Anda di halaman 1dari 10

Kajian Sistem Kendali Mutu Pupuk Hayati Pra-

Komersialisasi 70
Edi Husen
Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara
Pelajar No. 12, Bogor (Email: edihusen@yahoo.com)

Abstrak. Keunggulan suatu produk pupuk hayati ditentukan oleh jumlah populasi,
viabilitas mikroba dalam kurun waktu tertentu, dan efikasinya pada tanaman pada
berbagai kondisi di lapangan. Sistem kendali mutu pupuk hayati merupakan salah
instrumen penting untuk men jamin keefektifan pupuk hayati dalam men ingkatkan
pertumbuhan dan hasil tanaman serta men jaga keberlanjutan produktivitas tanah. Sebagai
makhlu k hidup yang tersimpan dalam bahan pembawa (carrier), keberhasilan penggunaan
pupuk hayati tidak hanya ditentukan oleh keungulan inokulan, tetapi juga oleh proses
formulasi yang terkait dengan higienisitas produksi dan kecocokan bahan pembawa.
Sistem kendali mutu internal yang diterap kan saat ini masih terbatas pada uji laboratoriu m
dan belum sampai pada uji efikasi pada tanaman dan tanah dengan penetapan masa
kedaluara pupuk. Makalah in i menyajikan proposal sistem kendali mutu pupuk hayati pra-
ko mersialisasi yang dimu lai dari sampling pupuk untuk uji laboratoriu m dan efektivitas,
serta penetapan masa kedaluarsa pupuk. Parameter uji mencakup viabilitas dan karakter
funsional mikroba selama masa simpan, patogenisitas, dan tingkat kontaminasi serta
pengaruhnya pada tanaman dan aktivitas mikroba tanah pasca inokulasi.
Kata kunci: kendali mutu, pupuk hayati, mikroba, viab ilitas, ko mersialisasi

Abstract. The quality of a product of biofertilizer is determined mainly by the number of


population, viability of microbes in a particular period of time, and its efficacy on plants
in various field conditions. A system of quality control is one important instrument to
ensure the effectiveness of a biofertilizer in increasing plant growth and yield and
sustaining soil productivity. As a living organism lived in the carrier material, the
succsessful use of biofertilizer is not only determined by its excellent traits, but also by its
formulation process associated with higienist procedures and material compatibility
(carrier). Current internal quality control system implemented is still limited to
laboratory tests and not to the efficacy trials on plants and soil as well as determination
of expiring date. This paper presents a proposed quality control system of biofertilizer
prior to commercialization starting from sa mpling procedures for laboratory testing and
its efficacy, as well as the determination of the expiring date period. Test parameters
include microbial viability and traits during storage, pathogenicity, and the level of
contamination and its effects on plant growth and soil microbial activity after inoculation.
Keywords: quality control, biofertilizer, microbes, viability, commercialization

749
E. Husen

PENDAHULUAN

Sistem kendali mutu pupuk hayati merupakan salah satu aspek penting untuk menjamin
keefektifan pupuk hayati dalam men ingkatkan pertu mbuhan dan hasil tanaman serta
men jaga keberlanjutan produktivitas tanah. Sebagai makhlu k hidup yang disimpan dalam
bahan pembawa (carrier), keberhasilan penggunaan pupuk hayati tidak hanya ditentukan
oleh mutu inokulan saat diproduksi, tetapi juga oleh mutu inokulan pasca produksi yang
terkait dengan penyimpanan dan pengangkutan pupuk (Simanungkalit et al. 2006). Mutu
inokulan saat diproduksi antara lain berhubungan dengan higienisitas produksi dan bahan
pembawa yang digunakan. Teknik produksi yang terkontrol berpengaruh pada kepadatan
populasi yang diinginkan dan viabilitas inokulan selama penyimpanan serta mengurangi
tingkat kontaminasi, sehingga inokulan yang dihasilkan memiliki masa kedaluarsa yang
lebih panjang.

Saat ini berbagai jenis pupuk hayati telah dihasilkan oleh berbagai lembaga
penelitian dan perguruan tinggi dan sebagian sudah diko mersialkan (beredar d i pasaran).
Pupuk hayati yang ditawarkan untuk meningkat kan produktivitas tanah dan tanaman
cukup beragam, antara lain pupuk hayati yang mengandung mikroba penambat N
(simbiotik dan non-simbiotik), pelarut fosfat, penghasil zat pemacu tu mbuh, pengendali
cekaman lingkungan ekstrim dan patogen, baik yang diproduksi dalam bentuk pupuk
hayati tunggal maupun dalam bentuk majemu k (consortia). Beragamnya jenis pupuk
hayati yang beredar saat ini, pada satu sisi memberi keuntungan bagi pengguna/ petani
karena banyak pilihan yang tersedia. Namun pada sisi lain, biaya tambahan yang
dikeluarkan untuk membeli pupuk hayati dapat saja tidak seimbang dengan kenaikan
produksi tanaman bila mutu pupuk rendah. Has il penelitian pada tahun 2005-2006
memperlihatkan bahwa tidak semua pupuk hayati ko mersial yang beredar memiliki mutu
sesuai dengan promosi yang dijanjikan (Husen et al. 2007). Penyebabnya antara lain bisa
dari teknologi produksi yang belum sempurna atau p upuk yang digunakan telah melewat i
masa kedaluarsa. Untuk itu, sistem pengendalian mutu pupuk hayati terpadu pasca
ko mersialisasi yaitu sebelum pupuk diproduksi dalam skala ko mersial diperlukan agar
pupuk yang dihasilkan memberikan hasil yang sepadan denga n harga jual produk.
Penggunaan pupuk hayati bermutu tidak saja akan men ingkatkan kepercayaan konsumen
terhadap manfaat pupuk hayati, tetapi juga dapat men ingkatkan daya saing produk-produk
pupuk hayati lokal terhadap pupuk hayati sejenis dari luar negeri.

Makalah ini menyajikan proposal sistem pengendalian mutu pupuk hayati internal
pra-ko mersialisasi sebagai salah satu instrumen penting dalam pengembangan pupuk
hayati pada skala industri. Konsep kanjian sistem pengujian mutu ini mengacu pada
sistem yang sudah dikembangkan sebelumnya dengan menambahkan beberapa aspek
penting sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini.

750
Kajian Sistem Kendali Mutu Pupuk Hayati Pra-Komersialisasi

TINJAUAN SISTEM KENDALI DAN SYARAT MUTU

Regulasi Sistem Kendali Mutu

Sistem kendali mutu pupuk hayati yang pertama kali diberlaku kan di Indonesia diatur
berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No.SK.I.A.5.84.5, tahun
1984 yang selanjutnya disempurnakan dengan SK.I.HK.050.91.7A, tahun 1991. Regulasi ini
dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan program intensifikasi kedelai pada masa itu.

Mekanisme pengujian dan penetapan kelayakan mutu produk pupuk hayati pada tahun
1991 tersebut di atas secara rinci diuraikan oleh Simanungkalit et al. (2006). Pupuk hayati
diuji d i laboratoriu m pengawasan mutu benih yang ditunjuk untuk menentukan kelayakan
mutu inoku lan sesuai standar yang ditetapkan. Mengingat pupuk hayati ini digunakan
untuk program intensifikasi kedelai, maka pengambilan contohnya untuk diuji d i
laboratoriu m juga dilaku kan oleh lembaga resmi, yaitu Balai Pengawasan Sertifikasi
Benih. Syarat mutu dan sistem kendalinya relatif mudah dipenuhi oleh produsen pupuk
karena pupuk hayati yang diproduksi hanya mengandung satu jenis mikroba (pupuk hayati
tunggal), yaitu bakteri bintil akar kedelai Rhizobium. Salah satu syarat mutu yang
diutamakan adalah ju mlah populasi bakteri minimu m yang terdapat dalam kemasan
pupuk, yaitu >109 sel g -1 atau ml-1 pada saat diproduksi dan >107 sel g -1 atau ml-1 pada
masa kedaluarsa. Syarat mutu pupuk hayati ini sangat jauh berbeda dengan yang
diberlakukan saat ini karena mikroba yang dikandung oleh pupuk hayati umu mnya lebih
dari satu jenis mikroba (pupuk hayati majemu k).

Penggabungan berbagai jenis mikroba dalam pupuk hayati yang saat ini banyak
diproduksi dan diperdagangkan hampir u mu m diju mpai. Bakteri penambat N (simb iotik
maupun non-simb iotik) disatukan dengan pelarut fosfat, penghasil zat pemacu tumbuh
ataupun pengendali cekaman (stres) yang juga dikenal dengan istilah konsorsia mikroba.
Kemajuan di bidang mikrobiologi dewasa ini juga memungkinkan menyatukan lebih dari
satu jenis kelo mpok fungsional mikroba di dalam satu kemasan pupuk hayati seperti
kelo mpok bakteri yang disatukan dengan aktinomisetes dan/atau fungi (cendawan) dengan
fungsi beragam. Terlepas dari keraguan apakah pupuk hayati majemu k ini efektif
men ingkatkan pertumbuhan tanaman (karena potensi munculnya sifat kompetisi antar
mikroba pasca aplikasi), yang jelas penetapan syarat mutu dan sistem kendalinya menjad i
semakin ko mp leks.

Syarat Mutu dan Sertifikasi (Permentan No.70/2011)

Dalam rangka pengendalian mutu dan memberikan kepastian usaha bagi produsen/
pelaku usaha pupuk hayati, Kementerian Pertanian telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Pertanian No mor: 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati

751
E. Husen

dan Pembenah Tanah. Di dalam Permentan ini diatur alur sistem uji mutu dan efektiv itas
pupuk hayati sampai pada serifikasi ijin edar. Penetapan syarat mutu pupuk hayati
sebagaimana yang diatur dalam Permentan ini didasarkan atas hasil penelitian dan
pengkajian yang dilaku kan oleh Badan Litbang Petanian (Simanungkalit et al. 2006;
Husen et al. 2007) dan sumber-su mber lain yang terkait (Ghosh, 2001; Roughley et al.
1990). Selain pengujian ju mlah populasi mikroba yang dikandung pupuk hayati, juga
disyaratkan uji fungsional yang mencakup uji kemampuan menambat N, melarutkan P,
menghasilkan hormon, dan uji fungsional lainnya. Tabel 1 menyajikan contoh syarat
teknis jumlah populasi mikroba pada pupuk hayati tunggal dan majemu k yang disarikan
dari Permentan No mor: 70/Permentan/SR.140/ 10/ 2011.

Tabel 1. Ringkasan syarat teknis jumlah populasi mikroba pada pupuk hayati tunggal dan
majemu k (Permentan No mo r: 70/Permentan/SR.140/ 10/ 2011)
Jenis Pupuk Hayati/Mikroba Syarat Teknis Menurut Jenis Bahan Pembawa
Tepung/serbuk Granul/pelet Cair
Pupuk Hayati T unggal
A. Bakteri bintil akar (Rhizobium/dll) > 10 7 cfu/g > 10 7 cfu/g > 10 7 cfu/ml
B. Endomikoriza
- Mikoriza Arbuskular (total propagul) > 50 MPN/g > 50 MPN/g
- Gigaspora margarita (total spora) 25-30 spora/g 25-30 spora/g
- Glomus manihotis (total spora) > 50 spora/g > 50 spora/g
- Glomus agregatum (total spora) > 10 spora/g > 10 spora/g
C. Ektomikoriza
- Sceloderma columnare, Pisholitus tintorius/dll > 5% dari > 5% dari
(total propagul/spora) volume volume
D. Mikroba non-simbiotik dan/atau Endofitik
- Bakteri: Azospirilum /Azotobacter/Bacillus/ > 10 7 cfu/g > 10 7 cfu/g > 10 8 cfu/ml
Pseudomonas/ dll. (total sel)
- Aktinomiset: Streptomyces/ dll. (total sel) > 10 6 cfu/g > 10 5 cfu/g > 10 5 cfu/ml
- Fungi/Cendawan: Aspergillus/Penicillium/ dll > 10 5 cfu/g > 10 4 cfu/g > 10 4 cfu/ml
(total sel)
Pupuk Hayati Majemuk (Konsorsia)
Total sel masing-masing jenis mikroba:
- Bakteri: Azospirilum /Azotobacter/Bacillus/ > 10 7 cfu/g > 10 7 cfu/g > 10 8 cfu/ml
Pseudomonas/ dll.
- Aktinomiset: Streptomyces/ dll. > 10 6 cfu/g > 10 5 cfu/g > 10 5 cfu/ml
- Fungi/Cendawan: Aspergillus/Penicillium/ dll > 10 5 cfu/g > 10 4 cfu/g > 10 4 cfu/ml
Keterangan:
- Nama-nama mikroba yang disebutkan dalam tabel adalah contoh mikroba.
- Cfu = colony forming unit (satuan bentukan koloni); MPN = most probable number

Uji efikasi pada tanaman dilaku kan setelah lolos persyaratan teknis dari hasil uji
mutu di laboratoriu m. Pengujian u mu mnya dilakukan di ru mah kaca menggunakan
tanaman semusim atau sesuai dengan peruntukan pupuk hayati yang diuji. Basis dari uji
efikasi adalah bahwa pupuk hayati yang diuji mampu men ingkatkan pertu mbuhan
tanaman dan atau mampu menghemat penggunaan pupuk anorganik minimal sampai 25%

752
Kajian Sistem Kendali Mutu Pupuk Hayati Pra-Komersialisasi

dari dosis rekomendasi (dosis standar). Hasil ini didapatkan bila nilai RA E (relative
agronomic effectiveness), yaitu perbandingan antara kenaikan hasil pada pupuk yang diuji
dengan kenaikan hasil pada pupuk standar lebih dari 100% (Machay et al. 1984).
Sertifikat lolos uji (izin edar) d iberikan untuk jangka waktu lima tahun dan setelah itu
pemilik pupuk dapat memperpanjang kembali.

Uraian di atas memperlihatkan bahwa untuk mendapatkan sertifikat izin edar


pupuk hayati diperlukan berbagai pengujian. Hal ini menyiratkan bahwa hanya pupuk
hayati yang betul-betul bermutu dengan hasil konsisten yang akan memperoleh sertifikat
izin edar. Hasil in i sesuai dengan fakta bahwa jumlah pupuk hayati yang beredar masih
sangat sedikit, yaitu sekitar 35 merek pupuk hayati pada tahun 2003 dan popularitasnya
masih tergolong rendah yang diukur dari ju mlah petani pemakai yang kurang dari 10%
(Husen et al. 2007). Berbeda dengan pupuk anorganik atau pupuk kimia lainnya, pupuk
hayati mengandung makhluk h idup yang disimpan dalam bahan pembawa, sehingga
viabilitas mikrobanya perlu d ipertahankan dengan baik selama ku run waktu sebelum masa
kedaluarsa, yakni sekitar 6 bulan. Dengan demikian, tekn ik formu lasi pupuk hayati yang
tepat dengan sistem kendali mutu terpadu sangat diperlukan.

PROPOSAL SISTEM KENDALI MUTU PRA-KOMERSIALISASI

Sistem kendali mutu terpadu sebaiknya dimulai pada waktu pupuk hayati sudah
diproduksi dalam skala p ilot (berupa prototipe produk) atau sebelum pupuk diproduksi
dalam skala ko mersial. Tahapannya mencakup: (i) sampling pupuk, penataan (layout)
tempat penyimpanan, uji lapangan dan laboratorium. Secara skematis diagram alir
tahapan pelaksanaan sistem kendali mutu pupuk hayati yang diusulkan disajikan pada
Gambar 1.

Sampling pupuk hayati dan tanah

Sampling pupuk hayati untuk pengujian dilakukan terhadap produk pupuk dalam
satu batch (seri) produksi. Sebanyak 12 sampai 15 kemasan diambil secara acak. Masing-
masing 5 kemasan ditempatkan dalam wadah terbuka yang selanjutnya 5 kemasan
pertama d isimpan di ruangan (indoor) dan 5 kemasan kedua disimpan di tempat terbuka
(outdoor) untuk uji daya simpan 0, 3, 6, 9 dan 12 bulan. Sisanya digunakan untuk
keperluan uji efikasi di lapangan. Pupuk hayati yang sudah dibuka dan digunakan untuk
uji efikasi selanjutnya ditempatkan di ruangan untuk uji daya simpan seperti di atas.
Pengujian pada perlakuan penyimpanan mencakup uji viab ilitas, uji karakter fungsional,
patogenisitias, dan higienisitas pupuk hayati.

Sampling contoh tanah dilakukan pada tiap petak percobaan pasca aplikasi pupuk
hayati, termasuk perlakuan tanpa pupuk hayati. Pengambilan contoh tanah dapat

753
E. Husen

dilakukan dua kali, yaitu pada kurun waktu 2 minggu setelah aplikasi dan pada fase awal
pembungan. Pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap perbaikan kualitas tanah dapat
dievaluasi dari t ingkat akt ivitas mikroba.

Gambar 1. Diagram alir sistem kendali mutu pupuk hayati pra-ko mersialisasi

Uji vi abilitas
Viab ilitas mikroba selama masa penyimpanan diuji berdasarkan kepadatan
populasi mikroba per gram atau ml contoh pupuk yang dihitung dengan teknik
pengenceran bertingkat (101 – 109 ). Mikroba dalam larutan yang sudah diencerkan
ditumbuhkan dalam media agar selektif dengan metode spread plate (Zuberer, 1994).
Media agar yang akan digunakan dapat menggunakan media agar umu m untuk
menghitung pupulasi total bakteri, akt inomisetes, dan fungi/cendawan atau media selektif
berdasarkan fungsi mikroba seperti media bakteri penambat N 2 dan media pelarut P
maupun media selektif untuk species spesifik. Media untuk menghitung populasi total
bakteri antara lain nutrient agar (NA), tryptone-yeast (TY), total a ktino misetes yaitu
med ia M3 ditambah antibiotik dan anti fungi, total fungi dengan media potato dextrose
agar (PDA) yang ditambahkan antibiotik. Media selekt if penambat N2 hidup bebas (free -
liv ing) yaitu dengan media bebas -N. Media selektif bakteri pelarut P dapat menggunakan
med ia Pikovskaya atau yang dimodifikasi. Selain media tersebut, juga dapat digunakan
med ia M RS (Man, Rogosa & Sharpe) untuk pengujian Lactobacillus dan yeast mannitol

754
Kajian Sistem Kendali Mutu Pupuk Hayati Pra-Komersialisasi

agar untuk Rhizobium. Komposisi media tersebut di atas mengikuti media yang diuraikan
oleh Weaver et al. (1994), So masegaran dan Hoben (1994), Alef (1995), Co wan (1974),
dan Subba-Rao (1999).

Hasil u ji viabilitas mikroba selama masa penyimpanan akan menentukan masa


kedaluarsa pupuk. Jumlah populasi yang masih berada di atas batas minimal populasi
(Tabel 1) pada tahapan pengujian tertentu menjadi patokan masa kedaluarsa pupuk.

Uji karakter fenoti p (fungsional)


Pengujian karakter fenotip/fungsional mikroba yang mencermin kan fungsi dan
kegunaan pupuk hayati dapat dilaku kan secara selektif, antara lain uji kemampuan
melarutkan P terikat, menambat N2 , dan menghasilkan hormon seperti IAA (indoleacetic
acid). Pengujian secara kualitatif dapat dilakukan dengan menggunakan media agar
selektif seperti diuraikan d i atas . Mikroba pelarut P pada media agar d icirikan oleh zona
terang (halo zone) di sekeliling kolon i. Kemampuan menambat N2 ditentukan oleh
kemampuannya tumbuh pada media tanpa N (N-free) seperti media Azotobacter atau
med ia yeast mannitol agar (YMA).

Pengujian secara kuantitatif karakter fungsional mikroba dapat dilakukan secara


kolorimetri menggunakan spektrofotometer, yaitu untuk mikroba pelarut P dan penghasil
IAA. Mikroba penghasil hormon IAA dapat diuji dengan menu mbuhkan mikroba pada
pupuk hayati pada dalam med ia cair garam min imal yang diperkaya dengan L-tryptophan
(Fran kenberger dan Poth, 1988) atau media tanpa L-tryptophan yaitu media yeast-glucose
(Ben izri et al. 1998). Kemampuan mikroba menghasilkan IAA dari media yeast-glucose
atau mengubah L-tryptophan (prekursor IAA) menjadi IAA diuku r secara ko lorimetri
mengikuti metode Gordon dan Weber (1951). Pengukuran u mu mnya dilakukan setelah
masa inkubasi selama 0 (kontrol) dan 48 jam (Husen et al. 2007). Uji kuantitatif mikroba
pelarut P dapat dilakukan dengan menu mbuhkan mikroba pada pupuk hayati pada media
cair Pikovskaya (2,5 g/L Ca 2 PO4 ). Pengukuran konsentrasi P tersedia (yang dibebaskan
oleh mikroba) dapat dihitung mengikuti metode Puslittanak (1998).

Uji patogenisitas dan k ontaminan


Uji patogenisitas perlu dilaku kan untuk menjamin bahwa mikroba dalam pupuk
hayati tidak mengalami perubahan menjad i patogen baik setelah diproduksi maupun
selama penyimpanan. Pengujian umu mnya dilakukan melalu i reaksi hipersensitif tanaman
tembakau yang diinokulasi dengan mikroba pada pupuk hayati. Reaksi hipersensitif yang
menandakan mikroba pada pupuk hayati bersifat patogen dicirikan o leh timbulnya gejala
bercak nekrosis pada daun tembakau.

755
E. Husen

Uji kontaminan umu mnya dikait kan dengan tingkat higienisitas bahan dan media
yang digunakan untuk keamanan pengguna dan kesehatan lingkungan. Tingkat
kontaminan diindikasikan o leh ju mlah populasi bakteri Salmonella dan Eschericia coli.
Bila masing-masing ju mlah pupulasi bakteri kontaminan ini tidak terdeteksi pada me dia
agar dengan tingkat pengenceran 1000 kali, maka pupuk hayati dinyatakan aman. Uji
kontaminan ini juga untuk menentukan apakah pupuk bekas pakai masih layak digunakan
atau tidak tercemar selama masa penyimpanan.

Uji akti vitas mikroba


Tingkat aktivitas mikroba tanah pasca aplikasi pupuk hayati dapat diuji
berdasarkan tingkat respirasi tanah. Prosedur pengukuran laju respirasi dapat
menggunakan metode trapping alkali mengikuti metode Isermeyer (Alef 1995) yang
dimodifikasi Zibilske (1994). Prinsip dari metode pengukuran respirasi ini adalah
mengukur CO2 yang berevolusi (menandakan akt ivitas mikroba) selama masa inkubasi
tanah dengan NaOH. Larutan NaOH yang menangkap CO2 dit itrasi dengan HCl.

Beberagai tahapan uji yang dilakukan di atas akan dapat ditentukan tingkat efikasi
pupuk terhadap tanaman dan pengaruhnya pada kualitas tanah pasca aplikasi . Selain itu,
akan diperoleh cara penyimpanan pupuk yang baik, masa kedaluarsa pupuk, tingkat
keamanan pupuk, dan stabilitas karakter fungsional mikroba selama masa produksi dan
penyimpanan.

KES IMPULAN

Pupuk hayati yang mengandung makh luk h idup yang disimpan dalam bahan pembawa
rentan terhadap gangguan lingkungan yang akan berpengaruh pada tingkat viabilitas dan
perubahan karakteristik fungsionalnya. Sistem kendali mutu terpadu pupuk hayati pra-
ko mersialisasi sangat diperlukan untuk menjamin bahwa pupuk hayati yang akan
diproduksi dalam skala industri benar-benar berkualitas. Kualitas pupuk hayati ditentukan
oleh ju mlah populasi mikroba yang tetap terjaga selama masa penyimpanan (sebelum
masa kedaluarsa), efektif meningkat kan pertumbuhan tanaman, dan aman digunakan baik
untuk tanaman maupun lingkungan.

DAFTAR PUS TAKA

Alef, K. 1995. M icrobio logical characterization of contaminated soils. p 503-505 In K.


Alef and P. Nannipieri (Eds). Methods in Applied Soil Microbilogy and
Biochemistry. Academic Press. London

756
Kajian Sistem Kendali Mutu Pupuk Hayati Pra-Komersialisasi

Benizri, E., A. Courtade, C. Picard, and A. Guckert. 1998. Role of maize root exudates in
the production of auxins by Pseudomonas fluorescens M.3.1: Short
communicat ion. Soil Biol. Biochem. 30: 1481-1484

Cowan, S.T. 1974. Cowan and Steel’s Manual for the identification of medical bacteria.
2nd edition. Camb ridge University Press. Australia

Frankenberger Jr, W.T. and M. Poth. 1988. L-tryptophan transaminase of a bacteriu m


isolated from the rhizosphere of Festuca octoflora (Graminae). So il Biol.
Biochem. 20: 299-304.

Ghosh, T.K. 2001. A Review on quality control of biofertilizer in India Fert iliser
Marketing News 32(8): 1-9.

Go rdon, S.A. and R.P. Weber, 1951. Co lorimetric estimat ion of indoleacetic acid. Plant
Physiol 26:192-197.

Husen, E., R.D.M Simanungkalit, and Irawan. 2007. Characterization and quality
assessment of Indonesian commercial b iofert ilizers. Indonesian Journal of
Agricultural Science 8: 31-38.

Machay. A.D., J.K. Syers, and P.E.H. Gregg. 1984. Ability of chemical ext raction
procedures to assess the agronomic effect iveness of phosphate rock material.
New Zealand Journal o f Agricu ltural Research 27:219-230.

Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang Pupuk Organik,


Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah. Jakarta.

Puslittanak. 1998. Penuntun analisis kimia tanah dan tanaman. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat, Bogor.

Roughley, R.J., G.W. Griffith, and L.G. Gemell. 1990. The Australian Inoculants
Research and Control Service (AIRCS). Procedures 1990. NSW Agriculture &
Fisheries, Gosford NSW, Australia.

Simanungkalit, R.D.M., E. Husen, dan R. Saraswati. 2006. Baku Mutu Pupuk Hayat i dan
Sistem Pengawasannya, p 245-264 Dalam Pupuk Organik dan Pupuk Hayati.
Balai Besar Litbang Sumberdaya lahan. Bogor.

Somasegaran, P and H.J. Hoben, 1994. Handbook for Rhizobia (Methods in Legume -
Rhizobiu m Technology). Springer-Verlag. New York.

Subba Rao, N.S. 1999. So il Microbiology (Fourth Edit ion of So il Microorganis ms and
Plant Growth). Science Publishers, Inc. USA.

Weaver, R.W., S. Angle, P. Bottomley, D. Bezdicek, S. Smith, A. Tabatabai, and A.


Wolum. 1994. Methods of Soil Analysis. Part 2 Microbiological and
Biochemical Properties. SSSA. Inc.

757
E. Husen

Zibilske LM (1994) Carbon mineralization, In: RW Weaver RW, Angle S, Bottomley P,


Bezdicek D, Smith S, Tabatabai A, Wollu m A (eds) Methods of Soil Analysis, Part
2 M icrobiological and Biochemical Propert ies, SSSA, Inc, pp 835-863.

Zuberer. D.A. 1994. Recovery and enumeration of viable bacteria. P. 119-144. In R.W.
Weaver et al (ed) Methods of Soil Analysis. Part 2 Microbiological and
Biochemical Properties. SSSA. I

758

Anda mungkin juga menyukai