Cerpen Fix
Cerpen Fix
November 2019
Penulis
1
Daftar Isi
Kata Pengantar
Isi
1. Waktu Tetap Berjalan ........................................ 4
2. Sehad dari Ustad ................................................ 8
3. Kematian Mimpi ................................................ 13
4. Prestasi yang Tertunda ....................................... 16
5. Malam Tanpa Rehat ........................................... 19
6. Rahasia Gunung ................................................. 23
7. Motivasi Tak Biasa ............................................ 26
8. Kebetulan .......................................................... 29
9. Perkemahan ....................................................... 31
10. Pembunuh Maha Bakshi .................................... 34
11. An S.O.S............................................................ 39
12. Pertandingan Menyelamatkan Manusia .............. 45
13. KO-BLOG ......................................................... 50
14. Kala Senja Kian Temaram ................................. 56
15. 1 Hari Lagi ........................................................ 60
16. CANDU ............................................................ 63
17. Arvin sang Pemain Basket yang Pendek ............. 68
18. Sepadan ............................................................. 73
19. Telepon Genggam di Kebun Jeruk ..................... 77
20. The Downfall ..................................................... 83
21. Telah Dipanggil ................................................. 86
22. PLASTIK .......................................................... 92
23. Lagu Terakhir .................................................... 95
24. Hari Kesialan Anton .......................................... 106
25. Tak Ada yang Seperti Tampaknya ...................... 109
26. Si Anak Emas dari Malang ................................. 112
27. Khayalan Penuh Harapan ................................... 118
2
28. Cedera yangMengubah Segalanya ...................... 124
29. Bangkit ............................................................. 127
30. Besok Aku Mati ................................................. 130
31. Luangkan Waktu ................................................ 135
3
Waktu Tetap Berjalan
Oleh : Adi Priana Admaja XIA6/1
4
hanya Ryoga dan Hanna saja sih, saya hanya duduk di meja
belajar Ryoga, menggambar.
“Udah ah, gua dah bosen” Keluh Ryoga sambil
mematikan PS3-nya.
“Eh? Cepet amat, kita kan masih blom selesai” Jawab
Hanna
“Hmmmm, im bored, Adam helppp” Ujar Ryoga ke
saya yang artinya ia bosan dan ingin minta bantuan saya untuk
membantu dia.
“Well uh.. gua juga gk tau mau ngapain, pr dah selesai,
gak ada ulangan besok.. wes ga tau lagi mau ngapain”
“..kita beda banget ya kalo dibandingkan sama anak-
anak lain” Jawab Hanna
“Kita tuh.. autis bener kayak yang dibilang sama
mereka di kelas. Apalagi gua cewe, hangout sama lu pada
cowo”
“..hah...coba kalo kita bisa sekolah di Jakarta” Keluh
saya sambil menghembuskan nafas
“Eh? Malah bagus dong disana, apalagi keluarga lu
kaya. Bahkan lu bilang kakak lu sekolah disana dulu” Jawab
Ryoga
“Ya.. tapi kan gak seru kalo gak ada lu berdua.
Keluarga kalian tuh ketat banget kalo milih sekolah itu kan?”
“I- I guess so..”
Setelah hening dan memikirkan jawaban kita.
“Y-Ya, kita kan masih kelas 7, mungkin lain kali kita
mikirin, ya?” Jawab Hanna
“Iya Hanna, bener juga..”
5
menyedihkan bagi kita bertiga, atau bisa dikatakan hanya untuk
kedua dari kita saja. Ryoga dilaporkan oleh para warga di
sekitar bahwa Ryoga terkena kecelakaan dan meninggal pada
tanggal 27 April 2017. Saya sendiri saat itupun pastinya sangat
sedih, namun siapa yang paling sedih disini bukanlah saya.
Dibandingkan dengan kesedihan yang dimiliki oleh Hanna , dia
lah yang paling tersakiti dengan insiden ini.
6
ada disini. Jadi Adam.. kalo mau ke Jakarta, silahkan” Jawab
Hanna sambil tersenyum
“T-Tapi kan! Gua juga.. lu..”
“Adam, kalo Jakarta itu tempat lu ketemu teman baru,
pastinya gua juga harus ikut cari teman baru dong. Makanya,
gak usah sedih banget”
Tak terduganya, yang tadinya Hanna teriak menangis,
sekarang saya yang teriak menangis. Hanna memeluk saya
sambil mengatakan ‘it’s alright’.
7
Sehad dari Ustad
Oleh : Albertus G. Rakayudha XIA6/2
“Yah dok, masa dikasih obat ini lagi? Udah 2 dokter
ngasih obatnya sama juga nggak sembuh-sembuh dok. Masa
sekarang dokter ngasih obat yang sama juga?” Gerutu Sinta,
ibu dari remaja 15 tahun bernama Stephano memecah
kesunyian sore itu di rumah sakit Medika.
“Whusssh…”
8
Tanya lugu seorang dokter yang baru saja
menyelesaikan studi terakhirnya di Amerika.
“Maaf Bu”
9
Sampai pada suatu pagi…
10
“Iya bu, banyakin doa aja ya menurut pandangan ibu,
biar sekarang sehat terus Steph nya.”
“Terima kas...”
“Emang kenapa pak? Pak ustad ini baik banget loh pak,
mau nyembuhin anak saya. Tolong jangan diapa-apain pak.”
Bujuk Santi
“Iya buk, saya tahu kok Pak ustad baik, ini mau saya
ajak ke kantor karena satu bulan yang lalu Pak Ustad nemuin
dompet, terus sekarang pemiliknya pingin ngasih imbalan ke
Pak Ustad.”
11
kecil itu berubah menjadi keluarga rohanis, yang sering
menghabiskan sore harinya untuk berdoa di gereja kecil tak
jauh dari rumah mereka. Jika ditanya orang mengapa mereka
berubah jawabannya hanya singkat: “sekarang kami tahu
kemana kami akan kembali dan membalaskan budi.”
12
Kematian Mimpi
Oleh : Alexander Collin XIA6/3
Aku terbangun di sebuah keramaian. Dalam sebuah
gedung putih, tidak terlalu besar, dan belum pernah kukunjungi
sebelumnya, tapi nampak sangat akrab denganku. Aneh,
ditengah keramaian itu, aku merasa sepi. Aku menyusuri
gedung itu, dan bertanya sana-sini. Tapi, seolah diriku tak
nampak, aku tak bisa berkomunikasi dengan siapapun.
13
melewati teman dan saudaraku berharap tidak dilihat.
Rencanaku berhasil.
14
Aku melihat diriku sendiri, berbaju rapih, terbaring
dengan muka yang dingin diatas sekotak mayat yang indah.
15
Prestasi yang Tertunda
Oleh : Alfonsus Arvin XIA6/4
Cius diundang untuk naik ke panggung atas prestasi
yang telah ia capai. Cius adalah anak yang sangat berprestasi di
sekolahnya. Hasil yang dia dapat saat ini adalah hasil dari
perjuangan keras yang ia lakukan, dimana sebelumnya ia
pernah mengalami pengalaman buruk yang membuat hatinya
sangat kacau di saat itu. Pada saat mengalami pengalaman yang
buruk itu, Cius bersekolah di SMAN 8 Jakarta, dimana dia
adalah seorang anak yang sangat pemalas, nakal, serta suka
membantah guru saat di kelas. Pada saat itu Cius duduk dikelas
1 SMA atau sederajat dengan kelas 10.
16
berbicara dan tetap membantah untuk tidak mau mengakui
bahwa ia telah melakukan kesalahan yang cukup berat. Akibat
sikapnya yang sangat tidak kooperatif tersebut akhirnya guru
BK mengirimkan Cius ke ruang kepala sekolah. Saat bertemu
dengan kepala sekolah Cius malah asik memainkan ponselnya
sendiri tanpa memperdulikan kepala sekolah yang sedang
menasehatnya. Kepala sekolah pun mulai kesal dengan Cius
dan akhirnya memberikan hukuman kepada Cius untuk diskors
selama 1 minggu serta memanggil orang tua Cius untuk
bertemu dengan kepala sekolah. Orang tua Cius pun diminta
untuk mengawasi Cius selama menjalani hukumannya
dirumah.
17
teman-temannya telah meninggalkannya dan juga tidak naik
kelas. Orang tua Cius pun memutuskan untuk memindahkan
Cius ke sekolah baru yang dekat dengan rumahnya.
18
Malam Tanpa Rehat
Oleh : Alvin Tanujaya XIA6/5
Libur sekolah tiba, semua siswa senang termasuk
empat sekawan yang bersiap diri untuk pergi berlibur. Empat
sekawan itu adalah Andi, Tono, William dan Erwin. Mereka
semua sudah merencanakan rencana kepergian mereka
semenjak satu tahun sebelumnya, sehingga rencana yang
mereka buat sudah dipikirkan secara matang-matang mulai dari
tempat tinggal hingga destinasi wisata yang akan dikunjungi.
19
terkejut karena tempat tersebut dapat dikatakan jauh diluar
ekspetasi mereka, dimana tempat yang telah mereka sewa lebih
bagus dari yang mereka bayangkan sebelumnya selama
perjalanan.
20
Kesialan mereka bertambah ketika mereka berjalan
pulang, dimana mereka diberhentikan oleh polisi karena dirasa
tidak wajar jika anak sepantaran mereka berkeliaran di jalanan
karena waktu sudah menunjukkan dini hari. Mereka dimintai
identitas diri, namun mereka tidak bisa memenuhi hal tersebut
karena mereka melupakan pelancong yang sedang menikmati
liburan mereka. Mereka pun dimintai untuk menunjukkan
passport sebagai identitas diri, namun tidak ada satu pun dari
antara mereka yang membawanya, karena passport mereka
masih berada di dalam tas bawaan mereka. Beruntungnya,
karena kejujuran mereka dengan berkata apa adanya, maka
polisi memutuskan untuk melepaskan mereka.
21
Masalah jemuran baru saja diatasi, namun masalah
baru kembali menimpa mereka ketika mereka berusaha untuk
masuk melalui jendela kamar mandi. Ketika mereka mencoba
satu per satu untuk merangkak masuk, tidak ada dari antara
mereka yang memiliki ukuran tubuh yang ideal untuk masuk
melalui jendela tersebut. Pada akhirnya, William yang
berbadan lebih kurus dari antara mereka, berinisiatif untuk
masuk dan dirinya dapat masuk dengan mudah.
22
Rahasia Gunung
Oleh : Anthony Kenneth Sistan XIA6/6
23
Sekitar jam 8 pagi kami mulai mendaki dari pos satu
dengan target jam 1 siang bisa sampai di pos 3.5 untuk
mendirikan tenda. Namun track yang dilalui jauh dari
ekspektasi, kontur berbatuan besar menanjak membuat langkah
terasa sangat berat ditambah berat beban tas carrier di
punggung dan hujan mengguyur kami sehingga memperlambat
jalan kami. Membuat perjalanan kami selalu diselingi istirahat
tiap 5 menit. Bahkan sampai ada teman kami Martin yang ingin
turun kembali ke pos 1 untuk istirahat dan tidak melanjutkan
perjalanan. Saya pun mulai berpikiran menyesal ikut naik
gunung akibat kondisi ekstrim saat itu.
24
Aku pun terdiam sembari menikmati pemandangan
alam dari atap Jawa Tengah., sungguh pemandangan yang luar
biasa. Pengalaman ini membuat saya semakin mencintai
gunung dan selalu ingin kembali kesana. Menurut saya yang
berkesan dari gunung adalah gunung selalu tampak cantik dari
kejauhan. Ketika kita baru menjejakinya gunung akan terlihat
melelahkan dan menyusahkan. Tetapi, jika kita mau berjuang
melewati segala ringtangan, percayalah pemandangan gunung
yang kita lihat dari kejauhan tidak ada apa-apanya jika
dibandingkan dengan keindahan yang akan kita lihat dari
puncak gunung.
25
Motivasi Tak Biasa
Oleh : Armando Sastra R. XIA6/7
Minggu berakhir, Senin tiba. Hari Senin adalah hari
yang paling tidak disukai oleh Al. Tiap kali ia bangun pada hari
Senin, Al langsung teringat bahwa ia akan dijumpai mata
pelajaran yang berat dan lama serta adanya upacara pagi yang
tiap kali dibilang “singkat.” Al tidak pernah menyiapkan buku
mata pelajaran malam sebelumnya, namun ia tidak pernah
ketinggalan buku. Namun ada konsekuensinya. Setiap Senin
pagi, ia akan selalu melihat apa yang akan dibawa dan
dipelajari pada hari tersebut, dalam keadaan ngantuk.
Tentunya, motivasi Al untuk pergi ke sekolah pun menurun dan
pikiran untuk kembali tidur semakin kuat, namun Al selalu
tetap pergi dan datang ke sekolah dikarenakan teman yang ia
miliki dan keinginan untuk bertemu mereka.
26
gurunya Al akan menyebut nomor absennya untuk maju dan
mengerjakan soal yang ditulis di papan tulis.
27
Al melanjutkan kegiatan bermainnya dengan teman
temannya, dan ia merasa termotivasi untuk menjalankan hari
tersebut. Saat teman temannya selesai bermain, Al ikut
mengerjakan tugas pengganti bareng dengan teman-temannya.
Al selalu selesai pertama untuk mengerjakan tugas
penggantinya, dan tidak segan untuk membantu teman
temannya yang belum selesai, namun meskipun terlihat buru
buru mengerjakannya, apa yang ditulis Al itu masuk kedalam
pikirannya. Ternyata, motivasi yang ia peroleh itu berasal dari
dalam diri dan teman teman yang baik kepada Al.
28
Kebetulan
Oleh : Bernardus Mario XIA6/8
Dunia adalah tempat yang aneh. Suatu saat menyesali
hidup dan satu jam kemudian hidup menjadi sebuah
kesenangan yang tak ingin kulepas. Secara kebetulan saja
hidupku berputar dan berubah lagi. Namun, ini merupakan
perubahan-perubahan yang aku suka. Walau aku tahu tidak ada
yang abadi, itu membuatku lebih menhargainya. Setiap detik
yang kulewati dengan perubahan ini akan kujadikan abadi
dalam memori. Entah mengapa, aku merasa hari-hari ke depan
akan menjadi hari-hari yang penuh perasaan. Bisa sedih, bisa
senang, bisa apa saja, anehnya hal itu tidak membuatku takut.
Awalan dari kebetulan ini penuh dengan kebetulan lainnya
yang ujungnya membawa perubahan kepada hidupku.
“Dia gak jadi datang”
Mendengar itu aku mulai bertanya-tanya, dari alasan
hingga apa yang akan dia lakukan sekarang. Temanku yang
satu ini ingin bertemu dengan kenalannya yang dia tahu dari
media sosial. Tidak berani sendiri, dia mengajak salah satu dari
temannya. Yang pada akhirnya tidak dapat datang. Untuk
bilang diriku senang merupakan pernyataan yang meremehkan.
Tapi, tidak mungkin aku tunjukan kepada temanku. Takutnya
nanti aku tidak terlihat keren. Jadi, berpura-pura adalah cara
yang menurutku benar untuk situasi ini.
“Terus, kamu ke sana sendiri?”
Jebakan telah diletakkan. Sesuai prediksi, dia
memintaku untuk menggantikan temannya yang berhalangan
datang. Mengapa aku senang dengan ini semua? Karena sudah
29
sekian lamanya aku dapat bertemu dengan orang lain di luar
lingkungan hidupku yang biasanya. Keluarga, sekolah,
tetangga, dan yang lain yang sering aku temui. Jadi ini bagiku
adalah kesempatan yang berharga untuk menambahkan
setidaknya satu orang lagi ke dalam hidupku.
Kami memilih untuk berkumpul pada sore hari di kedai
kopi dekat rumah temanku. Jumlah orang ada 4, aku dan
temanku, lalu kenalan baru yang akan membawa temannya
juga. Kedua orang yang membuat pertemuan sudah sampai
lebih dulu. Dari yang aku tahu, mereka berdua sangat terus
terang dalam chat mereka. Jadi, kagetnya aku melihat mereka
berdua bertemu empat mata namun tidak berbicara sedikitpun.
Suasananya pun sangat canggung dan aku yang baru sampai,
tidak tahan melihat seperti itu. Duduk di tempat mereka, aku
mulai bertanya-tanya, mencoba untuk memulai percakapan.
Agar suasananya tidak seperti sedang menjenguk orang sakit
atau menunggu hasil pemeriksaan dokter.
Namun, dua lawan satu bukanlah peluang yang besar.
Segala usahaku hanya dibalas dengan jawaban satu sampai tiga
kata. Aku merasa gagal membuat api, percikanku tak berdaya.
Semua itu berubah ketika orang terakhir datang. Dia
masuk dengan penuh energi dan akhirnya peluang untuk keluar
dari suasana menyesakan ini menjadi imbang. Dua orang yang
pendiam dan dua orang yang ingin memulai percakapan.
Mungkin aku mengira dua orang yang diam itu akan ikut.
Betapa salahnya perkiraanku itu. Tidak masalah, karena
sekarang jadi terbagi dua. Temanku yang lagi diam dengan
kenalannya, dan aku dengan teman baruku yang sedang seru
bercanda denganku.
30
Perkemahan
Oleh : Christopher Adrian XIA6/9
31
Seiring berjalannya waktu selama tracking dan
sudah menempuh perjalanan selama kurang lebih 3 jam
tanpa ada istirahat, Tono mulai kehilangan fokusnya,
sering kali Ia salah berbelok pada saat ada tikungan di rute
pendakian sehingga membuat teman-temannya cukup
kerepotan karena harus selalu memperhatikan dimana
posisi Tono karena tanpa mereka Tono sudah pasti
hilang, Ditambah di situasi yang sudah memburuk ini
datanglah masalah kedua yang cukup serius bagi Tono
yaitu demam dan flu yang diidapnya semakin parah yang
menyebabkan sakit kepalanya Tono semakin parah dan
berujung pada ia banyak melamun.
32
nama temannya itu adalah Liam, setelah itu Liam
memastikan Tono tidak apa apa dan bertanya apakah
Tono membawa obat, sesegera mungkin Tono mencoba
merogoh kantong di tasnya yang Ia yakini sudah diisi
dengan perlengkapan medisnya, tetapi kesialan
nampaknya semakin menghantui Tono, ternyata disaat ia
terjatuh ke di tebing tersebut kantong yang ia sematkan di
salah satu sisi di tasnya terjatuh ke dalam jurang sehingga
membuat segala obat-obatan yang dibawa Tono ikut jatuh
Bersama kantong tersebut, ditambah Liam yang juga
ternyata tidak membawa obat-obatan jenis apapun,
membuat mereka kehabisan cara lagi selain berusaha
secepatnya untuk mencapai kemah dan berharap para
guru membawa obat-obatan yang sesuai dengan penyakit
Tono.
33
Pembunuh Maha Bakshi
Oleh : Danin H.J. XIA6/10
Di seberang timur sana terdengar teriakan jawara
dan hantaman besi-besi pedang. Jawara-jawara tersebut
mengasingkan akal sehatnya untuk menjadi tangan kanan
Ken Bhina. Teriakan para penonton bergema, mengirim
pesan ke seluruh nusantara bahwa Ken Bhina sedang
mencari tangan kanan. Tawaran itu membawa seluruh
jawara di timur untuk berkumpul di lapangan Kerajaan
Maha Bakshi, mengadu ahli dan ilmu. Setelah beberapa
malam dan ratusan yang tumbang, tersisa Ki Angrok
dengan keris saktinya melawan Ki Badhok dengan ilmu
titisan baratnya. Perkelahiannya sangat sengit, bagaikan
naga barat dan naga timur yang amarahnya tak pernah
surut selama ratusan abad. Sorakan penonton semakin
lantang, bergemuruh senada dengan Ki Angrok dan Ki
Badhok. Ken Bhina pun terkesima dengan pementasan
dua naga ini, dia sadar bahwa hal ini bukan pemandangan
yang mudah dijumpai. Pada akhirnya, Ki Badhok
memiliki kerik Ki Angrok di lehernya, di genggam
dengan kuat. Ki Angrok menawarkan nyawa Ki Badhok,
tetapi ia pantang menyerah, hal itu diluar prinsipnya dan
Ki Angrok terpaksa melakukannya. Ki Angrok
menandakan kemenangannya dengan kepala Ki Badhok
yang sudah terpisah dari tubuhnya.
34
Kemenangannya dirayakan dengan meriah
sebagai akhir dari sayembara untuk mencari tangan kanan
Ken Bhina. Dengan Ki Angrok yang menjadi juara, dia
mendapatkan 1500 keping emas dan kehormatan untuk
berada di samping Ken Bhina jikalau sedang dalam
peperangan. Raja ketiga Maha Bakshi itu mengundang
seluruh rakyatnya untuk merayakan akhir dari sayembara.
Pesta rakyat seakan sudah tahun baru, ramuan arak dari
negeri barat, babi guling yang menjadi santapan utama.
Diantara keramaian dan hiruk pikuk pesta rakyat,
terdengar hentakan tapal kuda. Sam Saimunar, komandan
pos pertahanan Maha Bakshi tiba. Mukanya tampak
kelelahan tapi khawatir. Tergesa-gesa ia menuju Ken
Bhina “Ken Bhina, para kompeni akan menyerang Maha
Bakshi.” Kata Sam Saimunar dengan ngos-ngosan. Dalam
satu sisi Ken Bhina merasa lega karena sayembaranya
sudah selesai tetapi dia juga cemas karena beberapa
kerajaan hindu yang dia dengar jatuh di tangan Belanda,
katanya mereka memiliki senjata asing yang melontarkan
bola besi dengan ledakan. “Jika kompeni menyerang kita,
mungkin kita tidak bisa menanganinya, Sam sebaiknya
kau kembali ke pos pertahanan, kirim pesan ke kerajaan
apabila kompeni menyerang, dan lihat apakah mereka
bawa senjata asing itu atau tidak.” Ken Bhina berkata
dengan tegas. Siap siaga menerima perintah raja Maha
Bakshi, Sam Saimunar dan anak buahnya bergegas
kembali ke pos pertahanan.
35
Pos pertahanan kerajaan Maha Bakshi terletak
tidak terlalu jauh dari pusat Kerajaan Maha Bakshi.
Memperlukan sekiranya dua malam dengan berkuda,
sebetulnya satu malam pun cukup tetapi para rombongan
harus melewati hutan yang dipenuhi oleh binatang buas
dan manusia liar, resikonya tidak sepadan. Maka dari itu
mereka harus memutari pinggiran hutan yang merupakan
jalanan umum orang-orang disana. Sam Saimunar dan
para anak buahnya datang tepat waktu di pos pertahanan.
Perintah pertama setibanya disana pada anak buahnya
adalah untuk melipat gandakan penjaga dan untuk lebih
waspada apabila kompeni sudah berada di pintu depan
Maha Bakshi. Malam ketiga setelah kedatangan mereka,
aroma-aroma kompeni sudah mulai tercium di pos
pertahanan. Pasukan Belanda datang tanpa malu, ratusan
pasukan berkuda dan puluhan Meriam siap menyapa pos
pertahanan. Sam Saimunar pun sadar bahwa ia tidak
punya banyak waktu, ia mengirim pesan ke Ken Bhina di
Kerajaan Maha Bakshi untuk melarikan diri dan
memindahkan kerajaan Maha Bakshi jika ingin bertahan
karena kompeni membawa pasukan diluar pengertian
mereka dengan senjata-senjata asing yang dapat
menghancurkan apapun yang menghalanginya. Sam
Saimunar mengirim pesannya dengan burung kerajaan
yaitu burung merpati putih, mengirim pesan dengan kuda
bukanlah pilihan karena membutuhkan waktu yang lebih
lama memutari pinggiran hutan. Dalam kegentingan ini
pos pertahanan sudah menjadi lapangan demonstrasi
36
kapabilitas meriam Belanda. Dengan mudah Belanda
mengubrak-abrik pasukan pos pertahanan dan mereka
terpaksa mempertahankan pos mereka. Tidak sampai satu
malam pos pertahanan dibobol oleh pasukan Belanda,
yang tersisa hanyalah puing-puing, mayat, dan burung
merpati putih yang sudah terbang tinggi.
Burung merpati putih terbang hanya dengan satu
tujuan, matanya tidak sekali melihat ke bawah, hanya ke
depan dimana tujuannya berada, Maha Bakshi. Di dalam
hutan itu terdapat pemburu yang hari-harinya di hutan
tidak pernah sama satu dengan yang lain, karena di dalam
hutan itu selalu saja terjadi hal-hal yang tidak diduga. Hari
ini dia belum menemukan makanan, bukan hari ini saja,
sudah 5 hari pemburu itu hanya makan dedaunan.
Senapan di tangannya ia genggam dcngan erat, namun
sudah lam tidak ditembakkan. Ketika fajar menyerang
burung putih itu tampak berkilau dari atas sana dan
karenanya tatapan pemburu itu terpaku pada putihnya.
Segera ia mengeker burung itu dengan senapannya. Ia
baru sadar bahwa burung itu adalah burung merpati,
burung kerajaan. Tetapi ia tidak ingin memercayainya,
tidak ingin tahu. Pemburu itu membohongi dirinya sendiri
“Ah, itu hanya cahaya matahari saja yang membuatnya
tampak putih.” Ia mencari pembenaran atas sesuatu yang
akan dilakukannya meskipun ia tahu membunuh burung
kerajaan dapat membahayakan nyawanya sendiri. Ia
membiarkan emosinya mengelabui akalnya dan menarik
pelatuk senapannya.
37
Ken Bhina belum mengatehui apa yang akan
dihadapinya. Burung merpati putih itu tak kunjung datang
dan Ken Bhina pun tidak mengetahui akan kedatangannya
pula. Beberapa hari tanpa kabar membuat ia berpikir
bahwa berita ini hanya angin lalu. Pikirannya itu cepat
dipatahkan, ketika malam tiba tidak lama bagi Belanda
untuk datang, bukan untuk berunding karena sapaan
pertamanya adalah ledakan Meriam. Bagi Maha Bakshi
bunyi itu adalah terompet perang. Ken Bhina segera
mengumpulkan seluruh pasukannya, termasuk tangan
kanannya, Ki Angrok. Pasukan Maha Bakshi tidak
sebanyak pasukan kompeni. DIbanding kompeni,
persenjataan pasukan Maha Bakshi juga jauh tertinggal.
Tapia pa yang kiranya mereka dapat perbuat, melarikan
diri sudah tidak mungkin karena kompeni sudah terlalu
dekat. Tampak semuanya sudah siap mati, apalagi Ken
Bhina, ia tidak mau melepas kerajaan yang dibangun oleh
kakeknya itu. Di malam itu, Kerajaan Maha Bakshi
runtuh. Di dalam hutan, pemburu itu tidak henti
menyantap burung hasil tembakannya itu, belum pernah
ia makan burung yang lebih enak dari ini. Enggan
memercayai apa yang telah diperbuatnya, membunuh
Maha Bakshi.
38
An S.O.S.
Oleh : Jeremia Parningotan XIA6 /11
Ia duduk termenung sendiri di kamarnya yang temaram
sambil memeluk gulingnya. Perlahan-lahan air menyusuri
pipinya. Tanpa sadar, guling yang ia peluk semakin dingin,
sedingin hatinya yang kosong. Sendirian sudah biasa baginya.
Ia hanya mempunyai satu sahabat. Sahabatnya ini sangat setia
dan selalu ada di dekatnya. Nama sahabatnya adalah kesepian.
Budi namanya, ia sangat beruntung memiliki ayah dan ibu yang
sangat perhatian. Ayah dan ibunya selalu memperhatikan
pekerjaan dan urusannya masing-masing. Setiap kali di rumah,
Budi tak diperhatikan dan bahkan sering dimarahi.
Rutinitasnya sebelum berangkat ke sekolah adalah memasang
topeng wajah yang melengkungkan senyuman dan
mengeringkan air mata.
39
Ia merasa tak ada satu orangpun yang menginginkan
kehadirannya. Alhasil, ia menangis di toilet sekolah. Karena
tangisannya cukup terdengar, Nathan yang merupakan jagoan
sekolah langsung merekam tangisan Budi lalu dikirim ke media
sosial. Disana tertulis "Tadinya gw kira hantu, ternyata ANSOS
wkwkwk." Melihat hal tersebut, Budi semakin terpukul.
40
yang cantik. Awalnya ia tak percaya diri, akan tetapi ia
memberanikan diri untuk berkenalan. Namanya adalah
Angel. usut punya usut, Ia adalah orang yang sangat populer
di sekolahnya. Budi pun langsung sadar diri untuk tidak
melanjutkan hubungannya dengan Angel.
41
tindakannya. Sudah seminggu ia mengamati Farel. Suatu hari,
Budi menyusup ke rumah Farel mengambil HP Farel, HP-nya
disembunyikan, dan meracuni anjing kesayangan Farel. Semua
pakaian Farel bahkan diambil oleh Budi. Keesokan paginya,
Farel dan keluarga sangat terpukul dengan peristiwa yang
terjadi lalu melaporkan hal ini ke polisi. Polisi menyelidiki
CCTV rumah namun tak menemukan petunjuk. Anehnya lagi,
seluruh kabel telepon dan alat komunikasi yang ada di rumah
Farel tak bisa berfungsi. Telepon genggam orang tua Farel pun
hilang tanpa jejak.
42
Karena harus berurusan dengan polisi dan pihak-pihak
lainnya mengenai kejadian di rumahnya, orang tua Farel baru
bisa datang ke sekolah pukul 17.00 untuk memberitahu
keadaan Farel yang sebenarnya. Sayangnya, pada pukul 15.00
seluruh guru dan siswa sudah pergi. Penjaga keamanan sekolah
lah satu-satunya orang yang terlihat. Orang tua Farel akhirnya
menitipkan catatan pada penjaga keamanan sekolah untuk
nantinya diberikan kepada tata usaha sekolah. Betapa
terkejutnya orang tua Farel saat melihat semua ban kendaraan
mereka berada dalam kondisi yang sangat kempes. Pada saat
itu pun tak ada satu pun ojek pangkalan yang terlihat. Alhasil
orang tua Farel tak punya pilihan lain selain pulang dengan
kedua kakinya.
43
dan sekarang ia merasakan apa yang dirasakan Budi. Ia
langsung berdoa untuk diberi maaf dan diberi petunjuk oleh
Tuhan. Keesokan harinya, Farel pergi ke tempat Budi. Farel
mengetuk pintu lalu Budi membukakan. Entah mengapa,
mereka berdua langsung terikat dalam suatu ikatan emosional.
Mereka pun bercerita panjang lebar dan Budi mengakui seluruh
perbuatannya. Farel pun membawa Budi bertemu orang tuanya
untuk mengakui perbuatannya. Mendengar penjelasan Farel
dan Budi, orang tua Farel memutuskan untuk memaafkan
seluruh perbuatan Budi dan akan meluruskan laporan kematian
Farel kepada tata usaha sekolah. Orang tua Farel bahkan
mengatakan pada tata usaha sekolah untuk tak menjatuhkan
sanksi pada Budi dan menjaga agar kasus ini tak diketahui
siapapun. Pihak sekolah pun setuju dengan hal tersebut.
44
Pertandingan Menyelamatkan
Manusia
Oleh : Jonathan Adrianto Saleh XIA6/12
Tahun 2020, kontak pertama manusia dengan alien
berhasil dilakukan. Sebuah ras yang menyebut mereka dengan
nama Mavericks mengirim pesan melalui satelit NASA, “Hai
Umat Bumi 64, kami menantang kalian dalam sebuah
permainan basketball. Satu pertandingan. Jika kalian menang,
kami akan meninggalkan bumi kalian. Jika kami menang, maka
semua ras kalian akan kami habisi, dan planet ini akan menjadi
milik kami. Kami akan tiba dalam 72 Jam Bumi.”
45
Hari kedua tiba, dan dibentuklah tim utama yang
disebut All Stars, terdiri atas pemain seperti Lebron James,
Kevin Durant, Stephen Curry, James Harden, Antetokounmpo,
Embiid, Anthony Davis, Damian Lillard, Paul George, dan
Kahwi Leonard, ditemani pemain dan pelatih legendaris,
seperti Michael Jordan, Shaquille O’Neal, dan lain-lain.
Mereka bersiap-siap untuk pertandingan terbesar dalam hidup
mereka.
46
“And noww the starting lineup for our Martian
Mavericks . At PG, Marco ivanos, At SG, James Owen, At SF,
Patrick Star, At PF, Alberto Carlos, And at Center, the one and
only, Christopher Adrian.” Pemain Mavericks pun keluar
seketika disambut teriakan meriah dari penonton Alien. Namun
tak disangka, tubuh mereka yang cukup mirip dengan manusia,
membuat para All Stars kembali percaya bahwa mereka bisa
memenangkan pertandingan ini.
47
persen, berlarilah, dan fokus kerja sama. Hari ini kita harus
menang.” Ujar coach Gregg menyemangati timnya.
48
Kemudian, Patrick melakukan serangan ke ring ingin
melakukan dunk, namun dari samping, James berhasil
menahan bola, dan didapatkan oleh Durant, yang melakukan
serangan cepat dan mencetak 2 poin sehingga perbedaan
menjadi 2 dengan waktu 1 menit lagi. Para Maverick kembali
memberikan bola ke pemain terbaik mereka, Adrian yang
mencetak 2 poin dari 35 terakhirnya. Namun All star tidak mau
menyerah, dan James memberikan bola ke Durant yang
berhasil mencetak 3 poin. Kemudian Adrian melakukan
serangan cepat ke ring dengan kecepatan tak manusiawi.
Akhirnya ia pun di foul dan melakuakan free throw 2 kali
dengan sisa waktu 3 detik. Namun pada free thow ke dua, ia
tidak berhasil membuka kesempatan ke All Stars.
49
KO-BLOG
Oleh : Kaloosh Falito Verrell XIA6/13
50
Dexter berkata, “Lagian, ngapain manggil-manggil
gue tengah malem? Bahkan maksa!” Jam kafe menunjuk waktu
11:00, dan langit diluar tentunya tidak cerah.
Dengan serius, Aliyah menjawab sambil memutarkan
layar laptopnya, “Karena Putri Malu baru menerima surel
penting.” Layar laptop Aliyah menunjukkan suatu surel dari
“H04X”.
Ekspresi Dexter memberat. “H04X” adalah nama
samaran klub TIK di sekolah yang memiliki reputasi sebagai
kumpulan sangat kompetitif. Setiap tahun, mereka berusaha
meraih juara pada lomba penciptaan blog nasional. Tetapi, blog
Seragam Beragam selalu menang juara pertama.
Ternyata, mereka rela menyembunyikan tangan dan
berat sebelah supaya menang.
Pada surel tersebut, tertulis, “Tutuplah blog Seragam
Beragam. Jika blog tidak ditutup pada pukul 24:00 besok,
identitas Putri Malu akan disebarkan dan diberitakan.” Mata
Dexter melebar. Ini adalah karena H04X memang mampu
melakukan hal ini. Mereka memiliki basis data dan identitas
keseluruhan SMA, termasuk guru dan karyawan. Kasus
identitas berbagai siswa-siswi disebarkan oleh H04X
berlimpah sepanjang sejarah sekolah. Bahkan, Dexter heran
mengapa hal ini tak terjadi sejak dahulu.
“Bahaya, Dex. Makanya, gue panggil. Gue akan lapor
ke kepsek, besok-besok klub TIK paling dipanggil dan..” ujar
Aliyah, namun dipotong oleh Dexter.
“Kita tutup saja.”
Ekspresi Aliyah berganti-ganti, dari kesal, marah, dan
bingung. “HAH?? Dex, lo gak serius kan? Ini tugas dari kepsek
sendiri, gak mungkin lo bisa lepas kayak gitu saja!”
51
“Bisa kok.”, ujar Dexter. Pada awalnya, Aliyah tidak
mementingkan kerjasama dengan Dexter, namun jika
menghadapi kemampuan kumpulan orang seperti ini, ia tidak
mampu berjuang sendiri. Aliyah berkata, “Dex. Ini bukan
sepele-pele. Bisa saja lo dikeluarkan sekolah karena ini.”
Tetapi, Dexter sudah memutuskan pilihannya. Menurut dia
sendiri, Dexter tidaklah seorang pengecut. Namun ia tahu jika
ada perjuangan yang tidak dapat dimenangkan.
Beberapa detik kemudian, Dexter keluar dari kafe dan
Aliyah tertinggal sendiri.
Esok harinya, Dexter pulang dari sekolah dengan
firasat buruk. Pada awalnya, ia mengabaikannya tetapi ketika
perasaan tersebut memburuk, ia terpaksa menanggapinya.
Satu-satunya cara ialah untuk bertemu dengan Aliyah. Malam
kemarin berada di benak Dexter sejak ia meninggalkan Aliyah
di kafe tersebut. Sekarang, ia berpikir ulang untuk
membantunya menghadapi kepala sekolah. Tetapi, ketika
Dexter tiba didepan kelas Aliyah, ia tak menemukannya.
“Bro. Lo dateng gak?”
Suara tersebut dimilikki teman dekat Dexter, Udin.
Dexter pun bingung.
“Ngapain?” tanya Dexter. Udin tertawa, lalu
menjawab, “Dex, lo belum tahu? Putri Malu, tahu kan? Kabar
angin, dia mau pergi ke klub drama abis pulang sekolah.
Makanya, banyak orang pikir dia anggota klub drama, karena
besok latihan terakhir sebelum pekan seni. Jadinya dateng
gak?”
Dexter tak bergerak selama beberapa detik. Ia
mengingat ancaman surel kemarin dan jantungnya berdetak
kencang. Ia pun lari dengan secepat-cepatnya ke ruangan
Audio-Visual, tempat latihan klub drama. Ketika ia tiba,
52
dugaan dia menjadi kenyataan. Ruangan Audio-Visual
terpenuhi dan sesak padat, dipenuhi berbagai siswa-siswi dari
sekolah lain dan wartawan serta jurnalis dari berbagai
perusahaan berita.
Pada saat itu, Dexter pun memikir dan merefleksikan
pada tindakannya kemarin. Jika ia tidak meninggalkan Aliyah
di kafe sendirian, mungkin saja segala ini dapat dicegah. “Saya
harus memperbaiki ini,” pikir Dexter. Setelah berpikir-pikir, ia
memutuskan untuk melakukan sesuatu yang sangat bodoh,
irasional dan ceroboh.
Ia pun menanjak ke panggung utama, dan teriak
dengan sekeras-kerasnya, “Wawancara terbuka! Saya akan
menunggu di samping ruangan Audio-Visual, dan akan
mencoba menjawab pertanyaan sebanyak-banyaknya.”
Semua orang langsung diam. Selama beberapa detik,
suasana ruangan mencekik dan tegang. Seorang siswa pun
berseru, “Lo Putri Malu? Lo memang salah kelamin, atau..”
Dexter memotongnya dan berteriak balik, “Saya
melihat semua postingan dan pesan pribadi kalian. Saya bisa
membuktikannya.”
Ruangan sunyi. Dexter mengeluarkan handphone-nya,
dan membaca berbagai nama pengguna serta isi pesan pribadi-
nya yang ditujukan kepada Putri Malu. Muka dari banyak
siswa-siswi memerah dan bahkan beberapa segera keluar dari
ruangan itu. Tampaknya wartawan dan jurnalis memperhatikan
keadaan ruangan karena beberapa detik kemudian, Dexter
diserbu. Mikrofon dipaksakan didepan wajahnya, dan ia rasa
sesak dikelilingi banyak orang. Namun, ia tetap berusaha jalan
menjauhi ruangan Audio-Visual. Selama berjam-jam, ia
menjawab pertanyaan dari berbagai wartawan dan siswa-siswi.
Ia pun tidak pulang pada hari itu.
53
Maju beberapa tahun, Dexter lulus dari SMA. Selama
tahun-tahun terakhir di SMA tersebut, ia diejek dan dimaki-
maki secara berat-berat oleh banyak siswa lelaki. Ia diberi
berbagai nama sindiran, seperti “homo”, “gay’ dan lain-lain,
namun tidak sekali pun ia memperhatikannya. Ujung-
ujungnya, Dexter hanya memiliki Udin sebagai teman karena
peristiwa pada sore hari itu.
Pada suatu hari, ia sedang jalan ke kafe untuk minum
kopi sesuai rutinitas pagi. Namun, tiba-tiba, ia melihatnya.
Aliyah duduk di meja yang sama, dengan minuman
yang sama ketika Dexter meninggalkannya pada malam hari
itu. Seharusnya ia merasa marah dan kesal, tapi ia tidak merasa
emosi seperti itu.
Dexter mendekatinya. Aliyah sedang membaca koran,
namun belum menyadari Dexter.
“Lo ngapain disini?” kata Dexter. Aliyah berpaling
kepada Dexter dan tampak terguncang. Air mata menetes dari
mata Aliyah. Dengan suara kecil, ia berkata, “Dexter?”
“Iya. Gue Dexter. Gue nanya lagi, nih. Lo ngapain
disini?”
Aliyah mulai menangis. Bingung, Dexter mencoba
melipurnya. ‘Weh, weh. Sudah, sudah, tak usah nangis.” Ini tak
berhasil karena tangisan Aliyah semakin keras.
Dexter tetap linglung, tetapi tiba-tiba Aliyah mulai
tertawa. Sedemikian, Dexter mulai ikut tertawa bersamanya.
Mereka berhenti dan menetap satu sama lain.
“Lu goblok banget Dex.” Pada saat itu juga, Dexter
sadar situasi mereka. Ia pun bersenyum, “Sama-sama, Aliyah.”
Beberapa jam kemudian, mereka ngobrol. Berbicang
tentang sekolah dan kehidupan tampak nyaman untuk
keduanya. Ternyata, mereka berdua masuk ke perguruan tinggi
54
yang sama, di kota yang sama. Tahun-tahun berikutnya,
mereka pun bertemanan dekat dan tak pernah pisah dari satu
sama lain.
Dan itu, nak, cerita bagaimana saya bertemu dengan
ibumu.
55
Kala Senja Kian Temaram
Oleh : Leonardo Bambang H. XIA6/14
Pagi itu aku terbangun dengan setengah sadar. Secara
reflek aku melakukan rutinitas seperti pagi biasanya. Langit
kala itu begitu cerah, bahkan begitu cerahnya hingga aku tak
mengenali langit Jakarta yang biasanya kelam. Seperti biasa,
pagi selalu kuawali dengan doa, bilas muka, gosok gigi, lalu
bergegas bersiap menghadapi realita kehidupan remaja pada
umumnya. Entah mengapa, rumahku tak biasanya sesunyi ini.
Mungkin orangtuaku memang belum bangun, atau aku bangun
lebih pagi dari biasanya. Tanpa pikir panjang, aku melangkah
kaki untuk berangkat ke sekolah. Terasa seperti ada yang
janggal, tapi rasanya lebih baik aku abaikan firasat yang
mengganggu benakku ini.
56
tepatnya, aku tak melihat siapapun melihatku malu. Jadi, untuk
apa malu?
57
Setibanya di taman tempatku biasa berkumpul. Aku
mendengar dengungan kesunyian yang mengganggu benakku.
Aku duduk di sebuah bangku, sambil berharap seseorang
datang untuk sekedar bercerita dan bersenda gurau persis
seperti sore yang biasanya. Bukankah betapa asyik ketika
banyak dari kawanmu berkumpul di satu tempat dan semuanya
bersenda gurau diiringi tawa yang tak berirama seolah bahagia
itu sangatlah sederhana.
58
raga yang terlelap pulas, dan rasanya kesadaranku jatuh
menimpa ragaku tersebut
***.
59
1 Hari Lagi
Oleh : Marco Medhavanto XIA6/15
Aku terbangun di pagi hari mendengar jam weker. Aku
menoleh ke samping untuk mengecek jam dan memastikan
bahwa masih jam 5. Perlahan-lahan aku turun dari ranjang
untuk pergi ke toilet sebelum memutuskan untuk kembali ke
ranjang dan tidur lagi 15 menit. Tadi malam aku tidur pukul 1
pagi untuk belajar ulangan biologi.
60
sedang chatting dengan teman. Untungnya Gojek datang tepat
waktu untuk menyelamatkanku dari ceramahnya.
61
tulis, pasti tidak akan di atas 70. Bahkan kalau aku entah
bagaimana bisa mendapatkan 75 di ulangan ini aku masih harus
mencoba mendapatkan nilai 90 di ulangan berikutnya.
62
CANDU
Oleh : Marvel Evorius Nugroho XIA6/16
63
“ Ya kali, Belajar doang kok gak aneh – aneh, “ Kata
gue ke orang tua gue.
Bulan – demi bulan berlalu dan gue menjalani
kehidupan gue sebagai seorang mahasiswa. Bangun, belajar,
main, nongkrong, tidur, bangun, belajar, main, nongkrong,
tidur, begitu terus menerus ada di kehidupan gue semasa
kuliah. Dahulu yang gue termasuk anak pendiem, adem ayem,
baik mulai berubah pada saat kuliah ini. Pola hidup gue yang
dulu cuman bangun, belajar, tidur semua berubah. Gue mulai
kenal yang namanya rokok, AMER atau anggur merah, dan
mabok mabokan. Selain itu gue juga mulai berani untuk
bersosialisasi, yang dulunya gue disebut anak “ ANSOS “
sekarang tidak lagi.
Pada saat kuliah ini gue punya banyak teman, mulai
dari teman nongkrong sampai teman belajar. Walaupun gue
punya banyak temen, tapi gue punya dua teman baik yang
selalu gue percaya. Namanya Irene dan Aldo. Aldo, Laki – laki
anak basket tingginya ya sebelas duabelas sama tiang lampu
merah, Kata orang sih dia keren makanya gak heran kalo dia
disukai banyak cewe maupun om - om . Irene, cewe, cantik,
pinter,senyumnya yang manis, baik maka gak heran kalau dia
banyak yang suka. Gue sih beruntung banget punya temen kaya
mereka Aldo suka ngajak gue nongkrong dan Irene yang selalu
ngingetin gue jangan aneh – aneh dan nemenin gue belajar.
Semua hal berjalan dengan baik sampai tiba – tiba, saat
gue nongkrong aldo ngasih gue semacam permen gue kira itu
apa kata dia,
“ Cobain aja ini, enak ,“ kata dia sambil ngasih gue
permen itu.
64
Gue pun yang penasaran mencobanya, saat masuk
pertama kali ke mulut rasanya enak, manis dan membuat aku
ketagihan.
“ Enak kan, nih mau lagi gak. Gue dikasih temen
basket gue. Katanya dari Afrika “ Kata Aldo sembari ngasih
gue permen lagi.
Setelah hari itu, gue tidak bisa hidup tanpa permen
tersebut. Rasanya kalo gaada permen itu gue bakal sengsara.
Dari rasa kecanduan itu merubah sikap gue, gue mulai sering
marah – marah, depresi, ngantuk dan malas kuliah. Semenjak
kenal permen itu gue mulai jarang masuk kuliah dan jika masuk
kerjaan gue ya hanya tidur kalo gak main HP. Banyak teman
yang mulai ngejauhin gue karena katanya gue aneh.
Sampai suatu minggu karena gue udah jarang masuk
semiggu Irene dateng ke kos-an gue.
“Lu kemana ? dari kemarin gue cariin, lu Sakit ? “
tanya Irene.
“ Gak, biasa aja kok gue sehat – sehat aja, “ Jawab gue.
Irene pun gue suruh masuk ke kos-an gue dan karena
di kos-an gue gaada apa – apa gue tawarin aja permen yang
dikasih aldo ke dia.
Dia pun kaget,
“ Eh inikan permen yang dilarang polisi, karena
katanya ada narkoba di dalemnya “ kata dia
“ Apaansih ini aja permen biasa, santuy aja kali “ Kata
gue.
Setelah berdebat panjang dengan Irene akhirnya dia
ngomong,
“ Gue kasih tau aja nih ya gimana perasaan emak lu,
bapak lu susah – susah cari duit ternyata anaknya narkobaan
pikir tuh, “ Kata dia “ Udah ah pulang aja gue, cape ngasih tau
65
yang bener ama orang yang batu kek lu “ Sambung dia sambil
pulang dan membanting pintu.
Gue sih bodo amat, namanya permen ya permen.
Begitulah pikiran gue. Mulai saat itu Irene kayak ngejauhin gue
dan setiap gue sapa dia selalu ngomong “ Urusin dulu tuh
permen “. Setiap chat di line maupun WA selalu di kacangin
ama dia. Sampai tiba – tiba gue liat di kampus banyak polisi
berdatangan menangkap Aldo dan teman basketnya karena
diduga telah menjadi bandar narkoba berbentuk permen
tersebut. Gue pun kaget dan langsung buru - buru pulang ke
kos-an gue
Sampai tiba – tiba tengah malam ketika gue sedang
ngerjain tugas kuliah ada yang mengetuk pintu gue. Gue diemin
aja abisnya gue pikir mungkin salah kamar kali dia. Tapi makin
lama ketukannya makin kencang sampai tiba – tiba ada suara
orang teriak. “ Woy buka Woy “ Gue yang kaget dan takut
langsung gue bukain pintu kamar gue dan ternyata yang
mengetuk pintu gue adalah orang yang menangkap aldo di
kampus tadi. Makin takut ampe keringet dingin dong gue.
Sehabis itu gue disuruh dia buat ke kantor polisi buat
ditanya – tanya. Gue jawab aja yang jujur gue kira itu permen
ternyata narkoba dan dia nanya gue nyimpen permen itu atau
tidak gue bilang iya dan gue kasih polisinya. Abis itu gue
ditahan sekitar 3 hari dan gue dibebasin karena gue hanya
sebagai korban dari tindakan aldo dan gue harus mengikuti
rehabilitasi yang ditetapin oleh polisi disitu.
Setelah kejadian itu gue mulai membuang kebiasaan
buruk gue dan gue minta maaf ke Irene. Dan untungnya dia
maafin gue dan janji bakal nemenin gue selama rehabilitasi dan
selalu jagain gue selama kuliah dan mungkin sepanjang hidup
gue.
66
Begitulah cerita singkat hidup gue selama kuliah di
Jakarta, Daerah yang asing bagi gue saat itu dan gue selalu
inget satu hal yaitu “ CANDU narkoba bahaya bagi hidup
kecuali CANDU cinta “.
67
Arvin sang Pemain Basket
yang Pendek
Oleh : Matthew Patrick XIA6/17
Arvin merupakan seseorang yang gigih sejak ia masih
kecil. Saat Arvin masih berumur enam tahun , Arvin sudah
diperkenalkan permainan bola basket oleh ayah Arvin. Sejak
saat itulah juga Arvin menemukan passionnya. Dari Arvin
umur enam tahun sampai ia SMP , bola basket merupakan
bagian dari kehidupannya. Arvin merasa tanpa basket ia tidak
akan bisa menjalankan hidupnya lagi , sampai seperti itulah
cinta Arvin terhadap permainan bola basket ini. Badan Arvin
tidak tinggi atau dapat dibilang pendek sehingga dapat menjadi
penghalang besar dalam karier basket Arvin. Walaupun begitu
Arvin tidak pernah menyerah dan terus gigih berlatih untuk
menutupi kekurangan yang ia miliki itu.
68
bertanding mewakili sekolahnya, walaupun sebenarnya ada
tiga tim. Arvin merasa kecewa dengan dirinya sendiri, karena
masuk ke tim C , yang merupakan tim paling buruk diantara
ketiga tim saja tidak bisa. Arvin menanggapi kekecewaannya
tersebut dengan berlatih . Arvin berlatih dengan sangat keras
yaitu latihan shooting dengan 1000 kali percobaan dilanjuti
dengan latihan dribblingnya selama kurang lebih dua jam setiap
harinya. Namun sampai lulus SMP –pun, Arvin tidak pernah
dimasukkan tim oleh pelatihnya.
69
seniornya. Arvin tidak terkejut Kenneth akan langsung
dimasukkan ke tim inti . Namun Arvin sama sekali tidak
dipandang oleh pelatihnya walaupun Arvin pandai mencetak
three-point ,karena pelatihnya menganggap pemain basket
yang pendek tidak akan terlalu berguna di dalam pertandingan
sesungguhnya.
70
Satu tahun berlalu dan Arvin tetap berlatih dengan
keras. Setiap harinya masih berlatih menembak bola basket
1000 kali dan latihan dribble selama dua jam. Tim Kanisius
juga semakin kuat, karena kedatangan beberapa kelas 10 yang
lumayan andal dalam bermain basket. Sampai sekarang pun
Arvin masih diledeki oleh Mamat yang kebetulan pada kelas
12 ini mereka sekelas lagi. Namun Arvin sekarang berbeda dan
hanya mendiamkan apa yang dikatakan oleh Mamat. Arvin
hanya fokus dalam permainan basketnya seperti saran yang
diberi oleh Kenneth. Belajar di sekolah, latihan basket , tidur
dan bangun seperti itulah kegiatan Arvin setiap harinya. Arvin
sangat ingin memenangkan DBL pada tahun terakhir masa
SMA-nya dan tahun terakhirnya di Kanisius. Arvin berlatih
dengan sangat keras dengan tanpa ia sadari sudah saatnya DBL
dimulai. Arvin yang berlatih dengan keras membawakan
Kanisius ke perempat final dengan mencetak total 236 poin .
Arvin gugup, karena tahun lalu ia juga kalah di perempat final
. “Jangan takut, kita udah lebih kuat dengan adanya kelas 10
yang jago-jago” Kenneth menyemangati Arvin. Akhirnya
Kanisius lolos ke final dengan Arvin mencetak 24 poin .
71
selaku point guard yang mengatur penyerangan tim memegang
bola dan berharap dengan serangan terakhir ini akan
membawakan pulang juara pertama ke Kanisius . 10 detik
sebelum pertandingan selesai, Kenneth masih belum dapat
menemukan ruangan kosong untuk mengoper bola. Pada saat
waktu tersisa 5 detik akhirnya Arvin muncul dan Kenneth
dengan cepat mengoper bola kepada Arvin dan Arvin dengan
percaya diri menembakkan bola ke ring basket dari garis three
point. Bola basket tersebut menyentuh ring dan berputar
mengelilingi ring tersebut dan akhirnya jatuh ke tanah melewati
net yang disambungkan dengan ring tersebut. Arvin baru saja
memenangkan Kanisius juara pertama. Para Alaska bernyanyi
kencang dengan gembira. Arvin pun menangis, namun tidak
seperti tahun lalu dimana nangisnya disebabkan oleh kekalahan
. Mamat pun menyelamatkan Arvin dan meminta maaf.
“Gausah minta maaf, dengan lu meledek gua membuat gua
menjadi lebih ingin menjadi lebih baik. Malah seharusnya gua
berterima kasih” Kata Arvin kepada Mamat. Namun DBL ini
bukan akhir dari karier Arvin sang pemain basket pendek ini,
karena Arvin ingin melanjutkan kariernya ke liga NBA.
72
Sepadan
Oleh : Michael Ananta XIA6/18
Erza, anak jenius yang miskin dari desa Pandeyan yang
bersekolah di kota. Ia selalu duduk di bangku paling depan agar
bisa memperhatikan gurunya dengan baik. Meskipun jenius,
Erza diperlakukan berbeda oleh teman-temannya, karena
penampilannya yang dekil dan bau. Erza hanya diam saja saat
diejek temannya karena menurutnya ia tidak akan bisa
melawan orang kaya, menurutnya orang kaya memiliki kuasa
atas dunia.
“Za, ora iso koyo ngene terus, masa kamu mau diejek
sama temen kamu yang banyak gaya kaya gitu.” Kata Harsa.
“Mau aku bantu abisin mereka ga?” tanya Harsa yang dengan
berani menawarkan bantuan ke Erza.
73
Di tahun-tahun terakhirnya sebagai pelajar SMA, Erza
kesulitan memilih universitas. Erza selalu menginginkan untuk
berkuliah di Fakultas Teknik Elektro di Universitas terkenal di
Jogja. Tetapi karena kondisi keuangannya yang kurang, ia
kebingungan.
74
“Kalo gini caranya, gak bisa diem aja Za, kita harus
cari cara biar kamu bisa kuliah.” Tegas Harsa dengan berani.
“Gak ada cara lain lagi Za, kalau kamu mau kuliah di
universitas impian kamu, caranya cuman ngerampok.”
75
universitas impiannya, dan menjalani hari-harinya bersama
napi yang lain.
76
Telepon Genggam di Kebun
Jeruk
Oleh : Michael Evan XIA6/19
Malam yang sunyi dipenuhi dengan suara kegembiraan
di sekitar. Hari beristirahat telah datang, malam Minggu. Di
dalam bar yang terletak di negara jauh barat, Amerika Serikat,
saya dengan teman-teman saya datang untuk mengambil
beberapa minuman serta mengobrol. Waktu berjalan, obrolan
berjalan dari mulut ke mulut, minuman yang mulai berkurang.
Terlarutnya malam, saya dan teman-teman saya akhirnya
memutuskan untuk kembali ke rumah. Kami pergi ke mobil,
tersadar telepon genggam saya telah hilang dari kantong saya.
Segera saya cari di dalam tas, hingga saya harus balik ke bar
hanya untuk menemukan meja yang kosong.
77
genggam zaman sekarang bisa terhubung dengan akun yang
sama untuk menjaga hubungan dengan kita, penggunanya.
78
untuk membantu saya mencari informasi lebih. Dari teman ke
teman, artikel yang saya unggah meledak secara internasional.
Sampai kepada Tiongkok. Pada akhirnya dengan bantuan
orang, saya mendapatkan informasi. Saya mengetahui nama
orang yang memiliki telepon genggam saya yang lama beserta
alamat yang akurat. Namanya Tang. Ia tinggal di rumah dengan
kebun jeruk yang dimilikinya di Guangzhou, Tiongkok.
79
keraguan saya meningkat dan saya diberi tahu oleh teman
untuk berhati-hati karena banyak tindakan kriminal, terutama
pembunuhan terhadap orang populer. Teman saya benar. Saat
saya berjalan dengan Tang dan rombongan “fan base” yang
mengikuti, ada pisau yang jatuh. Melihat pisau yang jatuh, saya
ambil pisau itu dan melihat tulisan “Tang”. Tang melihat saya
mengambil pisau tersebut lalu secara cepat Tang mengambil
pisau itu dan mengatakan bahwa semua ini bohongan.
Rombongan yang telah mengikuti saya ternyata adalah
kelompok gang Tang sendiri yang ia bayar. Tanpa
mengeluarkan sepatah katapun, saya langsung lari ketakutan
akan penghianatan yang saya alami. Tanpa disadari barang-
barang saya masih di dalam tas. Saya hanya membawa telepon
genggam dengan dompet. Dari situ Tang berteriak dan
mengatakan bahwa ia menginginkan seluruh barang saya. Saya
disuruh untuk memberikannya uang untuk mendapatkan tas
saya kembali, yang berisi paspor serta tiket pulang.
80
meminta bantuannya. Ia menjelaskan bahwa media Guangzhou
jarang menerima kabar atau berita dari orang luar mengenai
berita lokal. Maka, ia menyarankan saya untuk melaporkannya
pada polisi. Saya langsung bertanya dimana kantor polisi
terdekat. Ia memberitahu saya dan saya pun pergi.
81
Setelah kembali beraktivitas seperti biasa, teman saya bertanya
kabar. Saya menjawab dan teman saya mengajak untuk
membicarakan “liburan” yang saya alami. Kembali di bar yang
sama, saya duduk, minum, dan berbicara dengan telepon
genggam dan pengalaman yang berbeda.
82
The Downfall
Oleh : Michael Tumbelaka XIA6/20
Cerita ini bercerita mengenai jatuhnya seseorang dari
ketenaran yang dimiliki dikarenakan dirinya yang gegabah.
Cerita ini berawa mula dari, Timmy Rosaldi adalah seorang
anak sulung dari pasangan Pamela Lin dan Gregory Tung, dia
juga memiliki seorang adik bernama Kiky Rosaldi. Awal mula
ketenaran Timmy Rosaldi ialah dari aplikasi bernama Vine,
Vine merupakan aplikasi yang memperbolehkan orang-orang
untuk memposting klip-klip video yang mereka buat untuk
ditonton oleh orang-orang. Timmy Rosaldi sendiri membuat
banyak video dan videonya banyak yang menonton sehingga
follower Timmy Rosaldi di Vine pun meroket. Timmy Rosaldi
sendiri dapat disebut sebagai artis vine dikarenakan ketenaran
tersebut.
83
adiknya yang sukses di youtube, maka Timmy Rosaldi pun juga
membuat yotube channel dan ternyata Timmy Rosaldi
channelnya bisa lebih booming dari pada channel Kiky Rosaldi
adiknya sendiri itu. Timmy Rosaldi pun menjadi sangat
terkenal karena dia dari sebelumnya sudah terkenal dan juga
konten yang diberikan oleh Timmy Rosaldi dapat dibilang seru,
tetapi sepertinya ia tidak pernah puas dengan pencapaiannya
itu. Bahkan karena dia ingin mencari sensasi lebih banyak lagi,
ia pun sampai bertengkar dengan adiknya sendiri via youtube.
84
tidak sengaja melihat mayat orang yang bunuh diri disana, lalu
dengan sengaja ia memvideokan mayat tersebut. Walaupun
telah ia sensor tetapi tentunya tidak etis untuk memvideokan
orang yang sudah meninggal, lalu meninggalnya dengan cara
bunuh diri lagi. Maka dari itu banyak sekali yang jadi
membenci dia bahkan mencekam dia. Youtuber-youtuber serta
artis lain pun ikut mengomentari aksi Timmy Rosaldi tersebut
dikarenakan hal yang ia lakukan sangatlah tidak etis. Semakin
hari, kebencian yang didapat oleh Timmy Rosaldi pun juga
semakin banyak. Bahkan karena banyaknya kebencian,
subscriber Timmy Rosaldi menurun, bahkan Timmy Rosaldi
sendiri sampai hilang dari yang namanya youtube selama
beberapa lama. Itu bisa dibilang sebagai titik terendah dari
kariernya, ia menghilang dari dunia maya selama beberapa
bulan. Tetapi akhirnya pun dia memberanikan diri untuk
kembali ke dunia maya ini, walaupun dia sudah tidak setenar
dulu lagi dan juga tidak seaktif dulu, dia tetap berusaha untuk
bangkit, walaupun tidak berhasil.
85
Telah Dipanggil
Oleh: Mikhael Prima Angelo Hanapie XIA6/21
86
memasak, “Kamu ingat kan hari ini hari apa?”, dia bertanya
dengan nada bermain-main. Silvio berhenti mengaduk untuk
beberapa detik, lalu jawabannya muncul di pikirannya, “Ooh!
Hari ini ulang tahunmu ya kan? Saya hampir lupa, selamat
ulang tahun temanku!”, dia menjawab kepadanya. Silvio
menepak punggungnya Mono secara ramah, dan dia ketawa
kecil kepadanya, “Makasih sahabat, eh tapi kamu lagi masak
apa?”, Mono bertanya dengan rasa ingin-tahu. Silvio
mengangkat pancinya sedikit untuk menunjukkannya, “Mie
kuah rebus! Dengan sentuhan Italia sedikit, tak instan
tentunya.”, dia menjawab dengan cukup bangga.
87
lobby utama kuliahnya, siap untuk balik ke rumahnya untuk
merayakan ulang tahunnya. Seiring dia berjalan ke halte untuk
mendapatkan taksi, teman-temannya berjalan mengikutinya.
“Hey Mono, kamu akan pulang balik dulu ya?”, Erik bertanya.
Mono kaget sedikit setelah sadar mereka disampingnya, dia
menjawab “Iya, saya sudah tak sabra bertemu dengan keluarga
nih.”, dia menjawab dengan bersenyum. “Hadiahnya terlambat
dikit yaa, saya masih kurang tahu mau beli kami apa”, Silvio
berkata dengan jujur. Mono baru mau menjawab, ketika dia
mendapat pesan melalui WA di telpon selulernya.
88
padanya? Dia berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar
semua baik-baik saja, dan bahwa kakeknya hanya mengalami
kecelakaan kecil… namun ada sesuatu di dalamnya yang
mengatakan padanya bahwa mungkin saja… sudah tak ada lagi
yang dapat dilakukan.
89
Erik yang pertama memeluknya, lalu Silvio, dan lalu
Amelia. “Turut berduka cita atas kakekmu, Mono.”, Erik
berkata. “Dan juga… ini hadiah untuk ulang tahunmu.”, Silvio
mengatakan sambil memberinya sebuah set gambar sketsa
yang dia dulu inginkan… ternyata mereka patungan
membelinya untuk dia. “Terima kasih teman-teman…
sungguh, saya sangat bersyukur saya memiliki kalian di sini
sekarang.”, Mono mengatakan sambil menangis sedikit.
Amelia mengusap air matanya, “Jangan sedih teman, saya
yakin kakekmu sudah lebih damai, tak lagi menderita sakit
lagi.”, dia berkata. Mono memeluk mereka bertiga sekali lagi,
sebelum berhenti tangisannya. “Iya… iya, kalian benar… dia
sudah tak menderita lagi, dia sudah dapat beristirahat dengan
tenang sekarang.”, Mono mengatakan. Erik menaruh
tangannya di punggung Mono sekali lagi, dan memberinya
sebuah senyuman yang menenangkan. “Ayolah Mono, saya
yakin kakekmu tak akan mau kamu untuk bersedih seperti ini
di ulang tahunmu untuk alasan apapun.”, Erik mengatakan
dengan lembut. Silvio juga berpendapat, “Iya Mono, kita akan
membantumu melalui ini, tak mungkin kita akan
meninggalkanmu sedih seperti ini pada hari ulang tahunmu
sendiri!”, dia bilang dengan semangat dan ria. Amelia
mengangguk kepalanya, “Mhm, kita akan selalu disisimu
ketika anda berkesusahan, itulah yang teman-teman melakukan
untuk sesama.”, dia mengatakan.
90
mereka. “Itu terdengar seperti ide bagus!”, Silvio mengatakan
dengan ria. Dengan itu, mereka jalan bersama masuk ke lobby
rumah sakit, sambil berbincang ramah bersama.
91
PLASTIK
Oleh: Muhammad Rizky XIA6/22
92
terusan (Penulis kalo diejek terus-terusan kek Jisoo udah ga
kuliah kali)(Untuk yang nanya, “Kok orang tuanya Jisoo
ngebolehin dia operasi plastik si?” Jangan nanya penulis, sekali
lagi Jisoo ga mau cerita. Aneh kan, aneh).
93
Jisoo, orang itu sambil bilang, “Jangan mati dulu, ada banyak
hal yang gw suka dari lu.”
94
Lagu Terakhir
Oleh : Nicolas Matthew Tenadi XIA6/23
Di dalam ruangan terang ini, saya hanya bisa melihat
sejauh mata memandang. Suara tepuk tangan dan sorak sorai
memenuhi ruangan itu. Saya tidak merasakan malu ataupun
ketakutan, melainkan saya merasa bangga dan terharu. Setelah
saya keluar dari ruangan ini 1 tahun kemudian, saya perpikir
bahwa saya tdiak akan masuk ke sini lagi.
95
mengubah sedikit sebuah lagu untuk suasana yang sangat
indah. Temponya, nadanya, bahkan gerakan dan ekspresinya
sangat cocok untuk lagu itu.
96
dibawa ke rumah sakit 30 menit kemudian, tetapi Tuhan
berkata lain. Dia meninggal pukul 23.50 WIB karena gagal
jantung. Saya mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya
nenekmu ini, terutama saat kita mengetahui bahwa anda ini
adalah yatim piatu. Mungkin sekarang, anda memerlukan
istirahat dan waktu sendirian, dan oleh karena itu, saya pamit
mengundurkan diri”. Dia langsung bergegas meninggalkan
hotel bersama dengan pembantunya.
97
Tiba-tiba, MC berkata, “Next, we have Ms. Rosa
Amelia, 15 years old, from Indonesia!”
Januari 2018
98
Liburan semester sudah berakhir. Tidak ada latihan
musik selama semester kemarin. Bahkan, saya tidak pernah lagi
menemani temanku si Nadia latihan bernyanyi. Menurut rumor
yang beredar, dia sudah menemukan pasangan bernyanyi
cowok di sekolah, dan dia mau berduet dengannya untuk
konser regional satu bulan lagi.
99
“Perkenalkan, dia ini adalah Max, umur 15 tahun. Dia
ini adalah anak pindahan kita.”, kata si Nadia
100
“Gue trauma, Nadia. Bisa aja pas nanti konser gw
berhenti di tengah.”, kataku.
5 Bulan Kemudian
101
latihan dulu selama satu tahun, karena jantungku yang baru
dioperasi tidak bisa menahannya.
102
Nama kita kemudian dipanggil. Inilah saatnya. Dimana
saya akan membuktikan diriku sendiri.
103
saya keluar dari ruangan ini 1 tahun kemudian, saya perpikir
bahwa saya tidak akan masuk ke sini lagi.
104
ke mulutku. Suntikan adrenalin dimasukkan ke tubuhku.
Hingga akhirnya, jantungku mulai berdetak lagi.
105
Hari Kesialan Anton
Oleh: Peter Brian XIA6/24
106
makan roti saat perjalanan naik mobil ke sekolah. Ibunya yang
melihat hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.
107
menasihatinya, “Makanya, dari kemarin kan Ibu sudah
mengingatkan kamu ada tugas atau nggak, tapi kamu malah
santai-santai aja.” “Iya, Bu. Entah kenapa, kemarin aku bener-
bener lupa dengan tugas yang harus dikerjakan. Aku bener-
bener terlalu meremehkannya,” jawab Anton sambil
meneteskan air mata. “Ya sudah, sekarang anggap ini sebagai
pelajaran buat kamu. Ke depannya, kamu harus lebih
bertanggung jawab sebagai siswa sekolah.” “Ya, Bu. Aku janji
kok,” jawab Anton lagi-lagi sambil meneteskan air matanya.
Ibunya langsung memberinya pelukan dan mencium dahinya.
108
Tak Ada yang Seperti
Tampaknya
Oleh : Philip Jonathan Kho XIA6/25
Pada suatu hari, Clyde, salah satu pengusaha besar di
Asia Tenggara ingin berangkat ke negara lain Karena panggilan
kerja. Ia pada siang hari berangkat menuju bandara namun
sampai dibandara ia merasa lemah dan lapar sehingga Clyde
ingin mencari bekal untuk makan. Sampailah Clyde di sebuah
kedai donut, ada tulisan besar yang menggoda Clyde “beli 4
gratis 1” maka Clyde membeli donut tersebut dan duduk di
sebuah kedai untuk bersantai sembari. Clyde meletakan
barang- barangnya di sofa dan ia ke kasir untuk memsan
minum. Saat clyde kembali ke mejanya, ia melihat seseorang
berbaju kumuh, menggunakn sandal jepit, dan terlihat tidak
berkecukupan, duduk berhadapan di meja Clyde. Clyde
menanyakan kepada pria itu, “ada yang bisa saya bantu” pria
itu menoleh dan tidak menjawab Clyde sama sekali, dan itu
sedikit membuat Clyde kesal akan perlakuan pria itu. Beberapa
menit kemudian Pria itu mengambil sebuah donut yang ada di
meja, Clyde melihat ia mengambilnya dan merasa kesal
mengambil donut miliknya, namun Clyde membiarkannya
karena merasa kasihan dan Clyde juga mengambil satu
sehingga sisa 3 donut. Clyde kemudian asik membaca koran
dan berapa menit kemudian pria itu mengambil donut kedua
dan Clyde menatap mata pria itu dengan kesal, karena donut
miliknya diambil seakan tidak mempunyai etika dan sopan
santun. Pria itu menoleh balik kepada Clyde seolah tidak ada
yang terjadi dan hal itu dianggap hal yang biasa. Akhirnya
109
Clyde membiarkannya dan mengambil satu donut lagi sehingga
tersisa 1 buah donut. Clyde sudah kehilangan semangatnya
membaca koran karena harinya sudah cukup kesal. Beberapa
saat kemudain terdengar suara pengumuman bahwa
pesawatnya akan segera boarding, si pengusaha itu ber siap-
siap untuk pergi. Sebelum si pengusaha pergi, si pemulung
pergi terlebih dahulu dan mengambil donut terakhir, dengan
sangat kesal si pengusaha akhirnya berdiri dan melototi si
pemulung dengan muka yang sangat marah dan kesal. Dengan
lancangnya, si pria tersebut merobek donut itu dan
membaginya kepada sang pengusaha, dengan pasrah ia
menerimanya begitu saja. Sang pengusaha tersebut akhirnya
bergegas untuk pergi dengan kesal dan menyimpan amarah,
“betapa tidak tahu dirinya pria itu, makan tinggal makan, ijin
juga tidak, terimakasih juga tidak” dia mengambil barang-
barangnya yang ia letakkan di sofa, setelah ia mengangkat
tasnya ia menemukan sebuah kantong putih berisi lima donut
miliknya yang masih utuh. Seketika ekspresi pria itu langsung
berubah, dan Ia kaget ternyata selama itu ia memakan donut
milik pemulung itu dan pemulung itu tidak masalah ia
memakannya miliknya, bahkan saat tinggal satu masih dibagi
dua. Pria itu kemudian mengambil donutnya dan mengejar sang
pemulung itu, kemudian ia melihat pemulung itu dikawal oleh
7 orang pramugari kedalam loung bertulisan “first class” ia
langsung kaget dimana ternyata orang yang ia kira pemulung
merupakan pemilik “fly emirates’ alias salah satu maskapai
penerbangan terbaik. Ternyata pria itu hanya mengetes
perilaku orang yang berpakaian baik.
110
Amanat yang saya dapatkan adalah, orang yang
berpenampilan baik tidak selalu beretika baik, dan orang yang
berpenampilan buruk tidak selalu beretika buruk, roda
kehidupan berputar dan tidak ada yang seperti tampaknya.
111
Si Anak Emas dari Malang
Oleh: Ravi Harun XIA6/26
Suatu hari di malam yang dingin dan basah, Bobby
sedang memikirkan nasibnya di kota ini. Bobby tinggal
bersama bapaknya Agus dan ibunya Ratna di pedalaman kota
Malang, Jawa Timur. Belakangan anak berumur 15 tahun ini
bertanya-tanya kepada Tuhan, entah seberapa besar salah dan
dosanya untuk diperlakukan seperti sampah di kota yang sudah
lama dia berniat untuk pergi. Sudah lama Bobby menggarap
tanah di pinggir jalan kota Malang untuk membantu bapak
ibunya mencari nafkah. Ia pun tidak memiliki banyak waktu
untuk belajar setelah pulang sekolah karena harus membantu
ibunya berjualan koran di jalan raya dekat rumahnya.
Meskipun itu, Bobby terus berusaha untuk meraih nilai yang
terbaik di sekolah demi masa depannya nanti.
112
bu, program ini menyediakan beasiswa bagi kita yang berhasil
meraih nilai tinggi di tes mereka’. Ibu Ratna pada awalnya
ragu-ragu akan ide anaknya, mengingat bahwa kota Jakarta
sangat jauh dari Malang, tetapi setelah mendengar bahwa ada
beasiswa, Bu Ratna langsung bersemangat. Pak Agus yang
sedang makan di meja makan mendengar percakapan mereka
berdua dan lansung memberikan tanda hijau atas ide tersebut.
Enam bulan telah berlalu dan hari tes telah tiba. Bobby
merasa sangat gugup karena ia takut tidak mencapai targetnya.
113
Namun ibu sadar akan kegelisahan Bobby dan ia langsung
memeluknya dan berkata, ‘tenang bi, proses tidak akan
mengkhianati hasil, kamu pasti bisa kok.’ Bapak juga ikut
mendampingi Bobby karena itu hari sabtu dan pabriknya tutup
libur. Bobby sangat senang dengan dukungan kedua
orangtuanya dan sangat bersyukur atas pengorbanan mereka
selama ini. Akhirnya Bobby berhasil mendapatkan beasiswa
tersebut dengan tertera namanya di papan pengumuman 2
minggu setelah tes tersebut di tempat diselenggarakannya tes
ini. Bobby merupakan salah satu dari 20 anak yang berhasil
meraih beasiswa di seluruh Indonesia yang dimana kebutuhan
mereka kan ditanggung 100 persen oleh pihak asrama termasuk
tiket bus/pesawat dari kota mereka masing-masing.
114
Bobby ditertawai oleh teman-temannya karena terlihat air mata
keluar dari matanya. ‘Cengeng lu! Dasar bocah’ sahut
temannya. Bobby pun merasa tidak berdaya karena sudah sakit
dan juga diejek. Namun ada satu orang yang tidak tertawa
yakni teman yang mengajaknya bermain basket. Ia kemudian
yang membantu Bobby untuk berdiri dan membawanya ke
UKS. Disana mereka berkenalan, sambal Bobby dirawat oleh
salah satu guru di asrama tersebut. Ternyata nama anaknya
adalah Evan, dan Bobby merasa bahwa hanya Evan yang bisa
tulus menjadi temannya.
115
Jakarta Utara mengenai lomba fisika yang berhadiah 5 juta
rupiah.
116
untuk keluarganya. Maka semenjak hari itu, ia dikenal sebagai
anak emas asrama tersebut.
117
Khayalan Penuh Harapan
Oleh : Stephanus Primayuda XIA6/27
Siang itu, aku duduk termenung di kursi terasku.
Matahari siang itu menyapaku, memberikanku segenggam
harapan sembari diiringi melodi-melodi angin yang
membawaku pada khayalan penuh harapan, hingga kerap kali
aku menutup mata membayangkannya.
***
“Klinting…klinting…klinting…klinting…ting…tingg
…ting…ting…”
118
berbicara meskipun diikuti rasa takut. Jawaban tak terduga
keluar dari mulut istriku.
119
saat itu. Menikmati segelas air kelapa dingin sambil menunggu
senja turun dan akhirnya berganti malam. Diiringi dengan
obrolan kami yang menghangatkan malam yang dingin kala itu.
Bulan begitu sempurna malam itu, tak seperti jalan hidupku.
Memori itu kian lama kian memudar, aku terganggu dengan
kebisingan diluar sana. Egoisnya orang-orang, tak ada
kesempatan bagiku untuk menikmati semua memori indah itu
sebentar saja.
120
mempercepat waktu dalam perasaanku. Tak apa, pertemuan
singkat itu sungguh bermakan bagiku.
121
Aku berangkat saat matahari mulai bercahaya.
Matahari begitu cepat bercahaya seakan ia terburu-buru
membawaku pulang. Ada apakah sebenarnya ? Aku terus
merenungkan itu sambil melihat pecahan ombak yang
menabrak kapal. Secepat itukah hingga aku tak sadar bahwa
kapalku sudah sampai sebelum senja tiba. Aku tersadar bahwa
senja itu adalah senja yang sama seperti dahulu kala. Memori
itu mencoba untuk masuk lagi, namun kutinggalkan itu. Aku
tak ada waktu untuk memikirkan itu, aku hanya rindu padanya.
122
Turut berduka cita adalah kalimat munafik yang
kudengar dari orang orang itu karena aku tak rela istriku harus
pergi lebih cepat. Sedikit demi sedikit orang-orang itu pergi
kembali ke rumah masing-masing tanpa rasa bersalah sama
sekali. Air mata mereka sudah berhenti, sedangkan air mataku
terus mengalir dari mataku tak ada hentinya. Semua memori
masa lalu itu kembali masuk. Semua kenangan indah itu
mengacaukan pikiranku, menambah banyaknya air mataku
yang keluar dari mataku. Ingin kuhabiskan semua air mataku
sampai berhenti sendiri dan akhirnya sembab.
123
Cedera yang Mengubah
Segalanya
Oleh: Theo Adiwinata XIA6/28
124
basket sangat tinggi sekali hatinya. Temannya yang baru
berteman dengan dia juga sudah mulai jengkel dengan sikapnya
Kenny. Tapi mereka masih berharap bahwa Kenny bisa
berubah seiring berjalannya waktu.
125
Ayah dan Ibunya menyemangati Kenny bahwa Ia akan
terus bisa bermain basket. Tapi Kenny yang mendengar
semangat itu menjadi marah dan menyuruh orang tuanya keluar
dari ruangan. Akhirnya orang tuanya keluar, Kenny tahu bahwa
orang tuanya hanya ingin menyemangati dia. Tapi Kenny juga
kesal karena diberi harapan palsu “dengan lutut seperti ini apa
yang bisa aku lakukan” kata Kenny sambil menangis.
126
Bangkit
Oleh: Timothy Antonius Sevenson XIA6/29
127
sehingga Ia masih bisa berjalan normal, tetapi tidak dapat
berlari dan melakukan kegiatan yang berat.
Setelah mengalami kejadian tersebut, Teddy merasa
minder dengan kondisinya saat itu dan merasa bahwa masa
depannya tidak mungkin lagi dapat dicapainya. Ia terpaksa
untuk tidak bisa lagi dalam mengikuti kegiatan olahraga,
sehingga Ia keluar dari ekstrakurikuler basket dan keluar dari
klub basket yang sempat diikutinya. Ia sangat menyesali
kejadian pada waktu itu yang mengakibatkan semua cita-
citanya lenyap. Ia pun sempat berpikiran bahwa Ia tidak
memiliki kemampuan dan bakat apapun lagi.
Saat berada di kelas 8 SMP, Teddy merasa tertarik
untuk mencoba bermain sebuah alat musik tiup, saksofon. Ia
memilih alat musik tersebut, karena menurutnya laki-laki yang
bermain saksofon terlihat sangat menarik untuk ditonton dan
terlebih lagi pada waktu itu masih sedikit orang yang mampu
memainkan alat musik tersebut. Pada awal pertama belajar, Ia
belajar di sebuah tempat kursus musik di daerah Cikini, Jakarta
Pusat. Namun, saat masih di tempat kursus tersebut, Ia tidak
pernah mendapat nilai yang bagus untuk tes kenaikan tingkat.
Nilai yang didapat hanya selalu di angka 7. Setelah 2 tahun
mengikuti kursus musik, Ia memutuskan keluar dan memilih
untuk berlatih secara mandiri. Ia mencoba untuk mengikuti
ekstrakulikuler band dan orkestra di sekolahnya SMP.
Beberapa kali Ia mengikuti penampilan orkestra dan juga
mengikuti lomba-lomba band. Walaupun seringkali tidak
masuk sebagai juara, tetapi itu tidak mengurangi semangatnya
untuk selalu berlatih. Ketika masuk di bangku SMA pun, Ia
mengikuti sebuah ensemble alat musik tiup di SMA Kolese
Kanisius, Canisius Wind Ensemble (CWE). Bahkan, Ia pernah
sekali diajak oleh seorang penyanyi seriosa, Putri Ayu untuk
128
berkolaborasi. Ia tidak pernah berpikiran negatif lagi terhadap
dirinya. Ia sangat mensyukuri anugerah yang Tuhan berikan
kepadanya. Ia juga sangat menikmati keadaannya sebagai
pemain saksofon.
Sekarang Ia bercita-cita untuk menjadi seorang musisi
muda berbakat. Ia ingin sekali agar suatu saat mempunyai
karyanya sendiri, seperti album musik.
129
Besok Aku Mati
Oleh: Vannes Wijaya / XI-A6 / 30
...
...
DUAR!
...
130
"Eh-eh-sudah kok mba," jawabku dengan gugup
sambil menatap wajahnya yang sungguh mempesona.
131
Aku memberitakan dengan segera berita burukku (atau
baik?) kepada orang-orang terdekatku. Selalu disambut dengan
tangisan, aku mengajak mereka untuk berhenti menghabiskan
waktu dengan bersedih, tapi dengan bersenang-senang
bersamaku. Bersama mereka, akupun menyusun rencana dan
daftar hal-hal yang ingin ku lakukan untuk minggu terakhir
dalam hidupku.
132
Aku pamit, keluar dari rumahnya, tiba-tiba paman
memanggilku lagi dengan lantang. Sambil aku berbalik badan,
telingaku tiba-tiba berdengung. Dengungan itu lama-kelamaan
semakin keras. Ketika aku berbalik badan, tidak ada siapa-
siapa.
...
...
DUAR!
...
133
aku rindu akan mimpiku tadi malam, ketika aku dikejar
kematian, dan terpaksa harus hidup dengan sepenuhnya selama
satu minggu. Menjalani hidup dengan seharusnya.
Menghabiskan waktuku dengan orang-orang yang aku cintai,
untuk hal-hal yang berharga. Aku baru menyadari, bahwa
selama ini aku hanya bersembunyi di balik topeng gembira,
bersandiwara. Kenyataanya, di dalam lubuk hatiku yang paling
dalam, aku bersedih dan bersesal. Aku menghabiskan waktuku
untuk hal-hal yang sejujurnya tidak aku nikmati dan
membuatku membenci hidup. Hal-hal yang tidak bernilai
bagiku. Dari mimpi tadi malam, aku sadar, bahwa hidup itu
singkat, dan aku harus menggunakannya untuk hal-hal yang
bermakna.
134
Luangkan Waktu
Oleh: Xaverius Victor Constantino XIA6/31
135
sakit tempat ia bekerja dengan Ukraina. Akhirnya mereka pun
menjalankan hari-harinya bersama.
Setiap hari, ada pasien yang dicek kesehatannya di
barak tentara ini. Kemudian Richard harus pergi untuk
menangani terorisme di Ukraina ini. Richard berhadapan
dengan rakyat miskin yang disiksa oleh kelompok-kelompok
teroris, sehingga rakyat ini perlu dibawa ke barak untuk dicek
kesehatannya. Ternyata banyak yang tidak baik kesehatannya,
dan dirawat di ruang perawatan yang telah disediakan.
Di waktu yang bersamaan, ada pembangunan gedung
pencakar langit di dekat situ. Saat suasana sedang tenang dan
tentram, terjadi gempa bumi yang cukup kuat dan membuat
gedung itu hancur. Kehancuran ini menyebabkan banyak
pekerja yang tewas dan luka-luka. Tim Irene pun diminta untuk
langsung terjun ke area konstruksi. Sesampainya di sana,
mereka langsung bergegas menghampiri korban terdekat dan
langsung memberikan pertolongan pertama. Ada banyak
korban yang luka parah hingga harus dirawat di ruang
perawatan di barak. Bahkan ruang perawatan hingga kelebihan
kapasitas dan beberapa ada yang dilarikan ke rumah sakit lain.
Para tentara pun membantu tim Irene dengan evakuasi
area konstruksi, dan mencari korban-korban selamat diantara
tumpukan puing bangunan. Richard yang memimpin evakuasi
ini bekerja cukup keras. Mereka terkadang kesulitan karena
puing-puing yang ada di situ cukup besar, sehingga alat
pengangkat puing kadang tidak kuat dan mereka harus
menghancurkan puing itu dulu. Setelah para tentara
menemukan korban selamat, mereka langsung memanggil
salah satu tim medis atau mengarahkan korban selamat ke tim
medis terdekat. Setelah mendapatkan pertolongan pertama,
136
mereka akan dibuat untuk melakukan rawat jalan, sehingga
tidak menumpuk di area situ.
Evakuasi berjalan cukup lama dan tim medis pun tidak
ada berhentinya mengobati para korban selamat. Terkadang
tim medis harus menahan rasa sabar mereka dari rintihan
kesakitan. Tidak sedikit juga yang mengeluh meminta pulang
karena khawatir akan keluarganya. Irene yang sedari tadi
menghadapi berbagai karakter pasien ini pun kelelahan. Tapi ia
sadar, tugasnya belum selesai, masih ada beberapa perawatan
yang harus dijalankan oleh beberapa korban selamat. Bencana
ini membuat Irene dan Richard jarang mengobrol lagi, bahkan
hanya bertegur sapa.
Hari-hari berlalu dengan kelelahan mereka mengobati
maupun mengevakuasi para korban selamat. Banyak evakuasi
telah dijalankan, dan semakin hari, korban meninggal dunia
pun semakin banyak. Karena insiden ini, banyak rakyat sekitar
yang membuat tempat untuk menyalakan lilin dan mendoakan
mereka yang meninggal dunia. Ya, memang cukup sedih untuk
menghadapi situasi seperti ini. Irene pun yang sedang menatap
tempat ini, meneteskan air mata. Saat itu, Richard datang
menghampiri Irene, karna tugasnya saat itu sudah selesai.
Richard pun merangkul Irene yang sedang menangis itu, dan
berusaha menenangkan Irene.
***
Beberapa bulan setelah insiden itu, mereka kembali
beraktivitas seperti biasa di barak. Kemudian Richard dan Irene
pun tetap membantu rakyat Ukraina. Di sela-sela pekerjaan
mereka, terkadang mereka bertemu untuk sekedar minum teh
bersama dan mengobrol. Setelah berbulan-bulan ada di
137
Ukraina, akhirnya Richard pun menyatakan perasaannya pada
Irene dan mereka pun berpacaran.
Setelah tinggal di Ukraina cukup lama, mereka pun
kembali ke Korea Selatan dan kembali beraktivitas di Rumah
sakit ataupun di barak. Dalam hubungan mereka, banyak
rintangan yang dilalui, misalnya jadwal mereka yang padat,
membuat mereka sulit untuk bertemu. Irene yang sering
diminta bertugas di UGD, hampir setiap malam mendapatkan
kiriman pasien dari berbagai macam kejadian, seperti
kecelakaan atau kebakaran. Richard dengan pangkatnya yang
cukup tinggi pun, kini memiliki peran penting dalam
pekerjaannya. Banyak rapat-rapat yang harus ia hadiri dan
tidak bisa diubah.
Pada akhirnya Richard dan Irene pun menjalani
hubungan yang tidak pada umumnya. Mereka bertemu kurang
lebih sebulan sekali, dan hal ini menyebabkan kerenggangan.
Akhirnya, di akhir Desember, pada saat musim dingin, mereka
bertemu di sebuah kafe. Suasana yang dingin, memang nikmat
sambil meminum sebuah kopi panas. Setelah mereka bertemu
dan duduk berhadapan. Irene pun mengawali pembicaraan
dengan terang-terangan. Ia meminta untuk putus karena
jarangnya mereka bertemu. Selain itu Richard juga tidak
memberikan kepastian kepada Irene. Richard pun menerima
keputusan Irene dengan terbuka. Akhirnya mereka putus dan
tidak pernah berhubungan lagi.
138