Disusun Oleh:
CABANG YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
anugerah, rahmat, karunia dan taufik serta hidayah-Nya makalah ini dapat penulis
selesaikan dengan judul “Kualitas Insan Cita: Aktualisasi Insan yang Bernafaskan
Islam Sebagai Ruh Gerakan Mahasiswa”. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa agama Islam yang sempurna
dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta, yang telah
membawa kita dari yang sebelumnya zaman kegelapan menuju kepada zaman
yang terang benderang, dari zaman kebodohan menuju zaman yang tercerahkan.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Latihan
Kader II Tingkat Nasional Cabang Ponorogo. Makalah ini berisikan tentang
aktualisasi insan yang bernafaskan islam dimana diharapakan bahwa nantinya
gerakan mahasiswa islam akan mempunyai semangat membangun roda organisasi
yang bernafaskan islam.
Tentunya makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Maka penulis mengaharapkan kritik yang berbobot dan saran yang
membangun. Pada akhirnya, tak lupa penulis haturkan berupa ucapan terima kasih
kepada Senior HMI maupun kader HMI lainnya yang telah membantu dan
mendukung serta memberikan ide, pemikiran serta waktu demi penyelesaian
makalah ini.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN....................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG....................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................5
C. TUJUAN.........................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
BAB III...................................................................................................................19
PENUTUP..............................................................................................................19
A. KESIMPULAN..........................................................................................19
B. SARAN......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................20
BIODATA PENULIS.........................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN
Ada istilah Islam gincu dan Islam garam. Apabila garam dimasukkan ke
dalam segelas air maka warnanya tidak berubah tetapi ada rasanya. Inilah
yang dimaksudkan agar mahasiswa mengimplementasikannya. Maksudnya
walaupun tidak berpakian agamis namun tidak juga membuka aurat dan tidak
melanggar norma agama serta etika masyarakat, rasa keislamannya tetap ada.
Akan tetapi bila gincu dicampurkan pada segelas air maka warnanya berubah
tetapi tidak ada rasanya. Jadi berpakaian yang agamis tetapi nilai Islam itu
sendiri tidak ada dan hanya berubah luarnya saja sedangka dalam dirinya tidak
berubah sama sekali.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana keadaan gerakan mahasiswa islam masa lalu dan masa kini?
2. Bagaimana islam dalam pandangan HMI?
3. Bagaimana aktualisasi insan yang bernafaskan islam sebagai ruh
gerakan mahasiswa islam?
C. TUJUAN
1. Memahami bagaimana keadaan gerakan mahasiswa islam masa lalu
dan masa kini.
2. Memahami bagaimana islam dalam pandangan HMI.
3. Memahami bagaimana aktualisasi insan yang bernafaskan islam
sebagai ruh gerkan mahasiswa islam.
BAB II
PEMBAHASA
b. Proaktif
Corak pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI ini ditegaskan
oleh ketua umum PB HMI Taufik Hidayat pada peringatan Dies
Natalis ke-50 HMI. Ia menyatakan bahwa HMI dengan sifat
kritisnya yang bersifat konstruktif dan proaktif akan
menghindarkan diri dari, dan melawan, sikap-sikap apriori, reaktif,
dan destruktif. Corak pemikiran HMI adalah pemikiran yang
bersifat membangun. Pemikiran itu diberikan atas inisiatif HMI,
bukan karena diminta. Aktif mengambil prakarsa untuk
mengajukan pendapatnya untuk kemaslahatan masyarakat.
Pemikiran itu diajukan sebagai cermin dari fungsi kekaderan dan
peran HMI sebagai organisasi perjuangan.
c. Inklusif
Sesungguhnya corak pemikiran yang inklusif bukan menjadi milik
HMI saja. Inklusivisme HMI telah menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari sejarah perjuangan bangsa ini ketika HMI
bersama- sama dengan kekuatan-kekuatan dan atau komponen
bangsa lain menegakkan martabat bangsa. Dalam perjuangan itu,
HMI berhasil menempatkan diri sebagai aset bangsa yang ikut
berpartisipasi aktif serta mendorong demi suksesnya pembangunan
dalam rangka mengisi Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Inkusivitas itu pula yang membuat HMI menjadi bagian dari
totalitas kehidupan bangsa Indonesia. Artinya, corak pemikiran
keislaman- keindonesiaan yang dimajukan HMI didasarkan pada
kepentingan selurh bangsa Indonesia, tanpa membedakan agama,
suku, ras, daerah, dan golongan. Pemikiran tersebut juga sesuai
dengan Islam sebagai agama kemanusiaan, yang memandang
semua manusia sama. Bagi HMI, yang membedakan kedudukan
manusia hanyalah taqwanya kepada Allah SWT.
d. Integratif
Corak pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI tentu saja bersifat
integratif. HMI sebagai organisasi mahasiswa yang independen dan
berada di tengah-tengah masyarakat yang majemuk, memiliki
corak pemikiran yang integratif. Pemikiran keislaman-
keindonesiaan HMI menyatu dan terintegrasi dengan kondisi sosial
politik dan kultur masyarakat Indonesia yang majemuk. Sifat
integratif dalam pemikiran HMI membuatnya tidak terdapat
kesenjangan antara keislaman dan keindonesiaan. Pemikiran HMI
yang bercorak integratif relevan dengan keanekaragaman agama,
etnik, kultur dan sebagainya. Nilai yang diperjuangkan HMI adalah
meningkatkan harkat rakyat dalam mengisi kemerdekaan Republik
Indonesia. Memperjuangkan kemerdekaan, bagi HMI, misalnya
membebaskan nilai-nilai kemanusiaan. HMI hadir demi terjaganya
harkat dan martabat rakyat. Membebaskan rakyat dari segala beban
yang memberatkan hidup, merupakan perjuangan HMI dalam
rangka mengisi kemerdekaan.
Corak pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI yang
integratif antara lain terlihat dari lontaran pemikiran HMI yang
disampaikan pada peringatan Dies Natalis ke-21 HMI, tentang
Partai Nasional Indonesia (PNI). Menurut HMI, bahwa konstelasi
dan konsolidasi dalam tubuh PNI dapat dibenarkan, asalkan sesuai
dengan nilai-nilai pancasila. Nilai-nilai pancasila perlu ditekankan
di sini, untuk menjamin bahwa PNI dapat benar-benar bersih dari
unsur Marxisme-Leninisme dan Soekarnoisme. Manifestasinya,
pendekatan kepada prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa harus secara
nyata ditekankan. Kekuatan agama, khususnya Islam, dalam tubuh
PNI harus diutamakan. Keislaman berarti keindonesiaan, atau
dengan kata lain, keislaman harus sudah berhasil disesuaikan
dengan kondisi kultural bangsa Indonesia yang majemuk.
e. Modernis
Salah satu faktor yang menjadi latar belakang berdirinya HMI dan
berbagai pemikiran yang digulirkannya adalah adanya tuntutan ke
arah modernisasi di masa depan. Karena berdiri dalam setting
sosio- historis seperti itu, maka karakter pemikiran HMI dengan
sendirinya adalah modernis, yaitu suatu pemikiran yang ingin
merombak berbagai pemikiran usang yang tidak sesuai lagi untuk
dijadikan dasar bagi perkembangan waktu dan tempat.
Pembaharuan dalam arti modernisasi selalu merupakan kebutuhan
manusia yang tidak dapat dielakkan, karena sudah merupakan
bagian dari kehidupan manusia. Manusia hidup dalam zaman yang
terus bergerak menuju modern. Sebagai khalifah yang diserahi
tugas mengelola dunia, manusia harus bekerja sesuai dengan
kebutuhan modern. Ia harus mengarahkan orientasi berpikir ke
depan, menuju kemodernan yang antara lain, diwarnai kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran kesilaman-
keindonesiaan HMI, yang dalam setiap aspek pemikirannya,
mengandung nilai-nilai modern; seperti di bidang politik,
pendidikan, ekonomi, kebudayaan, pembinaan generasi muda, dan
kemahasiswaan.
Kecenderungan modernisme dalam pemikiran keislaman-
keindonesiaan HMI adalah pemikiran yang tidak terjebak dalam
kondisi kekinian, tetapi berorientasi ke masa depan. HMI yang
lahir di era modern sekaligus sebagai bukti bahwa HMI merupakan
salah satu mata rantai gerakan modernisasi atau pembaruan di
Indonesia. Pemikiran pembaruan HMI bertujuan membawa bangsa
Indonesia kepada satu kehidupan baru yang lebih baik dari
kehidupan sebelumnya, sehingga harkat dan martabatnya dapat
terangkat sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
f. Ilmiah
HMI berstatus sebagai organisasi mahasiswa dengan ciri kelimuan
yang kuat. Dengan demikian, HMI selalu mencari, menuntut,
kemudian menyebarkan kebenaran yang diperolehnya. Status itu
membawa konsekuensi bahwa pemikiran keislaman-keindonesiaan
yang ditawarkan HMI berlandaskan pada kaidah-kaidah ilmiah
yang dapat dipertanggungjawabkan, baik sebagai individual
maupun komunal. Kegiatan keilmuan sebagai bentuk prakarsa
intelektualitas dilakukan HMI untuk menemukan pemikiran-
pemikiran alternatif. HMI tidak hanya mementingkan citra
keilmuan, tetapi juga terpanggil untuk membuktikan dalam
realitas, kreatifitas, idealisme, dan iktikad baik. Manakala semua
sirna, maka hadirnya tirani intelektual tidak dapat dihindari.
Lahirnya pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI melalui
suatu proses ilmiah sebagaimana lazimnya suatu pemikiran yang
ada. Beberapa pertimbangan berikut ini dapat dijadikan jawaban
mengapa pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI masuk kategori
bercorak ilmiah: (1) Pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI lahir
dalam latar belakang ilmiah; (2) Memilikitujuan dan manfaatnya;
(3) Realistis; (4) Didukung oleh faktor pendukung dunia ilmiah; (5)
Ada implikasinya bagi masyarakat; (6) Berorientasi jangka panjang
dan ke depan, bukan kepentingan sesaat; (7) Dibicarakan secara
ilmiah dalam suatu forum khusus seperti Kongres, Konferensi
Cabang, Seminar, Simposium, dan Lokakarya; (8) Diputuskan
secara kolektif dalam musyawarah.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dengan aktualisasi Insan yang Bernafaskan Islam diharapkan nantinya
akan menjadi ruh bagi gerakan mahasiswa Islam. Ada istilah Islam gincu
dan Islam garam, bila garam kita masukkan ke dalam segelas air, maka
warnanya tidak berubah, tetapi ada rasanya. Inilah yang dimaksudkan agar
mahasiswa mengimplementasikannya, maksudnya walaupun dia tidak
berpakian agamis namun tidak juga membuka aurat dan tidak melanggar
norma agama dan etika masyarakat, namun rasa keislamannya tetap ada..
Akan tetapi bila gincu kita campurkan pada segelas air, maka warnanya
berubah tetapi tidak ada rasanya, jadi dia berpakaian yang agamis
misalnya, tetapi nilai Islam itu sendiri tidak ada, hanya berubah luarnya
saja, dalam dirinya tidak.
Insan yang bernafaskan Islam dapat disimpulkan seorang manusia
dengan kualitas intelektual dan spiritual yang berpegang pada Al-Qur’an
dan Sunnah yang dijadikannya sebagai motivasi perkaderan dan
perjuangan. Lebih jauh apabila ia telah berhasil menjiwai dan memberi
pola pikir dan pola lakunya, maka Islam sebagai merk tidak akan
dipakainya.
B. SARAN
Dalam hal Islam Simbolik, maka penekanan aktualisasi Insan yang
bernafaskan Islam sangat disarankan, nilai-nilai ataupun indikator yang
terkandung di dalamnya sedikit banyak menjawab masalah tersebut. Di
lain sisi, makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, maka saran-saran
yang bersifat konstruktif akan sangat diperlukan dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, A.A. 2007. Islam Mazhab HMI. Jakarta: Kultura (GP press Group)
No.HP : 0812-7377-9115
Email : eskanovanda97@gmail.com
Jenjang Pendidikan: