Anda di halaman 1dari 22

Kualitas Insan Cita: Aktualisasi Insan Yang Bernafaskan Islam Sebagai

Ruh Gerakan Mahasiswa Islam

Disusun Oleh:

Eska Wahyu Novanda Perdana

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

KOMISARIAT FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

CABANG YOGYAKARTA

2017
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
anugerah, rahmat, karunia dan taufik serta hidayah-Nya makalah ini dapat penulis
selesaikan dengan judul “Kualitas Insan Cita: Aktualisasi Insan yang Bernafaskan
Islam Sebagai Ruh Gerakan Mahasiswa”. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa agama Islam yang sempurna
dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta, yang telah
membawa kita dari yang sebelumnya zaman kegelapan menuju kepada zaman
yang terang benderang, dari zaman kebodohan menuju zaman yang tercerahkan.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Latihan
Kader II Tingkat Nasional Cabang Ponorogo. Makalah ini berisikan tentang
aktualisasi insan yang bernafaskan islam dimana diharapakan bahwa nantinya
gerakan mahasiswa islam akan mempunyai semangat membangun roda organisasi
yang bernafaskan islam.

Tentunya makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Maka penulis mengaharapkan kritik yang berbobot dan saran yang
membangun. Pada akhirnya, tak lupa penulis haturkan berupa ucapan terima kasih
kepada Senior HMI maupun kader HMI lainnya yang telah membantu dan
mendukung serta memberikan ide, pemikiran serta waktu demi penyelesaian
makalah ini.

Billahittaufiq wal hidayah

Yogyakarta, 23 November 2017

Eska Wahyu Novanda Perdana

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I.......................................................................................................................4

PENDAHULUAN....................................................................................................4

A. LATAR BELAKANG....................................................................................4

B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................5
C. TUJUAN.........................................................................................................5

BAB II......................................................................................................................6

PEMBAHASAN......................................................................................................6

A. Keadaan Gerakan Mahasiswa Islam Masa Lalu dan Masa kini 6


B. Islam Dalam Pandangan HMI......................................................................7
1. Pemikiran Keislaman-Keindonesiaan HMI...........................................7
2. Corak Pemikiran Keislaman-Keindonesiaan HMI.................................9
C. Kualitas Insan Cita....................................................................13
D. Aktualisasi Insan Yang Bernafaskan Islam Sebagai Ruh Gerakan
Mahasiswa Islam........................................................................................16

BAB III...................................................................................................................19

PENUTUP..............................................................................................................19

A. KESIMPULAN..........................................................................................19
B. SARAN......................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................20

BIODATA PENULIS.........................................................................21
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Gerakan mahasiswa Islam masa kini masih menerapkan Islam simbolik.


Dalam artian berislam melalui simbol-simbol Islam saja seperti memakai
pakaian koko, berhijab dan lain sebagainya yang serupa. Namun tidak
memiliki dan mengerti serta mengimplementasikan nilai-nilai islam itu
sendiri. Hendaknya kita memakai pakaian biasa tetapi membantu sesama dan
bergerak secara aktif menuju masjid apabila waktu sholat telah tiba, berzakat
dan sebagainya yang telah diajarkan Islam, maka itulah nilai Islam yang harus
kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari tanpa harus memakai
simbol-simbol Islam terlebih dulu. Simbol Islam terkadang memang perlu
dalam beberapa konteks, tetapi nilai Islam itu sendiri jangan dilupakan dan
akan dijalankan serta diimplementasikan apabila simbol Islam sudah dipakai.

Dalam sejarahnya HMI pun pernah menerapkan Islam Simbolis. Dalam


catatan harian Ahmad Wahib tercatat bahwa sewaktu berlangsung Maperma di
sebuah fakulttas UGM, terjadi sedikit pertengkaran antara beberapa anggota
panitia yang menjadi anggota HMI dengan beberapa anggota panitia lain yang
menjadi angota PMKRI dan GMKI. Mereka bertengkar tentang bentuk cocard
yang akan dipakai oleh seksi keamanan. Persoalannya sederhana saja; yang
anggota HMI menginginkan bentuk cocard yang mirip-mirip bentuk bulan-
bintang, sedang pihak GMKI dan PMKRI menginginkan bentuk yang
menyerupai salib. Keinginan mereka itu memang tidak disampaikan terus
terang. Dan kelanjutannya tentu saja dihasilkan kompromi yang tidak memilih
kedua-duanya. Apakah yang dapat kita tarik dari peristiwa ini? Yaitu bahwa
gambaran tentang Islam dari anggota dan aktifis HMI terlalu simbolis.
Perjuangan Islam disamakan dengan mempertengkarkan kertas yang digunting
mirip bulan-bintang (Ahmad Wahib, 2016:266). Melihat peristiwa tersebut,
Aktualisasi Insan yang bernafaskan Islam perlu diadakan dan dimulai dari
HMI
yang para anggotanya harus mengaktualisasikan kembali insan yang
bernafaskan Islam sehingga nantinya akan menjadi cermin, akan menjadi
panutan serta pusat gerakan mahasiswa Islam lainnya.

Ada istilah Islam gincu dan Islam garam. Apabila garam dimasukkan ke
dalam segelas air maka warnanya tidak berubah tetapi ada rasanya. Inilah
yang dimaksudkan agar mahasiswa mengimplementasikannya. Maksudnya
walaupun tidak berpakian agamis namun tidak juga membuka aurat dan tidak
melanggar norma agama serta etika masyarakat, rasa keislamannya tetap ada.
Akan tetapi bila gincu dicampurkan pada segelas air maka warnanya berubah
tetapi tidak ada rasanya. Jadi berpakaian yang agamis tetapi nilai Islam itu
sendiri tidak ada dan hanya berubah luarnya saja sedangka dalam dirinya tidak
berubah sama sekali.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana keadaan gerakan mahasiswa islam masa lalu dan masa kini?
2. Bagaimana islam dalam pandangan HMI?
3. Bagaimana aktualisasi insan yang bernafaskan islam sebagai ruh
gerakan mahasiswa islam?

C. TUJUAN
1. Memahami bagaimana keadaan gerakan mahasiswa islam masa lalu
dan masa kini.
2. Memahami bagaimana islam dalam pandangan HMI.
3. Memahami bagaimana aktualisasi insan yang bernafaskan islam
sebagai ruh gerkan mahasiswa islam.
BAB II

PEMBAHASA

A. Keadaan Gerakan Mahasiswa Islam Masa Lalu dan Masa Kini


Membahas mengenai gerakan mahasiswa Islam saya membatasi hanya
pada HMI terlebih dahulu karena fokus saya ialah aktualisasi kembali
insan yang bernfaskan islam kepada para kader HMI yang sekarang.
Dikarenakan kualitas insan tersebut sudah tidak seperti dahulu lagi,
apakah karena tidak sesuai lagi dengan konteks perkembangan zaman
atau tidak perlu kiranya untuk dibahas. Karena menurut saya apabila
kualitas insan cita ini bisa kembali diaktualisasikan oleh HMI, maka
secara bertahap akan menjadi cerminan bagi gerakan mahasiswa Islam
lainnya. Dimana Insan yang bernafaskan Islam dijadikan roda penggerak
organisasi gerakan mahasiswa Islam. Jadi saya lebih menggambarkan
keadaan HMI masa lalu dan masa kini, apakah HMI dengan
bertambahnya usia akan semakin maju ataukah kemunduran yang
dialaminya.
Dalam hubungannya dengan keadaan Gerakan Mahasiswa Islam
masa lalu, dalam hal ini HMI aktif dan terus mengembangkan kegiatannya
dalam bidang pendidikan dan dakwah, seperti dalam latihan –latihan
kepemimpinan untuk pelajar dan mahasiswa (Kuntowijoyo, 2017:66).
Perlu diingat bahwa letak kekuatan HMI pada prinsipnya nampak
pada tiga wawasannya yaitu wawasan keislaman, keindonesiaan, dan
kemahasiswaan yang berorientasi pada keilmuan. Kehadiran dan
keberadaan HMI, selain berstatus sebagai organisasi mahasiswa, berfungsi
sebagai organisasi kader, juga berperan sebagai organisasi perjuangan
yang dengan kesungguhan berjuang untuk melakukan perubahan terhadap
segala tatanan yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan kontemporer,
sehingga tercipta suasana baru yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sampai tahun 1958, pelaksanaan perkaderan di HMI seperti sekarang ini
belum dijamah. Mengapa demikian? Alasannya sederhana, karena dalam
usia HMI 11 tahun, anggota HMI belum banyak (Agussalim Sitompul,
2008;117).
HMI yang masih eksis hingga saat ini atau HMI di masa kini tentu
saja dihadapkan pada permasalahan dan pengalaman yang lain, bahkan
sangat lain dengan HMI periode 1963-1966. Periode dekade 1960-an ini
digambarkan Solichin bahwa HMI berada dalam masa-masa penuh
tantangan menghadapi “penguasa orde lama yang dimotori oleh kaum
Komunis Indonesia” (M.Alfan Alfian, 2013:3).

B. Islam Dalam Pandangan HMI


Makna Islam seringkali didefinisikan sebagai agama Allah yang diperintah
kepada Nabi Muhammad untuk mengajarkan pokok-pokok dan peraturan-
Nya serta menugaskannya untuk menyampaikan agama tersebut kepada
seluruh manusia dan mengajak mereka untuk memeluknya. Dari definisi
ini Islam merupakan nama bagi sebuah agama yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW (Mahmu Syaltut dalam Azhari Akmal Tarigan, 2007:6).

1. Pemikiran Keislaman-Keindonesiaan HMI


Dalam HMI, keislaman-keindonesiaan telah terpadu secara utuh, sehingga
dalam mengekspresikan keislamannya HMI telah sekaligus menyatakan
keindonesiaannya. Dalam pandangan HMI, komitmen kepada
keindonesiaan merupakan kelanjutan dari sistem keimanannya. HMI
mengindonesia karena hendak mengejawantahkan nilai-nilai luhur yang
diserapnya dari ajaran-ajaran islam. Maka dalam mengislam, HMI
mengislam dalam wadah yang dikaruniakan Tuhan kepadanya, yaitu tanah
air Indonesia. Keislaman-keindonesiaan bagi HMI bukan masalah
alternatif satu sama lain, tetapi dua sisi dari sekeping mata uang.
Nurcholish Madjid dalam salah satu tulisannya mengatakan bahwa
selain keindonesiaan atau kebangsaan dan kemahasiswaan, kualifikasi
HMI sebagai gerakan pemuda adalah keislaman. Maka, selain harus tampil
sebagai pendukung nilai-nilai keindonesiaan dan kemahasiswaan, HMI
juga harus tampil sebagai pendukung nilai-nilai keislaman. Sekalipun
dukungan pada nilai-nilai keislaman itu tetap dalam format yang tidak
dapat dipisahkan dari keindonesiaan dan kemahasiswaan. Artinya,
pengahayatan
HMI pada nilai-nilai keislaman tentu tidak dapat lepas dari lingkungan
keindonesiaan. Dan juga tidak lepas dari nilai kemahasiswaan. Karena
keindonesiaannya itu HMI tampil sebagai organisasi Islam dalam format
dan citra yang sedikit banyak berbeda dari organisasi Islam dalam
kawasan lingkungan budaya besar Arab.
Lebih jauh tentang hubungan keislaman-keindonesiaan dalam
HMI, Ahmad Syafi’i Maarif mencatat bahwa proses Islamisasi itu haruslah
ditempuh dengan jalan damai melalui saluran konstitusi dan peraturan-
peraturan yang berlaku. HMI tampaknya cukup sadar akan hal ini. Hal ini
merupakan bagian dari persepsi keislaman HMI dalam sebuah negara yang
berdasarkan pancasila. HMI ini “membangun identitasnya dalam kerangka
Indonesia”. Jika cara ini yang kita tempuh dalam mencapai tujuan
benturan- benturan antara nilai-nilai keislaman dan nilai-nilai yang
dijumpainya dalam kultur atau subkultur Indonesia akan dapat
menjinakkan unsur-unsur yang kurang sehat, jika bukan destruktif, yang
mungkin terdapat dalam subkultur bangsa kita”(Solichin, 2010:155).
Bagi HMI, memisahkan Islam dan Indonesia justru akan membelah
visi, misi, komitmen, dan kepribadian HMI; Kelahiran HMI dan
perjuangannya bukan semata untuk kepentingan martabat umat Islam,
tetapi sekaligus bagi peningkatan derajat bangsa Indonesia. Corak
pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI adalah substantif, proaktif,
inklusif, integratif, ilmiah dan modern. Pemikiran keislaman-
keindonesiaan HMI merupakan ideologi HMI, menampilkan Islam yang
bercorak khas Indonesia. Pemikiran itu mampu melakukan perubahan,
sesuai dengan tuntutan kontemporer menuju masyarakat adil makmur yang
diridhai Allah SWT-masa depan Indonesia baru sebagaimana dicita-
citakan seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Amir Radjab Batubara (dalam Solichin, 2010:161), HMI
harus bisa membawa nilai-nilai Islam kepada seluruh umat manusia
sebagai rahmat bagi alam semesta. Tentang implementasinya, hal itu
sepenuhnya tergantung kepada HMI dan umat Islam sebagai khalifah di
muka bumi, dengan memanfaatkan teknologi dan metodologi yang tepat,
dan payung
iman yang kuat. Pendekatan yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai
Islam untuk bangsa yang majemuk adalah pendekatan kultural. Pemikiran
keislaman-keindonesiaan sebagai ideologi HMI, bukan lagi sebagai
simbol. Pemikiran HMI harus mampu menyuguhkan isi dan substansi
untuk dapat menyapa bangsa Indonesia yang pluralistik, sementara Islam
sendiri harus mempunyai nilai yang universal dan substansial. Berarti
pelaksanaan pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI menjadi satu nafas
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI tidak bisa dipisah, karena
sudah menjadi kesatuan. Dari perspektif sejarah, pemikiran HMI tersebut
dilaksanakan untuk memajukan pemikiran islam dan rakyat Indonesia
yang majemuk dengan umat Islam sebagai golongan mayoritas. Substansi
pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI, menurut Akbar Tandjung,
adalah membuat Islam menjadi inklusif, yang dapat berinteraksi dengan
masyarakat plural. Dengan demikian, Islam dapat diterima semua pihak di
republik ini sebagai rahmatan lil alamin.

2. Corak Pemikiran Keislaman-Keindonesiaan HMI


a. Substantif
Artinya, corak pemikiran HMI hanya membicarakan hal-hal yang
mendasar dan pokok, bukan masalah teknis. Pemikiran keislaman-
keindonesiaan HMI bertolak dari asumsi bahwa suatu pemikiran
yang bercorak substantif, cenderung akan diterima masyarakat.
Corak dan karakter pemikiran yang demikian akan menyentuh
kebutuhan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sebaliknya pemikiran yang bersifat teknis operasional akan mudah
menyulut reaksi dan pandangan yang berbeda-beda, bahkan
kemungkinan akan ditolak sebagian masyarakat. Pemikiran HMI
yang demikian merupakan sumbangan HMI kepada masyarakat
guna ikut meringankan berbagai masalah yang sedang dihadapi, di
samping mencoba memberikan jalan keluar secara substantif.
Masyarakat tetap memiliki kebebasan yang penuh untuk
mengelaborasi dan atau menterjemahkannya ke dalam bentuk
aktivitas konkret.

b. Proaktif
Corak pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI ini ditegaskan
oleh ketua umum PB HMI Taufik Hidayat pada peringatan Dies
Natalis ke-50 HMI. Ia menyatakan bahwa HMI dengan sifat
kritisnya yang bersifat konstruktif dan proaktif akan
menghindarkan diri dari, dan melawan, sikap-sikap apriori, reaktif,
dan destruktif. Corak pemikiran HMI adalah pemikiran yang
bersifat membangun. Pemikiran itu diberikan atas inisiatif HMI,
bukan karena diminta. Aktif mengambil prakarsa untuk
mengajukan pendapatnya untuk kemaslahatan masyarakat.
Pemikiran itu diajukan sebagai cermin dari fungsi kekaderan dan
peran HMI sebagai organisasi perjuangan.

c. Inklusif
Sesungguhnya corak pemikiran yang inklusif bukan menjadi milik
HMI saja. Inklusivisme HMI telah menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari sejarah perjuangan bangsa ini ketika HMI
bersama- sama dengan kekuatan-kekuatan dan atau komponen
bangsa lain menegakkan martabat bangsa. Dalam perjuangan itu,
HMI berhasil menempatkan diri sebagai aset bangsa yang ikut
berpartisipasi aktif serta mendorong demi suksesnya pembangunan
dalam rangka mengisi Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Inkusivitas itu pula yang membuat HMI menjadi bagian dari
totalitas kehidupan bangsa Indonesia. Artinya, corak pemikiran
keislaman- keindonesiaan yang dimajukan HMI didasarkan pada
kepentingan selurh bangsa Indonesia, tanpa membedakan agama,
suku, ras, daerah, dan golongan. Pemikiran tersebut juga sesuai
dengan Islam sebagai agama kemanusiaan, yang memandang
semua manusia sama. Bagi HMI, yang membedakan kedudukan
manusia hanyalah taqwanya kepada Allah SWT.
d. Integratif
Corak pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI tentu saja bersifat
integratif. HMI sebagai organisasi mahasiswa yang independen dan
berada di tengah-tengah masyarakat yang majemuk, memiliki
corak pemikiran yang integratif. Pemikiran keislaman-
keindonesiaan HMI menyatu dan terintegrasi dengan kondisi sosial
politik dan kultur masyarakat Indonesia yang majemuk. Sifat
integratif dalam pemikiran HMI membuatnya tidak terdapat
kesenjangan antara keislaman dan keindonesiaan. Pemikiran HMI
yang bercorak integratif relevan dengan keanekaragaman agama,
etnik, kultur dan sebagainya. Nilai yang diperjuangkan HMI adalah
meningkatkan harkat rakyat dalam mengisi kemerdekaan Republik
Indonesia. Memperjuangkan kemerdekaan, bagi HMI, misalnya
membebaskan nilai-nilai kemanusiaan. HMI hadir demi terjaganya
harkat dan martabat rakyat. Membebaskan rakyat dari segala beban
yang memberatkan hidup, merupakan perjuangan HMI dalam
rangka mengisi kemerdekaan.
Corak pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI yang
integratif antara lain terlihat dari lontaran pemikiran HMI yang
disampaikan pada peringatan Dies Natalis ke-21 HMI, tentang
Partai Nasional Indonesia (PNI). Menurut HMI, bahwa konstelasi
dan konsolidasi dalam tubuh PNI dapat dibenarkan, asalkan sesuai
dengan nilai-nilai pancasila. Nilai-nilai pancasila perlu ditekankan
di sini, untuk menjamin bahwa PNI dapat benar-benar bersih dari
unsur Marxisme-Leninisme dan Soekarnoisme. Manifestasinya,
pendekatan kepada prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa harus secara
nyata ditekankan. Kekuatan agama, khususnya Islam, dalam tubuh
PNI harus diutamakan. Keislaman berarti keindonesiaan, atau
dengan kata lain, keislaman harus sudah berhasil disesuaikan
dengan kondisi kultural bangsa Indonesia yang majemuk.
e. Modernis
Salah satu faktor yang menjadi latar belakang berdirinya HMI dan
berbagai pemikiran yang digulirkannya adalah adanya tuntutan ke
arah modernisasi di masa depan. Karena berdiri dalam setting
sosio- historis seperti itu, maka karakter pemikiran HMI dengan
sendirinya adalah modernis, yaitu suatu pemikiran yang ingin
merombak berbagai pemikiran usang yang tidak sesuai lagi untuk
dijadikan dasar bagi perkembangan waktu dan tempat.
Pembaharuan dalam arti modernisasi selalu merupakan kebutuhan
manusia yang tidak dapat dielakkan, karena sudah merupakan
bagian dari kehidupan manusia. Manusia hidup dalam zaman yang
terus bergerak menuju modern. Sebagai khalifah yang diserahi
tugas mengelola dunia, manusia harus bekerja sesuai dengan
kebutuhan modern. Ia harus mengarahkan orientasi berpikir ke
depan, menuju kemodernan yang antara lain, diwarnai kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran kesilaman-
keindonesiaan HMI, yang dalam setiap aspek pemikirannya,
mengandung nilai-nilai modern; seperti di bidang politik,
pendidikan, ekonomi, kebudayaan, pembinaan generasi muda, dan
kemahasiswaan.
Kecenderungan modernisme dalam pemikiran keislaman-
keindonesiaan HMI adalah pemikiran yang tidak terjebak dalam
kondisi kekinian, tetapi berorientasi ke masa depan. HMI yang
lahir di era modern sekaligus sebagai bukti bahwa HMI merupakan
salah satu mata rantai gerakan modernisasi atau pembaruan di
Indonesia. Pemikiran pembaruan HMI bertujuan membawa bangsa
Indonesia kepada satu kehidupan baru yang lebih baik dari
kehidupan sebelumnya, sehingga harkat dan martabatnya dapat
terangkat sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

f. Ilmiah
HMI berstatus sebagai organisasi mahasiswa dengan ciri kelimuan
yang kuat. Dengan demikian, HMI selalu mencari, menuntut,
kemudian menyebarkan kebenaran yang diperolehnya. Status itu
membawa konsekuensi bahwa pemikiran keislaman-keindonesiaan
yang ditawarkan HMI berlandaskan pada kaidah-kaidah ilmiah
yang dapat dipertanggungjawabkan, baik sebagai individual
maupun komunal. Kegiatan keilmuan sebagai bentuk prakarsa
intelektualitas dilakukan HMI untuk menemukan pemikiran-
pemikiran alternatif. HMI tidak hanya mementingkan citra
keilmuan, tetapi juga terpanggil untuk membuktikan dalam
realitas, kreatifitas, idealisme, dan iktikad baik. Manakala semua
sirna, maka hadirnya tirani intelektual tidak dapat dihindari.
Lahirnya pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI melalui
suatu proses ilmiah sebagaimana lazimnya suatu pemikiran yang
ada. Beberapa pertimbangan berikut ini dapat dijadikan jawaban
mengapa pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI masuk kategori
bercorak ilmiah: (1) Pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI lahir
dalam latar belakang ilmiah; (2) Memilikitujuan dan manfaatnya;
(3) Realistis; (4) Didukung oleh faktor pendukung dunia ilmiah; (5)
Ada implikasinya bagi masyarakat; (6) Berorientasi jangka panjang
dan ke depan, bukan kepentingan sesaat; (7) Dibicarakan secara
ilmiah dalam suatu forum khusus seperti Kongres, Konferensi
Cabang, Seminar, Simposium, dan Lokakarya; (8) Diputuskan
secara kolektif dalam musyawarah.

C. Kualitas Insan Cita HMI


Kualitas insan cita HMI adalah dunia cita yang terwujud oleh HMI di
dalam pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan
serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Kualitas tersebut
sebagaimana dalam pasal tujuan (pasal 4 AD HMI) adalah sebagai berikut:
1. Kualitas Insan Akademis
a) Berpendidikan Tinggi, berpengetahuan luas, berpikir rasional,
objektif dan kritis.
b) Memiliki kemampuan teoritis, mampu memformulasikan apa
yang diketahui dan dirasakannya. Dia selalu berlaku dan
menghadapi suasana sekelilingnya dengan penuh kesadaran.
c) Sanggup berdiri sendiri dengan lapangan ilmu pengetahuan
sesuai dengan ilmu pilihannya, baik secara teoritis, maupun
teknis dan sanggup bekerja secara ilmiah yaitu secara bertahap,
teratur, mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip-prinsip
perkembangan.

2. Kualitas Insan Pencipta: Insan Akademis, Pencipta


a) Sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih
dari sekedar ada dan bergairah besar untuk menciptakan
bentuk- bentuk baru yang lebih baik dan bersikap dengan
bertolak dari apa yang ada (ciptaan Allah). Berjiwa penuh
dengan gagasan- gagasan kemajuan, selalu mencari perbaikan
dan pembaharuan.
b) Bersikap independen dan terbuka, tidak isolatif, insan yang
menyadari dengan sikap demikian potensi, kreatifnya dapat
berkembang dan menentukan bentuk yang indah-indah.
c) Dengan ditopang kemampuan akademisnya dia mampu
melaksanakan kerja kemanusiaan yang disemangati ajaran
islam.

3. Kualitas Insan Pengabdi: Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi


a) Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak
atau untuk sesama umat manusia.
b) Sadar membawa tugas insan pengabdi, bukannya hanya
membuat dirinya baik tetapi juga membuat kondisi
sekelilingnya menjadi baik.
c) Insan Akademis, pencipta dan pengabdi adalah yang
bersungguh-sungguh mewujudkan cita-cita dan ikhlas
mengamalkan ilmunya untuk kepentingan sesamanya.
4. Kualitas Insan yang bernafaskan Islam: Insan Akademis, Pencipta
dan Pengabdi yang bernafaskan Islam
a) Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman pola pikir
dan pola lakunya tanpa memakai merk Islam. Islam akan
menjadi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan dengan
niali- nilai universal Islam. Dengan demikian Islam telah
menafasi dan menjiwai karyanya.
b) Ajaran Islam telah berhasil membentuk “unity personality”
dalam dirinya. Nafas islam telah membentuk pribadinya yang
utuh tercegah dari split personality tidak pernah ada dilema
pada dirinya sebagai warga negara dan dirinya sebagai muslim.
Kualitas insan ini telah mengintegrasikan masalah suksesnya
pembangunan nasional bangsa ke dalam suksesnya perjuangan
umat Islam Indonesia dan sebaliknya.

5. Kualitas Insan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat


adil makmur yang diridhoi oleh Allah SWT
a) Insan Akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan
Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil
makmur yang diridhoi Allah SWT.
b) Berwatak, sanggup memikul akibat-akibat yang dari
perbuatannya sadar bahwa menempuh jalan yang benar
diperlukan adanya keberanian moral.
c) Spontan dalam menghadapi tugas, responsif dalam menghadapi
persoalan-persoalan dan jauh dari sikap apatis.
d) Penuh rasa tanggung jawab, taqwa kepada Allah SWT, yang
menggugah untuk mengambil peran aktif dalam suatu bidang
dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi
Allah SWT.
e) Korektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dalam usaha
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
f) Percaya pada diri sendiri dan sadar akan kedudukannya sebagai
“khalifah fil ard”yang harus melaksanakan tugas-tugas
kemanusiaan.

Pada pokoknya insan cita HMI merupakan “man of future”insan pelopor


yaitu insan yang berfikiran luas dan berpandangan jauh, bersikap terbuka,
terampil atau ahli dalam bidangnya, dia sadar apa yang menjadi cita-
citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara
kooperatif bekerja sesuai dengan yang dicita-citakan. Ideal tipe dari hasil
perkaderan HMI adalah “man of inovator”(duta-duta pembaharuan).
Penyuara “idea of progress” insan yang berkepribadian imbang dan padu,
kritis, dinamis, adil dan jujur tidak takabur dan bertaqwa kepada Allah
SWT. Mereka itu manusia-manusia yang beriman berilmu dan mampu
beramal soleh dalam kualitas yang maksimal (insan kamil).

D. Aktualisasi Insan Yang Bernafaskan Islam Sebagai Ruh Gerakan


Mahasiswa Islam
Dalam totalitas kehidupan bangsa Indonesia, maka HMI adalah organisasi
yang menjadikan Islam sebagai sumber nilai. Pada hakekatnya HMI
bukanlah organisasi massa dalam pengertian fisik dan kualitatif,
sebaliknya HMI secara kualitatif merupakan lembaga pengabdian dan
pengembangan ide, bakat dan potensi yang mendidik, memimpin dan
membimbing anggota-anggotanya untuk mencapai tujuan dengan cara-
cara perjuangan yang benar dan efektif.
Dari lima kualitas insan cita HMI dengan 17 indikatornya sebagai
tafsiran dari tujuan HMI sebagai norma yang harus diterapkan oleh
anggota HMI pada dirinya masing-masing. 17 indikator itulah yang akan
menghasilkan HMI sebagai moral force atau kekuatan moral. Sebagai
organisasi mahasiswa, HMI bukan dibentuk sebagai organisasi politik, dan
karena itu tidak berorientasi pada politik. Perjuangan HMI adalah
perjuangan kebenaran, atau nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian
maka HMI tepat disebut sebagai kekuatan moral dan pantulan suara nurani
masyarakat. Akan tetapi sebagai organisasi yang telah mengalami
perkembangan sedemikian rupa, termasuk persentuhannya dengan
dinamika politik bangsa, maka setiap sikap dan perilaku HMI akan tetap
mempunyai nilai dan resonansi politis. HMI yang postur awalnya sebagai
moral force mau tidak mau juga dihitung sebagai political force. Kondisi
demikian menuntut HMI untuk mengaktualisasi potensinya itu, baik moral
force maupun political force. Tanpa aktualisasi keduanya, bukan hanya
akan mubazir, tetapi juga akan menyebabkan proses pembusukan secara
internal.
Dalam ruang lingkup gerakan mahasiswa Islam penekanan
Kualitas Insan yang bernafaskan Islam sangat diperlukan sebagaimana dua
indikatornya. Pertama, Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman
pola pikir dan pola lakunya tanpa memakai merk Islam. Islam akan
menjadi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan dengan nilai-nilai
universal Islam. Dengan demikian Islam telah menafasi dan menjiwai
karyanya. Kedua, ajaran Islam telah berhasil membentuk “unity
personality” dalam dirinya. Nafas Islam telah membentuk pribadinya yang
utuh tercegah dari split personality tidak pernah ada dilema pada dirinya
sebagai warga negara dan dirinya sebagai muslim. Kualitas insan ini telah
mengintegrasikan masalah suksesnya pembangunan nasional bangsa ke
dalam suksesnya perjuangan umat Islam Indonesia dan sebaliknya.
Ingin beribadah kepada Allah, menagamalkan Al-Qur’an, taat pada
perintah agama, menjadi orang yang beriman, ingin mendapat kasih
sayang Allah, menjadi orang yang bertaqwa, masuk surga, memperoleh
cinta-Nya, memperoleh kebahagiaan, dan serupa lainnya disebut tujuan –
tujuan yang memiliki nilai-nilai/spirit/ruh agama atau bernafaskan Islam
(Said Muniruddin, 2014:40).
Pernyataan tujuan “Insan” bila di analisa pilihan katanya adalah
“Insan”. Al-Qur’an menggunakan beberapa terminologi untuk manusia
yaitu basyar, insan, dan annas. Insan bermakna manusia dengan kualitas
intelektual dan spiritual. Sementara basyar adalah manusia dengan aspek
biologis. Sedangkan annas adalah insan yang telah mengambil peran
sosiologis. Pernyataan tujuan “Bernafaskan Islam” jika di analisa ialah
Islam (Al-Qur’an dan Sunnah) sebagai motivasi perkaderan dan
perjuangan.
Jadi Insan yang bernafaskan Islam dapat disimpulkan seorang manusia
dengan kualitas intelektual dan spiritual yang berpegang pada Al-Qur’an
dan Sunnah yang dijadikannya sebagai motivasi perkaderan dan
perjuangan. Maka apabila ia telah berhasil menjiwai dan memberi pola
pikir dan pola lakunya, maka Islam sebagai merk tidak akan dipakainya.
HMI berstatus sebagai organisasi mahasiswa. Maka maksimalisasi
nilai-nilai “akademis” (berpengetahuan luas, rasional, kritis dan objektif)
menjadi keniscayaan. Namun berpengetahuan luas saja tidak cukup. Harus
diikuti dengan kemampuan mentransformasi ilmu dalam berbagai “karya
cipta” dan “pengabdian”. Oleh sebab itu, (1) insan akademis, (2) pencipta,
(3) pengabdi, menjadi tiga karakter dasar profil kader. Tiga hal ini yang
disebut sebagai “dasar bangunan tujuan HMI”. Karena organisasi ini
berasaskan Islam, maka ketiga karakter dasar akademis-pencipta-pengabdi
harus terbingkai dengan nilai-nilai keislaman yang bersumber dari Al-
Qur’an dan Sunnah. Pada tahap ini, manusia yang lahir adalah orang-orang
yang cerdas, penuh kreativitas, dan berdedikasi pada pengabdian serta
hanief atau cenderung kepada kebenaran. Tujuan himpunan tidak boleh
terhenti pada sekadar berhasil memproyeksikan kelahiran insan ilahiyah
yang berpengathuan luas, penuh daya cipta dan pengabdian. Ada tujuan
akhir-puncak bangunan tujuan-yang yang diharapkan tercapai dari
pembinaan anggota. Yaitu, setiap kader dan alumni memikul
tanggungjawab jangka panjang, berjihad menciptakan masyarakat adil
makmur. Sedangkan ujung dari semua proses perkaderan dan perjuangan
ini adalah untuk memperoleh ridha Allah SWT.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dengan aktualisasi Insan yang Bernafaskan Islam diharapkan nantinya
akan menjadi ruh bagi gerakan mahasiswa Islam. Ada istilah Islam gincu
dan Islam garam, bila garam kita masukkan ke dalam segelas air, maka
warnanya tidak berubah, tetapi ada rasanya. Inilah yang dimaksudkan agar
mahasiswa mengimplementasikannya, maksudnya walaupun dia tidak
berpakian agamis namun tidak juga membuka aurat dan tidak melanggar
norma agama dan etika masyarakat, namun rasa keislamannya tetap ada..
Akan tetapi bila gincu kita campurkan pada segelas air, maka warnanya
berubah tetapi tidak ada rasanya, jadi dia berpakaian yang agamis
misalnya, tetapi nilai Islam itu sendiri tidak ada, hanya berubah luarnya
saja, dalam dirinya tidak.
Insan yang bernafaskan Islam dapat disimpulkan seorang manusia
dengan kualitas intelektual dan spiritual yang berpegang pada Al-Qur’an
dan Sunnah yang dijadikannya sebagai motivasi perkaderan dan
perjuangan. Lebih jauh apabila ia telah berhasil menjiwai dan memberi
pola pikir dan pola lakunya, maka Islam sebagai merk tidak akan
dipakainya.

B. SARAN
Dalam hal Islam Simbolik, maka penekanan aktualisasi Insan yang
bernafaskan Islam sangat disarankan, nilai-nilai ataupun indikator yang
terkandung di dalamnya sedikit banyak menjawab masalah tersebut. Di
lain sisi, makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, maka saran-saran
yang bersifat konstruktif akan sangat diperlukan dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Solichin, 2010. HMI Candradimuka Mahasiswa. Jakarta: Sinergi Persadatama


Foundation.

, (Penyunting), Pergolakan pemikiran islam: Catatan Harian Ahmad Wahib.


Jakarta: Pustaka LP3ES.

Tarigan, A.A. 2007. Islam Mazhab HMI. Jakarta: Kultura (GP press Group)

Kuntowijoyo, 2017.Paradigma Islam. Yogyakarta: Tiara Wacana

Sitompul, A. 2008. 44 Indikator Kemunduran HMI. Jakarta: CV Misaka Galiza

Muniruddin, S. 2014. Bintang Arasy. Aceh Besar: www.saidmuniruddin.com “The


Zawiyah for spiritual leadership” MW-KAHMI ACEH

Alfian, M.A.2013. HMI 1963-1966. Jakarta: Penerbit Buku KOMPAS


BIODATA PENULIS

Nama : Eska Wahyu Novanda Perdana

TTL : Gumawang, 7 November 1997

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Perguruan Tinggi : STPMD “APMD” Yogyakarta

Alamat : Jl.Timoho Gg.Gading 7b, ngentak sapen,


papringan, caturtunggal, depok, sleman, Yogyakarta

Asal Cabang : Yogyakarta

Komisariat : Fakultas Sains dan Teknologi

No.HP : 0812-7377-9115

Email : eskanovanda97@gmail.com

Jenjang Pendidikan:

SD NEGERI 3 SIMPANG 2009


SMP NEGERI 1 SIMPANG 2012
SMA NEGERI 1 SIMPANG 2015
Pengalaman Organisasi:

HMI UIN SUNAN KALIJAGA 2015


YOGYAKARTA
UKMI STPMD “APMD” 2015
YOGYAKARTA

Anda mungkin juga menyukai