapi,
dimana pada H1 = sebelum diberikan terapi oral dan hidro terapi pada
hari ke1
H3 hingga H14 = setelah diberikan terapi oral dan hidroterapi pada hari
ke3,hingga hari ke14

Dari Tabel KGDS penderita DM Tipe2 oral dan hidroterapi) pada H14 dapat
antara kelompok kontrol (yang terlihat seperti tabel dengan uji t diberikan terapi
oral) pada H1 dengan berikut: kelompok intervensi (diberikan terapi

Tabel 4 : Uji t Kelompok Kontrol dengan Kelompok Intervensi


CI
Kelompok Mean SD Nilai t P value
Penelitian Lower Upper
Kontrol 240,07 66,49 44,49 127,14 4,27

0,000
Intervensi 154,25 21,72 47,35 124,28 4,69

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dan hidroterapi) pada hari ke 14 (H14)
rata-rata nilai kadar gula darah sesaat adalah 154,25 mg/dl dengan standar
(KGDS) pada kelompok kontrol deviasinya lebih kurang 21,72 mg/dl.
(setelah diberikan terapi oral) pada hari Nilai terendah 47,35 mg/dl dan nilai
ke 14 (H14) adalah 240,07 mg/dl tertinggi124,28 mg/dl, nilai t = 4,69.
dengan standar deviasinya lebih kurang Hasil uji statistik didapatkan nilai p =
66,49 mg/dl. Nilai terendah 44,49 mg/dl 0,000, berarti pada alpha 5% terlihat
dan nilai tertinggi 127,14 mg/dl, nilai t ada perbedaan yang signifikan rata-rata
= 4,27. Rata-rata nilai kadar gula darah nilai kadar gula darah sesaat antara
sesaat (KGDS) pada kelompok kelompok kontrol (kelompok diberikan
intervensi (setelah diberikan terapi oral terapi oral saja) dan kelompok

110
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.36. Juli-Desember 2012 211

intervensi (kelompok setelah diberikan gula keluar melalui keringat dan urin.
terapi oral dan hidroerapi). Hal ini disebabkan karena dengan
meminum air hangat, air akan lebih
Pembahasan cepat diserap oleh lambung, dan
Dari tabel 1 terlihat bahwa merupakan sumber tenaga serta energi.
(12)
setelah pemberian terapi oral dan Batmanghelitj (2006) mengatakan
sebelum pemberian terapi oral pada 15 penyesuaian asupan air, diet dan
orang responden, didapatkan kurang mineral akan memulihkan situasi dan
dari separoh (40%) responden yang kadar gula darah yang tinggi dalam
(14)
mengalami penurunan kadar gula darah darah akan teratasi.
sesaat (KGDS). Hal ini disebabkan Dilihat dari karakteristik kedua
kerena pada penelitian ini responden responden menurut umur, responden
yang diambil adalah tidak berasal dari terbanyak berada pada rentang usia 45 –
penderita yang melakukan pengobatan 60 tahun. Menurut Brunnert dan
oral dan pemeriksaan KGDS yang Suddart (2000) secara patofisiologi
terkontrol. Maka pada pemeriksaan insiden penyakit DM Tipe 2 terjadi
setelah pemberiaan terapi oralnya masih diatas umur 30 tahun. Hal ini juga
didapatkan kadar gulanya cendrung diperkuat oleh teori yang disampaikan
meningkat, disamping itu juga dise- Subekti (2007) umumnya manusia
babkan asupan makanan dari responden mengalami perubahan secara fisiologi
yang masih tidak dikontrol atau terapi yang secara drastis menurun dengan
non farmakologik seperti olahraga yang cepat setelah usia 40 tahun. Dimana
masih tidak diindah. keadaan ini disebabkan pada usia lanjut
Dari tabel 2 terlihat bahwa sensitifitas reseptor jaringan perifer
dengan setelah pemberian terapi oral terhadap insulin mengalami penurunan.
dan hidroterapi dan sebelum pemberian (15)
terapi oral dan hidroterapi pada 12 Sesuai pendapat Ramaiah,S
orang responden, didapatkan semua (2006) yang menyatakan bahwa
responden (100%) mengalami penu- semakin tua golongan usia kejadian DM
runan kadar gula darah sesaat (KGDS). semakin meningkat dan 50-92% usia
Berdasarkan tabel 2 diatas juga lanjut mengalami gangguan toleransi
dapat dilihat bahwa nilai rata-rata glukosa. Lebih lanjut Rochmah
KGDS kelompok intervensi pada hari menjelaskan kenaikan kadar glukosa
ke-1(sebelum intervensi) adalah 231,67 darah pada usia lanjut disebabkan
mg/dl. Pada hari ke 14 (sesudah karena resistensi yang terjadi karena
intervensi) dapat dilihat bahwa nilai perubahan komposisi tubuh, turunnya
rata-rata kadar gula darah sesaat adalah aktifitas, perubahan pola makan dan
(1)
154,25 mg/dl. Pada Kelompok Inter- penurunan fungsi neurohormonal.
vensi ini terlihat terjadi penurunan rata- Dari tabel 3 di atas dapat dilihat
rata KGDS sebanyak 76,75 mg/dl. Hal bahwa rata-rata nilai kadar gula darah
ini sesuai dengan pendapat Lumbanraja sesaat (KGDS) pada kelompok kontrol
(2006) yang mengatakan bahwa untuk (setelah diberikan terapi oral) pada hari
menurunkan kadar gula darah yang ke 14 (H14) adalah 240,07 mg/dl
paling tepat bagi penderita Diabetes dengan standar deviasinya lebih kurang
Melitus tipe 2 adalah dengan banyak 66,49 mg/dl. Nilai terendah 44,49 mg/dl
minum air hangat, banyak berolahraga, dan nilai tertinggi 127,14 mg/dl, nilai t
dan mengurangi porsi makan. Banyak = 4,27. Rata-rata nilai kadar gula darah
minum air hangat akan mempercepat sesaat (KGDS) pada kelompok

111
Elmatris Sy, Esy Afrianti, Nelwati Bahri, Yuniarti, EFEK HIDROTERAPI PADA 212
PENURUNAN KADAR GULA DARAH SESAAT (KGDS) TERHADAP PENDERITA
DIABETES MELITUS TIPE 2

intervensi (setelah diberikan terapi oral pertama dan dilanjutkan pada minggu
dan hidroterapi) pada hari ke 14 (H14) kedua secara berturut-turut dapat
adalah 154,25 mg/dl dengan standar menurunkan kadar gula darah sesaat.
deviasinya lebih kurang 21,72 mg/dl. Penelitian ini menemukan
Nilai terendah 47,35 mg/dl dan nilai bahwa ada perbedaan yang bermakna
tertinggi124,28 mg/dl, nilai t = 4,69. kadar gula darah sesaat setelah
Dengan demikian pada kelompok dilakukan intervensi pada responden
intervensi terjadi penurunan KGDS kelompok intervensi ( p=0,00). Artinya
sebanyak 85,82 mg/dl. Hasil uji statistik pemberian terapi air putih lebih
didapatkan nilai p = 0,000, berarti pada berpengaruh dalam menurunkan kadar
alpha 5% terlihat ada perbedaan yang gula darah sesaat responden. Temuan
signifikan rata-rata nilai kadar gula ini mendukung teori James (2010)
darah sesaat antara kelompok kontrol bahwa dengan minum air putih
(hanya dengan terapi oral) dan menyebabkan terjadinya pemecahan
kelompok intervensi (dengan terapi oral gula. Untuk membantu mengeluarkan
dan hidroterapi). Berrdasarkan hasil zat-zat kimia seperti glukosa dan zat-zat
penelitian di atas, maka pada penelitian melalui ginjal serta proses pembersihan
ini didapatkan adanya perbedaan yang organ tubuh, diperlukan jumlah cairan
bermakna antara rata – KGDS yang banyak dalam satu kali pemberian
responden yang hanya mendapat terapi di pagi hari. Hal ini juga diperkuat oleh
oral, dengan responden yang mendapat Sudarmoko (2010) bahwa
terapi oral ditambah dengan pemberian mengkomsumsi air putih membantu
hidroterapi. proses pembuangan semua racun –
Hal ini membuktikan bahwa racun di dalam tubuh, termasuk gula
(8)
dengan terapi air putih 1,5 liter (1500 berlebih.
cc) ditambah dengan terapi oral dapat
menurunkan kadar gula darah sesaat Kesimpulan
pada penderita DM Tipe 2. Hasil Dari hasil penelitian yang telah
penelitian ini mendukung teori yang didapatkan, maka pada penelitian ini
disampaikan oleh Hamad (2007) dapat diambil suatu kesimpulan sebagai
mengkonsumsi air dalam jumlah yang berikut :
banyak dilakukan pada pagi hari setelah 1. Hanya kurang dari separuh
bangun tidur adalah baik. Karena pada responden yang mengalami
kondisi tersebut lambung dalam kecendrungan penurunan KGDS
keadaan kosong sehingga dinding setelah pemberian terapi oral.
lambung dapat menyerap air dengan 2. Semua responden mengalami
cepat, kemudian dialirkan ke dalam kecendrungan penurunan
darah, lalu dialirkan oleh darah ke KGDS, setelah pemberian terapi
(16)
ginjal dan dikeluarkan lewat urine. oral dan hidroterapi .
Pelaksanaan terapi air putih 3. Terdapat pengaruh hidroterapi
selama 7 hari berturut-turut berdasarkan pada penderita diabetes melitus
pada hasil penelitian dan pengalaman tipe 2 yang diberi terapi oral, ini
bahwa dari beberapa penyakit yang terlihat terdapatnya perbedaan
dapat disembuhkan dengan terapi air yang signifikan dengan p=0,00,
putih(13)
salah satunya adalah DM selama 7 antara rata-rata Kadar gula darah
hari. sesaat (KGDS) kelompok
Selama 2 minggu terapi air putih intervensi (pemberian terapi oral
dengan melakukan latihan pada minggu dan hidfroterapi) dengan kelompok

112
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.36. Juli-Desember 2012 213

kontrol (hanya pemberian terapi


oral). 6. Dep.Kes RI, 2009. Profil
Saran kesehatan Indonesia (2005).
1. Bagi penelitian selanjutnya Jakarta.
disarankan agar dapat melanjut-
7. Dochterman & Bulechek, 2004.
kan penelitian serta menggali cara
lain yang dapat menurunkan kadar Nursing interventions
gula darah sesaat pada pasien DM classification (NIC), 4th edition,
Tipe 2 sehingga ilmu pengetahuan St. Louis, Missouri : Mosby.
dalam mengatasi DM tipe 2 dapat
berkembang dengan baik.
8. Sudarmoko, 2010. Tetap
2. Peneliti selanjutnya juga disaran- Tersenyum Melawan Diabetes,
kan untuk memperpanjang waktu Yogyakarta : Atma Media Press.
penelitian dengan sampel yang
lebih banyak. Dengan demikian,
9. James, 2010. How drinking
hasil penelitiannya akan menjadi
water is beneficial in treating
lebih baik.
diabetes and depression.
KEPUSTAKAAN Hal: 7:26. diakses tanggal 7
1. Ramaiah, S 2006.Diabetes: Cara Januari 2010 dari
Mengetahui Gejala Diabetes dan http://www.ygoy.com/index.php
/how-drinking-water-is-
Mendeteksinya Sejak Dini,
beneficial-in-treating-diabetes-
Jakarta : Gramedia.
and-depression/
2. Gustaviani, 2006. Diagnosis
10. Wike, 2007. Therapy six water
dan klasifikasi diabtes mellitus,
dalam PAPDI, Buku Ajar glasses, Diakses tanggal 3
Penyakit Dalam Jilid III (edisi desember 2010 http://www.get-
IV). Jakarta : Pusat Penerbit healthyfit.com/healthy.
Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. 11. Thomas Zeuthen. (2010).
3. Fain, 2001. Management of Journal of Membrane Biology.
clients with diabetes mellitus, Vol. 234, Edisi 2; pg. 57. New
dalam Black, J.M. & Hawks, York.
J.H, & Keene,A, Medical-
Surgical: Clinical management 12. Lumbanraja, D,. 2006.
for positive outcome, Penyembuhan Ajaib (edisi 2),
Philadelphia: Mosby. Jakarta : Insani Jaya.

4. Brunnert & Suddarth, 2002. 13. Albertzar, 2007. Water thought.


Diakses tanggal 5 Desember
Buku Ajar KeperawatanMedikal
2010.Darihttp://www.
Bedah, ( Edisi 8) Volume2,
shvoong.com/ medicine-and
Jakarta : EGC.
health. /1664962-water-thought
5. Pangkalan Ide, 2007. Seri diet
korektif. Jakarta : Gramedia

113
Elmatris Sy, Esy Afrianti, Nelwati Bahri, Yuniarti, EFEK HIDROTERAPI
PADA 214 PENURUNAN KADAR GULA DARAH SESAAT (KGDS)
TERHADAP PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

14. Batmanghelitj (2006. Air : tanggal 4 desember 2010


untuk kesehatan, penyembuhan, dari
dan kehidupan, alih http://www.sakthifoundation.org
bahasa Susi Purwoko,
Jakarta: Gramedia. 16. Hamad, 2007. Pengobatan
penyakit dengan terapi air,
15. Sakthi Foundation, (2007). Jakarta : Penerbit Aksara
Water therapy 2, Diakses Qalbu.

114
115
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. RIWAYAT INDIVIDU

Nama : Anita Silalahi, S.kep

Tempat/ Tanggal Lahir : Sitorang, 11 Desember 1994

Agama : Kristen Protestan

Status : Belum Nikah

Anak Ke : 3 (tiga) dari 6 bersaudara

Alamat Rumah : Sitorang Kec.Silaen

Email : Anitasilalahi51@gmail.com

No Hp : 082138822293

III. RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 2000 – 2007 : SD Negeri 081234 Sitorang


Tahun 2007 – 2010 : SMP Negeri 3 Silaen
Tahun 2010 – 2013 : SMA Negeri 2 Silaen
Tahun 2013 – 2017 : S-1 Keperawatan STIKes Sumatera Utara
Tahun 2018 – 2019 : Profesi Ners STIKes Flora Medan

116
LEMBAR BIMBINGAN

NAMA : ANITA SIALALAHI, S.Kep


NIM : 1814901211
Judul : Pengelolahan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Endokrin : DM Tipe 2 Dengan
Hidroterapi Untuk Menurunkan Kadar Gula darah Di RSUD
Dr RM Djoelham Binjai.
Pembingbing : Darmita Fitri Tanjung, S.Kep, Ns
Penguji : Julidia Safitri Parinduri, S.Kep, Ns, M.Kes

No Tanggal Materi Keterangan Dosen Paraf


1 28/02/2019 Konsul judul ACC Darmita Fitri
Tanjung, S.Kep, Ns
2 18/03/2019 Bab I Perbaikan Darmita Fitri
Tanjung, S.Kep, Ns
3 25/03/2019 Bab I/II Perbaikan Darmita Fitri
Tanjung, S.Kep, Ns
4 10/04/2019 Bab I – V Perbaikan Darmita Fitri
tata tulis Tanjung, S.Kep, Ns
5 12/04/2019 Bab I - V ACC Darmita Fitri
Tajung, S.Kep, Ns
6 14/05/2019 Bab 1 - V Perbaikan Darmita Fitri
Tajung, S.Kep, Ns
7 18/05/2019 Bab 1 - V ACC Julidia Safitri
Parinduri, S.Kep,
Ns, M.Kes

8 28/05/2019 Bab 1 -V ACC JILID Darmita Fitri


LUX Tanjung, S.Kep, Ns

117

Anda mungkin juga menyukai