Askep DSS

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP TEORITIS DENGUE SYOK SYNDROM (DSS)

A. Pengertian
Dengue Shock Syndrome (SSD) / Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus deman
berdarah dengue disertai dengan manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan.
Dengue Shok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD).
DSS adalah berkurangnya volume plasma akibat dari permeabilitas dinding kapiler.
DSS merupakan lanjutan dari DHF derajat 3 dan 4 yang secara lambat ditangani.
(Christantie Effendy, 1995).
DSS adalah berkurangnya volume plasma akibat dari permeabilitas dinding kapiler.
DSS merupakan lanjutan dari DHF derajat 3 dan 4 yang secara lambat ditangani.SSD
mencakup semua kriteria DHF ditambah tanda-tanda kegagalan sirkulasi yang
bermanifestasi sebagai nadi cepat dan lemah tekanan nadi sempit
(< atau sama dengan 20 mm Hg); hipotensi sesuai umur, kulit dingin dan lembab dan
gelisah.
Dengue Shok Syndrome bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan
masyarakat yang menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga merupakan
permasalahan klinis. Karena 30 – 50 % penderita demam berdarah dengue akan
mengalami renjatan dan berakhir dengan suatu kematian terutama bila tidak ditangani
secara dini dan adekuat. Penderita yang datang dengan SSD keadaan umumnya selalu
mengkhawatirkan dan tentunya membuat dokter selalu deg-degan karena perjalanan
penyakitnya yang tidak bisa ditebak.

B. Etiologi
a) Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue
tipe 1, 2, 3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat
dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam
genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik
pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia misalnya
sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel-sel Arthropoda misalnya sel aedes
Albopictus. (Soedarto, 1990)
b) Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa
spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &
Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya
nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat
bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat
di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan
genangan air bersih alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih
menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari. (Soedarto, 1990).
Virus dengue serotipe 1,2,3,dan 4 yang ditularkan melalui vector nyamuk
Aedes Aegypti (betina) yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlidungan terhadap serotipe lain.
c) Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe
lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah
mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk
kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari
ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).
C. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal
tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi
– virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (C3a, C5a, bradikinin,
serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga
terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+
dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya
komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi
gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut
menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock
tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis
metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan
sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia
jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup
dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam
kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh
manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga
dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler
sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2)
agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan
fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari
sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau
mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler; (2)
kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati
(Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000).

D. Manifestasi Klinis
a. DemaM
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian
turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam,
gejala-gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung, nyeri
tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto,
1990).
b. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan
pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. (Soedarto, 1990). Perdarahan ringan
hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan
haematemesis. (Nelson, 1993). Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului
dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995).
c. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak
yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati
teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita .
(Soederta, 1995).
d. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada
ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi
pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. (Soedarto,
1995).
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan
gejala lain adalah :
 Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
 Asites
 Cairan dalam rongga pleura (kanan).
 Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.
Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah – muntah, diare maupun
obstipasi dan kejang – kejang. (Soedarto, 1995).

E. Klasifikasi
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi
menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
 Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif.
 Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala-gejala pendarahan spontan seperti
petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga
dan sebagainya.
 Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun
(120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
 Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > – 140 mmHg)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
(WHO, 1986)
Derajat (WHO 1997) :
o Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif
o Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau
perdarahan lain.
o Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan
pasien menjadi gelisah.
o Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diukur.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil laboratorium
 Trombosit menurun <100.000/ μ (pada hari sakit ke 3 – 7
 Hematokrit meningkat 20% atau lebih
 Albumin cenderung menurun
 SGOT, SGPT sedikit meningkat
 Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 – 40 mmHg, HCO3 menurun.
 Dengue blat 19m positif 19G positif pada hari ke 6.
 NS 1 positif
2. Foto rontgen
Pemeriksaan foto thorax RLD (Right Lateral Dext) :
- Efusi Pleura (PEI ………%)
3. USG
Pada pemeriksaan USG biasanya ditemukan :
- Asites dan Efusi pleura
- Hepatomegali

G. Penatalaksaan Medis
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ;
203 – 206 adalah :
1. Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface
cooling”. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal
tidak boleh diberikan pada :
- Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari.
- Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari.
- Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari.
- Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.
2. Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB <
10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di
berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya.
3. Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak –
banyaknya dan sesering mungkin.
4. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang
harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam
yang diestimasikan sebagai berikut :
- 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
- 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
- 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
- 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
5. Obat-obatan lain :
- Antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain.
- Antipiretik untuk anti panas.
- Darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994
adalah :
1. Belum atau tanpa renjatan (Grade I dan II) :
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface
cooling”. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen, asetosal
tidak boleh diberikan pada :
- Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari.
- Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari.
- Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari
- Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari
Terapi cairan :
 Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB <
10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama
di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya
 Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak-
banyaknya dan sesering mungkin.
 Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang
harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24
jam yang diestimasikan sebagai berikut :
- 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
- 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
- 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
- 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
- Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas,
darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
2 Dengan Renjatan (Grade III) :
1) Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi
teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan
Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus
tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun
waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu (24
jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan). Perhitungan
kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :
o 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
o 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
o 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
o 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
2) Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi
masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka
penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30
mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan
cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
3) Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam
keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat
lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau
plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan
dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.
Bila pasien sudah masuh dalam tahap DSS (Dengue Syok Syndrom) yaitu pada
grade 3 atau 4 maka penatalaksanaan yang terpentingadalah pengelolaan cairan
diantaranya adalah : Resusitasi volume pada DSS à Pilihan cairan colume intra
verkuler dan kemampuan menyumpal vaskuler. Cepat mempertahankan volume
vaskuler, bertahan lama didalam intra vaskuler sehingga cepat mengatasi syok.
Hal – hal yang perlu dipertahankan dalam tubuh / cairan pada DSS :
 Kristaloid
o NacL 0,9%
Tujuan : memperbaiki volume extra vaskuler seperti pada diare akut
dengan dehidrasi.
 Koloid
o HES
o Wida HES
o Voluven
o Fima HES, dll
Efek yang menguntungkan :
- Dapat meningkatkan ankotik plasma.
- Dapat meningkatkan volume darah.
- Dapat membatasi kebocoran vaskuler
4) Kolaborasi Medis àPemberian terapi /oksigen.
5) Transfusi komponen darah
o Komponen yang biasa dipakai FFP : 15 cc / kg BB.
o Bila terdapat trombositopeni beratàTrombosit konsentrit (Trombo <
30.000 / m3).
6) Obat – Obatan (Kolaborasi Medis)
o Pemberian Antibiotik
o Pemberian obat antipiretik
o Imunoglobolin intravena (Gamaras)
o Bichat à Bila asidosis metabolik

 
 
ASKEP TEORITIS DENGUE SYOK SYNDROM (DSS)

I. Pengkajian
1) Identitas
o Nama
o Umur
o Pekerjaan
o Alamat (daerah endemis, lingkungan rumah / sekolah ada yang terkena DB)
2) Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama
panas, muntah, epistaksis, pendarahan gusi.
 Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien mengalami demam 2-7 hari
 Riwayat kesehatan yang lalu
riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien
dahulu
 Riwayat kesehatan keluarga
riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota
keluarga yang lain baik bersifat genetic atau tidak
 Riwayat tumbuh kembang
keterlambatan tumbuh kembang
 Riwayat imunisasi
Imunisasi yang tidak lengkap
3) Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang badan,
usia)
 Pemeriksaan per system
o System persepsi sensori :
- Penglihatan : edema palpebra, air mata ada/tidak, cekung/normal
- Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, tidak lembab/kering
o System persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing
o System pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung,
odem pulmo, krakles
o System kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat/tak teraba, kapilary
refill lambat, akral hangat/dingin, epistaksis, sianosis perifer, nyeri dada
o System gastrointestinal :
- Mulut : membrane mukosa lembab/kering, pendarahan gusi
- Perut : turgor, kembung/meteorismus, distensi, nyeri, asites, lingkar perut
- Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau, konsistensi,
darah, melena
o System integument : RL test (+)?, petekie, ekimosis, kulit kering/lembab,
pendarahan bekas tempat injeksi?
o System perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/anuria
4) Pola Fungsi Kesehatan
 Pola persepsi dan pemeliharaan kesenian : sanitasi?
 Pola nutrisi dan metabolism : anoreksi, mual, muntah
 Pola eliminasi :
- Bab : frekuensi, warna (merah?, hitam?), konsistensi, bau, darah
- Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir?, oliguria, anuria
 Pola aktifitas dan latihan
 Pola tidur dan istirat
 Pola kognitif dan perceptual
 Pola toleransi dan koping stress
 Pola nilai dan keyakinan
 Pola hubungan dan peran
 Pola seksual dan reproduksi
 Pola percaya diri dan konsep diri

II. Diagnosa Keperawatan


 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue (viremia).
 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari
intravaskuler ke ekstravaskuler.
 Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake inadekuat.
 Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan permeabilitas membran
meningkat.
 Resiko cedera (perdarahan) berhubungan dengan trombisitopenia.

III. Intervensi
Hipertermi berhubungan dengan Proses Infeksi Virus Dengue (Viremia)
o Tujuan : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan perawatan.

o Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37 °C, membran mukosa basah, nadi

dalam batas normal (80 – 100 x/mnt), Nyeri otot hilang.


o Intervensi :
- Berikan kompres (air biasa / kran).
 Rasional : mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air
hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan
hipotermi atau menggigil.
- Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500 – 2000 cc/hari (sesuai
toleransi).
 Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
- Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap
keringat pada klien. Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang
tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
- Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam
sekali atau lebih sering.
 Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum pasien.
- Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai
program.
 Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh
yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Perpindahan Cairan Dari
Intravaskuler Ke Ekstravaskuler
o Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok hipovolemik.
o Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD 100/70
mmHg, N: 80 – 120 x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat, Capilarry
refill < 3 detik, Pulsasi kuat.
o Intervensi :
- Observas vital sign tiap 3 jam / lebih sering.
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
- Observasi capillary Refill.
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
- Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine.
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga
dehidrasi.
- Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi).
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral
- Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah.
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah
terjadinya hipovolemic syok.
Ketidak Seimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
Intake In Adekuat
o Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi.
o Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan,
Nafsu makan meningkat, porsi makanan yang disajikan mampu dihabiskan klien,
mual dan muntah berkurang.
o Intervensi :
- Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
- Observasi dan catat masukan makanan pasien.
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi
makanan.
- Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan).
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
- Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering dan atau
makan diantara waktu makan.
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan
masukan juga mencegah distensi gaster.
- Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral.
- Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.
- Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penting nutrisi/ makanan bagi proses
penyembuhan
- Sajikan makanan dalam keadaan hangat.
- Anjurkan pada klien untuk menarik nafas dalam jika mual.
- Kolaborasi dalam pemberian diet lunak dan rendah serat.
- Observasi porsi makan klien, berat badan dan keluhan klien.
Resiko Syok Hipovolemik berhubungan dengan Permeabilitas Membran
Meningkat
o Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik.
o Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal.
o Intervensi :
- Monitor keadaan umum pasien.
Rasional : Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat
terjadi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok.
- Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih.
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan
tidak terjadi presyok / shock.
- Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika
terjadi perdarahan.
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda
perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat
segera diberikan.
- Kolaborasi : Pemberian cairan intravena.
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan
tubuh secara hebat.
- Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami
pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
Resiko Cedera (Perdarahan) berhubungan dengan Trombisitopenia
o Tujuan : Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan.
o Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80 – 100 x/menit reguler, pulsasi kuat, tidak ada
perdarahan spontan (gusi, hidung, hematemesis dan melena), trombosit dalam
batas normal (150.000/uL).
o Intervensi :
- Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring (bedrest).
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.
- Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya yang dapat
timbul akibat dari adanya perdarahan, dan anjurkan untuk segera melaporkan
jika ada tanda perdarahan seperti di gusi, hidung(epistaksis), berak darah
(melena), atau muntah darah (hematemesis).
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan
dini bila terjadi perdarahan.
- Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara
kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah dan
Observasi tanda-tanda perdarahan serta tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu
dan pernafasan).Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
- Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala (darah lengkap).
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat
kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.
- Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh
darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti
epistaksis, ptike.
- Kolaborasi dalam pemberian transfusi (trombosit concentrate).
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Soeparman.(1987).Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua.Penerbit FKUI.Jakarta

Soedarto (1994).Pedoman Diagnosis dan Terapi.F.K.Universitas Airlangga EGC.Jakarta

Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ).
Philadelpia, F.A. Davis Company.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.

Nadesul,Handrawan.2007.Cara Mudah Mengalahkan Demam Berdarah.Penerbit buku


Kompas:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai