Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

2.3 STANDAR AKUNTANSI INTERNASIONAL

International Public Sector Accounting Standards IPSAS adalah standar akuntansi

bagi organisasi sektor publik yang berlaku secara internasional dan dapat di jadikan acuan

oleh negara-negara diseluruh dunia untuk mengembangkan standar akuntansi khusus sektor

publik di negaranya.

IPSAS bertujuan :

a. Meningkatkan kualitas dari tujuan utama dalam melaporkan keuangan sektor

publik,

b. Menginformasikan secara lebih jelas pembagian alokasi sumber daya yang

dilakukan oleh entitas sektor publik,

c. Meningkatkan transparasi dan akuntabilitas entitas sektor publik.

Cakupan yang diatur dalam IPSAS meliputi seluruh organisasi sektor publik,

termasuk lembagan pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah regional (provinsi),

pemerintah daerah (kabupaten/kota), maupun komponenkomponen kerjanya (dinas-dinas).

2.3.1 Basis Akuntansi Keuangan dan Anggaran

Basis akuntansi yang digunakan dalam seluruh standar yang dikeluarkan oleh

IPSAS adalah basis akrual. Misalnya dapat dilihat definisi basis akrual tetapi definisi basis

kas tidak dicantumkan. Kemudian dalam ruang lingkup (scope) IPSAS 1 baik yang lama

maupun yang diuraikan dalam revisi, IPSAS diterapkan untuk penyajian laporan keuangan

berbasis akrual. Penyajian laporan keuangan sektor publik harus terkait dengan

anggarannya. Penyajian laporan keuangan di sektor publik menuntut penyajian anggaran.


Hal ini sesuai dengan ciri khas publik sektor sebagai organisasi yang tidak mencari laba.

Anggaran meliputi pendapatan dan belanja.

2.3.2 Adopsi IPSAS vs Adaptasi IPSAS .

Praktek-praktek akuntansi sektor publik di dunia internasional yaitu dengan

dikeluarkannya Standar Akuntansi Internasional di Sektor Publik yang dikenal dengan

IPSAS (International Public Sector Accounting Standards) oleh IFAC (International

Financial Accounting Committee) membawa pengaruh yang cukup berarti di dalam diskusi

penyusunan standar akuntansii pemerintahan di Indonesia.

Ada berbagai pihak yang mengatakan bahwa sebaiknya standar akuntansi

pemerintahan baik yang diberlakukan untuk pemerintah pusat maupun daerah

menggunakan standar international atau IPSAS, tetapi banyak pihak yang mengatakan tidak

harus mengadopsi seluruh standar internasional, tetapi harus melihat kesesuaiannya dengan

kondisi di Indonesia (termasuk ketentuan perundang-undangan yang ada) atau dengan kata

lain melakukan penyesuaian dengan IPSAS.

Bahkan ada beberapa daerah, dalam pengantar laporan keuangannya yang

difasilitasi oleh konsultan, menyebutkan bahwa standar akuntansi yang berlaku dalam

penyusunan laporan keuangan daerah adalah IPSAS. Bagaimana mungkin IPSAS ini

diberlakukan secara penuh sementara anggaran masih menggunakan basis kas Pernyataan

tersebut tentunya sangat menyesatkan, dan cenderung bahwa penerapan standar akuntansi

pemerintahan sebaiknya menggunakan pendekatan adaptasi IPSAS (penyesuaian) dengan

tetap memperhatikan koridor hukum/konstitusi yang berlaku di negara.

Dengan pendekatan adaptasi IPSAS, kita hanya mengambil praktek-praktek

internasional yang applicable di Indonesia. Hal ini disebabkan sektor pemerintahan


memang memiliki keunikan tersendiri, berbeda dengan sektor komersial, kepentingan

politik yang dituangkan dalam suatu regulasi tentunya juga akan sangat mempengaruhi

sistem dan standar akuntansi yang akan dikembangkan oleh suatu Negara.

Masing-masing pendekatan tersebut yaitu adopsi dan adaptasi masing - masing

memiliki kelemahan dan keuntungan, sebagai berikut :

a. Kelemahan-kelemahan :
Adopsi IPSAS Adaptasi IPSAS
- Tingkat pemahaman user baik di tingkat - Informasi mengenai kinerja keuangan
eksekutif daerah maupun legislatif daerah pemerintah (dalam hal ini daerah) tidak
terhadap konsep akrual masih rendah dan dilaporkan full cost, hanya menyajikan
diperlukan waktu laporan realisasi pendapatan dan belanja
(cash basis)

- Harus dibuat laporan tersendiri untuk - Pengelompokkan belanja harus


laporan realisasi APBD sehingga diperlukan diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi
2 set perkiraan standar (untuk perkiraan GFS (Government Finance Statistics)
realisasi dan akrual)

- Lebih rumit, diperlukan SDM yang ahli dan


trampil

- Pengelompokkan biaya harus


diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi
GFS (Government Finance Statistics)

b. Keuntungan-keuntungan
Adopsi IPSAS Adaptasi IPSAS
- Memberikan informasi pendapatan dan - Memenuhi kebutuhan pelaporan
belanja berdasarkan hak dan kewajiban (lebih APBN/APBD sesuai regulasi (cash basis)
mencerminkan kinerja)

- Neraca memberikan informasi nilai aset yang - Lebih sederhana sehingga dapat segera
mendekati harga sebenarnya (pasar) dilaksanakan dengan hanya melatih SDM
yang ada (pelatihan tidak sekompleks bila
- Penyusunannya lebih cepat tinggal menggunakan akrual sesuai IPSAS).
menterjemahkan IPSAS saja
2.3.3 Standar Akutansi Internasional yang Belum Diadopsi
Dengan pendekatan adaptasi IPSAS ini, perumusan standar oleh Komite tidak saja

memperhatikan prinsip-prinsip akuntansi sebagaimana yang dikehendaki oleh peraturan

perundangan-undangan yang berlaku (stakeholder dalam negeri), tetapi juga

memperhatikan standar yang berlaku secara internasional seperti Government Finance

Statistics (GFS) dan IPSAS (International Public Sector Accounting Standards).

Adapun standar akuntansi internasional di sektor publik, yang saat ini belum dapat

diterapkan di sektor pemerintahan di Indonesia baik di pusat maupun daerah, antara lain :

a. Pengakuan pendapatan dan belanja atas dasar akrual.

Hal ini mengingat ketentuan perundang-undangan yang belum memungkinkan.

Penerapan akrual ini akan dilakukan secara bertahap. Penggunaan cash basis untuk

anggaran atau laporan realisasi anggaran masih digunakan, dan baru setelah itu

menggunakan akrual dengan catatan bila peraturan perundangan-undangan berubah.

b. Penilaian aset didasarkan pada nilai pasar (market value)

Tujuan laporan keuangan pemerintah adalah dalam rangka accountability kepada

publik, bukan untuk tujuan decision usefullness seperti halnya di dunia komersial

sehingga penilaian aset tetap harus didasarkan pada prinsip dasar penilaian aset

yaitu historical cost. Demikian juga masalah depresiasi aset tetap, pembentukan

depresiasi bukan dimaksudkan untuk pemupukan dana dalam rangka penggantian

aset, hal ini merupakan pemahaman dalam financial management, bukan pengertian

akuntansi. Depresiasi tidak perlu dilakukan, karena tujuan pelaporan pemerintahan

bukanlah untuk pengambilan keputusan. Dalam komersial, informasi depresiasi

memang diperlukan dalam rangka untuk pengambilan keputusan.


Pertimbangan lain, penilaian aset dengan harga pasar oleh independen appraisal

bagi pemerintah daerah juga masih belum diperlukan, karena :

• belum jelas manfaat ekonomisnya sementara dana yang diperlukan untuk

menggunakan independen appraisal cukup besar (tidak semua daerah mempunyai

kemampuan keuangan yang sama)

• aset yang dimiliki oleh pemerintah daerah tidak dimaksudkan untuk diperjual

belikan, sehingga tidak perlu dinilai dengan harga pasar.

c. Memasukan natural resources (sumber daya alam) dalam neraca.

Sumber-sumber daya alam yang dimiliki oleh pemerintah daerah juga belum dapat

disajikan di dalam neraca, karena adanya unsur ketidakpastian mengenai nilai dan

manfaat ekonomis dari aset sumber daya alam tersebut. Di samping itu, berdasarkan

konstitusi/UUD 1945, sumber daya alam yang ada di bumi Indonesia ini adalah

dikuasai dan dimiliki oleh negara, bukan daerah.

Oleh karena itu, kuranglah bijak apabila kita mengapdopsi seluruh praktek atau

standar internasional, karena kondisi-kondisi tersebut di atas.. Waktulah yang akan

membawa kita untuk dapat mengakomodir praktek-praktek internasional secara utuh di

dalam Standar Akuntansi Pemerintahan. Secara bertahap, Standar Akuntansi Pemerintahan

yang diperlukan dalam rangka pembaharuan manajemen keuangan daerah ini akan

mengarah kepada praktek yang lebih ideal, seperti akrual basis apabila di masa mendatang

ketentuan perundang-undangan dan kondisi memang mendukungnya.


2.4 PERKEMBANGAN STANDAR DAN REGULASI TERKAIT

2.4.1 Arah Reformasi Keuangan Negara

Sebelum mengupas lebih jauh mengenai perkembangan akuntansi pemerintahan

yang dilihat beberapa fase, kita terlebih dahulu harus mengetahui arah dari reformasi

keuangan negara baik ditingkat pusat maupun daerah.

a) Perubahan sistem akuntansi: dari single entry menjadi double entry

Pada mulanya pencatatan akuntansi disektor pemerintahan dengan menggunakan

sistem pencatatan single entry. Tetapi sistem single entry dirasakan memiliki

banyak kekurangan, sehingga sistem pencatatan beralih ke sistem double entry.

Dalam sistem double entry, setiap transaksi keuangan akan dicatat sebanyak dua

kali, yaitu dicatat dalam sisi debet dan sisi kredit. Sistem ini juga dikenal dengan

sistem pembukuan berpasangan.

b) Perubahan basis pencatatan akuntansi dari basis kas menjadi basis akrual.

Basis pencatatan dalam akuntansi pemerintahan pada awalnya menggunakan basis

kas. Kemudian basis kas ini dirubah menjadi basis akrual. Dalam mengantisipasi

perubahan basis kas menjadi basis akrual ini, digunakanlah basis kas menuju

akrual (cash basis toward accrual). Secara sederhana, akuntansi berbasis kas

mengakui dan mencatat transaksi pada saat terjadinya penerimaan dan pengeluaran

kas, dan tidak mencatat aset dan kewajiban. Sebaliknya akuntansi berbasisakrual

mengakui dan mencatat transaksi pada saat terjadinya transaksi (baik kas maupun

non-kas) dan mencatat aset dan kewajiban. Sedangkan akuntansi berbasis kas

menuju akrual (cash basis toward accrual) adalah menggunakan basis kas untuk

pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi


Anggaran (LRA) dan basis akrual untuk pengakuan asset, kewajiban dan ekuitas

dalam neraca (Simanjuntak, 2012). Basis kas menuju akrual ini sebuah jalan

tengah dalam mengantisipasi perubahan sistem pencatatan akuntansi. Dengan

menggunakan basis tersebut diharapkan dapat mempermudah pencatatan akuntansi

pada saat periode transisi menuju basis akrual penuh. Dan secara teknis pencatatan

basis ini akan dipermudah dengan menggunakan jurnal korolari.

2.4.2 Fase - Fase Penting Perkembangan Akuntansi Pemerintahan

Perkembangan Akuntansi Pemerintahan di Indonesia terjadi sudah beberapa dekade,

dimulai dari era orde baru hingga orde reformasi. Menurut Mahmudi (2011), ada beberapa

fase penting perkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia yaitu:

a. Tahun 1975

Pada tahun ini belum ada sistem akuntansi, yang ada baru sebatas sistem

administrasi atau dikenal dengan istilah tata usaha keuangan daerah. Pelaksanaan

pengelolaan keuangan pemerintahan khususnya pemerintah daerah mendasarkan

pada:

1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di

Daerah

2) Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1975 tentang Pengurusan ,

Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah.

3) Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1975 tentang Penyusunan APBD,

Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan APBD.


b. Tahun 1979-1980

Sistem administrasi pemerintahan masih dilakukan secara manual, belum dikenal

sistem komputerisasi yang terintegrasi. Pada tahun ini belum memiliki Standar

Akuntansi Pemerintah. Satu-satunya laporan pertanggungjawaban keuangan

pemerintah kepada DPR berupa Perhitungan Anggaran Negara (PAN) yang

disajikan berdasarkan sumbangan perhitungan anggaran dari Departemen/Lembaga

yang disusun secara manual dan single entry. Penyampaian laporan PAN oleh

pemerintah kepada DPR dilaksanakan dalam waktu 2-3 tahun. Pada tahun itu juga

departemen keuangan mulai membuat rencana studi modernisasi sistem akuntansi

pemerintah. Sementara departemen Dalam Negeri mengeluarkan Keputusan

Menteri Dalam Negeri No. 900-099 Tahun 1980 tentang Manual Administrasi

Keuangan Daerah (MAKUDA), yang menjadi pedoman pencatatan keuangan

daerah yang pada dasarnya sebatas tata buku bukan merupakan suatu sistem

akuntansi.

c. Tahun 1986

Dibuat desain pengembangan Sistem Akuntansi Pusat dan Sistem Akuntansi

Instansi dengan mengusulkan disusunnya bagan akun standar dan standar akuntansi

pemerintahan serta pembentukan unit eselon I di lingkungan Departemen Keuangan

yang memegang fungsi akuntansi dan pelaporan. Sistem yang disetujui Departemen

Keuangan pada saat itu adalah menyusun alokasi anggaran, proses penerimaan dan

pengeluaran melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN),

pembuktian bukti jurnal dan daftar transaksi sebagai dasar pembukuan dalam buku

besar secara manual.


d. Tahun 1987-1988

Mulai dilakukan simulasi sistem manual pada Departemen Pekerjaan Umum, Sosial,

Perdagangan pada wilayah Jakarta, Medan, dan Surabaya. Pada saat bersamaan,

timbul pemikiran penggunaan komputer untuk proses akuntansi dan pada tahun

1989 usulan pengembangan sistem akuntansi pemerintah berbasis komputer

disetujui Departemen Keuangan dan Bank Dunia dalam bentuk Proyek

Pengembangan Sistem Akuntansi Pemerintah tahap I, tetapi sistem fungsional

masih berdasar pada desain manual sebelumnya, belum sampai proses yang

menyeluruh yang dapat menghasilkan laporan keuangan.

e. Tahun 1992

Dibentuk Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN) yang mempunyai fungsi

sebagai Central Accounting Office, yang bukan sekadar “membukukan” namun

memerlukan adanya standar akuntansi pemerintahan dan selanjutnya melaksanakan

implementasi sistem yang telah dirancang.

f. Tahun 2001-2002

Pada 1 Januari 2001 otonomi daerah dan desentralisasi fiskal serentak dilaksanakan

di Indonesia sehingga terdapat perubahan format anggaran dan pelaporannya.

Dengan dikeluarkannya Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 yang mulai mengenalkan

penggunaan akuntansi basis kas modifikasian (modified cash basis) serta

pembukuan berpasangan (double entry bookkeeping) untuk pencatatan keuangan

pemerintah daerah.
g. Tahun 2003-2004

Reformasi akuntansi sektor publik dimulai dengan diterbitkannya 3 Undang-undang

Keuangan Negara, yaitu :

1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

3) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggung Jawab Keuangan Negara

h. Tahun 2005

Pada tahun ini Komite Standar Akuntansi Pemerintahan - KSAP (Standard Setter

Body) dibentuk dengan Keppres No. 84 tahun 2004 , diubah dengan Keppres No. 2

Tahun 2005, Keppres No. 3 Tahun 2009. Standar Akuntansi Pemerintahan untuk

pertama kali dimiliki dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 2005. PP No. 24 Tahun 2005 menggunakan pendekatan cash towards accrual

(CTA) dalam sistem pencatatan akuntansinya. Sehingga mulai tahun 2005, Laporan

Keuangan Pemerintah Pusat dan daerah disusun berdasarkan Standar Akuntansi

Pemerintahan.

i. Tahun 2010

Dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan menggantikan PP No. 24 Tahun 2005. Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010

pemerintah pusat dan daerah harus menerapkan akuntansi akrual penuh (full accrual

accounting) tidak lagi cash towards accrual selambat-lambatnya tahun 2015.


2.4.3 Perbandingan Pelaporan Keuangan yang Dihasilkan

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 berisi Standar Akuntansi Pemerintahan

(SAP) berbasis kas menuju akrual (cash towards accrual). Dalam SAP ini, pengakuan

terhadap pendapatan, belanja dan pembiayaan berbasis kas, sedangkan pengakuan terhadap

asset, utang dan ekuitas dana berbasis akrual. Laporan keuangan yang dihasilkan dalam

SAP ini adalah Laporan Realisasi Anggaran (LRA), neraca, laporan arus kas dan Catatan

atas Laporan Keuangan (CaLK).

Tabel 1. Perbandingan laporan keuangan yang dihasilkan

No Laporan Keuangan Basis Kas . Laporan Keuangan Basis Akrual


Menuju Akrual

1 Laporan Realisasi Anggaran Laporan Realisasi Anggaran

2 Neraca Neraca

3 Laporan Arus Kas Laporan Arus Kas

4 Catatan Atas Laporan Keuangan Catatan Atas Laporan Keuangan

5 - Laporan Operasional

6 - Laporan Perubahan SAL

7 - Laporan Perubahan Ekuitas

Sumber: PP No. 24 Tahun 2005 dan PP No. 71 Tahun 2010 (Olahan)

Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 berisi Standar Akuntansi Pemerintahan

(SAP) berbasis akrual. SAP ini mengakui pendapatan, beban, asset, utang dan ekutas dalam

pelaporan keuangan berbasis akrual. Sedangkan pengakuan pendapatan, belanja dan

pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan

adalam APBN/APBD. Laporan keuangan yang dihasilkan dalam SAP ini adalah Laporan

Realisasi Anggaran (LRA), neraca, laporan arus kas, Catatan atas Laporan Keuangan
(CaLK), laporan operasional, laporan perubahan SAL (Saldo Anggaran Lebih) dan laporan

perubahan ekuitas.

Dilihat dari jenis laporan keuangan yang dihasilkan, terdapat perbedaan antara SAP

berbasis kas menuju akrual dan SAP berbasis akrual. Dalam SAP berbasis akrual, entitas

pelaporan diwajibkan untuk menerbitkan laporan tambahan yaitu laporan operasioal,

laporan perubahan SAL dan Laporan perubahan ekuitas.

Anda mungkin juga menyukai